Anda di halaman 1dari 20

A.

KEBIJAKAN FISKAL

1. Definisi dan Pengertian


Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah
untuk mengelola/mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau
diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Jadi, kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama persis dengan
kebijakan moneter. Perbedaannya terletak pada instrumen kebijakannya. Jika
dalam kebijakan moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar,
maka dalam kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan
pengeluarannya.
Dalam buku teks teori ekonomi makro, penerimaan pemerintah diasumsikan
berasal dari pajak (tax sehingga notasi yang digunakan untuk penerimaan
pemerintah adalah T. Sedangkan notasi untuk pengeluaran pemerintah
(government expenditure) / seperti yang telah dibahas dalam bagian-bagian
sebelumnya, adalah G

Kebijakan fiskal diterapkan dan digunakan oleh pemerintah dengan


merancang anggaran negara atau yang biasa disebut dengan APBN dan
mengubah angka-angka yang terdapat di dalam APBN guna memperoleh
kondisi perekonomian negara yang sesuai dengan tujuan penyusunan APBN. Di
dalam kebijakan fiskal terdapat 2 macam instrumen yaitu pengeluaran yang
dilakukan pemerintah dan pajak.

Contoh kebijakan fiskal yang diterbitkan oleh pemerintah yaitu:

 Kenaikan harga pajak dari berbagai macam pajak yang ada di Indonesia

 Masyarakat Indonesia wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

 Pemerintah menetapkan obligasi (surat pinjaman dengan bunga


tertentu dari pemerintah yang dapat diperjualbelikan)

 Kebijakan tentang penghasilan tidak kena pajak yang dinaikan 10% pada
awal Januari yang tertuang dalam PP/UU APBN 2006 (Pajak ditanggung
pemerintah).
 Subsidi BBM dan listrik
 Apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat
mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil
pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi.
Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
2. Tujuan Kebijakan Fiskal
Dibentuknya kebijakan fiskal oleh pemerintah memiliki tujuan tersendiri
bagi negara. Secara umum, tujuan dikeluarkannya kebijakan fiskal adalah:

 Untuk memperbaiki kondisi perekonomian negara agar menjadi lebih


baik. Dengan adanya kondisi ekonomi yang baik pada suatu negara
maka sektor-sektor usaha dapat mengalami kemajuan sehingga
berdampak pada peluang kesempatan kerja yang juga akan meningkat.
Hal ini dapat mengurangi pengangguran yang ada di Indonesia.

 Kebijakan fiskal dalam bentuk anggaran dapat digunakan oleh


pemerintah untuk mengatasi masalah inflasi yang datang secara tiba-
tiba dan untuk mengendalikan harga-harga yang ada. Secara umum
kebijakan ini digunakan untuk menstabilkan harga-harga yang naik saat
inflasi berlangsung.

 Untuk mendistribusikan dan pemerataan pendapatan masyarakat di


seluruh wilayah negara Indonesia sehingga keadilan sosial bagi warga
negara dapat tercapai. Hal ini berguna untuk memberantas akan
terjadinya kesenjangan sosial.

3. Jenis-jenis Kebijakan Fiskal

a. Kebijakan Anggaran Surplus

Kebijakan anggaran surplus merupakan kebijakan pemerintah dimana


pendapatan atau pemasukan yang didapatkan oleh pemerintah tidak
digunakan seluruhnya untuk pengeluaran. Hal ini akan menyebabkan tabungan
pemerintah menjadi bertambah. Kebijakan anggaran surplus bekerja dengan
cara pemasukan atau pendapatan anggaran harus lebih besar daripada
pengeluaran.

Adanya inflasi yang berlangsung menyebabkan terjadinya kenaikan harga.


Kenaikan harga terjadi karena jika dibandingkan, nilai uang lebih banyak
daripada barang. Kebijakan anggaran surplus bekerja sebaliknya yaitu menekan
pengeluaran pemerintah yang suatu saat dapat menekan dan mengurangi
permintaan barang atau jasa dari para konsumen secara total. Dengan
demikian, angka inflasi dapat turun secara bertahap.

b. Kebijakan Anggaran Berimbang

Kebijakan anggaran berimbang merupakan kebijakan dimana pemasukan atau


pendapatan negara harus sama besar atau seimbang dengan pengeluaran
negara yang disusun. Dalam kebijakan ini, pemerintah harus menyesuaikan
pengeluaran yang dilakukan dengan pemasukan yang didapat.

Dengan adanya kebijakan ini maka pemerintah tidak perlu meminjam dana dari
pihak dalam negeri maupun pihak luar negeri sehingga menghindari terjadinya
hutang negara. Namun di lain sisi, jika deflasi sedang berlangsung yaitu saat
dimana uang yang ada lebih sedikit dari kebutuhan/permintaan masyarakat
dan investasi turun maka sangat berdampak pada keadaan perekonomian
negara. Perekonomian negara akan turun dan menjadi terhambat.

c. Kebijakan Anggaran Defisit

Kebijakan anggaran defisit merupakan kebijakan pemerintah dimana


pengeluaran anggaran lebih besar dari pendapatan atau pemasukan yang
didapatkan. Sehingga kebijakan anggaran defisit merupakan kebalikan dari
kebijakan anggaran surplus.

Pemerintah mengatasi pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan dengan


memakai pinjaman baik itu pinjaman dari pihak dalam negeri maupun dari
pihak luar negeri. Ada 4 cara yang digunakan untuk mengukur kebijakan
anggaran defisit antara lain:

a. Defisit Primer : perhitungan defisit berdasarkan selisih antara belanja


diluar pembayaran pokok dan bunga hutang dengan total pendapatan.

b. Defisit Operasional : perhitungan defisit yang perhitungannya diukur


dalam nilai riil, bukan dalam nilai nominal.

c. Defisit Konvensional : perhitungan defisit berdasarkan selisih antara


total pembelanjaan dengan total pengeluaran termasuk hibah.

d. Defisit Moneter : perhitungan defisit berdasarkan selisih antara total


pendapatan dengan total pembelanjaan negara. Pembayaran pokok
atau hutang tidak termasuk ke dalam total pendapatan dan piutang
tidak termasuk ke dalam total pembelanjaan negara.

Kebijakan Anggaran Defisit yang diterapkan dapat membantu mengatasi


kondisi ekonomi negara yang terpuruk. Meskipun demikian, pinjaman yang
dilakukan oleh pemerintah di dalam kebijakan anggaran defisit, membuktikan
bahwa anggaran negara selalu dalam kondisi yang kekurangan. Demikian
informasi tentang kebijakan fiskal, semoga bermanfaat bagi Anda.
4. Peranan Kebijakan Fiskal Bagi Perekonomian
Peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian dalam kenyataannya
menunjukkan bahwa volume transaksi yang diadakan oleh pemerintah di
kebanyakan Negara dari tahun ke tahun bertendensi untuk meningkat lebih
cepat daripada meningkatnya pendapatan Nasional. ini berarti bahwa peranan
dari tindakan fiskal pemerintah dalam turut menentukan tingkat pendapatan
nasional lebih besar. Untuk Negara-negara yang sudah maju perekonomiannya,
peranan tindakan fiskal pemerintah semakin besar dalam mekanisme
pembentukan tingkat pendapatan nasional terutama dimaksudkan agar supaya
pemerintah dapat lebih mampu dalam mempengaruhi jalannya perekonomian.
Dengan demikian diharapkan bahwa dengan adanya kebijakan fiskal, pemerintah
dapat mengusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaan-keadaan yang
tidak diinginkan seperti misalnya keadaan dimana banyak pengangguran, inflasi,
neraca pembayaran internasional yang terus menerus defisit, dan sebagainya.
Bagi Negara-negara yamg sedang berkembang, pemerintah pada umumnya
menyadari akan rendahnya investasi yang timbul atas inisiatif dari masyarakat
sendiri. Dari bagian 1 kita telah mengetahui bahwa untuk meningkatnya tingkat
hidup suatu masyarakat, kapasitas produksi nasional perlu ditingkatkan. Untuk
memperbesar kapasitas produksi nasional dibutuhkan adanya capital formation.
Dengan demikian berarti masyarakat perlu mengadakan investasi yang cukup
besar untuk terwujudnya capital formation yang dibutuhkan tersebut.

5. Bentuk-Bentuk Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada dua golongan : penstabil otomatik


(bentuk-bentuk sistem fiskal yang sedang berlaku yang secara otomatik
cenderung untuk menimbulkan kestabilan dalam kegiatan ekonomi) dan
kebijakan fiskal diskresioner (langkah-langkah dalam bidang pengeluaran
pemerintah dan perpajakan yang secara khusus membuat perubahan ke atas
sistem yang ada, yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi
yang dihadapi).
Penstabil otomatik adalah sistem perpajakan yang progresif dan
proporsional, kebijakan harga minimum, dan sistem asuransi pengangguran.
Pajak progresif dan pajak proporsional, pajak ini biasanya digunakan dalam
memungut pajak pendapatan individu dan praktekkan hampir disemua negara.
Pada pendapatan yang sangat rendah pendapatan seseorang tidak perlu
membayar pajak. Akan tetapi semakin tinggi pendapatan, semakin besar pajak
dikenakan ke atas tambahan pendapatan yang diperoleh. Dibeberapa negara
sistem pajak proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak ke atas
keuntungan perusahaan-perusahaan korporat, yaitu pajak yang harus dibayar
adalah proporsional dengan keuntungan yang diperoleh.
Jika ditinjau dari sisi teori, ada tiga macam kebijakan anggaran yaitu:
1. Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance) kebijakan
yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat berbagai akibat
tidak langsung terhadap pendapatan nasional dan bertujuan untuk
meningkatkan kesempatan kerja.
2. Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach) kebijakan
untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk
mencapai ekonomi yang mantap.
3. Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget) kebijakan
yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat besarnya biaya dan
manfaat dari berbagai program.
Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah
pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
a) Kebijakan Anggaran Seimbang adalah kebijakan anggaran yang menyusun
pengeluaran sama besar dengan penerimaan.
b) Kebijakan Anggaran Defisit yaitu kebijakan anggaran dengan cara
menyusun pengeluaran lebih besar daripada penerimaan.
c) Kebijakan Anggaran Surplus yaitu kebijakan anggaran dengan cara
menyusun pengeluaran lebih kecil dari penerimaan.
d) Kebijakan Anggaran Dinamis yaitu kebijakan anggaran dengan cara terus
menambah jumlah penerimaan dan pengeluaran sehingga semakin lama
semakin besar (tidak statis).
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika
mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak
diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri
akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan
menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara
umum.

6. Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Keseimbangan Pasar Barang Dan


Jasa

Kebijakan fiscal dapat menggerakkan perekonomian, karena peningkatan


pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak mempunyai efek multiplier
dengan cara menstimulasi tambahan permintaan untuk barang konsumsi rumah
tangga. Begitu pula halnya apabila pemerintah melakukan pemotongan pajak
sebagai stimulus perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan
disposable income dan akhirnya mempengaruhi permintaan.

7. Tujuan Kebijakan Fiskal

Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya


perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalannya memperkecil pengeluaran
konsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx)
yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan
nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan
menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan
pengeluaran dalam anggran pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan
semakin kompleknya struktur ekonomi perdagangan dan keungan. Maka
semakin rumit pula cara penanggulangan infalsi. Kombinasi beragam harus
digunakan secara tepat seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan
dan penentuan harga.
Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan
ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut:
a) Untuk meningkatkan laju investasi.
Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi disektor
swasta dan sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan
untuk mendorong dan menghambat bentuk investasi tertuntu. Dalam rangka itu
pemerintah harus menerapkan kebijaan investasi berencana di sektor public,
namun pada kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal
terjadi suatu problem yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat
konsumsi yang tinggi dan terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari
masyarakat dinegara tersbut. Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing
yang cukup, baik swasta maupun pemerintha. Oleh karena itu kebijakan fiskal
memberikan solusi yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan
inkremental yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan, memacu,
mendorong dan menghambat laju investasi. Menurut Dr. R. N. Tripathy
terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh pemerintah dalam rangka menaikkan
rasio tabungan incremental bagi mobilisasi volume keuangan pembangunan yang
diperlukan diantaranya; control fisik langsung, peningkatan tariff pajak yang
ada,penerapan pajak baru, surplus dari perusahaan Negara, pinjaman
pemerintah yang tidak bersifat inflationer dan keuangan defisit.
b) Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial,
dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang
menjadi tangunggan Negara secara serentak berupaya memacu laju
pembentukkan modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam
pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan
pengurangan biaya produksi.
c) Untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan
pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk
mendirikan perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta melalui
pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan
langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus
juga diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.
d) Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan
internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas
ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka
mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus
diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok
yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi pada
impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat
penggunaan daya beli tambahan.
e) Untuk menanggulangi inflasi.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah
dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak
komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar tambahan
pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.
f) Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional
terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi
tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya
investasi dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan regional
yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.
8. Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Perekonomian
Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam
dua tahap yang berurutan, yaitu :
a. Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN
b. Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
APBN mempunyai dua kategori, kategori yang pertama yaitu, mencatat
pengeluaran dan penerimaan yang terdiri dari beberapa pos utama diantaranya :
PENERIMAAN PENGELUARAN
PAJAK PENGELUARAN PEMERINTAH UNTUK
PEMBELIAN BARANG & JASA
PINJAMAN DARI BANK SENTRAL PENGELUARAN PEMERINTAH UNTUK
GAJI PEGAWAI
PINJAMAN DARI MASYARAKAT DALAM PENGELUARAN PEMERINTAH UNTUK
NEGERI TRANSFER PAYMENT
PINJAMAN DARI LUAR NEGERI

Kebijakan anggaran pemerintah dahulu selalu mengharuskan kebijakan


anggaran berimbang. Kebijakan anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah
menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Namun pada saat ini
kebijakan anggran dapat menjadi kebijakan anggaran defisit (defisit budget),
anggaran surplus (surplus budget).
Kebijakan anggaran emplisit adalah kebijakan pemerintah untuk
membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi
stimulus pada perekonomian. Dalam hal ini, peningkatan pengeluaran yaitu
pembelian pemerintah atas barang dan jasa. Peningkatan pembelian atau
belanja pemeritah berdampak terhadap peningkatan pendapatan nasional.
Contohnya pemerintah mengadakan proyek membangun jalan raya. dalam
proyek ini pemerintah membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk
menyelesaikannya. dengan kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga
kerja. hal ini membuat pendapatan orang yang bekerja di situ bertambah.
Anggaran defisit memiliki keunggulan maupun kelemahan, salah satu
keunggulannya adalah terdapat penertiban pada angka defisit dan nilai
tambahan utang yang jelas dan lebih transparan serta bisa diawasi masyarakat.
Menurut Menkeu Agus DW Martowardojo penerapan kebijakan anggaran defisit
tujuannya untuk menciptakan ekspansi fiskal dan menguatkan pertumbuhan
ekonomi agar tetap terjaga pada level yang tinggi. Umumnya sangat baik
digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesif. . Anggaran defisit salah satunya
dengan melakukan peminjaman/hutang, dahulu pemerintahan Bung Karno
pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam
dari Bank Indonesia, yang terjadi kemudian adalah inflasi besar-besaran (hyper
inflation) karena uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. Untuk
menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari rakyat, sayangnya rakyat
tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah.
akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri. Ini merupakan
salah satu kasus yang menggambarkan kelemahan dari anggaran defisit.
Sedangkan, anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk
membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi
yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
Anggaran surplus (Surplus Budget)/ Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah
kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada
pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating)
untuk menurunkan tekanan permintaan. Cara kerja anggara surplus adalah
kebalikan dari anggaran defisit, uang yang didapat pemerintah dari pendapatan
pajak lebih banyak dari yang dibelanjakan, pemerintah memenfaatkan selisihnya
untuk melunasi beberapa hutang pemerintah yang masih ada. Surplus anggaran
akan menaikkan dana pinjaman, mengurangi suku bunga dan meningkatkan
investasi. Investasi yang lebih tinggi seterusnya dapat meningkatkan akumulasi
modal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

B. JUMLAH UANG YANG BEREDAR DAN KEBIJAKAN MONETER


1. JUMLAH UANG YANG BEREDAR
1.1 Pengertian Jumlah Uang Beredar

Definisi jumlah uang beredar (Money supply) telah mengalami evolusi


dalam waktu yang sangat panjang. Pada awalanya, yang dimaksud uang beredar
adalah uang yang dikeluarkan dan diedarkan oleh otoritas moneter yaitu uang
kartal saja. Pada menio abad ke-19, dimana bank umum (bank komersial) baru
pada tahap perkembangannya, simpanan dalam bentuk rekening giro (uang giral)
belum dikenal oleh masyarakat. Pada waktu itu masih diperdebatkan apakah
simpanan dalam bentuk giro dikategorikan sebagai uang. Akhirnya disepakati
bahwa uang simpanan di bank tidak dapat dianggap sebagai uang.
Pada pertengahan abad ke-20 kegiatan bank umum semangkin
berkembang yang di ikuti oleh berkembangnya kegiatan ekonomi, yang ditandai
oleh semangkin banyak masyarakat memanfaatkan jasa-jasa bank umum. Pada
waktu itu disepakati bahwa simpanan bank dalam bentuk giro yang merupakan
substansi uang tunai (uang giral) mulai diakui sebagai uang beredar.
Menurut Iskandar putong (2007) uang beredar adalah keseluruhan jumlah
uang yang dikeluarkan secara resmi baik oleh bank sentral berupa uang kartal,
maupun uang giral dan uang kuasi (tabungan, valas, deposito).
Menurut Sadono Sukirno "uang beredar adalah semua jenis uang yang
berada di perekonomian, yaitu adalah jumlah dari mata uang dalam peredaran
ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum."(1998).
Perubahan jumlah uang beredar ditentukan oleh hasil interaksi antara
masyarakat, lembaga keuangan serta bank sentral.
1.2 Jenis-Jenis Uang Beredar
A. Uang beredar dalam arti sempit (M1)
M1 dedifinisikan sebagai kewajiban system moneter terhadap sector swasta
domestik yang terdiri dari uang kartal dan uang giral. Uang kartal terdiri dari
uang kertas dan uang logam yang beredar dan berlaku di masyarakta. Pada
awalnya uang kartal diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesai. Namun
sejak dikeluarkannya UU no.13 Tahun 1968 pasal 26 Ayat (1), hak pemerintah
untuk mencetak uang tersebut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank
Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menciptakan uang kartal.
Semetara itu uang giral adalah merupakan simpanan milik sektor swasta
domestik di Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) yang setiap saat dapat ditarik
untuk ditukarkan dengan uang kartal. Uang giral terdiri dari: rekening giro,
kiriman uang (transfer), yang belum diambil, deposito berjangka yang sudah
jatuh tempo dalam rupiah yang semunya dimiliki penduduk serta disimpan
dalam system moneter (uteri,2014)

M1 = uang kartal + uang giral


B. Uang Beredar Dalam Arti Luas (M2)
M2 didefinisikan sebagai kewajiban moneter terhadap sektor swasta
domestik yang terdiri dari uang kartal ( C ), uang giral ( D ) dan uang kuasi (T)
dengan kata lain
M2= M1+Uang Kuasi (T)
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa jumlah uang beredar mencakup semua
mata uang kertas dan mata uang logam yang beredar dimasyarakat diluar peti
simpanan (kas) lembaga-lembaga keuangan dan pemerintah dan rekening giro
pada lembaga deposit (bank umum ) yang dimiliki perorangan dan perusahaan (
Puspopranoto, 2004:2). Secara teoritis dan empiris ada beberapa faktor yang
memengaruhi jumlah uang beredar, salahsatu diantaranya adalah peran yang
dimainkan oleh bank sentral, karena lembaga ini yang bertanggung jawab atas
prilaku jumlah uang beredar dalam jangka panjang. Faktro-faktor lain yang
sangat berpengaruh terhadap perilaku jumlah uang beredar adalah uang primer
dan pengganda uang.
1.3 Mekanisme Penciptaan Uang
Ada tiga pelaku utama terhadap proses penciptaan uang:
1. Otoritas Moneter
2. Bank Umum
3. Masyarakat atau sektor swasta domestik
Ketiga pelaku tersebut saling bersinergi sehingga Deman dan Suplay berada
pada keseimbangan yang diinginkan dimana Otoritas moneter sebagai pencetak
uang kartal, Bank umum sebagai pencipta Uang giral dan kuasi, Sektor swasta
domestik sebagai pengguna daripada uang yang di ciptakan otoritas moneter dan
bank umum. Otoritas moneter dalam hal ini disebut dengan Bank sentral sebagai
lembaga independen mengatur peredaran uang yang dicetaknya, hanya pada
bank sentral uang kartal di ciptakan yang nantinya uang tersebut didistribusikan
ke Bank umum dalam bentuk uang kartal, oleh bank umum di ubah lagi bentuk
unag kartal tersebut menajdi uang giral yang berbentuk tabungan giro dan saving
deposit, uang tersebut yang nantinya akan di salurkan ke sektor sawasta
domestik. Dari bentuk-bentuk uang ini lah yang disebut dengan uang inti atau
uang primer, dengan kata lain, uang primer adalah uang kartal yang dipegang
bank umum dan masyarakat umum ditambahkan dengan saldo rekening giro
milik bank umum dan masyarakat di Bank Indonesia. Jika dilihat dari neraca
otoritas moneter dapat dilihat bahwa sisi pasiva adalah jumlah uanga primer
yang beredar dan sebelah aktiva adalah faktor-faktor yang mempengarui uang
beredar. Penciptaan Uang oleh bank umum hanya dalam bentuk uang giral dan
kuasi, karena uang kartal hanya diciptakan oleh bank sentral itu sendiri.
1.4 Perhitungan Jumlah Uang Beredar
Ada dua pendekatan (approach) yang digunakan untuk menghitung jumlah
uang beredar, yakni: (1) yakni Pendekatan transaksi (transactional approach) dan
(2) Pendekatan likuiditas (liquidty approach).
1. Pendekatan transaksi (transactional approach).
Pendekatan transaksional (transactional approach). Pendekatan ini
memandang bahwa jumlah uang beredar yang dihitung adalah jumlah uang yang
dibutuhkan untuk keperluan transaksi. Pendekatan ini menghitung jumlah uang
beredar dalam arti sempit (narrow money) atau M1. Di Indonesia yang tercakup
dalam M1 adalah uang kartal dan uang giral, dengan komponen sebagai berikut :

 Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam, tidak termasuk uang
kas pada kantor perbendaharaan dan kas negara (KPKN) dan bank umum.
 Uang Giral terdiri atas rekening giro, kiriman uang, simpanan berjangka,
dan tabungan dalam rupiah yangsudah jatuh tempo yang seluruhnya
merupakan simpanan penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.

2. Pendekatan Likuiditas (liquidity approach)


Sesuai pendekatan ini, jumlah uang beredar didefinisikan sebagai jumlah uang
untuk kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi (quasy money). Hal ini dilandari
pertimbangan bahwa sekalipun uang kuasi merupakan aset finansial yang kurang
likuid dibanding uang kertas, uang logam dan uang rekening giro, tetapi sangat
mudah diubah menjadi uang yang dapat digunakan untuk keperluan transaksi.
Dalam prakteknya, pendekatan ini menghitung jumlah uang bererdar dalam arti
luas (broad money) yang dikenal dengan M2 yang terdiri dari M1 ditambah uang
kuasi (di Indonesia uang kuasi adalah deposito berjangka). Perkembangan M2
adalah jauh lebih cepat dari pertambahan M1 karena pertambahan tingkat
kemajuan perekonomian. Meningkatnya M2 secara langsung maupun tidak
langsung mengindikasikan bahwa perekonomian masyarakat menjadi meningkat.
Sebab peningkatan deposito berjangka mengandung pengertian bahwa tingkat
penghasilan masyarakat sudah lebih besar dari tingkat konsumsi. Keputusan
seseorang menyimpan dananya di bank dalam bentuk deposito merupakan
keputusan investasi yang didorong oleh tingkat bunga yang diberikan.
1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Jumlah Uang Yang Beredar
Pada umumnya ada dua kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah
suatu negara, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kedua kebijakan
tersebut saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Kebijakan fiskal membahas
tentang kebijakan pemerintah untuk mengubah pengeluarannya dan
penerimaan dari pajak sedangkan kebijakan moneter mengarah kepada
perubahan jumlah uang beredar yang berpengaruh terhadap suku bunga dan
selanjutnya mempengaruhi tingkat investasi dan tingkat output. Dasar teori
pengeluaran pemerintah adalah sebagai berikut: Identitas keseimbangan
pendapatan nasional Y = C + I +G + X – M merupakan “sumber legitimasi”
pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam
perekonomian. Kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan
menaikkan atau menurunkan pendapatan nasional. Pemerintah pun perlu
menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak justru
melemahkan kegiatan pihak swasta (Dumairy,1996:161-164).
Di dalam kehidupan masyarakat, jumlah uang yang beredar ditentukan
oleh kebijakan dari bank sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang
melalui kebijakan moneter. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
uang yang beredar adalah:
1. Kebijakan Bank Sentral berupa hak otonom dan kebijakan moneter
(meliputi: politik diskonto, politik pasar terbuka, politik cash ratio, politik
kredit selektif) dalam mencetak dan mengedarkan uang kartal.
2. Kebijakan pemerintah melalui menteri keuangan untuk menambah
peredaran uang dengan cara mencetak uang logam dan uang kertas yang
nominalnya kecil.
3. Bank umum dapat menciptakan uang giral melalui pembelian saham dan
surat berharga.
4. Tingkat pendapatan masyarakat
5. Tingkat suku bunga bank
6. Selera konsumen terhadap suatu barang (semakin tinggi selera konsumen
terhadap suatu barang maka harga barang tersebut akan terdorong naik,
sehingga akan mendorong jumlah uang yang beredar semakin banyak,
demikian sebaliknya)
7. Harga barang
8. Kebijakan kredit dari pemerintah

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar di


masyarakat, maka kita dapat melihat hal apa saja yang mempengaruhi
permintaan uang, yaitu:
1. Besar kecilnya pembelanjaan negara yang berkaitan dengan pendapatan
nasional.
2. Cepat lambatnya laju peredaran uang
3. Motif memiliki uang tunai, J.M Keynes dalam teori liquidity preference: motif
transaksi (transaction motive), motif berjaga-jaga (precautionary motive),
motif spekulasi (speculative motive)

Bila ada hal yang mempengaruhi permintaan uang, berarti ada hal yang
mempengaruhi penawaran uang juga, yaitu:
1. Tinggi rendahnya tingkat bunga
2. Tingkat pendapatan masyarakat
3. Jumlah penduduk
4. Keadaan letak geografis
5. Struktur ekonomi masyarakat
6. Penguasaan iptek
7. Globalisasi ekonomi

Kebijakan pemerintah terhadap jumlah uang yang beredar di masyarakat


dilakukan dengan cara:
1. Pengendalian tingkat bunga melalui politik diskonto.
2. Menarik atau menambah jumlah uang yang beredar melalui politik pasar
terbuka dengan cara membeli atau menjual surat-surat berharga.
3. Pemotongan nilai mata uang melalui kebijakan sanering yang dilakukan bank
sentral
4. Melakukan revaluasi/devaluasi.
2. KEBIJAKAN MONETER

2.1 Definisi Kebijakan Moneter

Secara umum kebijakan moneter adalah proses yang dilakukan oleh


otoritas moneter (bank sentral) suatu Negara dalam mengontrol atau
mengendalikan jumlah uang beredar (JUB). Melalui pendekatan kuantitas dan /
atau pendekatan tingkat suku bunga yang bertujuan untuk mendorong stabilitas
dan pertumbuhan ekonomi, sudah termasuk didalamnya stabilitas harga dan
tingkat pengangguran yang rendah.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang
bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro,
yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter
dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan
moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian
ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan
kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas
Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan
persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja
penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter
dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen
sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta
asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila
mengalami kesulitan likuiditas.

2.2 Tujuan Kebijakan Moneter


BI sebagai bank sentral di Indonesia dalam operasi kebijakan moneternya
bisa menggunakan pendekatan kuantitas atau pendekatan suku bunga/harga.
Pilihan mengenai pendekatan apa yang akan digunakan sangat tergantung pada
efektivitas di antara kedua pendekatan tersebut dan sifat dari tujuan akhir
kebijakan moneter, apakah bertujuan jamak (ganda) atau tunggal (single).

a. Tujuan Jamak (ganda)


Kebijakan moneter yang bertujuan jamak atau ganda adalah kebijakan
moneter yang tujuan akhirnya lebih dari satu untuk membantu mecapai sasaran
makro ekonomi yaitu:
1. Memperluas Kesempatan Kerja
2. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
3. Stabilitas Harga
4. Stabilitas Tingkat Suku Bunga
5. Stabilitas Pasar Uang
6. Stabilitas Pasar Valuta Asing

b. Tujuan Tunggal (single)


Kebijakan moneter yang bertujuan tunggal (Single) yaitu menjaga ke stabilan
harga (Inflasi).

2.3 Jenis-Jenis Kebijakan Moneter


1. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy)
Kebijakan moneter ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka
menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi
pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan
masyarakat). Kebijakan ini diterapkan pada saat perekonomian mengalami resesi
atau depresi.
Kebijakan moneter ekspansif ini disebut juga sebagai kebijakan moneter
longgar (easy monetary policy). Penerapan kebijakan ini seperti :
a. Politik diskonto (penurunan tingkat suku bunga)
b. Politik pasar terbuka (pembelian surat-surat berharga, misalnya saham dan
obligasi).
c. Politik cash ratio (penurunan cadangan kas)
d. Politik kredit selektif (pemberian kredit longgar)

2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Kontractive Policy)


Kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan yang dilakukan dalam
rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat
perekonomian mengalami inflasi. Kebijakan moneter kontraktif disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). Kebijakan ini dapat diterapkan
berupa :
a. Politik diskonto (peningkatan suku bunga)
b. Politik pasar terbuka (penjualan surat berharga)
c. Politik cash ratio (peningkatan cadangan kas)
d. Politik kredit selektif (pengetatan pemberian kredit)
2.4 Perdebatan Tentang: Rules Vs Discretion

Perdebatan tersebut bermula dari perbedaan cara pandang diantara


aliran Klasik mengenai penetuan inflasi (melalui teori Kuantitas Uang yaitu:
MV=PT) dan aliran Keynesians mengenai penetuan output melalui model IS=LM.
Kedua aliran ini berbeda dalam hal harga atau inflasi.
Aliran Klasik: Menganggap bahwa perkembangan harga sangat fleksibel
dan inflasi terjadi hanya karena bertambahnya JUB: untuk alasan itu, maka
kebijakan moneter harus dilaksanakan secara ketat mengikuti aturan (rule) yang
secara konsisten diikuti.
Aliran Keynesians: menganggap bahwa perkebangan harga sangat kaku
dan inflasi terjadi bukan karena bertambahnya jumlah uang yang melebihi
jumlah barang, tapi lebih disebabkan karena adanya ketidak seimbangan antara
permintaan dan penawaran. Untuk alasan itu, kebijakan moneter diarahkan
untuk menjamin keseeimbangan antara sisi permintaan dan penawaran, oleh
karena itu kebijakan moneter harus dilakukan secara bijaksana (discreation)
sesuai dengan perkembangan yang ada.

2.5 Perdebatan: Moneterist Vs Keynesians


Perdebtan diantara aliran Moneterist dan aliran Keynesians sejatinya
menyangkut perdebatan tentang keberadaan variabel-variabel yang mendorong
permintaan dan penawaran agregat dalam perekonomian. Kelompok monetarist
berpendapat bahwa permintaan agregat semata-mata dipengaruhi oleh
perkembangan JUB dan pengaruhnya adalah stabil. Sedangkan aliran Keynesians
berpendapat bahwa permasalahan dalam suatu perekonomian adalah sangan
kompleks, sehingga bukan hanya uang yang berperan penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, tetapi juga variabel-variabel lain. Keynesians
berpandangan bahwa dalam dunia nyata terjadi kekakuan dan mekanisme pasar
bebas tidak bekerja sempurna, misalnya karena adanya kontrak kerja antara
majikan dan karyawan. Dalam kondisi seperti ini, jika terjadi perubahan (shock)
dalam jangka pendek shock akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
yang pada akhirnya memengaruhi perkembangan harga (inflasi) didalam jangka
menengah panjang.
Aliran monetarist juga berpendapat bahwa uang hanya berpengaruh
pada tingkat inflasi dan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Karena itu, kebijakan moneter harus diarahkan hanya untuk pengendalian inflasi
dan tidak diarahkan untuk memengaruhi kegiatan ekonomi riil.
Sebaliknya aliran Keynesians berpendapat bahwa uang berpengaruh, baik
terhadap ekonomi riil maupun terhadap inflasi. Implikasinya adalah kebijakan
moneter dapat dipergunakan secara aktif memengaruhi naik turunnya kegiatan
ekonomi riil.

2.6 Kerangka Kerja Kebijakan Moneter


Secara umum, kerangka kerja kebijakan moneter terdiri dari 4(empat)
komponen utama yaitu:
o Instrumen-instrument kebijakan moneter
o Sasaran oprasional
o Sasaran antara
o Sasaran akhir kebijakan moneter

Kerangka yang umum dipergunakan dalam membahas kebijakan moneter


meliputi target, indikator, dan instrumen kebijakan moneter. Target
akhir (ultimate target)adalah variabel-variabel yang ingin dicapai oleh otoritas
moneter (bank sentral). Indikator (intermediate target) adalah variabel-variabel
yang ingin dikontrol oleh bank sentral agar sasaran akhir dapat dicapai.
Sedangkan instrumen adalah seperangkat variabel yang dimiliki dan sepenuhnya
dapat digunakan oleh bank sentral untuk mengontrol indikator sedemikian rupa
sehingga target yang ditetapkan dapat dicapai. Hubungan ketiganya
digambarkan sebagai berikut.

2.6.1 Inflation Targeting Framework (ITF)


Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan
sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai
sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai
sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya
perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah
perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah
dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh
transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik.
Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh
penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi
suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit
perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan
memengaruhi output dan inflasi.
Dengan telah dilepaskannya sistem nilai tukar dengan band intervensi
nilai tukar (crawling band) di tahun 1997, Bank Indonesia memerlukan jangkar
nominal (nominal anchor) baru dalam rangka menjalankan kebijakan moneter.
Jangkar nominal adalah variabel nominal (seperti indeks harga, nilai tukar, atau
uang beredar) yang ditargetkan secara eksplisit oleh bank sentral sebagai
dasar/patokan bagi pembentukan harga lainnya. Misalnya kalau nilai tukar
dijadikan target, maka inflasi luar negeri akan menjadi inflasi domestik.
Mengapa kebijakan moneter memerlukan jangkar nominal? Karena tanpa
adanya jangkar nominal, tidak ada kejelasan kemana kebijakan moneter akan
diarahkan sehingga masyarakat tidak memiliki pedoman dalam membuat
ekspektasi inflasi. Ibarat kapal yang mengapung di lautan tanpa kejelasan kearah
mana kapal dilabuhkan. Sebaliknya, dengan adanya jangkar nominal masyarakat
akan membuat ekspektasi inflasi yang diperlukan dalam kalkulasi usahanya
sesuai dengan jangkar nominal tersebut. Dengan mengumumkan sasaran inflasi
dan Bank Indonesia secara konsisten dapat mencapainya akan meningkatkan
kredibilitas kebijaan moneter yang pada gilirannya ekspektasi inflasi masyarakat
sesuai dengan sasaran yang ditetapkan BI.
Ada sejumlah alasan mengapa menggunakan jangkar nominal dengan ITF.
o ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan sasaran inflasi secara
eksplisit masyarakat akan memahami arah inflasi. Sebaliknya dengan
sasaran base money, apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak jelas,
masyarakat lebih sulit mengetahui arah inflasi kedepan.
o ITF yang memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter
sesuai dengan mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia.
o ITF bersifat forward looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi
yang memerlukan time lag.
o ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter
mendorong kredibilitas kebijakan moneter. Aspek transparansi dan
akuntabilitas serta kejelasan akan tujuan ini merupakan aspek-aspek
good governance dari sebuah bank yang telah diberikan independensi.
o ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar,
output dan inflasi. Sebaliknya, ITF merupakan pendekatan yang lebih
komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah variabel informasi
tentang kondisi perekonomian.

2.7 Instrumen Kebijakan Moneter


Instrumen kebijakan moneter merupakan alat-alat atau media
pengendalian operasi moneter yang dimiliki dan dapat digunakan oleh bank
sentral untuk memengaruhi sasaran operasioanal dan sasaran akhir yang telah
ditetapkan oleh bank sentral atau pemerintah.
Agar tujuan kebijakan moneter dapat tercapai, bank sentra menggunakan
instrumen-instrumen kebijakan moneter seperti berikut

1. Kebijakan Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) :


Operasi pasar terbuka adalah salah satu kebijakan yang diambil bank
sentral untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini
dilakukan dengan cara menjual sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau membeli
surat berharga di pasar modal.
2. Kebijakan Diskonto (Discount Policy)
Diskonto adalah pemerintah mengurangi atau menambah jumlah uang
beredar dengan cara mengubah diskonto bank umum. Jika bank sentral
memperhitungkan jumlah uang beredar telah melebihi kebutuhan (gejala inflasi),
bank sentral mengeluarkan keputusan untuk menaikkan suku bunga. Dengan
menaikkan suku bunga akan merangsang keinginan orang untuk menabung.
3. Giro Wajib Minimum (Gwm)
Giro Wajib Minimum (GWM) atau cadangan wajib minimum adalah
ketentuan bank sentral (Bank Indonesia) yang mewajibkan bank-bank umum
untuk memelihara sejumlah alat-alat liquid (reserves) sebesar prosentase
tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dapat dikumpulkan pada suatu waktu
tertentu.

4. Kebijakan Dorongan Moral (Moral Suasion)


Bank sentral dapat juga memengaruhi jumlah uang beredar dengan
berbagai pengumuman, pidato, dan edaran yang ditujukan pada bank umum dan
pelaku moneter lainnya. Isi pengumuman, pidato dan edaran dapat berupa
ajakan atau larangan untuk menahan pinjaman tabungan ataupun melepaskan
pinjaman.

2.8 Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal


Agar pencapaian akhir kebijakan moneter dapat efektif, maka kerjasama
dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang
terintegrasi mutlak diperlukan untuk alasan tersebut, di tingkat pengambilan
kebijakan (BI dan Pemerintah) secara rutin menggelar Rapat Koordinasi untuk
membahas perkembangan ekonomi terkini.
Mengingat bahwa laju inflasi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor permintaan (demand pull) namun juga faktor penawaran (cost push),
maka agar pencapaian sasaran inflasi dapat dilakukan dengan efektif, kerjasaama
dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang
terintegrasi sangatlah diperlukan. Sehubungan dengan hal tersebut, di tingkat
pengambil kebijakan, Bank Indonesia dan Pemerintah secara rutin menggelar
Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan ekonomi terkini. Di sisi lain,
Bank Indonesia juga kerap diundang dalam Rapat Kabinet yang dipimpin oleh
Presiden RI untuk memberikan pandangan terhadap perkembangan
makroekonomi dan moneter terkait dengan pencapaian sasaran inflasi.
Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter juga dilakukan dalam penyusunan
bersama Asumsi Makro di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang dibahas bersama di DPR. Selain itu, Pemerintah juga berkoordinasi dengan
Bank Indonesia dalam melakukan pengelolaan Utang Negara.
Ditataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan
dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan
Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri
dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti
Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen
Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008
pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara
Pemerintah dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI
baik pusat maupun daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan
stabil, yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan
berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai