Anda di halaman 1dari 14

SAINS Vol. X No.

2 Mei 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONFLIK


PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK
DI TINJAU DARI PENDEKATAN ASPEK TERITORI
(Studi Kasus: Jalan Tapak 1-2 dan 3 Kota Ternate)

Rais D. Hi. Yusuf.1

ABSTRAK
Ruang terbuka publik Jalan Tapak 1-2 dan 3 merupakan tempat berkumpul
masyarakat di Kota Ternate sehingga mendorong terjadinya konflik berbagai
kepentingan yang tidak dapat dihindarkan. Selain sebagai jalur sirkulasi juga
digunakan sektor informal. Hal ini mendorong lahirnya upaya adaptasi perilaku
terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, sehingga terbentuk usaha
teritorialitas guna mempertegas batas-batas fisik maupun non fisik yang berpotensi
menyebabkan terjadinya konflik teritori penggunaan ruang publik.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bentuk konflik dan faktor-faktor yang
mempengaruhi konflik pemanfaatan ruang terbuka publik yang di tinjau dari aspek
teritori di Kawasan Jalan Tapak 1-2 dan 3. Obyek penelitian berupa pengamatan
terhadap komponen ruang publik yaitu setting fisik ruang (milleu), Setting kegiatan
(activities) dan perilaku manusia (setting social). Metode yang digunakan Place
centered mapping, Person centered mapping, Time Budget method dan
Kuesioner/wawancara (Interview).
Hasil penelitian menunjukan bahwa konflik yang terjadi pada ruang terbuka
publik jalan tapak 1-2 dan 3 Kota Ternate memiliki 3 level: 1).Konflik ringan
terjadi pada penggal 2, 2).Konflik sedang terjadi pada penggal 3, dan 3).Konflik
berat terjadi pada penggal 1. Kriteria yang dipakai untuk melihat level konflik
yaitu: Fungsi spasial, Volume dan variasi aktifitas, Regulasi dan keterlibatan
aktor. Sedangkan faktor-faktor terjadinya konflik yaitu: 1) Fungsi dominan
aktifitas formal, 2) Adanya potensi pemandangan/view pantai dan laut. 3)Adanya
akses masuk kawasan yang jelas, 4) Adanya ruang jalan yang tersedia cukup luas
memicu parkir on-street, serta 5) Ketidakjelasan peraturan pemerintah yang
mengatur penggunaan dan pemanfaatan ruang terbuka publik jalan Tapak 1-2 dan
3 Kota Ternate.

Kata Kunci: Konflik, Teritori dan Ruang Terbuka Publik

1
Dosen Fakultas Teknik UMMU
1
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

PENDAHULUAN telah menjadi bangunan tak mungkin


dikembalikan menjadi ruang terbuka
Ruang Publik di kota-kota lagi. Padahal, bukanlah ruang terbuka
kota adalah juga merupakan asset
Indonesia tampak tak beraturan hal kota kita?.
ini disebabkan ruang publik Kondisi Ruang Terbuka Publik
diperebutkan oleh banyak pihak, Jalan Tapak 1-2 dan 3 Kawasan
seperti pengguna jalan, pedagang Reklamasi pantai
kaki lima, pejalan kaki, pengguna Ruang Terbuka Jalan tapak 1-2
tempat parkir. Tempat-tempat dan 3 Ternate merupakan ruang yang
tertentu, seperti taman kota terbentuk oleh suatu aktifitas
diperebutkan oleh kelompok pengguna ruang terbuka. Peruntukan
masyarakat kecil yang melakukan ruang terbuka sebagai sarana jalur
kegiatan ekonomi di satu pihak dan trasportasi alternatif kota, selain itu
pihak yang lain terdapat kelompok sebagai daerah pengembangan baru
masyarakat menengah keatas yang untuk aktifitas ekonomi, Seiring
ingin melakukan aktifitas rekreasi, berkembangnya kota maka kawasan
olahraga maupun santai sejenak. ini menjadi tempat favorit masyarakat
Lebih dari itu adanya isu kota Ternate untuk meluangkan
matinya ruang-ruang kota, inilah waktu bersantai duduk-duduk dan
penyebab utama kenapa banyak bersosialisai diwaktu sore dan malam
ruang terbuka yang berpagar (bahkan hari, dengan melihat fenomena ini
di pusat kota) tak dapat bekerja sesuai maka mulai bermunculan PKL yang
fungsinya secara optimal. Dengan menjajakan dagangannya, awalnya
alasan penjagaan keamanan dan ±10-20 PKL namun sekarang sudah
ketertiban, ruang terbuka kadangkala mencapai ±40 PKL. Dengan berbagai
terasa kurang relevan jika macam dagangan mulai dari Jagung
dibandingkan dengan kebutuhan bakar, Aneka Gorengan, pisang
masyarakat akan ruang terbuka yang goreng, Asongan, Pedagang Buah.
hidup. Isu yang kedua adalah Selain deretan arsitektur
Privatisasi ruang-ruang publik hal ini heritage dengan benteng-benteng
membutuhkan perangkat legal, baik Portugis dan Belanda yang berjajar di
dalam pengaturan ataupun dengan tepi pantai dan kedaton kesultanan
mekanisme larangan serta anjuran. menjadi ciri kota. Kawasan reklamasi
Suatu ruang publik yang digunakan jalan tapak 1-2-3 dan Swering adalah
untuk kegiatan (pribadi) tertentu merupakan Landmark baru Kota
haruslah bersifat temporer dan tidak Ternate yang mulai dikembangkan
parmanen. Suatu ruang terbuka yang pada tahun 2002.
2
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

Deskripsi/dugaan Konflik yang Sebuah ruang terbuka atau


Terjadi pada Ruang Terbuka ruang arsitektural dapat di klaim
Publik Jalan Tapak 1-2 dan 3 sebagai teritori yang bersifat publik
Konflik yang terlihat jelas dan ataupun bersifat pribadi bergantung
nyata di Jalan Tapak 1-2 dan 3 pada pencapaian, bentuk pengawasan
kawasan reklamasi adalah adanya dan tanggung jawab. Dalam
dominasi pedagang kaki lima (PKL) penelitian ini untuk mencari faktor-
yang merusak citra visual kawasan faktor yang mempengaruhi konflik
dan mengganggu ruang gerak para pemanfaatan dalam Ruang Terbuka
pejalan kaki. Akibat keberadaan PKL jalan Tapak 1,2 dan 3 dengan
juga mendorong sektor yang lain pendekatan teritori.
(parkir) turut serta mengisi ruang- Keterkaitan Pemanfaatan Ruang
ruang terbuka yang ada. Publik dengan Aspek Teritori
(Territory)
Pendekatan Teritori (Territory) Konsep mengenai teritori
Teritori didalam arsitektur sangat penting dalam perancangan
perilaku dan lingkungan diartikan suatu kawasan binaan. Konsep teritori
sebagai batas dimana organisme yang berlaku pada manusia
hidup menentukan tuntutannya, menyangkut juga perceived
menandai,serta mempertahankannya environment serta imaginary
terutama dari intervensi pihak lain. environment. Artinya bagi manusia
Konsep teritori yang berlaku pada aspek teritori lebih dari sekedar
manusia bakan hanya lebih dari tuntutan atas suatu area untuk
sekedar tuntutan atas suatu area untuk memenuhi kebutuhan fisiknya saja,
memenuhi kebutuhan fisiknya saja, tetapi juga untuk kebutuhan
tetapi juga untuk kebutuhan emosional dan cultural. Aspek teritori
emosional dan kultural. akan menyangkut isu-isu mengenai
Dalam penelitian ini dengan area sakral (suci) dan profane
melihat pendekatan teritori dimana (umum).
kawasan jalan ini dikuasai oleh Dalam perancangan ruang-
sekelompok orang dengan aktifitas ruang publik, apabila disadari adanya
sebagai PKL dan parkir. Dengan derajat teritori yang berkaitan dengan
melihat teritori publik sebagai suatu aksesibilitas fungsi ruang-ruang
area yang dapat dimasuki oleh semua, tertentu dalam sebuah ruang publik,
akan tetapi harus mematuhi norma- dapat diekspresikan perbedaan teritori
norma atau aturan yang berlaku ini baik melalui batas nyata atau batas
diarea tersebut. (Hariyadi dan simbolik melalui artikulasi bentuk,
Setiawan, 1995,38) penggunaan material permainan
3
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

cahaya dan warna sehingga dapat di Tujuan


bentuk suatu tatanan yang utuh. 1. Menggambarkan kondisi seting
Misalnya penggunaan perbedaan ruang terbuka publik di kawasan
material jalan dan pedestrian Jalan tapak 1-2 dan 3 yang
sehingga pengguna kendaraan tidak berperan sebagai tempat
melewati pedestrian sebagai jalur terjadinya konflik yang
pejalan kaki. Desain tempat jual PKL dilakukan oleh pengguna.
yang sesuai dengan akses pengunjung 2. Mengidentifikasi Perilaku
sehingga PKL tidak berjualan di manusia/pengguna sebagai akibat
pedestrian/trotoar. dari interaksi antara kebutuhan
Rumusan Masalah dan komponen-komponen fisik
1. Perubahan sebagian fungsi ruang untuk mengetahui faktor-faktor
terbuka publik jalan tapak 1-2 yang mempengaruhi konflik
dan 3 sebagai tempat jalur pemanfaatan ruang terbuka
sirkulasi kendaraan dan pejalan publik khususnya dikawasan
kaki, rekreasi dan olahraga jalan Tapak 1-2 dan 3 sebagai
menjadi tempat perdagangan parameter arahan desain dan
(fungsi komersil) dimana perkembangan ruang terbuka
pemanfaatan jalan Tapak 1-2 dan publik di kawasan pusat kota
3 oleh pedagang kaki lima (PKL) Ternate.
dan parkir. Tinjauan Teori
2. Dominasi Pedagang kaki lima Batasan Pengertian Ruang
(PKL) yang hampir memenuhi Terbuka
area pedestrian pada siang, sore Ruang terbuka kota adalah
dan malam hari, mengurangi ruang-ruang geometris yang dibatasi
kenyamanan pengguna oleh elevasi-elevasi: sebuah ruang
pedestrian. luar yang terbuka, bebas halangan
3. Perkembangan pedagang kaki sehingga memungkinkan pengaliran
lima (PKL) yang belum tertata segala macam pergerakan dan bersifat
serta ketertiban laulintas seperti, publik. Ruang ini pada dasarnya
kemacetan, kendaraan umum terdiri dari dua macam bentuk yaitu:
berhenti sembarangan menaikan (Krier,1984).
dan menurunkan penumpang dan 1. Square, seperti alun-alun,
tidak adanya tempat parkir lapangan bermain dan taman-
sehingga banyak terjadi parkir taman kota.
on-street yang berakibat 2. Street, seperti jalan raya, jalur
mengurangi dimensi lebar jalan. pejalan kaki ataupun jalan
setapak.
4
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

Ruang terbuka publik (public afiliasi, dan kemungkinan


open space) dimanfaatkan oleh warga pencapaian, adalah:
kota untuk menyalurkan hasrat 1. Teritori Primer adalah tempat-
dasarnya sebagai mahluk sosial yang tempat yang sangat pribadi
membutuhkan wadah untuk sifatnya, Misalnya Ruang tidur
berinteraksi dan berkomunikasi. atau ruang kantor.
Tinjauan Mengenai Territory 2. Teritori Sekunder adalah tempat-
Perilaku territorial adalah tempat yang dimilki bersama oleh
sebuah mekanisme kepemilkan/ sejumlah orang yang sudah cukup
keterlibatan pribadi/perseorangan saling mengenal. Misalnya ruang
atau menandai sebuah tempat kelas, kantin kampus dan ruang
maupun objek dan latihan olahraga.
mengatasnamakannya sebagai 3. Teritori Publik
kepemilikan seseorang ataupun grup. Adalah tempat-tempat yang
Pastalan dalam Laurens (2004) terbuka untuk umum. Misalnya,
memberikan definisi territory pusat perbelanjaan, tempat
manusia yaitu pembatasan ruang rekreasi, lobi hotel dan ruang
yang dilakukan seseorang ataupun sidang pengadilan yang
grup dan menjaganya dengan dinyatakan terbuka untuk umum.
ekslusif. Ini merupakan salah satu Tetapi kadang-kadang terjadi
bentuk identifikasi psikologi terhadap teritori publik dikuasai oleh
suatu tempat, disimbolkan oleh kelompok tertentu dan tertutup
kebiasaan yang possessive dan bagi kelompok yang lain, seperti
pengaturan objek-objek yang terdapat bar yang hanya untuk orang
dalam area tersebut. dewasa.
Laurens (2004,124) Laurens (2004, 128) juga
mendefinisikan teritorialitas sebagai menambahkan dua tipe klasifikasi
suatu yang berkaitan dengan ruang yang berbeda, yaitu:
fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, 1. Teritori Interaksi (interactional
penggunaan yang ekslusif, territories). Ditunjukan untuk
personalisasi dan identitas. Termasuk suatu daerah yang secara
didalamya dominasi, kontrol, konflik, temporer dikendalikan oleh
keamanan, gugatan akan sesuatu dan sekolompok orang yang
pertahanan. berinteraksi.
Klasiikasi Teritori yang dibuat 2. Teritori Badan (body territory)
altman (Laurens, 2004, 126) Dibatasi oleh badan manusia,
didasarkan pada derajat privasi, artinya segala sesuatu yang
mengenal kulit manusia tampa
5
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

izin dianggap gangguan. Orang suatu periode atau rentang waktu


akan mempertahankan diri tertentu dengan ragam kegiatan
terhadap gangguan tersebut. atau aktifitas dan penggunaan
Fungsi territory adalah yang berbeda.
memperoleh privasi untuk Beberapa kriteria Livability
pemenuhan beberapa kebutuhan yaitu:
psikologis/dasar manusia (kebutuhan 1. San Fransisco Urban Design
akan identitas, stimulus dan Plan(1970): 1) Kelengkapan/
keamanan) kenyaman, 2)pola dan skala, 3)
kontras/variasi, 4) kemenariakan
Livable Street visual.
Gerakan “livable street” 2. Urban system Research and
dipelopori oleh peneliti-peneliti Engineering Inc,: 1)
desain lingkungan seperti Whyte. Pemeliharaan, 2) Pendukung
Gerakan ini menekankan pada aktifitas 3) Kenyamanan visual,
kesempatan untuk mendapatkan 4) Elemen-elemen alami
tingkat keselamatan, keamanan dan 3. Lynch (1981) :1) kontrol
kontak sosial yang tinggi atau lebih vitalitas, 2) keberlangsungan, 3)
baik khususnya di jalan-jalan secara keamanan, 4) aktifitas yang
langsung mempengaruhi kepuasan beragam.
penghuninya (Appleyeyard, Donald.
1981). Suatu ruang jalan dapat Cara Penelitian
dikatakan hidup (livable street) Bahan/Materi Penelitian
apabila: Bahan yang akan diamati
a. Orang-orang datang dan dalam penelitian ini merupakan
menampakan diri pada saat atau bagian dari komponen ruang publik
waktu yang berbeda. yaitu setting fisik ruang (milleu),
b. Adanya percampuran yang Setting kegiatan (activities) dan
simbang antara kelompok- perilaku manusia (setting social)
kelompok pengguna yang khususnya pengguna Jalan Tapak 1-2
berbeda (different user groups) dan 3 di Kawasan Reklamasi di Kota
dan aktifitas yang berbeda Ternate.
(different activity). Metode Pengumpulan Data
c. Aktifitas berlangsung sepanjang 1. Pemetaan Perilaku (Behavioral
hari, dengan waktu penggunaan Mapping)
yang tersebar. Aktifitas yang Tujuannya adalah untuk
terjadi tidak terfokus pada suatu menggambarkan perilaku dalam peta,
waktu, tetapi berlangsung pada mengidentifikasikan jenis dan
6
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

frekuensi perilaku, serta menunjukan 2. Time Budget method,


kaitan antara perilaku tersebut dengan Merupakan metode yang
wujud perancangan yang spesifik. digunakan untuk melihat seberapa
a. Place centered mapping, lama kegiatan itu berlangsung,
merupakan teknik yang dengan siapa kegiatan itu
digunakan untuk melihat objek berlangsung dan kapan aktifitas
diruang tertentu (bagaimana pengguna dalam ruang tersebut
individu/kelompok individu berlangsung. Waktu pengamatan
menggunakan, memanfaatkan berdasarkan sistem aktifitas yang
dan mengakomodasi perilakunya terjadi dibagi menjadi beberapa
dalam sebuah ruang tertentu) periode dengan segmentasi waktu
dengan membuat sketsa adalah:
tempat/setting kegiatan yang Periode I : Pukul 06.00-15.00 WIT
dilakukan. (Pagi-Siang)
b. Person centered mapping, Periode II: Pukul 15.00-19.00 WIT
metode untuk mengidentifikasi (Sore)
pola perilaku/pergerakan Periode III : Pukul 19.00-24.00 WIT
individu dan kecenderungan (Malam)
yang terjadi dilapangan, hal ini
dikaitkan dengan aktifitas 3. Kuesioner dan wawancara
perilaku terhadap setting fisik. (Interview),
Fokus amatan dalam teknik ini Teknik ini dilakukan secara
adalah aktor-aktor yang berkonflik bersamaan dengan person centered
dalam pemanfaatan Ruang Terbuka mapping, menentukan
Publik antara lain: aktor/pengguna ruang terbuka secara
1. Pedagang Kaki Lima (PKL) individu yang mewakili tiap
2. Pemarkir Kendaraan, kelompok untuk diwawancarai atau
3. Pengunjung PKL diberi kuisioner.
4. Pengunjung Pembeli Toko HASIL DAN PEMBAHASAN
5. pengunjung yang beristirahat Analisis dan pembahasan
menikmati pemandangan pantai aktifitas di Ruang Terbuka Publik
6. Pengunjung melakukan Kegiatan Jalan Tapak 1-2 dan 3 Kota Ternate
Aktif (Olahraga) dilakukan melalui 4 bagian yaitu:
7. Pejalan kaki yang melintasi 1. Analisis kondisi setting fisik dan
kawasan Ruang Terbuka Publik aktifitas sektor informal yang
8. Pengendara kendaraan (sopir) terjadi di Ruang terbuka Publik
yang melintas Jalan Tapak 1-2 dan 3 untuk
9. Pemilk Toko mencari penyebab terjadinya
7
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

konflik atau mengetahui aktifitas formal yang mempengaruhi


keberadaan konflik yang terjadi aktifitas informal, yaitu:
di tiap penggal amatan. 1. Fungsi dominan aktifitas
2. Anilis konflik yang terjadi informal
dikaitkan dengan setting fisiknya 2. Waktu oprasional aktifitas
dengan Pendekatan Aspek informal
Teritori. 3. Setfront bangunan pelingkup
3. Analisa Livability Street dengan 4. Lebar trotoar
Setting Fisik di tiap Penggal 5. Akses masuk kawasan Ruang
Kegiatan yang dilakukan sektor terbuaka Publik Jalan Tapak 1-
informal (PKL dan Parkir). 2 dan3
Karakter Spesifik pada tiap 6. Jarak interval antar akses
penggal adalah didominasi Komersil masuk dan nodes aktifitas
dagang dengan berupa pusat informal.
perbelanjaan (Mall) dan ruko
sepanjang jalan dengan massa yang Hasil dari matriks perbandingan
besar sekaligus menjadi nodes sebagai berikut:
aktifitas perdagangan publik 1. Adanya potensi pemandangan
sepanjang hari dari (pukul 09.00 pagi view pantai dan laut manjadi
hingga 22.00 malam) daya tarik pengunjung.
Dominasi Setting fisik: 2. Adanya dominasi fungsi
1. Fungsi dominan komersil dagang bangunan pelingkup yang berupa
2. Ketinggian bangunan pelingkup komersil dagang, dan fasilitas
maksimal 3 lantai umum/sosial menjadi daya tarik
3. Ruang jalan bangunan pertokoan bagi masyaraka/pembeli untuk
dengan setfront bangunan 8-10 datang.
meter, lebar trotoar 1-1,5 meter 3. Letak lokasi yang strategis untuk
sedangkan setfront masjid 2 menarik PKL berjualan di
meter. kawasan ini.
Dominasi aktifitas informal Adanya akses masuk kawasan yang
yang ditekankan pada pembahasan jelas dari arah utara maupun selatan
penelitian ini adalah aktifitas jual-beli kota.
PKL, sedangkan parkir dipergunakan
sebagai aktifitas pendukung yang
memperkuat nodes aktifitas PKL.
Dari hasil perbandingan
analisis, diperoleh beberapa elemen

8
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

9
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

10
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

11
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

Tabel 3 Banyaknya Konflik Yang Terjadi Antar Aktor-Aktor Pengguna

Banyaknya Konflik dengan


No Aktor-Aktor
Aktor-aktor Lain (Jumlah)
1 PKL 7
2 Pemarkir Kendaraan 6
3 Pejalan Kaki yang Melintas 5
4 Pengguna kendaraan (sopir) 4
5 Pengunjung Aktif (Olahraga) 3
6 Pengunjung PKL 2
7 Pengunjung Pembeli Toko 2
8 Pemilik Toko 2
9 Pengunjung Pasif (duduk-duduk) 1
pejalan kaki maupun
KESIMPULAN berkendaraan. Street furniture
1. Terdapat 3 level konflik, (Vegetasi, lampu jalan, lampu
Katagori/pelevelan konflik yang taman dan pot bunga) yang cukup
ditemukan dari hasil penelitian ini lengkap. Untuk vegetasi pohon
didasarkan pada kriteria-kriteria: yang ada di penggal 3 PKL
Fungsi spasial, volume dan menggunakannya sebagai tiang
variasi aktifitas, ada tidaknya penyangga tenda jualan. Adanya
regulasi dan keterlibatan aktor, ruang jalan yang tersedia cukup
yaitu: Konflik Ringan, Konflik luas memicu parkir on-street.
Sedang, Konflik Padat. Ketidakjelasan peraturan
2. Elemen aktifitas formal berupa pemerintah yang mengatur
komersil dagang dan jasa, penggunaan dan pemanfaatan
perkantoran fasilitas publik dan ruang terbuka publik jalan tapak
sosial. Waktu oprasional aktifitas 1-2 dan 3 Kota Ternate.
formal yang padat. Setfront
bangunan pelingkup, Lebar Saran
trotoar, Jarak interval antar akses 1. Manajemen peraturan pemerintah
masuk dan nodes aktifitas hendaknya memberikan
informal, Letak yang strategis peraturan yang jelas dan berlaku
berada di pusat Kota.
tegas Secara Mikro, untuk
3. Elemen setting fisik :Adanya
potensi pemandangan/view pantai memperbaiki keadaan yang
dan laut manjadi daya tarik terjadi disana hendaknya
pengunjung, akses masuk pemerintah memberi kelonggaran
kawasan yang jelas dari arah utara bagi PKL untuk berjualan.
maupun selatan kota, street 2. Disarankan pada hari minggu
furniture (trotoar pada penggal 1 pagi di penggal 3 di canangkan
dan 3 swering depan eks kantor
hari bebas kendaraan (car free
Gubernur yang lebar). Jarak
tempuh yang terjangkau bagi day).

12
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

Rekomendasi Arahan Desain

13
SAINS Vol. X No. 2 Mei 2014

DAFTAR PUSTAKA Malut Post. Edisi 10 Februari dan 6


Appleyeyard, Donald. 1981. Livable April 2010. Ternate.
Streets, University of
Calivornia Press. Berkeley. Posko Malut. Jumat 22 Januari 2010.
Ternate
Carr, Stephen, dkk. 1992. Public
Space. Cambridge University Moughtin, Cliff. 2003. Urban Design
Press, USA. Street and Square. Architecture
Press, Oxford Paris.
Darmawan, Edy. 2009. Ruang Publik
Dalam Arsitektur Kota. Badan RDTRK BWK I,II dan III Kota
penerbit Universitas Ternate. 2006-2016. Dinas Tata
Diponegoro, Semarang. Kota dan Pertamanan Kota
Ternate.
Hariyadi dan Setiawan. 1995.
Arsitektur Lingkungan dan White, William. H. 1980. The Social
Perilaku. Direktorat Jendral Life Of Small Urban Space.
Pendidikan Tinggi, Departemen The Conservation Foundation.
Pendidikan dan Kebudayaan Washington DC. USA
Indonesia.
Weisman, Gerald D, 1981. Modeling
Hariyono, Paulus. 2007.Sosiologi Enviroment-Behavior System,
Kota untuk Arsitek. Bumi Journal of Man-Enviroment
Aksara. Jakarta.
Rotation The Pensylvania State
Hatmoko, Adi Utomo. 1999. University
Perancangan Kawasan
Perkotaan. Hand out kuliah
Jurusan Teknik Arsitektur,
Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ika Putra dan Agus Nur Rochmad.


2003. Tipologi Kaki Lima:
Kajian sistem desain Kaki Lima
dalam Konteks Sektor Informal.
Jurnal Nalars FT UMJ. Jakarta.

Krier, Rob. 1984. Urban Space.


Academy Edition, London.

Marcella, Laurens J. 2004. Arsitektur


dan Perilaku Manusia.
Grasindo, Jakarta.
14

Anda mungkin juga menyukai