Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING

PENGERTIAN, SIFAT FISIK DAN SIFAT KIMIA DAGING

Disusun Oleh :

Rizal Purwana 200110130265

Achmad Faizal Maulana 200110140009

Dhenil Sulaiman Octaviants 200110140032

Dita Swafitriani 200110140030

Ade Riki K 200110150043

Kurniawan 200110140047

Norma Pusparianti 200110140048

Mega Aulia 200110140049

Rima Luthfianti 200110140050

Nevi Nurjanah 200110140051

Muhammad Izan 200110140052

Muhammad Fauzan 200110140057


Ibrahim Rasyid Ridho Rusydi 200110140257

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya

sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga

mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi

dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jatinangor, September 2016

Penyusun

2
I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan

sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Sama halnya

dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur dan lain-lain, daging

bersifat mudah rusak akibat proses kimia dan fisik bila tidak ditangani dengan

baik.

Banyak cara yang dilakukan untuk membuat hasil olahannya itu lebih lezat

dan menarik tanpa merusak tekstur daging itu sendiri. Penyimpanan yang salah

akan mengurangi cita rasa serta nilai gizi yang ada di dalamnya. Sama halnya

seperti penyimpanan, proses pengawetan daging juga harus sesuai dengan

prosedur dan dilakukan secara hati-hati agar terhindar dari kontaminasi bakteri.

Kandungan gizi serta penampilan daging dari masing-masing hewan berbeda-

beda, sehingga berbeda pula cara pengolahannya. Penampilan dan kandungan gizi

pada daging sangat menentukan kualitas dari daging itu sendiri. Kualitas daging
bisa dilihat dari warna, tekstur dan baunya. Sehingga sangat perlu pengujian

secara fisik dan kimia untuk mengetahui kualitas dari daging yang akan

dikonsumsi.

1.2. Maksud dan Tujuan

 Mengetahui pengertian, sifat fisik dan sifat kimia daging ayam.

 Mengetahui pengertian, sifat fisik dan sifat kimia daging sapi.

 Mengetahui pengertian, sifat fisik dan sifat kimia daging domba.

 Mengetahui pengertian, sifat fisik dan sifat kimia daging kambing.

3
II

PEMBAHASAN

Daging adalah urat daging (otot) yang telah dikuliti dengan baik, berasal

dari sapi, babi, domba, kambing, yang telah cukup dewasa dan sehat pada

penyembelihan, terdiri dari otot-otot pada rangka, lidah, diafragma, jantung, dan

esofagus, tetapi tidak termasuk otot-otot pada bibir, hidung atau moncong, dan

telinga (Food and Drug Administration). Sedangkan menurut Departemen

Perdagangan RI, urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat

daging bagian bibir, hidung, dan telinga, yang berasal dari hewan yang sehat saat

dipotong.

2.1 Pengertian, Sifat Fisik dan Sifat Kimia Daging Ayam.

2.1.1. Pengertian Daging Ayam.

Daging Ayam adalah bahan makanan hewani unggas-unggasan yang

biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Daging Ayam mengandung

energi sebesar 302 kilokalori, protein 18,2 gram, karbohidrat 0 gram,

lemak 25 gram, kalsium 14 miligram, fosfor 200 miligram, dan zat besi 2

miligram. Selain itu di dalam Daging Ayam juga terkandung vitamin A


sebanyak 810 IU, vitamin B1 0,08 miligram dan vitamin C 0 miligram.

Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram

Daging Ayam, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 58 %.

2.1.2. Sifat Fisik Daging Ayam.

Ayam yang digunakan oleh masyarakat untuk diolah biasanya adalah

ayam potong. Disamping harganya lebih murah daripada ayam kampung,

ayam potong yang masih muda memiliki daging yang empuk dan cocok

untuk masakan ayam panggang, grill atau ayam goreng. Lemaknya sedikit,

makin tua umur ayam makin banyak lemaknya. Untuk pengolahan ayam

potong sendiri tidak berbeda dengan daging. Ayam yang telah dipotong

4
perlu didiamkan dahulu sekitar 4 jam. Warna merah tua pada daging ayam

karena adanya pigmen myoglobin (Tarwotjo, 1998).

Ayam segar yang biasa digunakan untuk pengolahan terdiri dari tiga,

yaitu:

- ayam segar biasa (segera dimasak, hanya tahan 4 - 6 jam setelah

dipotong)

- ayam segar dingin (tahan 24 jam, dimasukkan dalam lemari es)

- ayam segar beku (tahan untuk beberapa hari jika disimpan dalam

kondisi yang tepat, 24°C dibawah nol.

Untuk memilih daging ayam segar yang biasa perlu diperhatikan

beberapa hal, yaitu warna daging yang putih kekuningan, warna

lemak yang putih kekuningan dan merata di bawah kulit, memiliki bau

yang segar, kekenyalan yang elastis dan tidak ada tanda-tanda memar

atau tanda lain yang mencurigakan (Litbang Deptan, 2007).

2.1.3. Sifat Kimia Daging Ayam.

Daging ayam termasuk mengandung gizi yang tinggi, selain dari

proteinnya juga daging ayam mengandung lemak. Protein pada ayam yaitu
18,2 g, sedangkan lemaknya berkisar 25,0 g. Untuk memperjelas zat yang

dikandung daging ayam, maka dapat dilihat pada tabel berikut :

5
2.2. Pengertian, Sifat Fisik dan Sifat Kimia Daging Sapi.

2.2.1. Pengertian Daging Sapi.

Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan

umum di gunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

penggunaann daging ini berbeda-beda tergantung dari cara pengolahannya.

Sebagai contoh has luar, daging iga dan T-Bone sangat umum digunakan

di Eropa dan Amerika Serikat (Larwrie, 1979).

2.2.2. Sifat Fisik Daging Sapi.

a. Ph Daging

Stres sebelum pemotongan, seperti iklim, tingkah laku agresif

diantara ternak sapi atau gerakan yang berlebihan, juga mempunyai

pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot

dan akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH yang tinggi

(lebih besar dari 5,9).

Setelah pH menurun pasca pemotongan, kemudian pH akan

mencapai konstan pada beberapa waktu dan waktu ini bertambah

meskipun daging dalam keadaan dingin dan akan naik lagi pH-nya
pada kontaminasi dan kondisi membusuk. Bila pH mencapai 6,7 atau

lebih, secara objektif pembusukan telah terjadi dan akan terbentuk

perubahan bau, warna, dan susunan komposisinya (Lawrie, 1979).

Nilai pH pasca mati akan ditentukan oleh jumlah asam laktat yang

dihasilkan dari glikogen selama proses glikolisis anaerob dan hal ini

akan terbatas bila glikogen terdeplesi karena lelah, kelaparan, atau

takut pada hewan sebelum dipotong.

b. Daya Pengikat Air

Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat

penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut

6
otot menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi atau

keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan Lawrie,

1979). Proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein

daging, sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan semakin

lemah, yang akan menyebabkan nilai daya ikat air (Bratzler et al,

1977). Hal ini juga akan terlihat pada banyaknya cairan yang keluar

(drip) pada saat daging beku tersebut di thawing. Semakin tinggi

cairan yang keluar dari daging menunjukkan bahwa nilai daya ikat air

oleh protein daging tersebut semakin rendah (Soeparno, 1998).

Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut

masak.

c. Susut Masak

Susut masak merupakan persentase berat daging yang hilang

akibat pemasakan dan merupakan fungsi dari waktu dan suhu

pemasakan. Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai

kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan persentase

susut masak yang tinggi, hal ini karena kehilangan nutrisi selama
proses pemasakan akan lebih sedikit.

Nilai susut masak daging cukup bervariasi yaitu antara 1,5%

sampai 54,5% dengan kisaran 15% sampai 40%. Hal ini menunjukkan

bahwa susut masak yang diperoleh pada berbagai jenis ternak dengan

lama postmortem yang berbeda adalah bervariasi. Susut masak

merupakan indikator nilai nutrisi daging. ( Lawrie, 1979 ).

2.2.3. Sifat Kimia Daging Sapi.

Daging sapi sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati

(biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70%

air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5% mineral, dan bahan-bahan lainnya

7
(Forrest et al., 1992). Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan

yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan

persentase lemak (Romans et al., 1994).

a. Protein

Protein daging sapi berkisar antara 16–22%. Ditinjau dari

komposisi asam aminonya, maka protein daging sapi tergolong protein

yang berkualitas tinggi karena banyak mengandung asam amino

esensial yang dibutuhkan manusia. Kadar protein daging berbeda di

setiap otot, antara lain pada otot Longissimus dorsi 21,41%, otot

Infraspinatus 21,03%, dan 20,85% pada otot Semitendinosus (Briskey

dan Kauffman, 1971). Adapun komposisi asam amino esensial dan non

ensensial protein daging sapi disajikan pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Komposisi asam amino esensial protein daging sapi Asam

Amino Esensial Protein Kasar (%)

Arginin 6,6

Histidin 2,9
Isoleusin 5,1

Leusin 8,4

Lisin 8,4

Metionin 2,3

Fenilalanin 4

Thereonin 4

Triptopan 1,1

Valin 5,7

Sumber: Briskey dan Kauffman. 1971.

Tabel 3. Komposisi asam amino non esensial protein daging sapi Asam

8
Amino Esensial Protein Kasar (%)

Alanin 6,4

As. Aspartat 8,8

Sistein 1,4

As. Glutamat 14,4

Glisin 7,1

Prolin 5,4

Tirosin 3,3

Sumber: Briskey dan Kauffman. 1971.

b. Kadar Air

Menurut Raiymbek et al. (2012), perbedaan kadar air disebabkan

oleh adanya perbedaan kadar lemak dari otot. Perbedaan kadar lemak

antara otot mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan aktivitas dari

kedua otot tersebut.

Menurut Winarno dan Koswara (2002) kadar air pada daging

sangat dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsistensi, dan

interaksi dengan komponen penyusun makanan seperti protein, lemak,


vitamin, asam-asam lemak bebas dan komponen lainnya. Batas

ambang kadar air normal untuk daging sapi segar yaitu antara 65-80%.

Nilai pH akhir yang dapat mengakibatkan tingginya kadar air karena

air terikat secara kuat oleh protein.

c. Nilai pH

Daging sapi mempunyai pH relatif asam, yaitu berkisar antara 5,5

– 5,8 (Abustam, 2008) sedangkan berdasarkan penelitian Yanti et al.

(2008) nilai pH daging sapi berkisar antara 5,46 – 6,29. Kandungan

asam laktat dalam daging sapi ditentukan oleh kandungan glikogen

dan penanganan sebelum penyembelihan, apabila pH daging sapi

9
mencapai 5,1 – 6,1 maka lebih stabil terhadap kerusakan oleh mikroba,

sedangkan apabila pH daging sapi berada sekitar 6,2 – 7,2 maka

memungkinkan untuk pertumbuhan mikroba menjadi lebih baik

(Buckle et al., 1986).

Menurut Abustam (2008), ternak yang banyak bergerak menjelang

disembelih akan menghasilkan persediaan ATP yang kurang, akibat

perombakan oleh enzim ATP-ase sehingga proses rigor mortis akan

berlangsung cepat dengan pH yang tinggi. Pembentukan asam laktat

yang rendah karena proses glikolisis yang cepat akan menghasilkan pH

yang rendah (Abustam dan Ali, 2004). Urat daging yang mempunyai

pH tinggi disebabkan oleh defisiensi glikogen pada saat dipotong dan

kehilangan glukosa yang dihasilkan pada proses amilolisis pascamati

(Lawrie, 1979).

2.3. Pengertian, Sifat Fisik dan Sifat Kimia Daging Domba.

2.3.1. Pengertian Daging Domba.

Daging domba adalah daging yang dihasilkan dari domba yang


diternakkan (spesies Ovis aries). Istilah lamb merujuk kepada daging

domba muda yang belum berusia satu tahun, yang merupakan jenis daging

domba yang paling terkenal.

Menurut (K.F. Warner, 1931) Daging domba muda merupakan domba

yang disembelih ketika berusia antara satu bulan hingga satu tahun,

dengan berat karkas antara 5.5 hingga 30 kilogram.

2.3.2. Sifat Fisik Daging Domba.

Soeparno (1998), menyatakan bahwa penilaian karkas domba

dilakukan terutama terhadap potongan karkas bagian paha belakang (leg),

loin, rusuk dan bahu. Daging domba berwarna merah muda, daging terdiri

10
dari serat-serat halus yang sangat rapat jaringanya, konsistensi cukup

padat, diantara otot-otot dan dibawah kulit terdapat banyak lemak

berwarna putih, bau sangat khas pada daging domba jantan.

2.3.3. Sifat Kimia Daging Domba.

Daging kambing merupakan salah satu daging yang disukai oleh

masyarakat. Daging domba mempunyai nilai kalori sebesar 154 kkal,

protein 16,6%, dan lemak 9,2% (Soeparno,1998).

Kualitas kimia daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah

pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi

kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin,

umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta

keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas

daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, lemak intramuskular

(marbling), tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk

enzim pengempuk daging), metode penyimpanan dan pengawetan, macam

otot daging, serta lokasi otot (Astuti, 1995).

Berikut adalah kandungan-kandungan yang kami dapat dari suatu


jurnal yang berjudul “Chemical Quality of Male Etawah Crossbred and

Castrated Boer Crossbred Goat Meat” yang ditulis oleh Djalal Rosyidi,

Lilik Eka Radiati dan Nadhirotul Uyun, dalam Jurnal Ilmu dan Teknologi

Hasil Ternak, yang diterbitkan pada bulan Agustus 2009.

11
Hasil uji menunjukkan bahwa kadar air daging kambing PE jantan

dan PB kastrasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kadar air

daging kambing PE jantan cenderung lebih tinggi bila dibandingkan

dengan kambing PB kastrasi, Rata rata kadar air yang diperoleh pada

daging kambing PE jantan sebesar 71,080% dan daging kambing PB

kastrasi sebesar 69,886%. Perbedaan kadar air dapat dipengaruhi oleh

adanya faktor lingkungan dan genetik (Berg dan Butterfield, 1976).

Kadar proetin daging kambing PE jantan cenderung lebih tinggi

bila dibandingkan dengan kambing PB kastrasi, namun tidak memberikan

perbedaan yang nyata (P>0,05). Rata-rata kadar protein yang diperoleh

pada daging kambing PE jantan sebesar 17,120 % dan daging kambing PB

kastrasi sebesar 17,907 %. Hal ini sesuai dengan Soeparno (1998) yang

menyatakan bahwa kadar protein daging bervariasi antara 16-22%.

Perbedaan kadar protein pada kambing PE jantan dan PB kastrasi dapat

dikarenakan pertumbuhan Kambing PB kastrasi yang lebih cepat

dibandingkan dengan kambing PE jantan. Konsumsi protein dan tipe

ternak juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan komposisi karkas.

Rata-rata kadar lemak daging kambing PB kastrasi sebesar 8,981%

sedangkan daging kambing PE sebesar 8,358%. Perbedaan kadar lemak

dapat disebabkan karena variasi pola pertumbuhan komponen utama

karkas yaitu tulang, otot dan lemak, selain dipengaruhi oleh status gizi,

12
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti genotip dan status fisiologi

ternak (Soeparno, 1998). Rata-rata kandungan P dari hasil penelitian untuk

daging kambing PB kastrasi sebesar 151,03 mg/100g.

Adapun literatur yang kami gunakan berdasarkan jurnal yang berjudul

“Komposisi Kimia Daging Kambing Kacang, Peranakan Etawah Dan

Kejobong Jantan Pada Umur Satu Tahun” yang disusun oleh G. El Aqsha,

E. Purbowati Dan A.N. Al-Baari dari Fakultas Peternakan Universitas

Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang pada tahun 2011. Berikut

adalah tabel komposisinya dan pembahasan mengenai tabelnya.

a. Kadar Air Daging

Kadar air daging hasil penelitian ini tidak berbeda nyata diantara
ketiga bangsa kambing, baik pada otot LD maupun BF. Rata-rata kadar air

daging kambing hasil penelitian ini adalah 77,49% pada otot LD dan

77,53% pada otot BF. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air daging

adalah spesies ternak, umur, jenis kelamin, pakan serta lokasi dan fungsi

bagian-bagian otot dalam tubuh (Romans et al., 1994).

b. Kadar Abu

Kadar abu daging hasil penelitian ini tidak berbeda nyata diantara

ketiga bangsa kambing, baik pada otot LD maupun BF. Rata-rata kadar

abu daging kambing hasil penelitian ini adalah 1,30% pada otot LD dan

1,05% pada otot BF. Kadar abu daging berkisar antara 2 – 3%. Kadar abu

13
pada daging kambing adalah 3,9% dan kadar abu daging kambing hasil

penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Mahmud

et al. (2009).

c. Kadar Protein

Kadar protein daging hasil penelitian ini tidak berbeda nyata diantara

ketiga bangsa kambing, baik pada otot LD maupun BF. Rata-rata kadar

protein daging kambing hasil penelitian ini adalah 18,79% pada otot LD

dan 18,79% pada otot BF. Tidak berbedanya kadar protein daging kambing

karena kadar protein daging relatif tetap dan tidak dipengaruhi oleh umur

dan pakan (Tillman et al., 1991). Mahmud et al. (2009) menyatakan bahwa

kadar protein pada daging kambing sebesar 16,6%.

d. Kadar Lemak Daging

Kadar lemak daging hasil penelitian ini tidak berbeda nyata diantara

ketiga bangsa kambing, baik pada otot LD maupun BF. Rata-rata kadar

lemak daging kambing hasil penelitian ini adalah 1,96% pada otot LD dan

2,03% pada otot BF. Hal ini disebabkan karena kemungkinan umur

kambing masih muda sehingga laju penimbunan lemak belum maksimal.


Hasil penelitian Mahmud et al. (2009), melaporkan bahwa kadar lemak

daging kambing sekitar 9,2%.

2.4. Pengertian, Sifat Fisik dan Sifat Kimia Daging Kambing.

2.4.1. Pengertian Daging Kambing.

Menurut Henry Alford (2009) dalam tulisan nya di new york times

menyatakan bahwa banyak orang salah mengira bahwa daging kambing

sama saja dengan daging domba padahal tidak begitu, daging kambing

berasal dari kambing dan daging domba berasal dari domba, dua hewan

ternak itu berbeda. Kawasan yang paling banyak menggunakan daging

14
kambing yaitu Afrika sub-sahara, Timur Tengah, India, Pakistan, Meksiko,

dan Karibia. Menurut ‘traditional food of Nuevo leon’ Di Meksiko,

kambing yang masih muda (berusia di bawah satu tahun) disebut dengan

Cabrito dan dagingnya banyak dikonsumsi di sana.

Bedasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa daging

kambing adalah daging yang dihasilkan dari kambing yang biasa

diternakan dan dikonsumsi (Capra aegagrus).

2.4.2. Sifat Fisik Daging Kambing.

Menurut Lawrie (1979), pH pada daging segar umumnya berkisar

antara 5,4-5,8 dimana daging mempunyai struktur terbuka sehingga sangat

baik untuk pengasinan, berwarna merah pucat dan selebihnya hampir sama

dengan daging domba. Menurut Judge (1989) beragamnya nilai pH pada

daging dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu intrinsik dan ekstrinsik.

Faktor intrinsik berupa umur, jenis otot, glikogen otot dan tingkat stres

ternak sebelum pemotongan, sedangkan faktor ekstrinsik antara lain

temperatur lingkunga dan perlakuan bahan aditif sebelum pemotongan.

Pengaruh stres sebelum pemotongan, seperti iklim, tingkah laku agresif


diantara ternak atau gerakan yang berlebihan mempunyai pengaruh besar

terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot yang dapat menimbulkan

penimbunan asam laktat sehingga menghasilkan daging dengan pH yang

tinggi (>5,9).

Temperatur lingkungan juga mempunyai pengaruh terhadap pH

daging. Menurut Soeparno (1998), temperatur yang tinggi akan

meningkatkan laju penurunan pH dan menurunkan kapasitas mengikat air

karena meningkatnya denaturasi protein otot, sedangkan temperatur

rendah menghambat laju penurunan pH. Nilai pH yang tinggi

menyebabkan daging mempunyai struktur tertutup, berwarna gelap dengan

15
permukaan daging kering karena cairan daging terikat secara erat dengan

protein (Lawrie, 1979).

Faktor yang mempengaruhi keempukan daging salah satunya adalah

umur ternak saat dipotong. Daging ternak mudalebih empuk dibandingkan

dengan daging ternak yang lebih tua, hal ini disebabkan olehperbedaan

ukuran serat dan berkas otot. Sedangkan Perbedaan daya ikat air

disebabkan oleh perbedaan jumlah asam laktat yang dihasilkan, sehingga

pH didalam otot berbeda.

2.4.3. Sifat Kimia Daging Kambing.

Persentase kandungan protein relative sama yaitu sekitar 18-19 % hal

ini di ambil dari presentasi protein daging kambing di pasar kota malang,

daiging kambing kacang, Peranakan Etawa dan Kecobing pada otot

logistimus dorsi dan bisep fermotris. Kandungan air persentase relative

sama yaitu sekitar 77-77.5 %. Sedangkan kandungan lemak lebih tinggi

6%.

16
IV

KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah :

- Daging ayam adalah daging unggas yang umumnya dikonsumsi. Memiliki

sifat fisik yaitu berwarna merah atau putih, kenyal dan tidak memar,

sedangkan sifat kimia yang utama adalah protein dan lemak.

- Daging sapi adalah daging yang berasal dari sapi biasa dan umum

dikonsumsi. Memiliki sifat fisik warna lebih gelap karena penurunan pH,

daya ikat air menurun dan susut masak. Sedangkan sifat kimia 70% air,

20% protein, 9% lemak, dan 1% abu.

- Daging domba adalah daging dari domba yang diternakan. Memiliki sifat

fisik berwarna merah muda, daging terdiri dari serat-serat halus yang

sangat rapat jaringanya, konsistensi cukup padat, diantara otot-otot dan

dibawah kulit terdapat banyak lemak berwarna putih, bau sangat khas

pada daging domba jantan. Sedangkan sifat kimia utama yaitu protein dan

lemak.
- Daging kambing adalah daging dari ternak kambing dan umum

dikonsumsi. Sifat fisik daging kambing yaitu, berwarna merah pucat dan

selebihnya hampir sama dengan daging domba. Sedangkan sifat kimia

utama protein dan lemak yang lebih tinggi.

4.2. Saran

Pengertian, sifat fisik, dan sifat kimia daging ayam, daging sapi, daging

domba, dan daging kambing memiliki kekhasan masing-masing. Informasi

mengenai hal tersebut semoga menjadi tambahan pengetahuan tentang produk

hasil ternak.

17
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E dan H.M. Ali. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Astuti,D.A. 1995. Evaluasi Pemanfaatan Nutrien berdasarkan Curahan Melalui
Sistem Vena Porta dan Organ Terkait Pada Kambing PE Tumbuh dan Laktasi.
Desertasi 1995 IPB Bogor.
Badan Litbang, Departemen Pertanian RI 2007. Jurnal Litbang Pertanian.
Jakarta: Badan Litbang, Departemen RI.
Berg R.T. dan R.M Butterfield. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sydney
University Press. Sydney.
Briskey, H. C. dan R. G. Kauffman. 1971. Quality Characteristic of Muscle as a
Food. In: The Science of Meat and Meat Products. 2nd ed, J. F. Price and B. S.
Schweigert, eds. W. H. Freemen and Co., San Fransisco.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1986. Ilmu Pangan. UI
Press. Jakarta.
Forrest, J.C., E.D. Aberle, H. B. Hedrick, M.D. Judge, dan R. A Merkel. 1992.
Principle of Meat Science. W. H. Freeman and Co. San Fransisco. USA
Henry Alford (31 March 2009). "How I Learned to Love Goat Meat".
New YorkTimes. Diakses tanggal 15-09-2016.
Judge, M. D., E. D. Aberle, J. C Forrest, H. B. Hedrick, and R. A. Merkel. 1989.
Principles of Meat Science. Kendall/Hunt Publishing Co., Iowa
K.F. Warner, "Boning Lamb Cuts", Leaflet 74, U.S. Department of Agriculture,
Bureau of Animal Industry, June 1931.
Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta
Mahmud, M.K., Hermana, N. A. Zulfianto, R. R. Apriyantono, I. Ngadiarti, B.
Hartati, Bernadus dan Tinexcelly. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Romans, J.R., J.C. William, C.W. Carlos, L.G., Marion and K.W. Jones. 1994.
The Meat We Eat. 13rd Ed. Interstate Publishers Inc. Danville. Illinois.
Raiymbek, G., B. Faye, A. Serikbayeva, G. Konuspayeva, and I. T. Kadim.
Chemical composition of Infraspinatus, Triceps brachii, Longissimus thoraces,
Biceps femoris, Semitendinosus, and Semimembranosus of Bactrian (Camelus
bactrianus) camel muscles. Jurnal AgriSains 3 (4): 1-12.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Tarwotjo.1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.

18
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo. 1991.Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Winarno, F. G. dan Koswara S. 2002. Daging : Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press. Bogor
Yanti, H., Hidayati dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan
plastik PE (polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) di Pasar Arengka Kota
Pekanbaru. J. Peternakan. 5(1): 22 ‐ 27.

19

Anda mungkin juga menyukai