Anda di halaman 1dari 8

FILSAFAT KEPEMIMPINAN

Soen’an Hadi Poernomo * Dosen Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(IISIP), Jakarta. *Pengurus Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI)
OPINI
Last updated Sep 15, 2017

Share

Soen’an Hadi Poernomo : Perilaku kepemimpinan yang baik adalah yang


berorientasi kepada dua arah sekaligus, yakni mengacu kepada tujuan
organisasi (goal oriented), dan bersamaan juga memperhatikan kebutuhan
anggota yang dipimpinnya (member oriented). Sikap pemimpin dalam
menjalankan kewenangannya bisa beraneka, itupun menilainya bisa dari
berbagai dimensi. Ada yang terlihat menjalankan kepemimpinannya dengan
gaya partisipatif, atau ada yang secara otoriter, dalam skala besar
dikategorikan demokratis atau monarkis.

Salah satu potret kepemimpinan juga dapat dilihat dari filosofi yang digunakan
dalam menjalankan roda organisasi atau mengelola kewenangan dan
tanggungjawabnya. Ada yang menonjol idealismenya sebagaimana aliran
Plato, adapula yang realistis sebagaimana ajaran Aristoteles, namun banyak
juga yang model Machiavelli, yakni boleh benar atau salah, yang penting
tujuan tercapai. Tentu semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing.

Model Plato

Plato yang hidup tahun 428-347 sebelum Masehi, banyak mengikuti ajaran
Socrates. Aliran filsafatnya berpendapat bahwa manusia dalam melihat
segala sesuatu senantiasa tergantung pada pikiran dan kejiwaannya. Aliran
yang disebut Idealisme ini, dalam kelompok Subyektif Idealisme,
bertentangan dengan aliran filsafat Naturalisme, sedangkan kelompok
Obyektif Idealisme, bertentangan dengan aliran filsafat Realisme.
Pemahaman aliran Idealisme diibaratkan dalam perumpamaan “Allegory of
Cave”, yakni bila ada seseorang sepanjang hidupnya di dalam gua, yang
belakangnya terdapat nyala api, maka bayangan dirinya dalam dinding gua
akan dianggap sebagai suatu hal yang nyata.

Penganut Idealisme ini berpendapat, barang yang sama bisa dipersepsikan


sebagai sosok yang berbeda. Sebagai contoh, di jaman penjajahan, Bung
Karno oleh kolonialis Belanda dianggap sebagai pemberontak dan pengacau
yang harus disingkirkan, tapi bagi rakyat Indonesia, sosok yang sama ini
adalah sebagai pahlawan yang patut diagungkan.

Penganut Idealisme memiliki kehebatan bertujuan yang menganggapnya


sempurna, perfect, dan harus diwujudkan. Pendapat yang berbeda
dianggapnya harus diabaikan, bahkan dilawan. Dinilainya sebagai opini yang
konservatif, kuno, tidak sebagus atau maju, disbanding pendapat dirinya.

Gaya pemimpin idealis semacam ini sangat bagus kalau yang bersangkutan
memang menguasai bidangnya, serta memahami kekuatan dan kelemahan
gagasannya. Sebaliknya, sangat berbahaya bila dimiliki oleh pemimpin yang
tidak memahami bidangnya, hanya mendapatkan referensi dari sumber yang
salah, dan tidak komunikatif. Oleh karenanya, pengikut aliran ini memberikan
beberapa tambahan pencerahan. Rene Descartes (1596-1650) mengingatkan
mengenai penggunaan filsafat Idealisme untuk tidak bermodal pemikiran yang
buruk : “wipe the mirror clean to be ready for undistorted vision”. Ditegaskan
pula oleh Immanuel Kant (1724-1804): “it does not reflect the world, but tries
to understand and interpret it”.

Sekilas contoh, seorang idealis sangat bagus bila memiliki gagasan


melestarikan sumberdaya perairan. Namun akan menjadi buruk, bila kurang
faham, lantas membabat semua mata pencaharian orang yang menangkap
ikan. Seharusnya berkomunikasi dengan ahli yang memahami dan pelaku
bidang perikanan, untuk tetap membuka peluang bagi nelayan guna mencari
nafkah, namun diatur sehingga kelestarian juga tetap dipertahankan.

Model Aristoteles
Aristoteles (384-322 sebelum Masehi), anak seorang dokter istana, ditinggal
wafat ayahnya saat masih remaja. Ketika umur 17 tahun dikirim walinya untuk
“nyantri” pada Akademi yang dikelola Plato di Athena, hingga gurunya
tersebut wafat tahun 347 sebelum Masehi. Disamping mengajar, ia aktif
meneliti dan menulis. Karya Aristoteles, baik prosa populer maupun puisi,
merambah berbagai bidang. Mulai dari biologi—zoology maupun botani,
fisika, politik, psikologi, dan tentu saja filsafat. Banyak istilah keilmuan masa
kini yang terambil dari karya Aristoteles. Banyak pula filosof yang mengikuti
pemikirannya, Romawi maupun Kristen, bahkan ada juga dari Arab—al-Kindi
dan Ibnu Sina di Bagdad pada abad IX dan X, serta Ibnu Bajjah dan Ibnu
Rushdi di Spanyol pada abad XII.

Pada mulanya Aristoteles pengikut setia pemikiran Plato, hingga gurunya


tersebut wafat. Dalam periode sekitar 12 tahun setelahnya, ia sering mulai
mengkritisi beberapa pemikiran Plato. Sejak tahun 335 sebelum Masehi, ia
menolak pemikiran Plato, dengan meyakini pemikiran filsafatnya sendiri, yakni
metode keilmuan, dan menyanggah metafisik. Alirannya yang menjadi dasar
filsafat Realisme ini bersandar pada kenyataan yang dilihat dan dirasakan
panca-indera, lantas diolah oleh logika pemikiran.

Gaya pemimpin yang beraliran Realisme akan bagus karena realistis, tepat
untuk diaplikasikan, difahami oleh publik, dan rasional. Akan lebih hebat lagi
apabila diikuti dengan kreatifitas, akan memberikan kemajuan, inovasi, dan
manfaat yang besar. Hanya apabila tidak disertai etika hokum atau moral,
bisa mendatangkan pragmatisme yang negatif.

Contoh ilustrasi, penggagas gerakan Saemaul Udong di Korea Selatan secara


kreatif, setelah melihat realitas, berhasil mengendalikan liberalism dan
kapitalisme ekstreem, menggantikan dengan ekonomi kerakyatan tanpa
mengurangi modernitas dan produktivitas. Adapun contoh buruk aliran ini
yang melihat realitas kekayaan alam Nusantara, tanpa etika, melakukan
penggalian tambang mineral dan pembabatan hutan untuk perkebunan, yang
demi mengeruk keuntungan, mengabaikan kesejahteraan rakyat dan
kelestarian.
Model Machiavelli

Niccolo Machiavelli (1469-1527) memang terkenal sebagai pemikir politik dari


Italia, dan sempat menjadi sekretaris Dewan Negosiasi Diplomatik maupun
Dewan Penasehat Perang dinegerinya. Dalam bukunya The Prince dan The
Discourses tertulis filosofinya tentang politik, yang pada intinya untuk
memperoleh kekuasaan, tidak perlu mempertimbangkan aspek moralitas,
yang penting cepat berhasil mencapai tujuan dan efisien. “A prince is
admonished to disregard the question of whether his action would be called
virtuous or vicious. A ruler ought to do whatever is appropriate to the situation
in which he finds himself and may lead most quickly and efficiently to success.
Sometimes cruelty, sometimes leniency, sometimes loyalty, sometimes
villainy might be the right course. The choice depends on circumstances”.

Memang ada pepatah, dalam politik hanya ada satu kepastian, yakni ketidak
pastian. Dalam bahasa halusnya sebagaimana yang diungkapkan oleh tokoh
reformis Cina, Deng Xiao Ping: “Tidak peduli kucing hitam atau putih, yang
penting dapat menangkap tikus”.

Bisa jadi dalam politik agak memaklumi apabila ada yang menghalalkan
segalacara. Namun apabila ada pemimpin yang bertabiat model Machiavelli,
tingkat kepercayaan public akan merosot, dan kemenangan pasti akan
menjauh.***
Share

FILSAFAT KEPEMIMPINAN (Leadership Philosophy)

FILSAFAT KEPEMIMPINAN (Leadership Philosophy)


Hadits Ibnu Umar ra; diriwayatkan dari Nabi saw: Kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua
akan bertanggung jawab terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang pemerintah adalah pemimpin
manusia dan dia akan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi
keluarganya dan dia akan bertanggung jawab terhadap mereka. Seorang isteri adalah pemimpin rumah
tanggga bagi suami dan anak-anaknya, maka ia akan bertanggung jawab terhadap mereka. Seorang
hamba adalah penjaga harta tuannya dan dia juga akan bertanggung jawab terhadap jagaannya.
INGATLAH, KAMU SEMUA ADALAH PEMIMPIN DAN AKAN BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP
APA YANG KAMU PIMPIN. [1]

PENDAHULUAN

Pengkajian tentang kepemimpinan telah dilakukan oleh para cendekiawan psikologi sejak tahun
1930-an. Kepemimpinan dan manajemen adalah dua konsep yang berbeda tetapi tidak dapat
dipisahkan. Kepemimpinan adalah kumpulan (agregasi) kualitas-kualitas intelektual, pengertian
tentang ekologi kemanusiaan serta ciri-ciri moral, yang memungkinkan seseorang untuk
membangkitkan motivasi orang lain, guna melaksankan tugas yang ditentukan.

Sedangkan manajemen berarti proses untuk mentransformasikan sumber daya sebagai "input",
menjadi hasil "output" yang berguna secara efesien atau secara ekonomik. [2]

Filosofi kepemimpinan ideal filosofi kepemimpinan alami


destination

/tujuan
PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN

Menurut Robert dan Hunt[3] seorang pemimpin adalah orang yang perilakunya dapat
mempengaruhi atau menentukan perilaku anggota lain dalam kelompoknya. Dalam arti lain, pemimpin
mampu mempertahankan motovasi para pengikutnya, jadi bukan hanya sekedar mempengaruhi sesaat
saja.

Menurut Stephen R. Copey, pemimpin memiliki 4 peran yang sangat mendasar, yaitu:

1. Pathfinding; perintis jalan (memiliki kemampuan melihat ke depan/visioning,


dan menemukan jalan untuk mencapainya).
2. Aligning; penyelaras langkah (menyelaraskan visi, misi, system serta struktur)
3. Empowerment;, pemberdaya (mampu menciptakan kondisi yang membuat
anggotanya senang beraktifitas dan memunculkan potensinya secara optimal)
4. Modeling; menjadi suri tauladan.

Berikut beberapa pandangan cendekiawan Barat mengenai karakter pemimpin:

1. Memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan membujuk orang


lain (incuding) (Edwin A. Locke)
2. Memiliki kemampuan manajerial yang baik. (Observasi John Gardner)
3. Memiliki konsep relasi; dimana seorang pemimpin yang efektif harus mampu
menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang yang dipimpinnya.
4. Memiliki visi yang jelas, serta mampu menterjemahkannya dalam bentuk misi
dan program kerja yang akan dilaksanakan oleh bawahannya.
5. Memiliki sikap optimis.
Menurut Asta Brata[4], seorang pemimpin akan berhasil jika memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:

1. Indra brata; yang memberi kesenangan dalam jasmani.


2. Caci brata; yang memberi kesenangan rohaniah.
3. Yama brata; yang menunjuk kepada keahlian dan kepastian hukum.
4. Surya brata; yang menggerakkan bawahan dengan mengajak mereka bekerja
bersama-sama.
5. Bayu brata; yang menunjukkan keteguhan pendidikan dan rasa tidak segan-
segan merasakan kesukaran pengikutnya.
6. Dhana brata; menunjukkan sikap yang patut dihormati.
7. Paca brata; menunjukkan kelebihan ilmu pengetahuan, kepandaian dan
ketrampilan.
8. Agni brata; memberikan semangat kepada bawahan.
FUNGSI KEPEMIMPINAN

1. MENGATASI PERUBAHAN

2. MEMOBILISASI ORANG

3. MEMBANGKITKAN MOTIVASI

4. MENGHASILKAN PERUBAHAN

5. MENCIPTAKAN VISI DAN STRATEGI

Beberapa ahli perencanaan strategic, membedakan dua bentuk kepemimpinan; yaitu (1) transactional
leadership dan (2) transformational leadership. Yang pertama lebih dekat pada pengertian dan/atau
fungsi manajemen, sedangkan transformational leadership mempunyai karakter sebagai berikut:

1. Sebagai perintis perubahan (change agent)


Tujuan pemimpin adalah menciptakan organisasi yang adaptif dan inovatif.

2. Berani dan bersifat terbuka (blak-blakan)


Pemimpin berani mengambil resiko dan menentang status quo dalam organisasi.

3. Percaya pada anggota.


4. Bertumpu pada nilai tertentu.
Pemimpin selalu berbicara tentang nilai-nilai inti (prinsip-prinsip, spirit perjuangan organisasi)

5. Belajar seumur hidup


6. Dapat mengelaborasi visi
Pemimpin tidak hanya mampu menciptakan visi saja, tetapi dia juga mampu menterjemahkan visinya
dalam kerangka program-strategis, sehingga mampu dipahami oleh orang lain.

TIPE KEPEMIMPINAN

a. Tipe deserter

Sifatnya: bermoral rendah, tidak memiliki rasaketerlibatan, tanpa pengabdian, tanpa loyalitas,dan
ketaatan, sukar diramalkan.

b. Tipe birokrat

Sifatnya : korektif, patuh pada peraturan dan norma-norma, manusia organisasi, tepat, akurat/
cermat, keras, berdisiplan.

c. Tipe missionary

Sifatnya: terbuka penolong, lembut hati, ramah-tamah, alim, religius.

d. Tipe developer
Diposting oleh hmi di 11.49

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke Twitter

Anda mungkin juga menyukai