Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis merupakan
penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidennya pada umur <15
tahun 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun.
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada anak-anak yang pada 30-40 %
kasusnya merupakan infeksi asimptomatik. Parotitis adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh infeksi virus (Paramyxovirus) dan menyerang jaringan
kelenjar dan saraf. Infeksi terjadi pada anak-anak kurang dari 15 tahun sebelum
penyebaran imunisasi. Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung,
percikan ludah, atau urin. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa
muda sehingga menimbulkan epidemi secara umum.
Dalam perjalanannya parotitis dapat menimbulkan komplikasi walaupun
jarang terjadi. Komplikasi dapat berupa: meningoencepalitis, artritis, pancreatitis,
miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian.
Insidensi parototis dengan ketulian adalah 1 : 15.000. Meningitis yang
terjadi berupa meningitis aseptik. Insidensi dari parotitis meningoencephalitis
sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10% dari kasus ini penderitanya berumur
kurang dari 20 tahun. Angka rata-rata kematian akibat parotitis
meningoencephalitis adalah 2%. Kelainan pada mata akibat komplikasi parotitis
dapat berupa neuritis opticus, dacryoadenitis, uveokeratitis, scleritis dan
thrombosis vena central retina. Gangguan pendengaran akibat parotitis biasanya
unilateral, namun dapat pula bilateral. Gangguan ini seringkali bersifat permanen.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Menambah wawasan mengenai Parotitis.
2. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian SMF
THT-KL RSUD M. Natsir tahun 2019.

1
1.3 Manfaat Penulisan
a. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan acuan dalam memahami dan mempelajari mengenai
parotitis.
b. Bagi Masyarakat
Dapat menambah pengetahuan mengenai penyakit ini berserta
pencegahan dan pengobatannya serta komplikasinya. Dengan demikian
penderita dapat mengetahui bagaimana tindakan selanjutnya terhadap
gejala-gejala yang mengarah pada penyakit tersebut.

1.4 Metode Penulisan


Referat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Saliva


Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar
saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar
parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis.
Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara
bilateral di depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus
dengan bagian yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik. Kelenjar
parotis terbungkus dalam selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis
melintas horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran
parotis berbelok ke arah medial, menembus otot buccinator, dan memasuki rongga
mulut di seberang gigi molar ke-2 permanen rahang atas.
Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua
setelah parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula. Saluran
submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada
satu papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini dapat dengan mudah
terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang keluar.
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak
paling dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badan (almond shape), terletak
pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing
kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk membentuk massa
kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar frenulum lingualis.
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis,
kelenjar labialis, kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar lingualis
terdapat bilateral dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis
anterior berada di permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan
terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar
lingualis posterior berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah.
Kelenjar ini bersifat murni mucus.

3
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar
ini bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak
pada palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras.
Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan kelenjar
palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal.

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Saliva Mayor

Pendarahan kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna dan cabang-
cabang di dekat kelenjar parotis. Darah vena mengalir ke vena jugularis eksterna
melalui vena yang keluar dari kelenjar parotis.

Nodul kelenjar limfe ditemukan pada kulit yang berada di atas kelenjar
parotis (kelenjar preaurikuler) dan pada bagian dari kelenjar parotis itu sendiri.
Ada 10 kelenjar limfatik yang terdapat pada kelenjar parotis, sebagian besar
ditemukan pada bagian superficial dari kelenjar diatas bidang yang berhubungan
dengan saraf fasialis. Kelenjar limfe yang berasal dari kelenjar parotis
mengalirkan isinya ke nodus limfatikus servikal atas.

4
Persarafan kelenjar parotis oleh saraf preganglionic yang berjalan pada
cabang petrosus dari saraf glossopharyngeus dan bersinaps pada ganglion otik.
Serabut postganglionic mencapai kelenjar melalui saraf auriculotemporal.

Kelenjar parotis memiliki saluran untuk mengeluarkan sekresinya yang


dinamakan Stensen’s duct yang akan bermuara di mulut dekat gigi molar 2; lokasi
biasanya ditandai oleh papilla kecil.

Setiap hari diproduksi 1-2 liter air liur dan hampir semuanya ditelan dan
direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan dalam mulut
merangsang serabut saraf yang berakhir pada nucleus pada traktus solitaries dan
pada akhirnya merangsang nukleus saliva pada otak tengah. Pengeluaran air liur
juga dirangsang oleh penglihatan, penciuman melalui impuls dari kerja korteks
pada nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus menerus
menghambat produksi air liur seperti pada kecemasan yang menyebabkan mulut
kering. Obat-obatan yang menghambat aktivitas parasimpatis juga menghambat
produksi air liur seperti obat antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesic opiate
dapat menyebabkan mulut kering (Xerostomia).

Air liur terdiri atas air dan mucin, membentuk seperti lapisan gel pada
mukosa oral dan membasahi makanan (lubrikasi). Lubrikasi penting untuk
mengunyah dan pembentukan bolus makanan sehingga memudahkan untuk
ditelan. Air liur juga mengandung amylase, yang berperan dalam pencernaan
karbohidrat. Air liur mengandung enzim antibakteri seperti lysozyme dan
immunoglobulin yang membantu mencegah infeksi serius dan mengantur flora
bakteri yang menetap di mulut. Saluran air liur relative impermeabel terhadap air
dan mensekresi kalium, bikarbonat,kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi
produk akhir dari kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang
kaya akan kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting untuk mencegah
demineralisasi enamel gigi.

5
2.2 Defenisi Parotitis
Parotitis (Gondongan atau Mumps) adalah penyakit infeksi akut yang
disebabkan oleh virus dan menular dimana seseorang terinfeksi oleh virus
(Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) diantara
telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas
atau pipi bagian bawah. Parotitis tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara
endemik atau epidemik. Penyakit ini cenderung menyerang anak-anak yang
berumur 2-12 tahun.

2.3 Etiologi
Agen penyebab parotitis adalah anggota dari kelompok paramyxovirus,
yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle
disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 – 300 µm. Virus telah
diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi
lain. Virus yang paling umum yang menyebabkan parotitis akut adalah mumps.
Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus, subfamily
Paramyxovirinae, dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2
glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini
juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau
yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang
berasal dari hemaglutinin permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada
suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30
detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada
mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa local dan diikuti
viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5
hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium,
pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat
melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran
virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin,

6
otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum
onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah.
Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah
pembengkakan menghilang.

2.4 Epidemiologi
Parotitis dapat ditemukan diseluruh dunia dan menyerang kedua jenis
kelamin secara seimbang terutama menyerang anak berumur antara 5-10 tahun,
85% ditemukan pada anak-anak yang berumur di bawah 15 tahun. Sebelum era
vaksinasi, parotitis merupakan penyakit endemik hampir diseluruh daerah di dunia
dengan puncak insiden terjadi pada usia 5-9 tahun, namun setelah era vaksinasi
insiden parotitis bergeser ke usia dewasa muda.
Virus menyebar dari reservoir manusia melalui kontak langsung lewat
droplet. Sumber infeksi adalah saliva atau bahan-bahan yang tercemar oleh saliva
yang terinfeksi dan masuk ke host yang baru lewat saluran nafas. Virus dapat
diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah
munculnya pembengkakan pada kelenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum
pembengkakan kelenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.

2.5 Patogenesis dan Patologi


Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi
pada mukosa saluran nafas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfe lokal dan
diikuti viremia umum setelah 12-25 hari yang berlangsung selama 3-5 hari.
Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotis, ovarium, pancreas,
tiroid, ginjal, jantung atau otak.
Parotitis menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi
dengan ELISA (enzyme linked immunosorbent assay). IgM meningkat pada
stadium awal infeksi (hari kedua sakit), mencapai puncaknya dalam minggu
pertama dan bertahan selama 5-6 bulan. IgG muncul pada akhir minggu pertama,
mencapai puncak pada 3 minggu kemudian dan bertahan seumur hidup. IgA juga
meningkat saat infeksi.

7
Gambaran patologi yang terjadi adalah edema intersisial dan sebukan
limfosit. Sel-sel duktus mengalami degenerasi dan menyebabkan akumulasi debris
sel nekrotik dan leukosit dalam lumen. Tidak ditemukan adanya inclusion body.

2.6 Manifestasi Klinik


Masa inkubasi selama 14-24 hari, 30-40% penderita tidak menunjukkan
gejala klinik dan sisanya 60-70% akan menunjukkan gejala klinik dengan
berbagai tingkatan. Masa prodormal ditandai perasaan lesu, nyeri pada otot
terutama daerah leher, sakit kepala, nafsu makan menurun diikuti pembesaran
cepat satu atau dua kelenjar parotis sarta kelenjar ludah yang lain seperti
submaksila dan sublingual. Pembesaran unilateral terjadi pada 25 % kasus
sedangkan pembengkakan kelenjar bilateral terjadi pada 70-80% kasus.

Gambar 2. Peradangan Pada Kelenjar Parotis

Gejala klasik yang timbul dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit
telinga dan diperberat jika mengunyah makanan. Pada anak yang lebih besar
mengeluh pembengkakan dan nyeri rahang pada stadium awal penyakit. Dalam
beberapa hari kelenjar parotis dapat terlihat dan membesar dengan cepat serta
mencapai ukuran maksimal dalam 1-3 hari sehingga aurikula akan terangkat dan
terdorong ke lateral. Selama masa pembesaran kelenjar, rasa nyeri dan nyeri tekan
sangat hebat. Daerah yang mengalami pembengkakan terasa lunak dan nyeri.
Kulit kemerahan dan pembengkakan sering terjadi pada muara duktus Stensoni.

8
2.7 Diagnosis
Diagnosis mudah ditegakkan berdasarkan gejala klinik, namun jika
manifestasi klinik yang kurang lazim ditemukan, maka diagnosis menjadi tidak
jelas. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan adalah:
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan c-reactive protein (CRP)
c. Tes serologi, dimana didapatkan kenaikan antibody spesifik terhadap
parotitis seperti complement fixation test (CF), hemagglutination-
inhibition (HI), enzim linked immunosorbent assay (ELISA) dan virus
neutralization.
d. Isolasi virus penyebab dari saliva dan urin selama masa akut penyakit dan
dari CSF saat dini dari meningoensefalitis. Virus masih dapat ditemukan
dalam urin 2 minggu setelah onset penyakit
e. Pemeriksaan amylase serum.

2.8 Diagnosis Banding


a. Parotitis supuratif, yaitu infeksi bakteri pada kelenjar parotis dan paling
sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus, namun beberapa peneliti
pernah melaporkan disebabkan oleh bakteri anaerob (Fusobacterium,
Bacteroides, Peptosteptococcus). Secara klinis, pasien dengan parotitis
akan mengalami nyeri terus menerus pada sisi wajah yang terinfeksi.
Biasanya unilateral. Rasa tidak nyaman, demam, dan eritema menyertai
pembengkakan. Beberapa pasien mengeluh keterbatasan dalam
menggerakkan mandibula dan kesulitan mengunyah. Duktus Stenson
terlihat merah dan mengeluarkan nanah ketika dipalpasi.
b. Parotitis berulang, berupa peradangan pada kelenjar parotis yang sering
tidak diketahui penyebabnya. Ditandai oleh pembengkakan frekuen dari
kelenjar parotis.

9
c. Parotitis autoimun (syndrome sjogren), adanya pembesaran kelenjar
parotis dan kelenjar lakrimalis kronis bilateral yang disertai dengan mulut
kering dan tidak adanya air mata.
d. Kalkulus salivarius, menyumbat saluran parotis, atau lebih sering saluran
submandibuler dimana pembengkakan hilang timbul

2.9 Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi
spesifik bagi infeksi virus “Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis
seluruhnya simptomatis dan suportif.

2.10 Komplikasi
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa
penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu.
Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat
menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika
infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau
pengobatan yang kurang dini menurut Nelson (2000) :
a. Meningoensepalitis
Dapat terjadi sebelum dan sesudah atau tanpa pembengkakan kelenjar
parotis. Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan,
yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang
tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering
pada anak-anak.
Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10% penderita. Patogenesis
meningoensefalitis parotitis diuraikan sebagai berikut:
- Infeksi primer neuron : parotitis sering muncul bersamaan atau
menyertai encephalitis.

10
- Ensefalitis pasca infeksi dengan demielinasi. Ensefalitis menyertai
parotitis pada sekitar 10 hari.
Meningoencepalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dengan
meningitis sebab lain, ada kekakuan leher sedang, tetapi pemeriksaan lain
biasanya normal, jumlah sel terutama limfosit meningkat, kadar protein
meninggi, glukosa dan Cairan cerebrospinal baisanya berisi sel kurang dari
500 sel/mm³ walaupun kadang-kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000.
Selnya hampir selalu limfosit, berbeda dengan meningitis aseptik
enterovirus dimana leukosit polimorfonuklear sering mendominasi pada
awal penyakit.
b. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun
insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf
unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
c. Orkitis
Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh,
testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis
yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah
puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri perut
bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis. Testis paling sering
terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena infeksi maka
terdapat perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8
hari setelah parotitis. Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 – 14 hari.
Testis yang terkena menjadi nyeri dan bengkak dan kulit sekitarnya
bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4 hari. Sekitar 30-40% testis yang
terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%.
Tetapi infertilitas absolut jarang terjadi.
d. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada
penderita wanita pasca pubertas.
e. Pankreatitis

11
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama.
Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan
menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total.
Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada parotitis.
Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah,
demam tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis
akibat mumps.
f. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita
dan viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-
anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari
sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat
sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
g. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus
dapat terjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan
perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid pada penderita.
h. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi
ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.
Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis.
Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-T,
flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.

2.11 Pencegahan
Pencegahan adalah solusi terbaik supaya terhindar dari penyakit ini. Cara
pencegahan terbaik untuk parotitis adalah dengan imunisasi rutin rekomendasi
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2011. Pencegahan bisa dilakukan secara
pasif dan aktif. Berikut adalah perbedaan pencegahan secara pasif dan aktif.
a. Pasif

12
Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam mencegah
parotitis atau mengurangi komplikasi.
b. Aktif
Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan. Anak yang
divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis lain yang
dapat dideteksi, tidak mengeksresi virus, dan tidak menular terhadap
kontak yang rentan. Jarang parotitis dapat berkembang 7 – 10 hari sesudah
vaksinasi. Vaksin memicu antibody pada sekitar 96% resipien seronegatif
dan mempunyai kemanjuran protektif sekitar 97% terhadap infeksi
parotitis alamiah. Proteksi tampak berakhir lama. Pada suatu wabah
parotitis, beberapa anak yang telah diimunisasi dengan vaksin parotitis
sebelumnya mengalami sakit yang ditandai dengan demam, malaise, mual,
dan ruam popular merah yang melibatkan badan dan tungkai tetapi
mentelamatkan telapak tangan dan kaki. Ruam berakhir sekitar 24 jam.
Tidak ada virus yang diisolasi dari anak, tetapi kenaikan titer antibody
parotitis ditunjukkan.

2.12 Prognosis
Parotitis merupakan penyakit self-limited, dapat sembuh sendiri. Secara
umum prognosis parotitis baik, kecuali pada keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele karena
meningoensefalitis

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Parotitis merupakan suatu penyakit menular dimana seseorang
terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar
parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada
leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan berupa
pembengkakan, rasa sakit, kemerahan, dan kelembutan pada saluran kelenjar
ludah. Gangguan parotitis cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15
tahun (sekitar 85% kasus). Diagnosis ditegakkan dari anamnesa, bila jelas ada
gejala infeksi parotitis pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium tidak
spesifik sehingga tidak bisa dijadikan patokan bila gejala fisik tidak jelas maka
diagnosis didasarkan atas pemeriksaan serologis, amilase dan virologi.
penatalaksanaan bersifat simptomatik dan suportif, karena tidak ada terapi spesifik
untuk infeksi virus “mumps”. Prognosis baik, kematian yang terjadi akibat
parotitis sangat jarang terjadi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta, Kemenkes RI


Anonim. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC
C.George Ray, Parotitis Epidemika, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Harrison, Edisi XIII,EGC, Jakarta, 1999, hal : 935-938.
Pudjiadi, Marissa Tania S., Sri Rejeki S. Hadinegoro. 2009. Orkitis pada
Infeksi Parotitis Epidemika : laporan kasus. Sari Pediatri. Vol. 11
(1) : 47-51.
Ray, C. G. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta : EGC.
Soedarmo, S. S. P., Garna H., Hadinegoro S. R. S., Satari H. I. 2008. Buku
Ajar Infeksi dan Pediatrik Tropis. Jakarta : IDAI.
Sumarmo S, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatric Tropis, Edisi II.
Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Suprohaita, Arif Mansjoer, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan, Parotitis
Epidemika, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II,
Media Aesculapius FK UI, Jakarta, 2000, hal: 418-419.

15

Anda mungkin juga menyukai