Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kateter urine merupakan suatu alat yang berbentuk pipa yang dimasukan ke dalam
kandung kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan urine (Perry & Potter, 2000).
The Joanna Briggs Institute (2000) melaporkan pemasangan kateter dilakukan lebih dari
lima ribu pasien setiap tahunnya, sebanyak 4% penggunaan kateter dilakukan pada
perawatan rumah dan sebanyak 25% pada pasien yang menderita penyakit akut.
Sebanyak 15-25% pasien di rumah sakit menggunakan kateter menetap untuk
mengukur pengeluaran urin dan untuk membantu pengosongan kandung kemih
(Sinaga, 2011).
Pemasangan kateter bertujuan untuk membantu pengeluran urine pada pasien yang
mengalami kehilangan kesadaran; persiapan operasi atau pasca operasi besar; retensi
urine atau inkontinensia urine; penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma
medula spinalis, gangguan neuromuskular, atau inkompeten kandung kemih; atau jika
dilakukan pencucian kandung kemih (Marelli, 2008).
Namun demikian, pemasangan kateter dapat menyebabkan terjadinya beberapa
komplikasi antara lain; adanya iritasi pada saluran kemih akibat terlalu lama memakai
kateter, perdarahan akibat iritasi dan gesekan dari selang kateter, serta adanya infeksi
saluran kemih (ISK) akibat pemasangan kateter yang terlalu lama dan kurang bersihnya
daerah genitalia saat pemasangan kateter (Nihi, 2011).
Prevalensi ISK cenderung lebih tinggi pada pasien yang memakai kateter yaitu sebesar
80% dan 10% - 30% pasien tersebut akan mengalami bakteriuria. ISK akibat
kateterisasi merupakan tipe infeksinosokomial yang paling sering terjadi yakni terdapat 1
juta kasus setiap tahun atau 40% dari semua tipe infeksi nosokomial (Semaradana,
2014). Sehingga perawatan kateter yang baik diharapkan mampu untuk menurunkan
angka prevalensi infeksi nosokomial yang disebabkan oleh kateter
B. Rumusan Masalah
Bagaimana perawatan dan removal kateter pada pasien dengan cara yang benar
sehingga dapat mengurangi risiko komplikasi yang disebabkan oleh kateter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kandung Kemih (Vesica Urinaria)
Kandung kemih merupakan tempat penyimpanan urine berdinding otot yang kuat,
bentuknya bervariasi sesuai dengan jumlah urine (Syaifudin, 2011). Kandung kemih
berfungsi untuk menampung urine sebesar 230-300 ml. Kandung kemih pada waktu
kosong terletak dalam rongga pelvis, sedangkan dalam keadaan penuh dinding atas
terangkat masuk ke dalam region hipogastrika. Apeks kandung kemih terletak di
belakang pinggir atas simfisis pubis dan permukaan posteriornya berbentuk segitiga.
Bagian sudut superolateral merupakan muara ureter dan sudut inferior membentuk
uretra. Bagian atas kandung kemih ditutupi oleh peritoneum yang membentuk eksavio
retro vesikalis, sedangkan bagian bawah permukaan posterior dipisahkan dari rektum
oleh duktus deferens, vesika seminalis, dan vesika retrovesikalis. Permukaan superior
seluruhnya ditutupi oleh peritoneum dan berbatasan dengan gulungan ileum dan kolon
sigmoid sepanjang lateral permukaan peritoneum melipat ke dinding lateral pelvis
(Syaifudin, 2011).
1. Pengisian Kandung Kemih
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral longitudinal
dan sekitar lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi peristaltik ureter 1-5 kali/menit akan
menggerakkan urine dari pelvis renalis ke dalam kandung kemih dan disemprotkan
setiap gelombang peristaltik. Ureter yang berjalan melalui dinding kandung kemih untuk
mencegah ureter tertutup kecuali selama gelombang peristaltik untuk mencegah urine
tidak kembali ke ureter.
Apabila kandung kemih terisi penuh permukaan superior akan membesar, menonjol ke
atas masuk ke dalam rongga abdomen. Peritoneum akan menutupi bagian bawah
dinding anterior koloum kandung kemih yang terletak di bawah kandung kemih dan
permukaan atas prostat. Serabut otot polos dilanjutkan sebagai serabut otot polos
prostat kolum kandung kemih yang dipertahankan pada tempatnya oleh ligamentum
pubo prostatika pada pria dan oleh ligamentum pubovesikalis pada wanita yang
merupakan penebalan fasia pubis. Membran mukosa kandung kemih dalam keadaan
kosong akan berlipat-lipat. Lipatan ini akan hilang apabila kandung kemih terasa penuh.
Daerah membran mukosa meliputi permukaan dalam basis kandung kemih yang
dinamakan trigonum. Vesika ureter menembus dinding kandung kemih secara miring
membuat seperti katup untuk mencegah aliran balik urine ke ginjal pada waktu kandung
kemih terisi .
2. Pengosongan Kandung Kemih
Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab pada pengosongan kandung
kemih selama berkemih (miksturasi). Berkas otot tersebut berjalan pada sisi uretra,
serabut ini dinamakan sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdapat sfingter otot
rangka yaitu sfingter uretra membranosa (sfingter uretra eksterna). Epitel kandung
kemih dibentuk oleh lapisan superfisialis sel kuboid.
B. Pengertian Kateter Urin
Pemasangan kateter urin merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk
membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan dapat sebagai pengambilan bahan
pemeriksaan (Hidayat, 2006). Kateter urine dapat berfungsi sebagai alat untuk mengkaji
pengeluaran urin per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak stabil (Potter
dan Perry, 2005). Pemasangan kateter menggantikan kebiasaan normal pasien untuk
berkemih. Penggunaan kateter intermiten dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
pasien mengalami ketergantungan dalam berkemih (Craven dan Zweig, 2000).
C. Jenis Kateter
Menurut percabangannya kateter urine dibedakan menjadi 3 jenis yaitu 1). Tidak
bercabang untuk pemakaian sebentar, 2). Two way catheter yang selain memiliki lumen
untuk mengeluarkan urine juga terdapat lumen untuk memasukkan air guna mengisi
balon, dan 3).Three way catheter yang terdapat satu lumen lagi yang berfungsi untuk
mengalirkan air pembilas (irigasi) yang dimasukkan melalui selang infus, biasanya
dipakai setelah operasi prostat untuk mencegah timbulnya bekuan darah.
Menurut (Potter & Perry, 2005) jenis – jenis pemasangan kateter urine terdiri dari :
1. Indwelling catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter/folley cateter–
indwelling yaitu kateter menetap yang digunakan untuk periode waktu yang lebih lama.
Kateter menetap ditempatkan dalam kandung kemih untuk beberapa minggu pemakaian
sebelum dilakukan pergantian kateter. Pemasangan kateter ini dilakukan sampai klien
mampu berkemih dengan tuntas dan spontan atau selama pengukuran urin akurat
dibutuhkan (Potter dan Perry, 2005). Pemakaian kateter menetap dapat menimbulkan
infeksi atau sepsis. Kateter yang menetap bersifat tidak fisiologis karena kandung kemih
selalu kosong sehingga dapat mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta
terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot kandung kemih (Japardi, 2000). Kateter
menetap terdiri atas foley kateter (double lumen). Satu lumen yang terdapat di folley
kateter berfungsi untuk mengalirkan urin dan lumen yang lain berfungsi untuk mengisi
balon dari luar kandung kemih. Tipe triple catheter lumen terdiri dari tiga lumen yang
digunakan untuk mengalirkan urin dari kandung kemih, satu lumen untuk memasukkan
cairan ke dalam balon dan lumen yang ketiga dipergunakan untuk melakukan irigasi
pada kandung kemih dengan cairan atau pengobatan (Potter dan Perry, 2005).
2. Intermitten catheter (kateter sementara) yaitu kateter yang digunakan untuk jangka
waktu yang pendek (5-10 menit) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan
melepas sendiri. Pada saat kandung kemih kosong maka kateter kemudian ditarik
keluar, pemasangan kateter intermitten dapat dilakukan berulang jika tindakan ini
diperlukan, tetapi penggunaan yang berulang dapat meningkatkan risiko infeksi (Potter
dan Perry, 2005). Beberapa keuntungan penggunaan kateterisasi sementara yang
dikemukakan oleh Japardi (2000) antara lain:
a. Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang
mengakibatkan aliran darah ke mukosa kandung kemih dipertahankan seoptimal
mungkin.
b. Kandung kemih dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan berfungsi
normal.
c. Bila dilakukan secara dini pada penderita cidera medula spinalis, maka penderita
dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga feedback ke medula
spinalis tetap terpelihara
d. Teknik yang mudah dan klien tidak terganggu kegiatan sehari harinya.
Namun, penggunanaan kateter sementara dapat menyebabkan kerugiaan antara lain
distensi kandung kemih, risiko trauma uretra akibat kateter yang keluar masuk secara
berulang, risiko infeksi akibat masuknya kuman-kuman dari luar atau dari ujung distal
uretra (flora normal) (Japardi, 2000)
3. Suprapubik catheter kadang-kadang digunakan untuk pemakaian secara permanen.
Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan membuat sayatan kecil diatas
suprapubik.
D. Indikasi
Tindakan kateterisasi dapat membantu pasien khususnya bila saluran kemih tersumbat
atau pasien tidak mampu melakukan urinasi karena adanya gangguan pada otot sfingter
(Brunner & Suddarth, 2000). Kateterisasi dapat digunakan dengan indikasi lain yaitu:
penderita kehilangan kesadaran; persiapan operasi atau pasca operasi besar; pada
kondisi terjadinya retensi atau inkontinensia urine; penatalaksanaan pasien yang dirawat
karena trauma medula spinalis, gangguan neuromuskular, atau inkompeten kandung
kemih; atau jika dilakukan pencucian kandung kemih (Marelli, 2008). Pemasangan
kateter uretra menetap diindikasikan pada klien yang mengalami retensi urine baik akut
maupun kronis, untuk memonitoring “urine output” pada operasi-operasi besar, obstruksi
uretra, pasien inkontinensia berat, pengosongan kandung kemih pada wanita yang akan
melahirkan, serta pasien yang mengalami disorientasi berat. Sedangkan kateterisasi
sementara dapat digunakan untuk penatalaksanaan jangka panjang pada klien yang
mengalami cidera medula spinalis, degenerasi atau kandung kemih yang tidak
kompeten, pengambilan spesimen urine steril, tindakan diagnostik untuk mengetahui
urine residu setelah pengosongan kandung kemih, dan meredakan rasa tidak nyaman
akibat distensi kandung kemih (Perry & Potter, 2005).
E. Kontraindikasi
Kateter tidak boleh dipasang pada pasien yang dicurigai adanya trauma uretra yang
ditandai dengan gejala keluarnya darah dari uretra, hematom yang luas pada daerah
perineal serta adanya perubahan letak prostat pada colok dubur. Pemasangan kateter
urine pada keadaan ini ditakutkan akan terjadi salah jalur sehingga dapat menyebabkan
cidera ataupun dapat menambah parahnya cidera. Selain itu, pasien yang mampu
berkemih secara spontan tidak boleh dilakukan pemasangan kateter (Brunner &
Suddarth, 2000).
F. Komplikasi
Adanya kateter dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi. Separuh dari pasien
yang menggunakan kateter urine dalam waktu dua minggu dapat memungkinkan
terjadinya kolonisasi bakteri atau bakteriuria, dan akan semakin meningkat pada
pemasangan kateter yang lebih lama. Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian
besar daya tahan alami pada saluran kemih bagian bawah, mengiritasi mukosa kandung
kemih dan menimbulkan jalur masuknya kuman ke dalam kandung kemih.
Penanganan kateter yang salah dapat menyebabkan kerusakan mukosa kandung kemih
pada pasien. Mukosa kandung kemih yang rusak pada pasien dapat menyebabkan
terjadinya infeksi. Hal tersebut, dapat menyebabkan terjadinya bakteriemia dan dapat
menyebabkan kematian (Utama, 2006).
G. Tujuan Kateterisasi Perkemihan
Kateterisasi bertujuan untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandung
kemih; mendapatkan urine steril untuk pemeriksaan, pengkajian residu urine;
menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat;
mengatasi obstruksi aliran urine; mengatasi retensi atau inkontinensia urine; atau
menyediakan cara-cara untuk memantau pengeluaran urine setiap jam pada pasien
yang sakit berat (Brunner & Suddarth, 2000).
H. Perawatan Kateterisasi
Brunner & Suddarth (2000) menyatakan bahwa tindakan perawatan yang khusus sangat
penting untuk mencegah infeksi pada pasien yang terpasang kateter. Adapun tindakan
perawatan yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Tindakan mencuci tangan dilakukan ketika berpindah dari pasien yang satu ke pasien
lainnya saat memberikan perawatan dan saat sebelum serta sesudah menangani setiap
bagian dari kateter atau sistem drainase untuk mengurangi penularan infeksi. Teknik
mencuci tangan yang harus dilakukan dengan benar. Saanin (2000), menegaskan
bahwa teknik aseptik harus dipertahankan terutama saat perawatan kateter untuk
mencegah kontaminasi dengan mikroorganisme.
2. Perawatan perineum harus sering diberikan yaitu mencuci daerah perineum dengan
sabun dan air dua kali sehari atau sesuai kebutuhan klien dan setelah defekasi. Sabun
dan air efektif mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga dapat mencegah
kontamisasi terhadap uretra.
3. Kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua kali sehari; gerakan
yang membuat kateter bergeser maju-mundur harus dihindari untuk mencegah iritasi
pada kandung kemih ataupun orifisium internal uretra yang dapat menimbulkan jalur
masuknya kuman ke dalam kandung kemih. Kateter dapat mempermudah bakteri untuk
masuk ke dalam kandung kemih.
4. Mencegah pengumpulan urine dalam selang dengan menghindari selang terlipat atau
tertekuk. Hindari memposisikan klien di atas selang. Monitor adanya bekuan darah atau
sedimen yang dapat menyumbat selang penampung. Urin di dalam kantung drainase
merupakan tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat masuk
dari tempat penampungan urine ke dalam kandung kemih. Selain itu, apabila urin ini
kembali mengalir ke dalam kandung kemih klien, kemungkinan akan terjadi infeksi lebih
besar.
5. Mencegah refluks urin ke dalam kandung kemih dengan mempertahankan kantung
drainase lebih rendah dari ketinggian kandung kemih klien. Untuk itu kantung
digantungkan pada kerangka tempat tidur tanpa menyentuh lantai. Jangan pernah
menggantung kantung drainase di pengaman tempat tidur karena kantung tersebut
dapat dinaikkan tanpa sengaja sampai ketinggiannya melebihi kandung kemih. Apabila
perlu meninggikan kantung selama memindahkan klien ke tempat tidur atau ke sebuah
kursi roda, mula-mula klem selang atau kosongkan isi selang ke dalam kantung
drainase. Jika klien hendak berjalan, perawat atau klien harus membawa kantung urine
di bawah pinggang klien. Sebelum melakukan latihan atau ambulasi, keluarkan semua
urine dalam selang ke dalam kantung drainase.
6. Kantung penampung tidak boleh menyentuh lantai. Kantong dan selang drainase
harus segera diganti apabila terjadi kontaminasi, aliran urin tersumbat dan tempat
persambungan selang dengan kateter mulai bocor, hal tersebut dapat mencegah
perkembangan bakteri.
7. Kantong urin harus dikosongkan sekurang-kurangnya setiap delapan jam melalui
katup (klep) drainase. Klep terletak di bagian dasar kantung yang merupakan alat untuk
mengosongkan kantung urine. Apabila tercatat bahwa haluaran urine banyak,
kosongkan kantung dengan lebih sering untuk mengurangi risiko proliferasi bakteri.
Pengosongan kandung kemih secara periodik akan membersihkan urin residu (media
kultur yang sangat baik untuk perkembangan bakteri) dan dapat melancarkan suplai
darah ke dinding kandung kemih sehingga tingkat infeksi dapat berkurang.
8. Jangan melepaskan sambungan kateter, kecuali bila akan dibilas untuk mencegah
masuknya bakteri. Perhatian harus diberikan untuk memastikan bahwa selang drainase
tidak terkontaminasi. Apabila sambungan selang drainase terputus, jangan menyentuh
bagian ujung kateter atau selang. Bersihkan ujung selang dengan larutan desinfektan
sebelum menyambungnya kembali.
9. Kateter urin tidak boleh dilepas dari selang untuk mengambil sampel urin; mengirigasi
kateter; memindahkan atau mengubah posisi pasien untuk mencegah kontaminasi
bakteri dari luar.
10. Mengambil urin untuk pemeriksaan harus menggunakan teknik aseptik.
11. Kateter tidak boleh terpasang lebih lama dari yang diperlukan. Jika kateter harus
dibiarkan selama beberapa hari atau beberapa minggu maka kateter tersebut harus
diganti secara periodik sekitar semingu sekali. Semakin jarang kateter diganti, risiko
infeksi semakin tinggi. Perawatan tempat masuknya kateter dapat dilakukan dengan
cara pencucian dan pemberian salep antibiotik/antiseptik setiap hari.
I. Informasi Kesehatan Untuk Klien
Pemberian informasi kesehatan kepada klien penting untuk mendukung upaya perawat
dalam pencegahan infeksi akibat pemasangan kateter. Informasi kesehatan yang dapat
diberikan kepada klien yang terpasang kateter adalah:
1. Menganjurkan klien untuk minum 2500ml/hari atau lebih kurang 8-12 gelas perhari
untuk membantu kelancaran drainase. Minum cukup air adalah untuk mengencerkan
konsentrasi bakteri didalam kandung kemih dan tidak terjadi kotoran yang bisa
mengendap dalam kateter. Radith (2001), menyatakan bahwa peningkatan hidrasi akan
membilas bakteri.
2. Menginformasikan dan mengajarkan keluarga cara membersihkan kemaluan yaitu
mulai dari depan ke arah belakang, hal ini bertujuan untuk mengurangi masuknya
bakteri dari daerah anus ke area saluran kencing.
3. Menginformasikan kepada klien dan/atau keluarga agar tidak menarik-narik selang
karena dapat menimbulkan aliran balik urin ke dalam kandung kemih yang akan
mencetuskan terjadinya infeksi.
4. Menginformasikan pada klien tentang cara berbaring di tempat tidur: jika miring
menghadap sistem drainase; kateter dan selang pada tempat tidur tidak terlipat,
terlentang; kateter dan selang diplester di atas paha, miring menjauh dari sistem; kateter
dan selang berada di antara kaki.
BAB III
STANDAR OPERASIONAL DAN PROSEDUR
A. Standar operasional dan prosedur kataterisasi pada pria
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
JUDUL:
PERAWATAN KATETER PADA PRIA
Tanggal Terbit
Disahkan Oleh
Ka.Prodi PSIK
Hikayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Pengertian
Suatu tindakan perawatan pada daerah genitalia yang terpasang kateter
Tujuan
- Menjaga kebersihan alat genitalia
- Mempertahankan kepatenan (fikasasi kateter)
- Mencegah terjadinya infeksi
- Memberikan rasa nyaman
Indikasi
Pasien yang dipasangkan kateter permanen
Alat dan Bahan
- Sarung tangan steril
- Pengalas
- Bengkok
- Air hangat
- Sabun
- Washlap
- Handuk
- Baskom
- Plester
- Alkohol
Prosedur
1. Tahap Pre Interaksi
a. Persiapan perawat
- Identifiksi catatan keperawatan dan medis pasien
- Perawat mencuci tangan.
b. Persiapan Pasien
- Menjelaskan prosedur kepada pasien
- Memberikan privasi kepada pasien dengan cara menutup pintu atau pasang tirai.
2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam pada pasien
b. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien/keluarga
3. Tahap Kerja
a. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya sebelum tindakan dilakukan.
b. Perawat mencuci tangan.
c. Pastikan privasi pasien terjaga.
d. Mengatur posisi pasien dengan posisi supinasi/terlentang.
e. Memasang pengalas diletakkan dibawah glutea pasien
f. Buka balutan pada kateter
g. Pakai sarung tangan steril
h. Perhatikan kebersihan dan tanda-tanda infeksi dari ujung penis serta kateter
i. Oles ujung uretra dan kateter memakai washlap yang telah dibasahi dengan sabun
lalu dibilas dengan air hangat. Lakukan tindakan perawatan dengan cara tangan kiri
memegang penis, tangan kanan membersihkan penis dengan cara memutar sampai di
belakang penis sampai bersih, kemudian skrotum dibersihkan dari arah depan ke
belakang.
j. Bersihkan area paha kanan dan paha kiri dengan menggunakan sabun dan air hangat.
k. Minta pasien untuk menghadap ke kiri. Lalu bersihkan anus pasien.
l. Setelah selesai ambil pengalas,
m. Rapikan pasien seperti semula dan fiksasi kateter
4. Tahap Terminasi
a. Mengevaluasi perasaan pasien.
b. Menyimpulkan hasil kegiatan
c. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
d. Perawat mencuci tangan
Dokumentasi
B. Standar Operasional dan Prosedur pada Wanita

STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR (SOP)
JUDUL:

PERAWATAN KATETER PADA


WANITA

Disahkan Oleh

Tanggal Ka.Prodi PSIK


Terbit
Hikayati,
S.Kep.,Ns.,M.Kep

Suatu tindakan perawatan pada


Pengertian daerah genitalia yang terpasang
kateter

- Menjaga kebersihan alat genitalia

- Mempertahankan kepatenan
(fikasasi kateter)
Tujuan

- Mencegah terjadinya infeksi

- Memberikan rasa nyaman

Pasien yang dipasangkan kateter


Indikasi
permanen

- Sarung tangan steril

- Pengalas

- Bengkok

- Air hangat
Alat dan
Bahan
- Sabun

- Washlap

- Handuk

- Baskom
- Plester

- Alkohol

5. Tahap Pre Interaksi

a. Persiapan perawat

- Identifiksi catatan keperawatan dan


medis pasien

- Perawat mencuci tangan.

b. Persiapan Pasien

- Menjelaskan prosedur kepada


pasien

- Memberikan privasi kepada pasien


dengan cara menutup pintu atau
pasang tirai.

C. Tahap Orientasi

- Memberikan salam pada pasien


Prosedur

- Menjelaskan prosedur dan tujuan


tindakan pada pasien/keluarga

D. Tahap Kerja

- Memberikan kesempatan kepada


pasien untuk bertanya sebelum
tindakan dilakukan.

- Perawat mencuci tangan.

- Pastikan privasi pasien terjaga.

- Mengatur posisi pasien dengan


posisi rekumben

- Memasang pengalas diletakkan


dibawah glutes pasien

- Buka balutan pada kateter


- Pakai sarung tangan steril

- Membersihkan genetalia dengan


sabun lalu dibilas dengan
menggunakan air hangat yang
dimulai dari labia mayora lalu labia
minora

- Membersihkan selang kateter


dengan air sabun lalu dibilas dengan
air hangat.

- Membersihkan paha kiri dan paha


kanan dengan sabun lalu dibilas
dengan menggunakan air hangat

- Pasien diminta untuk menghadap


ke kiri lalu bersihkan area anus
dengan menggunakan sabun dan
dibilas dengan air hangat.

- Memastikan posisi kateter


terpasang dengan benar (menarik
dengan hati-hati, kateter tetap
tertahan)

- Melepas pengalas dan sarung


tangan

- Merapikan pasien serta


memfikasasi kembali ureter.

E. Tahap Terminasi

- Mengevaluasi perasaan pasien.

- Menyimpulkan hasil kegiatan

- Melakukan kontrak untuk kegiatan


selanjutnya

- Perawat mencuci tangan

Dokumentasi

C. Removal Kateter
STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR (SOP)

JUDUL:

REMOVAL KATETER

Disahkan Oleh

Tanggal Ka.Prodi PSIK


Terbit
Hikayati,
S.Kep.,Ns.,M.Kep

Melepas drainage urine pada pasien


Pengertian
yang dipasang kateter

Melatih pasien BAK normal tanpa


Tujuan
menggunakan kateter

Pasien / klien yang tidak


Indikasi memerlukan pemasangan kateter
permanen

- Sarung tangan steril

- Pengalas

- Bengkok

- Tempat sampah

- Air hangat
Alat dan
Bahan
- Handuk

- Washlap

- Alkohol

- Spuit

- Pispot
A. Tahap Pre Interaksi

- Persiapan perawat

- Identifiksi catatan keperawatan dan


medis pasien

- Perawat mencuci tangan.

- Persiapan Pasien

- Menjelaskan prosedur kepada


pasien

- Memberikan privasi kepada pasien


dengan cara menutup pintu atau
pasang tirai.

B. Tahap Orientasi

- Memberikan salam pada pasien

- Menjelaskan prosedur dan tujuan


tindakan pada pasien/keluarga
Prosedur

C. Tahap Kerja

- Memberikan kesempatan kepada


pasien untuk bertanya sebelum
tindakan dilakukan.

- Perawat mencuci tangan.

- Pastikan privasi pasien terjaga.

- Mengatur posisi pasien dengan


posisi dorsal rekumben

- Perawat memakai sarung tangan

- Perawat mengeluarkan urin dari


urine bag ke tempat penampungan
urine

- Perawata membuang urine

- Perawat memasang pengalas


diletakkan dibawah glutea pasien
- Buka plester dengan menggunakan
alkohol

- Mengeluarkan isi balon pada


kateter dengan menggunakan spuit

- Menarik kateter dan anjurkan


pasien untuk tarik napas panjang,
kemudian buang kateter pada
bengkok

- Olesi area preputium (meatus


uretra) dengan air hangat

- Lepaskan sarung tangan bereskan


alat-alat

- Mencuci tangan

PERHATIAN

- Pada pasien yang akan dilakukan


pelepasan kateter sebaiknya
dilakukan bladder training

- Sebelum menarik kateter


kosongkan urine bag terlebih dahulu

D. Tahap Terminasi

e. Mengevaluasi perasaan pasien.

f. Menyimpulkan hasil kegiatan

g. Melakukan kontrak untuk kegiatan


selanjutnya

h. Perawat mencuci tangan

Dokumentasi

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter
dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar
serta mempertahankan kepatenan posisi kateter. Perawatan ini berguna untuk
mencegah timbulnya infeksi serta memberikan rasa nyaman pada klien. Sehingga
dengan perawatan kateter yang baik dapat mengurangi kejadian ISK di rumah sakit
yang disebabkan oleh kateter. Sedangkan Melepas kateter adalah Melepas drainage
urine pada pasien yang dipasang kateter.
B. Saran
Untuk mempertahankan eliminasi pada klien dengan tepat maka diharapkan perawatan
secara komprehensif mampu mengatasi penyebaran infeksi yang disebabkan oleh
pemasangan kateter. Perlu ditingkatkan perawatan kateter secara tepat untuk
menghindari keadaan klien yang semakin memburuk dan dapat memberikan klien rasa
yang nyaman terhadap pemasangan kateter.

Ada berbagai macam kateter urin, terbuat dari berbagai bahan dan dengan desain yang berbeda.
Diperlukan penilaian hati-hati dalam memilih material, ukuran dan kapasitas balon. Hal ini akan
memastikan bahwa kateter yang dipilih dapat berfungsi seefektif mungkin, komplikasi diminimalkan
dan mengutamakan kenyamanan dan kualitas hidup pasien. Kateter harus digunakan sesuai dengan
rekomendasi pabrikan, untuk menghindari kerusakan produk

Ukuran balon dari Kateter Urin

Pada tahun 1920, Fredrick Foley merancang kateter dengan balon yang dapat dikembangkan untuk
tetap menempatkan kateter itu di dalam kandung kemih. Ukuran balon bervariasi dari 2,5 mL
sampai 30 mL. Balon 5-10 mL dianjurkan untuk orang dewasa dan 3-5 mL balon untuk anak-anak.

Perlu perhatian dalam menggunakan jumlah air untuk mengisi (inflasi) balon karena terlalu banyak
atau terlalu sedikit dapat menyebabkan distorsi pada ujung kateter. Hal ini dapat mengakibatkan
iritasi dan trauma pada dinding kandung kemih, sehingga timbul nyeri, spasme, bypassing dan
hematuria. Jika teralu kempis, satu atau lebih dari lubang drainase dapat tersumbat atau kateter
dapat copot. Terlalu gembung berisiko balon pecah dan meninggalkan fragmen di dalam kandung
kemih. Balon kateter seharusnya hanya digembungkan sekali; deflasi/reinflasi atau menambahkan
kegembungan tidak dianjurkan oleh produsen karena distorsi dari balon dapat terjadi.

Kateter Foley Terpasang

Balon kateter harus diisi hanya dengan air steril; Air keran dan Natrium Klorida (NaCl) 0,9% tidak
boleh digunakan, karena kristal garam dan puing-puing dapat menghalangi saluran inflasi,
menyebabkan kesulitan pada saat deflasi; Mikroorganisme yang mungkin ada dalam air keran dapat
melewati balon dan masuk ke dalam kandung kemih
Ukuran Kateter Urin

Ukuran kateter uretra ditentukan dalam satuan charrière (ch). Charrière adalah ukuran lingkar luar
dari kateter dalam milimeter dan setara dengan tiga kali diameter. Jadi kateter 12 ch memiliki
diameter 4 mm. Semakin besar ukuran kateter, semakin besar dilatasinya. 12 ch biasanya cocok
untuk pria dan wanita. Diameter uretra adalah sekitar 6 mm, ini setara dengan ukuran 16 ch kateter.
Hal ini perlu untuk diketahui karena memiliki implikasi untuk kenyamanan pasien.

Potensi kateter yang kebesaran meliputi:

Rasa sakit dan ketidaknyamanan.

Terjadinya ulkus akibat tekanan, yang dapat mengarah ke pembentukan striktur.

Penyumbatan saluran paraurethral.

Pembentukan abses.

Bypassing – kebocoran uretra.

Prinsip dasarnya adalah memilih kateter dengan ukuran terkecil yang diperlukan dalam menjaga
drainase yang memadai. Jika urine yang dikeluarkan diperkirakan bersih/jernih, kateter 12 ch harus
dipertimbangkan. Ukuran kateter yang lebih besar mungkin diperlukan jika terdapat puing-puing
atau gumpalan di dalam urin.

Panjang Kateter Urin

Ada tiga panjang kateter yang tersedia saat ini:

Panjang kateter untuk perempuan: 23-26 cm.

Panjang kateter untuk pediatrik: 30cm.

Panjang kateter standar: 40-44 cm.

Proses Pengisian Balon Kateter pada Pasien Pria

Semakin pendek panjang kateter untuk perempuan semakin baik dan kurang cenderung
menyebabkan trauma atau infeksi karena gerakan dari uretra berkurang. Infeksi juga bisa
disebabkan oleh kateter yang looping atau kinking. Namun, hati-hati pada wanita obesitas atau
pasien di kursi roda, katup inflasi dari kateter yang pendek dapat menyebabkan rasa sakit karena
gesekan terhadap bagian dalam paha, dan kateter lebih mungkin untuk tertarik dan mencederai
leher kandung kemih; Oleh karena itu, standar panjang kateter harus digunakan.

Penting untuk ditekankan bahwa kateter untuk perempuan tidak boleh digunakan untuk kateterisasi
laki-laki; Hal ini akan menyebabkan trauma pada uretra karena balon akan diinflasi di uretra. Hal ini
dapat menyebabkan hematuria, pembengkakan penis, retensi dan gangguan fungsi ginjal

Desain Ujung Kateter Urin

Ada beberapa jenis dari ujung kateter yang tersedia di samping ujung bulat standar. Setiap ujung
dirancang untuk mengatasi masalah tertentu.

Ujung kateter Tiemann memiliki ujung melengkung dengan 1-3 lubang drainase untuk
memungkinkan drainase yang lebih besar. Kateter ini telah dirancang untuk mengatasi masalah pada
pasien hipertrofi prostat. Direkomendasikan bahwa kateter ini hanya boleh dimasukan oleh spesialis
urologi.

Kateter berujung pluit memiliki lubang lateral pada ujung kateter dan lubang di atas balon untuk
menyediakan area drainase yang besar. Desain ini dimaksudkan untuk memfasilitasi drainase puing,
misalnya untuk pembekuan darah.

Kateter Roberts memiliki lubang di atas dan bawah balon untuk memfasilitasi drainase urin sisa.

Ada berbagai macam bahan yang digunakan sebagai bahan pembuat kateter. Kriteria utama dalam
memilih bahan yang tepat adalah perkiraan lamanya waktu kateter akan tetap terpasang. Tiga
rentang waktu digunakan dalam kriteria ini:

Jangka pendek (1-7 hari), misalnya Lateks, PVC (Polyvinyl chloride) dan kateter intermiten.

Jangka pendek ke menengah (sampai 28 hari), misalnya PTFE (Polytetrafluroethylene).

Jangka menengah ke panjang (6-12 minggu), misalnya hidrogel dan silikon.

Ujung kateter urin sederhana.

Ujung kateter urin berujung pluit.

Ujung kateter urin Tiemann.

Ujung kateter urin Malecot (bersayap).

Ujung kateter urin de Pezzer (jamur).


Ujung kateter urin Foley.

Anda mungkin juga menyukai