Anda di halaman 1dari 4

RESUME JURNAL

BLOK TROPICAL MEDICINE


Clinical Case Report: Falciparum malaria with
Hemophagocytic Syndrome

Oleh :
Sari Masyitah (212.121.0069)

Lela Fitrotin Nazila (213.121.0002)

Dosen Pembimbing
dr. Noer Aini, M.Kes., Ph.D.

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2016
LAPORAN KASUS: Malaria falciparum dengan HPS (Hemophagositic
Syndrome)

Seorang wanita keturunan Jepang berusia 30 tahun masuk rumah


sakit karena demam 7 hari dengan komplikasi gagal ginjal. Sebelumnya,
pasien bepergian ke Papua New Guineua selama 8 hari. Pemeriksaan lab
menunjukkanpenurunan kadar eritrosit, Hb, Ht, trombosit dan peningkatan
CRP, D-dimer, LDH, bilirubin total, BUN dan kreatinin. Hasil pemeriksaan
hapusan darah menunjukkan ditemukannya Plasmodium falciparum dengan
dengan derajat parasitemia 25 %. Pasien didiagnosa malaria falciparum
dengan komplikasi gagal ginjal.
Setelah diberikan terapi 420 mg quinine IV, 200 mg artesunate
supposituria dan 750 mg mefloquine oral, pada pemeriksaan hapusan darah
berikutnya tidak ditemukan P. falciparum. Fungsi renal juga membaik
setelah hemodialisa. Namun anemia hemolitik menjadi progresif walaupun
telah diberikan transfusi RBC dan parasita malaria sudah tidak ditemukan
setelah pemberian obat antimalaria.
Pada pemeriksaan sumsum tulang/BMA didapatkan makrofag
dengan hemofagositosis. Anemia tetap persisten setelah pemberian terapi
metilprednisolon IV, plasma exchange dan Prednisolon oral. Selanjutnya
terapi prednisolon tetap dilanjutkan dan hasil BMA menunjukkan
berkurangnya makrofag fogositik.
HPS merupakan sindrom yang sangat jarang terjadi. HPS adalah
suatu kondisi hiperinflamasi yang disebabkan oleh respon imun yang
terstimulasi berlebihan namun tidak cukup efektif. Penyebab HPS yaitu
genetik (primer) dan didapat (sekunder). Kelainan genetik berhubungan
dengan defek protein yang berperan penting dalam mekanisme induksi sel
sitolitik (sel NK) dan sek sitotoksik (sel T). HPS juga muncul sebagai
kelainan sekunder yang berhubungan dengan infeksi berat, malignansi,
kelainan reumatologi, dan kalainan metabolik.
Patogenesis HPS masih belum dapat dipastikan, namun diduga
karena kesalahan sistem respon imun yang menyebabkan aktivasi makrofag
dan sel T sitotoksik yang berlebihan. Hipotesa lain yaitu karena kegagalan
melawan antigen sehingga semakin menstimulasi sel-sel imun efektor.
Mekanisme klinis pada HPS antara lain: (1) hiperaktivasi CD8+ T
limfosit dan makrofag; (2) Proliferasi, migrasi ektopik, dan infiltrasi sel-sel
makrofag ke dalam berbagai organ; (3) Hipersitokinemia dengan
peningkatan kadar sitokin proinflamasi yang mengarah pada disfungsi organ
dan kemtian.
Gejala yang muncul pada pasien dengan HPS yaitu demam yang
lama, hepatosplenomegali, perdarahan, skin rash, abnormalitas CNS,
jaundice, serta penemuan lab seperti bisitopenia/pansitopenia, koagulopati,
hiperlipidemia, hipofibrinogenemia, hiperferitinemia, transaminitis,
hiperbilirubinemia, hipoalbuminemia dan hiponatremia.
Pada kasus, HPS terjadi akibat komplikasi dari malaria falsiparum,
di mana kadar sitokin serum meningkat sehingga menginduksi fagositosis
sel-sel eritrosit oleh makrofag dan peningkatan sekresi TNF-α, IFN-γ, IL-1α
dan IL-18. Selain itu, sitokin yang diproduksi dapat menghambat
pembentukan antibodi, sehingga pertahanan terhadap makrofag menurun
sementara proses fagositosis terus berlangsung.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kasus HPS pada pasien
merupakan HPS sekunder yang disebabkan oleh parasit malaria yang
meningkatkan produksi sitokin proinflamasi yang selanjutnya membawa
pada kondisi anemia setelah pemberian terapi antimalaria.
Daftar Refrensi

Weitzman, Sheila. 2011. Approach to Hemophagocytic Syndromes. American


Siciety of Hematology. Page 178-183.

Zhang, Ling, et. al. 2014. Hereditary and Acquired Hemophagocytic


Lymphohistiocytosis. Cancer Control. Vol. 21, No. 24.

Anda mungkin juga menyukai