Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengolahan Limbah Secara Anaerobik


2.1.1. Definisi Pengolahan Limbah Secara Anaerobik
Menurut Indriyati (2005), limbah industri terutama dalam industri makanan
memiliki kandungan zat organik yang sangat tinngi. Tingginya kandungan zat
organik ditentukan oleh pengukuran parameter chemical Oxygen Demand (COD)
dan Biological Oxygen Demand (BOD).
Salah satu cara pengolahan limbah cair dengan kandungan zat organik cukup
tinggi adalah dengan menggunakan sistem pengolahan limbah secara Anaerobik.
Menurut Sumada (2012), Pengolahan limbah secara Anaerobik merupakan
pengolahan air limbah dengan mikroorganisme tanpa injeksi udara/oksigen kedalam
proses pengolahan. Pengolahan air limbah secara Anaerobik bertujuan untuk
merombak zat organik dalam air limbah menjadi bahan yang lebih sederhana yang
tidak berbahaya. Disamping itu pada proses pengolahan secara Anaerobik akan
dihasilkan gas-gas seperti gas CH4 dan CO2.
2.1.2. Mekanisme Reaksi Anaerobik
Dalam perjalanan konversi zat organik menjadi hasil akhir metabolisme,
terdapat beberapa tahapan yang dilalui. Tahapan-tahapan di dalam proses Anaerobik
ini penting untuk diketahui untuk keperluan monitoring maupun modifikasi proses.
(Mes dkk, 2003). Pada proses pengolahan secara biologi Anaerobik terjadi empat (4)
tahapan proses yang terlibat diantaranya :
1. Proses hidrolisis : suatu proses yang memecah molekul organik komplek
menjadi molekul organik yang sederhana
2. Proses Acidogenisis : suatu proses yang merubah molekul organic sederhana
menjadi asam lemak
3. Proses Acetogenisis : suatu proses yang merubah asam lemak menjadi asam
asetat dan terbentuk gas-gas seperti gas H2, CO2, NH4 dan S
4. Proses Methanogenisis : suatu proses yang merubah asam asetat dan gas-gas
yang dihasilkan pada proses acetogenisis menjadi gas methane CH4 dan CO2
Gambar 2.1. Mekanisme Reaksi Anaerobik
(Sumber: Mes dkk, 2003)
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Pengolahan Limbah Secara Anaerobik
Pada proses anarobik, lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap laju
pertumbuhan mikroorganisme. Faktor –faktor yang memperngaruhi pada proses
Anaerobik adalah Temperatur, konsentrasi substrat, pH (keasaman) dan Alkalinitas.
Pengolahan limbah cair secara Anaerobik berarti adalah bakteri Anaerobik yang
tidak memerlukan oksigen bebas. Bakteri dapat bekerja dengan baik pada suhu yang
semakin tinggi karena untuk mencapai laju reaksi yang diperlukan,dimana bakteri
akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada saat temperatur tinggi. Menurut
(Eckenfelder,1989) temperatur optimum untuk pengolahan Anaerobik adalah 30-
35oC dan 25-45 oC untuk kondisi ekstrim bakteri metan, maka dari itu temperatur
sebaiknya dipertahankan pada kisaran 20-30 oC.
Menurut Mc Carty (1964), proses Anaerobik yang memanfaatkan bakteri
methanogen bekerja optimum pada pH 6,6-7,6. Pada pH tersebut bakteri akan
bekerja dengan baik. Jika nilai pH melebihi batas, penguraian akan berjalan dengan
efisiensi yang kurang sedangkan jika dibawah batas pH tersebut efisiensi akan
menurun sangat cepat, dimana kondisi asam akan menghambat pertumbuhan bakteri
metanogen.
2.1.4. Model Pertumbuhan Mikroorganisme Pada Anaerobik

Berdasarkan model pertumbuhan mikroorganisme, pengolahan air limbah


secara biologi anaerob dibagi menjadi 2 (dua) model yaitu :

1. Model Pertumbuhan Mikroorganisme Tersuspensi


Model pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi, yaitu suatu model
pertumbuhan mikroorganisme yang tersuspensi (tercampur merata) didalam air
limbah. Model pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi pada pengolahan air
limbah secara biologi anaerob seperti gambar berikut :

Gambar 2.2. Anaerobic Reactor Model Pertumbuhan


Mikroorganisme Tersuspensi
(Sumber : Sumada, 2012)
Pada tangki digester (anaerobic reactor) dilengkapi dengan pengaduk
yang bertujuan untuk mensuspensikan mikroorganisme dalam digester. Pada
bagian atas tangki terdapat lubang (man hole) agar manusia bisa masuk kedalam
tangki digester untuk maintenance (pemeliharaan) dan juga lubang kecil untuk
pengukuran tekanan didalam tangki digester. Operasional pengolahan air limbah
secara biologi anaerob seperti terlihat dalam gambar berikut.

Gambar 2.3. Operasional Instalasi Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob


(Sumber : Sumada, 2012)
2. Model Pertumbuhan Mikroorganisme Melekat
Model pertumbuhan mikroorganisme melekat, yaitu suatu model
pertumbuhan mikroorganisme yang melekat pada suatu media porous. Model
pertumbuhan mikroorganisme melekat pada pengolahan air limbah secara
biologi anaerob seperti gambar berikut :

Gambar 2.3. Anaerobic Reactor Model Pertumbuhan Mikroorganisme Melekat


(Sumber : Sumada, 2012)
2.1.5. Kelebihan dan Kekurangan dari Proses Pengolahan Limbah Secara Anaerobik
Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan proses anaerobic di tunjukkan
pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kelebihan dan Kekurangan dari Proses Pengolahan


Limbah Secara Anaerobik

(Sumber : Metcalf dan Eddy, 2003)


2.2. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan
sebagai sumber oksigen. Dengan mengukur nilai COD diperoleh nilai yang menyatakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik
yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap senyawa yang sulit atau tidak bisa
diuraikan secara biologis (Barus, 2004).
Kadar COD dalam air limbah akan berkurang seiring dengan berkurangnya
konsentrasi bahan organik yang terdapat dalam air limbah (Boyd, 1990). Pada prinsipnya
pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium dikromat (K2Cr2O7)
sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam
pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya,
kelebihan kalium dikromat ditambahkan indikator ferroin yang digunakan untuk
menentukan titik akhir titrasi lalu dititrasi dengan menggunakan fero ammonium sulfat
(FAS). Sehingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi coklat kemerahan. Dengan
demikian kalium dikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat
dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik
yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978).
Sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit over estimate untuk
gambaran kandungan bahan organik (Haryadi, 2004).
2.3. Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)
Menurut Nelson dan Lawrence (1980), Porsi material organik pada MLSS diwakili
oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan
hancuran sel. MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) sendiri adalah jumlah total dari
padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk di dalamnya
adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran
dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada temperatur 105 oC, dan berat
padatan ditimbang. MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah
kering pada 600 – 650oC, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.
2.4. Baku Mutu Limbah Cair
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan
pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada sumber air, sehingga
tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.
Tabel 2.2. Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri

(Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.03 Tahun 2010)


DAFTAR PUSTAKA
Arina, Kristi. 2015. Analisis Tingkat Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical Oxygen
Demand (BOD), dan Total Dissolve Solid (TDS) Air Laut Di Perairan Teluk Lampung.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Lampung.
Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU
Press.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agriculture Experimental
Station. Auburn University, Auburn.
De Santo, R.S. 1978. Concepts of Applied Ecology. Heidelberg Science Library.Springer – Verlag,
New York.
Eckenfelder W. Wesley, 2000. Industrial Water Pollution Control . Mc. Graw Hill
Haryadi, S. 2004. BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Indriyati, 1997. Optimasi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kecap Secara Biologi Menggunakan
Reaktor Tipe Fixed Bed. Jakarta : Universitas Indonesia
Mes de, T.Z.D., A.J.M. Stams, J.H. Reith and G. Zeeman. 2003. Methane production by anaerobic
digestion of wastewater and solid wastes. Dutch biological hydrogen foundation.
Said, N.I., dan Kristianti Utomo. 2007. Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Proses Lumpur
Aktif yang Diisi Dengan Media Bioball. JAI Vol.3 No.2. Universitas Indonesia. Depok
Sumada, Ketut. 2012. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi Anaerob. UPN Veteran : Jawa
Timur.

Anda mungkin juga menyukai