Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aktivitas Anti Bakteri dan Efeknya


Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan
mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,
membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah
pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo, 1971).
Antimikrobia meliputi golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral (Ganiswara,
1995).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.
Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu
substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat pertumbuhan
mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik,
bakteriosidal, dan bakteriolitik (Pelczar dan Chan, 1988).
Menurut Madigan dkk. (2000), berdasarkan sifat toksisitas selektifnya,
senyawa antimikrobia mempunyai 3 macam efek terhadap pertumbuhan mikrobia
yaitu:
1. Bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan tetapi
tidak membunuh. Senyawa bakterostatik seringkali menghambat sintesis
protein 8 atau mengikat ribosom. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan
antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah
penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total
maupun jumlah sel hidup adalah tetap.

3
2. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak terjadi
lisis sel atau pecah sel. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia
pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan
zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total tetap
sedangkan jumlah sel hidup menurun.
3. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga jumlah sel
berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan antimikrobia. Hal ini
ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang
berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase
logaritmik, jumlah sel total maupun jumlah sel hidup menurun.
4. Mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi lima,
yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan dinding sel
mikrobia, menghambat sintesis protein sel mikrobia, menghambat sintesis
asam nukleat, dan merusak asam nukleat sel mikrobia (Sulistyo, 1971).
B. Karakteristik Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang menghasilkan
pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil,
umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-
1,0 µm (Shaikh, 1999). Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah (Anonim, 2010)
Kerajaan : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Bangsa : Bacillales
Suku : Staphylococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococus aureus
Staphylococus aureus merupakan bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang
dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya
garam) yang tinggi, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar. S.
aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37o C dengan waktu pembelahan 0,47
jam (Prescott dkk., 2002). Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan
atas dan kulit, keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada

4
individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan
sebagai karier (Honeyman, 2001).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, dinding selnya


terdiri dari peptidoglikan yang sangat tebal dan memberi kekakuan untuk
mempertahankan keutuhan sel (Morin dan Gorman, 1995). Bakteri ini bersifat
anaerob fakultatif, tumbuh baik pada kondisi habitat yang mengandung NaCI
hingga 10 % dan pada suhu 60 °C hingga 30 menit (Bauman, 2007). Staphylococcus
aureus tumbuh pada suhu 7 - 47,8 °C dan memproduksi enterotoksin antara suhu
10 - 46 °C (Jay, 1992).
Infeksi serius akan terjadi ketika keadaan inang melemah karena adanya
perubahan hormon, adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid
atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.
Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul,
jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang
disebabkan oleh bakteri ini memroduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut
piogenik (Madigan dkk., 2008).
Staphylococcus aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang
mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang
menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan
dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini
terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai
bakteri dan fagositosis terhambat (Madigan dkk, 2000).
C. Eritromisin

Gambar 1 Struktur Senyawa Obat Eritromisin (C37H67NO13)

5
Pemerian Khusus menurut Ashutosh Kar, 2014 antara lain :
1. Antibiotik ini berwujud kristal atau serbuk putih atau sedikit kuning, tidak
berbau atau praktis tidak berbau, bersifat sedikit higroskopik, memiliki titik
lebur 135-1400C.
2. Bahan ini tampak memadat kembali dan memiliki titik lebur kedua 190-1930C.
3. Sering menunjukan reaksi dasar dan mudah membentuk garam dengan asam,
misalnya asetat, estolat, glukoheptanoat, dan asam-asam sejenis.
4. Kelarutan dalam air mendekati 2 mg per ml-1.
5. Mudah larut dalam alcohol, aseton, kloroform,asetonitril, dan cukup larut dalam
pelarut eter, etilen diklorida, dan amil asetat.(Ashutosh, 2014).
Eritromisin merupakan salah satu antibiotika pilihan utama yang penting,
terutama bagi pasien yang sensitif serta resisten terhadap turunan penisilin
(Siswandono, 1995). Eritromisin dapat diproduksi melalui fermentasi dengan
menggunakan bakteri Streptomyces sp. (Karp, 2005). Saat ini, produksi skala
industri memanfaatkan bakteri jenis Saccharopolyspora erythraea. Proses produksi
antibiotik biasanya menggunakan sistem kultur pertumbuhan biakan/sel bakteri
(Martin & Bushell, 1996).
Eritromisin merupakan antibiotik yang aktif secara oral, yang ditemukan
oleh McGuire pada tahun 1952 dalam produk metabolisme Streptomyces
erythraeus (Filipina, 1952). Spesies mikroba penghasil eritromisin lainnya adalah
Streptomyces griseoplanus dan Arthobacter sp (Omura & Tanaka, 1984). Dari
ketiganya yang merupakan penghasil utama eritromisin adalah Streptomyces
erythraeus. Nama dari mikroba telah mengalami retaksonomi menjadi
Saccharopolyspora erythraea (Seno & Hutchinson, 1986).
Antibiotik eritromisin memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik maupun
bakterisida tergantung dari jenis mikroba patogen dan konsentrasi obat. Mekanisme
aksi eritromisin adalah dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dengan
jalan berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 50 S. Antibiotik ini
memiliki spektrum cukup luas terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus
aureus, Streptococcus pyogenes dan Streptococcus pneumoniae) dan gram negatif
(Haemophilus influenzae, Pasteurella multocida, Brucella dan Rickettsia) maupun
mikoplasma (Chlamydia) namun tidak memiliki aktivitas terhadap virus, ragi

6
ataupun jamur. Penggunaan eritromisin terbukti aman dalam pemakaiannya
(Katzung et al., 2014).
Eritromisin diuraikan oleh asam lambung, maka harus diberikan dalam
sediaan enteric coated (dengan selaput tahan-asam) atau sebagai garam atau
esternya (stearat dan etilsuksinat). Merk dagang eritromisin yang umum dijumpai
antara lain: Erythromycin/Eritromisin (obat generik), Corsatrocin, Dothrocyn,
Duramycin, Erycoat Forte, Eryderm, Erysanbe, Erythrin, Erythrocin, Jeracin,
Narlecin, Opithrocin, Pharothrocin (Sutedjo, 2008).
Indikasi
Kegunaan antibiotik eritromisin menurut Purwanto, 2002 antara lain:
1. Eritromisin merupakan pilihan pertama pada khususnya infeksi paru-paru
dengan Lagionella pneumophila.
2. Infeksi saluran pernapasan bagian atas ringan sampai sedang yang disebabkan
Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae.
3. Infeksi saluran pernapasan bagian bawah ringan sampai agak berat yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Streptococcus pneumoniae.
4. Infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae.
5. Pertusis yang disebabkan oleh Bordetella pertussis.
6. Infeksi kulit dan jaringan lunak ringan sampai agak berat yang disebabkan oleh
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus.
7. Mengatasi radang panggul akut yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
pada penderita yang alergi terhadap penisilin dan derivatnya.
8. Pencegahan terhadap endocarditis bacterial pada penderita yang alergi terhadap
penisilin dengan riwayat rematik dan kelainan jantung bawaan.
9. Karena sifatnya yang aktif terhadap kuman anaerob dalam usus, eritomisin
bersama neomisin digunakan untuk profilaksis bedah usus. (Purwanto, 2002)
Mekanisme Kerja
Eritromisin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan
bersama salut enterik. Makanan dapat mengganggu penyerapan.bentuk stearat dan
ester cukup resisten terhadap asam dan sedikit lebih baik diserapnya. Garam lauril
dari ester propionil eritromisin merupakan sediaan oral yang paling baik
penyerapannya. Namun, hanya bentuk basa yang secara mikrobiologis aktif, dan

7
konsentrasinya cenderung serupa apa pun formulasinya. Eritromisin tidak
memerlukan penyesuaian dosis untuk gagal ginjal. Eritromisin tidak dikeluarkan
dengan dialisis. Sejumlah besar obat yang diberikan diekskresikan dalam empedu
dan keluar melalui tinja, dan hanya 5% yang diekskresikan di urin. Obat yang
terserap didistribusikan secara luas, kecuali ke otak dan cairan serebrospinal.
Eritromisin diserap oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Obat ini
menembus plasenta dan mencapai janin (Katzung et al., 2014).
Efek antibakteri eritromisin dan makrolid lain mungkin inhibitorik atau
bakterisidal, terutama pada konsentrasi tinggi, bagi organisme yang rentan.
Aktivitas meningkat pada pH basa. Inhibisi sintesis protein terjadi melalui
pengikatan ke RNA ribosom 50S. Tempat pengikatan terletak dekat dengan pusat
peptidiltransferase, dan pemanjanagan rantai peptide (yi. Transpeptidasi) dicegah
dengan menghambat saluran keluar polipeptida. Akibatnya, peptidil tRNA terlepas
dari ribosom. Eritromisin juga menghambat pembetukan subunit ribosom 50S.
Eritromisin aktif terhadap galur-galur rentan organism positif-gram, khususnya
pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan korinebakteri. Resistensi terhadap
eritromisin biasanya disandi oleh plasmid. Telah diketahui terdapat tiga
mekanisme, yakni :
(1) berkurangnya permeabilitas membran sel atau efluks aktif;
(2) pembentukan (oleh Enterobacteriaceae) enterase yang menghidrolisis
makrolid; dan
(3) modifikasi tempat pengikatan di ribosom (yang disebut sebagai proteksi
ribosom) oleh mutasi kromosom atau oleh metilase yang terbentuk secara
konstituitif atau akibat induksi makroli.
Efluks dan produksi metilase adalah mekanisme resistensi terpenting pada
organism gram-positif. Resistensi-silang antara eritromisin dan makrolid lain
bersifat sempurna. Produksi metilase konstituitif juga menimbulkan resistensi
terhadap senyawa yang secara struktural tidak berhubungan, tetapi secara
mekanistis serupa, misalnya klindamisin dan sterptogramin B (yang dinamakan
resistensi makrolid linkosamid-streptogramin atau tipe-MLS), yang memiliki
tempat pengikatan yang sama di ribosom, karena non-makrolid merupakan
penginduksi metilase yang buruk, galur-galur yang mengekspresikan suatu metilasi

8
inducible akan tampak rentan in vitro. Namun, mutan-mutan konstituitif yang
resisten dapat terseleksi dan muncul selama pengobatan dengan klindamisin
(Katzung et al., 2014).
Efek Samping
Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah, dan sering terjadi diare.
Intoleransi saluran cerna, yang disebabkan oleh rangsangan langsung pada motilitas
lambung, adalah penyebab tersering dihentikannya eritromisin dan diberikannya
antibiotik lain. Eritromisin, terutama bentuk estolat, dapat menyebabkan hepatitis
kolestatik akut (demam, ikterus, gangguan fungsi hati), yang merupakan suatu
reaksi hipersensitivitas. Sebagian besar pasien pulih dari reaksi ini, tetapi hepatitis
kambuh jika obat diberi kembali. Reaksi alergik lain mencakup demam, eosinofilia,
dan ruam. Metabolit eritromisin menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan
karenanya, meningkatkan kosentrasi banyak obat dalam serum, termasuk teofilin,
warfarin, dan metilprednisolon. Eritromisin meningkatkan konsentrasi serum
digoksin oral dengan meningkatkan ketersediaan-hayatinya (Katzung et al., 2014).
Dosis
Dosis oral dewasa eritromisin basa, stereat, atau estolat adalah 0,25-0,5 g
setiap 6 jam (250-500 mg/6 jam) dan dosis untuk anak adalah 40 mg/kg/hari. Dosis
eritromisin etilsuksinat adalah 0,4-0,6 g setiap 6 jam (400-600 mg/6 jam).
Eritromisin basa oral (1 g) kadang dikombinasikan dengan neuromisin atau
kanamisin oral untuk persiapan praoperasi kolon. Dosis intravena eritromisin
gluseptat atau laktobionat adalah 0,5-1,0 g setiap 6 jam (500-1000 mg/6 jam)untuk
dewasa dan 20-40 mg/kg/hari untuk anak. Dosis yang lebih tinggi dianjurkan untuk
mengobati pneumonia akibat Lagionella pneumophila (Katzung et al., 2014).
Kontra Indikasi
Kontraindikasi dari senyawa obat ini adalah:
1. Kehamilan trimester pertama.
2. Hipersensitif terhadap eritromisin. (Katzung et al., 2014)
D. Penambatan Molekul (Molecular Docking)
Penambatan molekul (molecular docking) adalah metode komputasi yang
bertujuan meniru peristiwa interaksi suatu molekul ligan dengan protein yang
menjadi targetnya pada uji in-vitro (Motiejunas & Wade, 2006). Di dalam

9
penambatan molekul, molekul ligan ditambatkan pada situs aktif atau situs tambat
dari suatu protein yang sedang diam (statik), dengan menyertakan molekul ko-
faktor dan / atau H2O di dalamnya atau tidak. Dari sini, diperoleh data mengenai
posisi dan orientasi ligan-ligan itu di dalam situs aktif atau situs tambat tersebut.
Dari data ini, dapat disimpulkan gugus-gugus fungsional ligan yang penting untuk
interaksinya, sehingga tidak boleh dihilangkan, dan gugusgugus fungsionalnya
yang dapat ditingkatkan kekuatan interaksinya. Informasi ini menjadi petunjuk
untuk modifikasi ligan tersebut. Dengan adanya petunjuk tersebut, modifikasi ligan
dan uji in-vitro turunan-turunannya dapat berlangsung secara efisien(Putra, 2014).
Docking adalah metode yang digunakan untuk memprediksikan orientasi
antara satu molekul dengan molekul yang lainnya saat terjadi interaksi elektrostatik
satu sama lain untuk membentuk ikatan yang stabil6. Prinsip docking adalah teknik
penempatan ligan ke dalam sisi aktif reseptor yang dilanjutkan dengan evaluasi
molekul berdasarkan konformasi struktur dan sifat elektrostatik7. Simulasi docking
dapat dipergunakan untuk memperoleh pengertian yang lebih baik terhadap
mekanisme kerja suatu senyawa kimia atau makromolekul seperti protein maupun
peptida, dalam skala molekuler sehingga dimungkinkan untuk mendesain obat
berbasis struktur8.
Fungsi dari docking adalah mencakup pembuatan konformasikonformasi
ligan-protein yang disebut “posisi/pose” yang mungkin pada kantung ikatan
protein. Secara umum program docking melakukan proses pencarian posisi denga
pola ligan yang fleksibel dan protein yang kaku. Setiap posisi dievaluasi (dinilai)
berdasarkan bentuk dan karakteristik seperti elektrostatik untuk menemukan posisi
yang paling disukai9.
Kelebihan metode pemodelan molekul (molecular docking) adalah dapat
digunakan untuk memprediksi aktivitas suatu senyawa sebelum dilakukan sintesis
sehingga mengurangi penggunaan pelarut dan bahan bahan kimia yang dapat
mencemari lingkungan. Ada beberapa program komputer yang dapat digunakan
untuk molecular docking. Ada yang berbasis linux seperti Autodock Vina, dan ada
yang berbasis windows seperti Autodock, ArgusLab, Lead it, Molegro Virtual
Docker (MVD), ChemOffice Ultra, Hypercam, Accelrys, Discovery Studio,

10
Molecular Operating Environment (MOE), Maestro Schrodinger, SYBYL dan
lainlain (O’Boyle et al., 2011).
E. Reseptor dan Ligan
Reseptor dan Ligan Protein Data Bank (PDB) adalah arsip dari data
structural makromolekular biologis yang mencakup lebih dari 32.500 struktur. Data
tersebut terdiri atas proyek yang menyumbangkan struktur, pengidentifikasi target,
nama protein, organisme sumber, status produksi (klon, ekspresi, dan kristalisasi),
referensi terkait, serta link untuk proyek terkait. Protein target dapat dicari
berdasarkan nama protein, nama pengidentifikasi target, sekuens yang mirip,
program, atau organism asal. Hasil yang disimpan dalam format FASTA, .txt, dan
.pdb22.MarvinSketch merupakan aplikasi menggambar struktur kimia yang dapat
menampilkan karakteristik dari struktur tersebut dengan menggunakan menu-menu
yang disediakan.

11

Anda mungkin juga menyukai