DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
Dwi Julia Putri (Leader)
Arie Pranatha
Ayu Tri Yulia
David Kurniawan
Ebby Dira Pratama
Maryadi
Melan Apriaty Simbolon
Rahmat Aprianto
Rega Amriz Aulia
Yanti Jumi Yanti
2. ETIOLOGI
Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada Diabetes Melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula
faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Melitus
tipe II.
Faktor-faktor lain adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun).
b. Obesitas.
c. Riwayat keluarga.
d. Ras (Smeltzer, S.C & Bare, B. G, 2002)
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap
glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah
yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas
fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan,
disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih
dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat
dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan
insulin terutama pada post reseptor.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia (Jeffrey) :
1. Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin
2. Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan
perubahan vaskuler
3. Obesitas, banyak makan
4. Aktivitas fisik yang kurang
5. Penggunaan obat yang bermacam-macam.
6. Keturunan/ Genetik
7. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress
3. PATOFISIOLOGI (WOC)
anus
4. KLASIFIKASI
Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa yang disahkan oleh World Health
Organization (WHO):
1. Diabetes melitus tipe 1 atau disebut DM yang tergantung pada insulin (IDDM)
Dahulu dikenal sebagai tipe juvenileonset dan tipe dependen insulin; namun,
kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidensi diabetes tipe 1 sebanyak
30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtype: (a) autoimun,
akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa
bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering
timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia (Price dan Wilson, 2006).
Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering
lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal
atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes melitus tipe 2 atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin (NIDDM)
Dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependent
insulin. Insiden diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas
sering dikatkan dengan penyakit ini (Price dan Wilson, 2006).
3. Diabetes gestasional (GDM)
Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua
kehamilan. Faktor-faktor terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas,
multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena
terjadi peningkatan sekresi berbagai hormone yang mempunyai efek metabolik
terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik
(Price dan Wilson, 2006).
4. Diabetes tipe khusus lain
Kelainan genetik pada kerja insulin yang menyebabkan sindrom resistensi
insulin berat dan akantosis negrikans, penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan
pankreatitis kronis, penyakit endokrin seperti syndrome Chusing dan akromegali,
obat-obatan bersifat toksik terhadap sel-sel beta, dan infeksi (Price dan Wilson,
2006).
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala diabetes mellitus type 1 muncul secara tiba-tiba pada usia anak–anak sebagai
akibat dari kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik.
Gejala – gejalanya antara lain adalah sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus,
berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang berulang,
meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni, cenderung terjadi pada mereka yang
berusia dibawah 20 tahun.
Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan – lahan sampai menjadi
gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala pada diabetes
mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang
air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada
penyebabnya, mudah sakit yang berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka yang
berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak –
anak dan remaja.
Mansjoer; Kuspuji; Rakhmi; Wahyu; Wiwiek (2008) mengatakan, diabetes melitus
memiliki gejala khas awal berupa polifagia (banyak makan), poliuria (banyak kencing),
polidipsi (banyak minum), lemas, dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin
dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta
pruritus vulva pada wanita. Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia),
gejala khas diabetes melitus terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi, dan berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas diabetes melitus
diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
(pria) dan pruritus vulva (wanita).
Adapun manifestasi klinis DM menurut Brunner & Suddart (2002):
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler,
aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan
dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara
otomatis.
e. Malaise atau kelemahan.
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan
dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada
stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien
DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi
insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan
ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan
hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia
seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia
lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan
dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
6. KOMPLIKASI
Klasifikasi komplikasi yang dapat ditemukan pada pasien diabetes melitus terdapat dua
jenis, yaitu :
1) Komplikasi akut diabetes
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga komplikasi
tersebut adalah: hipoglikemia, ketoasidosis diabetic dan sindrom HHNK (juga
disebut koma hiperglikemik hiperosmoler nonketotik atau HONK [hiperosmoler
nonketotik.
2) Komplikasi Jangka Panjang Diabetes
Angka kematian yang berkaitan dengan ketoasidosis dan infeksi pada pasien-
pasien diabetes tampak terus menurun, tetapi kematian akibat komplikasi
kardiovaskuler dan renal mengalami kenaikan yang mengkhawatirkan. Komplikasi
jangka panjang atau komplikasi kronis semakin tampak pada penderita diabetes
yang berumur panjang. Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang
semua sistem organ dalam tubuh. Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim
digunakan adalah, penyakit makrovaskuler, penyakit mikrovaskuler, dan neuropati
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Diabetes melitus dengan berbagai perubahan fisik yang mengharuskan
kepatuhan penderita untuk pengontrolan penyakit dapat menjadi sumber stress yang
mempengaruhi kualitas hidup penderita. Adaptasi psikologis disebut juga dengan
mekanisme koping. Mekanisme koping ini dapat berorientasi pada tugas, yang
mencakup penggunaan teknik penyelesaian masalah secara langsung untuk
menghadapi ancaman, atau dapat juga mekanisme pertahanan ego, yang tujuannya
untuk mengatur distress emosional. Reaksi pasien diabetes melitus mungkin dapat
memperlihatkan hal-hal seperti sikap menyangkal, obsesif, marah, frustasi, takut,
dan depresi (Semiardji, 2006).
Penyakit diabetes melitus dapat memberikan efek psikososial seperti depresi,
dimana pasien menunjukkan sikap yang negatif dalam pengendalian diabetes
melitus seperti tidak mengikuti diet yang telah diprogramkan, kurang aktivitas fisik,
merokok, dan kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan (Riley et al, 2009).
Penyakit yang diderita, pengobatan yang dijalankan dapat mempengaruhi
kapasitas fungsional pasien, psikologis, dan kesehatan sosial serta kesejahteraan
pasien diabetes melitus yang didefinisikan sebagai kualitas hidup (Isa dan Baiyewu,
2008).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1. Pemeriksaan gula darah
Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar gula
darah antara 70-110 mg/dl dalam kondisi asupan makanan yang berbeda-beda. Test
dilakukan sebelum dan sesudah makan serta pada waktu tidur.
2. Pemeriksaan dengan Hb
Dilakukan untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb minor sebagai
hasil dari glikolisis normal.
3. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk
memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah.
8. PENATALAKSANAAN
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :
a. Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai
rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah
untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi
(gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai
dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut
diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai
contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang
berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
c. Obat Hipoglikemik
1. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
Menurunkan ambang sekresi insulin
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang
dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2. Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt 27-30)
dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea.
3. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan
dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila
sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak
tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi
sulfonylurea dan insulin.
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang
optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik.
Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare &
Suzanne, 2002).
Menurut Steven diperkirakan 25 – 50% dari DM lansia dapat dikendalikan dengan baik
hanya dengan diet saja. 3% membutuhkan insulin dan 20 – 45% dapat diobati dengan oral
anti diabetik dan diet saja.
Para ahli berpendapat bahwa sebagian besar DM pada lansia adalah tipe II, dan
dalam penatalaksanaannya perlu diperhatikan kasus perkasus, cara hidup pasien, keadaan
gizi dan kesehatannya, adanya penyakit lain yang menyeertai serta ada/tidaknya
komplikasi DM.
Pedoman penatalaksanaan DM lansia adalah :
1. Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien
dan keluarganya.
2. Menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia (quality of life) seperti rasa haus,
sering kencing, lemas, gatal-gatal.
3. Lebih bersifat konservatif, usahakan agar glukosa darah tidak terlalu tinggi (200-220
mg/dl) post prandial dan tidak sampai normal betul karena bahaya terjadinya
hipoglikemia.
4. Mengendalikan glukosa darah dan berat badan sambil menghindari resiko
hipoglikemia.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pola Kebiasaan
1) Pola nutrisi
Gejala: Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet; peningkatan
masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/
minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda: kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen, muntah,
hipertiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah),
bau halitosis/ manis, bau buah (nafas aseton).
2) Pola eleminasi
Gejala: Perubahan pola kemih, poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru tau berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: urin encer, pucat, kuning: poliuri(dapat berkembang menjadi oliguria/
anuria jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi),
abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun: hiperaktif (diare).
3) Aktivitas
Gejala: letih, lemah sulit berjalan / bergerak, tonus otot menurun, kram otot,
gangguan istirahat/ tidur.
Tanda: Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas,
letargi/ disorientasi, koma dan penurunan kekuatan otot
4) Istirahat dan tidur
Tidur/ istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
5) Perceptual
Gejala: Faktor resiko keluarga: DM, stroke, hipertensi, penyembuhan yang
lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid): dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah), menggunakan obat
diabetik.
Tanda: Memerlukan bantuan dan pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan glukosa darah.
6) Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi, kebas, kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardi, perubahan tekanan darah postural: hipertensi, nadi menurun/
tidak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan: bola mata cekung.
7) Integritas Ego
Gejala: stress, tergantung pada orang lain.
Tanda: Ansietas.
8) Neurosensori
Gejala: Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi: mengantuk, letargi, stupor/ koma, gangguan memori (baru,
masa lalu),kacau mental, refleks tendon dalam menurun, aktivitas kejang.
9) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat).
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
10) Pernafasan
Gejala: Kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen (tergantung
adanya infeksi/ tidak).
Tanda: batuk, dengan/ sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan.
11) Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurun kekuatan umum/
rentang gerak, parastesia/ paralisis otot termasuk otot pernafasan (jika kadar
kalium menurun dengan cukup tajam).
12) Seksualitas
Gejala: raba vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa tes yang di lakukan yaitru glokosa darah: meningkat 100-200 mg/dl atau
lebih, aseton plasma (keton): positif secara mencolok, asam lemak bebas: kadar lipid dan
kolesterol meningkat, urin: gula dan aseton positif: berat jenis dan osmolaritas mungkin
meningkat, Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (≥ 200mg/dl) untuk pasien yang
kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress, hemoglobin glikosilat diatas rentang
normal untuk mengukur presentase, glukosa yang melekat pada hemoglobin rentang
normal 5-6% (Doenges, M. E, et al, 2000).
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon actual dan potensial klien didapatkan dari data
dasar pengkajian, tinjauan literature yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan
konsultasi dengan professional lain.
Adapun diagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan Diabetes Melitus adalah :
Baca NANDA NIC-NOC 2013
1. Nyeri Akut
2. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d defisiensi insulin
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan
kimia darah: insufisensi insulin
5. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan luka yang tidak sembuh-sembuh
6. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa.
7. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit.
8. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/ progressif yang
tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
9. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi.
D. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
NOC NIC