Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue


2.1.1. Definisi
Demam dengue adalah penyakit swasirna, akut, dan klasik (biasanya
berlangsung 5 hingga 7 hari), yang ditandai dengan demam, lesu, nyeri kepala,
mialgia, ruam, limfadenopati, dan leukopenia, yang disebabkan oleh empat jenis
virus dengue yang secara antigen berbeda. (Dorland, 2006)
Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah
suatu sindrom yang mengenai terutama anak-anak di Asia Tenggara, dibedakan
dari dengue klasik dengan manifestasi perdarahan seperti trombositopenia dan
hemokonsentrasi, serta disebabkan keempat virus dengue yang sama. (Dorland,
2006)

2.1.2. Epidemiologi
2.1.2.1. Distribusi Penyakit DBD Menurut Umur
Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur
memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang
dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah penderita
yang digolongkan dalam terbanyak ialah anak berumur 5-11 tahun, proporsi
penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984.
(Hadinegoro, 2004)
Dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 proporsi kasus DBD
terbanyak adalah pada kelompok umur 4-5 tahun (kelompok umur sekolah).
Tetapi pada tahun 1998 dan 2000 proporsi kasus pada kelompok umur 15-44

Universitas Sumatera Utara


tahun meningkat. Keadaan tersebut perlu diwaspadai bahwa DBD cenderung
meningkat pada kelompok umur remaja dan dewasa. (Soegijanto, 2006)

2.1.2.2. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat


Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-
tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat
yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypty tidak
sempurna. (Soegijanto, 2006)
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya
dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit
meningkat pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi
Indonesia dan 200 kota telah melaporkan adanya kerja luar biasanya. Insiden rate
meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar
antara 6-27 per 100.000 penduduk. (Dep-Kes RI; Dirjen P2M/PL, 2005)
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok
tanah air serta adanya.tipe virus yang bersikulasi sepanjang tahun. (WHO; Dep-
Kes RI, 2000)

2.1.2.3. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu

Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan


kelembapan udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembapan yang
tinggi, nyamuk Aedes aegypty akan tetap bertahan hidup dalam jangka waktu
lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembapan tidak sama di setiap
tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa
pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus

Universitas Sumatera Utara


sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.
(WHO, Dep-Kes RI 2000; WH0, 1997)

2.1.2.4. Pola Epidemiologis Penyakit DBD

a. Interaksi Virus-Penjamu
Untuk memahami berbagai situasi yang muncul, penting untuk
mengenali beberapa aspek interaksi virus-penjamu.
Aspek-aspek tersebut meliputi :
i. Infeksi dengue jarang menimbulkan kasus ringan pada anak.
ii. Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala, akan tetapi
beberapa strain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada
anak maupun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus
dengue dan menyebar tanpa terlihat di dalam masyarakat.
iii. Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin
menimbulkan perdarahan gastrointestinal dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah.
(WHO, Dep-Kes RI, 2000)

2.1.3. Etiologi
DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod
Borne Virus (Arbovirus) yang sering dikenal sebagai genus Flavivirus dari
keluarga Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu; DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi yang
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain tersebut. (Dep-Kes dan Kesejahteraan Sosial RI,
Dirjen P2M/PL, 2001)

Universitas Sumatera Utara


Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di erbagai daerah di
Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun
1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan
dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang
berat. (Dep-Kes dan Kesejahteraan Sosial RI, Dirjen P2M/PL, 2001)

2.1.4. Vektor Penular


Infeksi virus dengue hanya dapat ditularkan oleh Aedes aegypty atau Aedes
albopictus, sebagai vektornya. Ketika nyamuk menggigit orang yang terinfeksi
virus dengue, maka virus tersebut akan terbawa oleh nyamuk. Kemudian apabila
nyamuk tersebut menggigit orang yang sehat, maka virus yang terbawa oleh
nyamuk akan menginfeksi orang yang sehat. (Suroso, 2004)

2.1.5. Patogenesis
Patogenesis belum dimengerti secara sempurna, penelitian epidemiologi
memberi kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi dengue tipe 2, 3 dan 4
sekunder. Ada bukti bahwa antibodi non-netralisasi menaikkan infeksi seluler dan
memperbesar keparahan penyakit. Virus dengue memperagakan pertumbuhan
yang diperbesar pada biakan fagosit mononuklear manusia yang dipersiapkan dari
donor imun dengue atau dalam biakan yang ditambahkan dengan antibodi dengue
non-netralisasi. Kera yang terinfeksi berikutnya atau mendapat sejumlah kecil
antibodi penguat menderita viremia yang diperkuat. Penelitian retrospektif serum
dari ibu manusia yang bayinya mendapat demam berdarah dengue atau penelitian
prospektif pada anak yang mendapat infeksi dengue berikutnya telah
menunjukkan bahwa sirkulasi antibodi yang memperkuat infeksi pada saat infeksi
merupakan faktor resiko terkuat untuk perkembangan penyakit berat. Bahkan
kadar rendah netralisasi , apakah dari infeksi homotip sebelumnya pada ibu atau
infeksi herotip pada anak melindungi bayi atau anak dari demam berdarah

Universitas Sumatera Utara


dengue. Pada awal stadium akut infeksi dengue sekunder, ada aktivasi cepat
sistem komplemen. Selama syok kadar Clq, C3, C4, C5-C8 darah, dan
proaktivator C3 mengalami depresi, dan kecepatan katabolik C3 naik. Koagulasi
darah dan sistem fibrinolitik diaktifkan, dan kadar faktor XII (faktor Hageman)
depresi. Tidak ada mediator spesifik permeabilitas vaskuler pada demam berdarah
dengue yang telah diidentifikasi. Koagulasi intra vaskuler tersebar ringan, cedera
hati dan trombositopenia dapat menimbulkan perdarahan secara sinergis. Cedera
kapiler memungkinkan cairan, elektrolit, protein, dan pada beberapa keadaan, sel
darah merah bocor kedalam ruang ekstravaskuler. Penyebaran internal kembali
cairan ini, bersama dengan defisit yang disebabkan oleh puasa, kehausan, dan
muntah, menimbulkan hemokonsentrasi, hipovolemia, kerja jantung bertambah,
hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia. (Nelson, 2000)

2.1.6. Manifestasi Klinis


2.1.6.1. Sprektrum Klinis
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau bersifat
asimptomatik atau mengakibatkan demam biasa (sindrom virus), demam dengue
termasuk sindrom syok dengue (DSS). Infeksi pada salah satu serotipe virus
dengue memberikan imunitas seumur hidup khusus untuk serotipe tersebut, tetapi
tidak ada perlindungan silang terhadap serotipe yang lain. Penampilan klinis
bergantung pada usia, status imun penjamu dan strain virus. (Dep-Kes RI, Dirjen
P2M/PL, 2005)

4.1.6.2. Gambaran Penderita


Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan masa inkubasi
demam dengue. Perjalanannya khas pada anak yang sangat sakit. Fase pertama
yang relative ringan dengan demam mulai mendadak, malaise, muntah, nyeri
kepala, anoreksia dan batuk disertai sesudah 2-5 hari oleh deteriorasi klinis cepat
dan kollaps. Fase kedua ini penderita biasanya menderita ekstremitas dingin,

Universitas Sumatera Utara


lembab, badan panas, muka merah, muka merah, keringat banyak, gelisah,
irritable, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petikie tersebar pada dahi dan
tungkai; ekimosis spontan mungkin tampak, dan mudah memar serta berdarah
pada tempat pungsi vena adalah lazim. Ruam makular atau makulopapular
mungkin muncul, dan mungkin ada sianosis sekeliling mulut dan perifer.
Pernafasan cepat dan sering berat. Nadi lemah, cepat dan kecil dan suara jantung
halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi costa dan biasanya
keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau perdarahan
saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi.
(Nelson, 2000)

Sesudah 24-36 jam masa krisis, konvalense cukup cepat pada anak yang
sembuh. Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardia
dan ekstrasistol ventrikel lazim selama konvalesen. Jarang, ada cedera otak sisa
yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-kadang arena perdarahan
intrakranial. Strain virus dengue 3 yang bersikulasi di daerah utama Asia
Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama sindrom klinis berat, yang
ditandai oleh ensefalopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan
kadang-kadang ikterus. (Nelson, 2000)

Berbeda dengan pola yang sangat khas pada anak yang sakit berat,
infeksi dengue sekunder relatif ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari
infeksi yang tidak jelas sampai penyakit saluran pernapasan atas yang tidak
terdiferensiasi atau penyakit yang diuraikan sebelumnya tetapi tanpa syok yang
jelas. (Nelson, 2000)

2.1.7. Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO tahun
1997 terdiri dari kriteria-kriteria klinis dan laboratoris.

Universitas Sumatera Utara


a. Kriteria Klinis
i. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
ii. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan ; uji tourniquet positif,
petekia, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis dan melena.
iii. Pembesaran hati
iv. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
(Hadinegoro, 2004)

b. Kriteria Laboratoris
i. Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)
ii. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau
lebih besar melebihi nilai hematokrit penyembuhan, trombositopenia,
leukositosis ringan (jarang melebihi 10.000/mm ), waktu perdarahan
memanjang, dan kadar protrombin menurun sedang (jarang kurang dari
40% control) .
iii. Kadar fibrinogen mungkin subnormal dan produk-produk pecahan fibrin
naik.
iv. Kelainan lain adalah kelainan sedang kadar sedang kadar transaminase
serum, konsumsi komplemen, asidosis metabolik ringan dengan
hiponatremia, dan kadang-kadang hipokloremia, sedikit kenaikan urea
nitrogen serum, dan hipoalbuminemia.
v. Roentgenogram dada menunjukkan efusi pleura pada hampir semua
penderita.
(Nelson, 2000)

Universitas Sumatera Utara


c. Derajat penyakit
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat.
i. Derajat I
Demam diseratai gejala umum nonspesifik, satu-satunya manifestasi
perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.
ii. Derajat II
Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan juga
terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan lain.
iii. Derajat III
Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut yang lemah dan cepat,
penurunan tekananan denyut (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
disertai dengan kulit lembab, dan dingin serta gelisah
iv. Derajat IV
Syok yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut yang tidak
terdeteksi.
(WHO, 1997)

Diagnosis Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk memastikan diagnosis
infeksi dengue, mencakup :
a. Pengumpulan Spesimen
Salah satu aspek yang esensial untuk diagnosa laboratorium adalah
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan pengantaran spesimen. (WHO,
Dep-Kes RI, 2000)
b. Isolasi Virus
Isolasi sebagian besar strain virus dengue dari spesimen klinis dapat dilakukan
pada sebagian besar kasus asalkan sampel diambil dalam beberapa hari
pertama dan langsung diproses tanpa penundaan. Spesimen yang mungkin
sesuai untuk isolasi virus dianataranya serum fase akut dari pasien, autopsi

Universitas Sumatera Utara


jaringan dari kasus fatal, terutama dari hati, limpa, nodus limfe. (Suroso,
2004)
c. Uji Serologis
Uji hemaglutinasi inhibisi (uji HI) merupakan salah satu pemeriksaan serologi
untuk penderita DBD dan telah ditetapkan oleh WHO sebagai standar pada
pemeriksaan serologi penderita DBD dibandingkan pemeriksaan serologi
lainnya misalnya ELISA, uji komplemen fikasi, uji netralisasi, dan
sebagainya. (Muchlastriningsih, 2004)

2.2. Penularan Virus Dengue


2.2.1. Mekanisme Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara yaitu nyamuk Aedes aegypty.
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty,
yang mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. (Dep-Kes dan Kesejahteraan Sosial RI, 2001)
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan
sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-
2 hari sebelum demam. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus
dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya
virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk
termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira satu minggu setelah menghisap
darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. (masa
inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk disepanjang
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypty yang telah menghisap virus
dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosisa), agar darah yang

Universitas Sumatera Utara


diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang lain. (Sumarmo, 1998)
Untuk mengetahui mekanisme penularan dengue endemik di Sumatera
dilakukan serangkaian percobaan di Medan dan Amsterdam oleh Snijders dkk.
(1991). Penyelidikan tersebut dilakukan dengan cara menginfeksi nyamuk Aedes
aegypty dan Aedes albopictus betina dengan virus dengue yang berasal dari
penderita demam dengue di Medan, kemudian nyamuk infektif itu diangkut ke
Amsterdam (daerah bebas Aedes aegypty dan Aedes albopictus di alam dan tidak
terdapat penderita dengue), akhirnya para sukarelawan ditulari oleh nyamuk itu,
semuanya dengan hasil positif. Dari hasil penyelidikan itu mereka menyimpulkan
bahwa : dengue endemik di Sumatera dapat ditularkan oleh Aedes agypty dan
Aedes albopictus. Terdapat kemungkinan untuk membawa Aedes yang infektif ke
tempat-tempat yang sangat jauh (Sumatera – Amsterdam) tanpa mengurangi daya
infektivitasnya. (Sumarmo, 1998)

2.2.2. Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD


Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat
nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD
adalah:
a. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe virus dengue cukup besar yaitu:
i. Sekolah
Anak sekolah merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk
terserang penyakit DBD.
ii. Puskesmas / Rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan lainnya.
Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya
penderita DBD, demam dengue (DD) atau carrier virus dengue.
iii. Tempat–tempat umum lainnya.

Universitas Sumatera Utara


b. Tempat-tempat perbelanjaan, pasar, restoran, hotel, bioskop, dan tempat-
tempat ibadah.
c. Wilayah rawan DBD (endemis)
d. Pemukiman baru pinggir kota
Pada daerah ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah yang
kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carrier yang membawa tipe
virus dengue yang berlainan dari masing-masing daerah asal. ( Dep-Kes RI,
Dirjen P2M/PL, 2005)

2.3. Nyamuk Penular DBD


2.3.1. Morfologi dan Lingkaran Hidup
A. Morfologi
Nyamuk Aedes aegypty mempunyai morfologi sebagai berikut :
i. Telur
Setiap kali bertelur, nyamuk betina Aedes aegypty dapat
mengeluarkan telur sebanyak 100 butir, dengan ukuran 0,5-0,8 mm,
berbentuk elips atau oval memanjang, berwarna hitam, permukaan
poligonal yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang
jernih, atau menempel pada dinding tempat penampungan air. Telur ini
ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan, dan
menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah
terendam air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85%
melekat di dinding TPA, sedangkan 15% laiinya jatuh kepermukaan.
(Soegijanto, 2006)

ii. Jentik (larva)


Larva nyamuk Aedes aegypty tubuhnya memanjang tanpa kaki
dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva
ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali

Universitas Sumatera Utara


pergantian kulit. Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan
pertumbuhan larva tersebut yaitu :
a. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm, duri-duri
(spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong
pernapasan (siphon) belum menghitam.
b. Instar II : berukuran 2,5-3,9 mm, duri-duri dada belum jelas, dan
corong pernapasan sudah berwarna hitam.
c. Instar III: berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II.
d. Instar IV: berukuran paling besar 5 mm, telah lengkap struktur
anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala
(chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen).
Jenis Aedes aegypty akan selalu bergerak aktif dalam air, gerakan
berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas
(mengambil udara) kemudian turun, kembali kebawah dan seterusnya.
Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan
air. Biasanya berada disekitar dinding tempat penampungan air. Setelah
6-8 hari jentik akan berkembang / berubah menjadi kepompong.
(Soegijanto, 2006)

iii. Pupa (kepompong)


Kepompong atau pupa seperti “koma”, bentuknya lebih besar namun
lebih ramping dibanding larva atau jentiknya. Pupa berukuran lebih
kecil dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain, gerakan lamban,
sering berada di permukaan air, setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk
dewasa. (Soegijanto, 2006)

iv. Nyamuk Dewasa


Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-

Universitas Sumatera Utara


bintik putih pada bagian badan dan kaki. Hidup di dalam dan di sekitar
rumah, juga ditemukan di tempat-tempat umum, dan mampu terbang
sampai 100 meter. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah
pada pagi hari sampai sore hari. Nyamuk jantan biasa menghisap sari
bunga/ tumbuhan yang mengandung gula. Umur nyamuk betina dapat
mencapai 2-3 bulan atau rata-rata 1 bulan . Dada nyamuk ini
tersusun atas 3 ruas, porothorax, mesothorax, dan metathorax. Perut
terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut terdapat bintik-bintik
putih. (Soegijanto, 2006)

B. Lingkaran Hidup
Nyamuk Aedes Aegypty mengalami metamorfosa sempurna yaitu dari
telur-jentik-kepompong sampai menjadi nyamuk dewasa. Stadium telur,
jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air.
Untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada container berair
yang berwarna gelap, terbuka dan terutama yang terletak di tempat-tempat
terlindung dari sinar matahari. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8
hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan
dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina
dapat mencapai 2-3 bulan atau rata-rata 1 bulan. (Dep-Kes RI, 2005)
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa
dan ke tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang. Jarak terbang
nyamuk betina biasanya 40-100 meter. Namun secara pasif misalnya angin
atau terbawa kendaraan maka nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh.
(Dep-Kes RI, Dirjen P2M/PL, 2005)

Universitas Sumatera Utara


C. Variasi Musiman
Pada musim hujan tempat perkembangbiakan Aedes aegypty yang pada
musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya
belum sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim semakin
banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat
digunakan sebagai tempat perkembangbiakannya Aedes Aegypty
meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue. (Dep-
Kes RI,Dirjen P2M/PL, 2005)

2.3.2. Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypty


Tempat perkembang biakan utama nyamuk Aedes aegypty ialah pada
tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu
tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum,
biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak
dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.
Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypty dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air
guna keperluan sehari-hari, seperti : tempayan, bak mandi, ember, dan lain-
lain.
b. Bukan tempat penampungan air (non-TPA) yaitu tempat yang biasa
menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti: tempat
minum hewan peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), barang bekas
(kaleng,botol, ban, pecahan gelas, dan lain-lain), vas bunga, perangkap semut,
penampungan air dispenser, dan lain-lain.
c. Tempat penampungan air alami, seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa, kult kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu,
dan lain-lain. (Dep-Kes RI, 2005)

Universitas Sumatera Utara


2.3.3. Kebiasaan Nyamuk Dewasa
Biasanya nyamuk betina Aedes aegypty mencari mangsa pada siang hari.
Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak
aktifitas pada pukul 09.00-10.00 dan pukul 16.00-17.00. tidak seperti nyamuk
lain, Aedes aegypty mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali
(multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya
dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular
penyakit. (Dep-Kes RI, Dirjen P2M/PL, 2005)

2.4. Pengobatan Penderita DBD


Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
a. Pelaksanaan DBD tanpa komplikasi
i. Istirahat total di tempat tidur.
ii. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air
ditambah garam / oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh
karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan,
maka cairan intravena harus diberikan.
iii. Berikan makanan lunak.
iv. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat
diberikan kompres, antipiretik golongan asetaminofen, eukinin, atau
dipiron dan jangan diberikan asetosal karena dapat menyebabkan
perdarahan.
v. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.

b. Penatalaksanaan pada pasien syok.


i. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer
laktat dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi.

Universitas Sumatera Utara


ii. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan
tiap jam, serta Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada
hari pertama selanjutnya 24 jam.
- Nilai normal Hemoglobin :
Anak-anak : 11,5 -12,5 gr/100 ml darah
Laki-laki Dewasa : 13 – 16 gr/100 ml darah
Wanita Dewasa : 12 -14 gr/100 ml darah
- Nilai normal Hematokrit :
Anak-anak : 33 - 38 vol %
Laki-laki Dewasa : 40 - 48 vol %
Wanita Dewasa : 37 – 43 vol %
iii. Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht
maka diberi transfusi darah.
(Dep-Kes dan Kesejahteraan Sosial RI, 2001;WHO,1997; Hadinegoro, 2004)

2.5. Pencegahan DBD


Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu :
A. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang
yang sehat menjadi sakit. Sebelum ditemukannya vaksin terhadap virus
DBD pengendalian vektor adalah satu-satunya upaya yang diandalkan
dalam mencegah DBD. Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vektor
yaitu :
1. Pengendalian Cara Kimiawi
Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada
nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari
golongan organoklorin, organopospor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-
bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray)

Universitas Sumatera Utara


terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan
terhadap larva Aedes aegypty yaitu dari golongan organopospor
(Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat
perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.

2. Pengendalian Hayati / Biologik


Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis
dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan
mikroorganisme hewan invertebrata atau vertebrata. Sebagai pengendalian
hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit, dan pemangsa.
Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus
(Gambusia afffinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk.
Beberapa etnis golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis inyegari
dan Romanomarmis culiforax merupakan parasit yang cocok untuk larva
nyamuk.

3. Pengendalian Radiasi
Pengendalian cara radiasi memakai bahan radioaktif dengan dosis
tertentu sehingga nyamuk jantan menjadi mandul. Kemudian nyamuk
jantan yang telah diradiasi dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti
nyamuk jantan akan berkopulasi dengan nyamuk betina, tapi nyamuk
betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil.

4. Pengendalian Lingkungan.
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain
dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu dengan memasang
kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian
rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau
di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari. Pencegahan yang paling

Universitas Sumatera Utara


tepat dan efektif. Aman untuk jangka panjang adalah dilakukan dengan
program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M yaitu :
i. Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan
peliharaan.
ii. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian air sedemikian
rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa.
iii. Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang
kesemuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat berkembang
biaknya nyamuk Aedes aegypty.
(Dep-Kes dan Kesejahteraan Sosial RI, 2001)

B. Pencegahan Sekunder
i. Melakukan diagnosa sedini mungkin dan memberikan pengobatan
yang tepat bagi penderita DBD.
ii. Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang menemukan penderita /
tersangka penderita DBD segera melaporkan ke puskesmas dan
dinas kesehatan dalam waktu 3 jam.
iii. Penyelidikan epidemiologi dilakukan petugas puskesmas untuk
pencarian penderita panas tanpa sebab yang jelas sebanyak 3
orang atau lebih, pemeriksaan jentik, dan juga dimaksudkan untuk
mengetahui adanya kemungkinan terjadinya penularan lebih
lanjut sehingga perlu dilakukan fogging fokus dengan radius 200
meter dari rumah penderita, disertai penyuluhan.
(Hadinegoro, 2004)

C. Pencegahan Tertier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat
penyakit DBD dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat
dilakukan dengan :

Universitas Sumatera Utara


a. Membuat ruangan gawat darurat khusus untuk penderita DBD di
setiap unit pelayanan kesehatan terutama di puskesmas agar
penderita / penderita tersangka dapat penanganan yang lebih baik.
b. Transfusi darah
Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti
hematemesis dan malena diindikasikan untuk mendapatkan
tranfusi darah secepatnya.
c. Mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)
Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan
stratifikasi daerah rawan seperti :
i. Endemis
Kegiatan yang dilakukan adalah fogging Sebelum Musim
Penularan (SMP), abatesasi selektif, dan penyuluhan kesehatan
kepada masyarakat.
ii. Sporadis
Kegiatan yang dilakukan adalah Pemeriksaan Jentik Berkala
(PJB), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan 3M.
Penyuluhan tetap dilakukan.
iii. Potensial
Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan
penyuluhan.
iv. Bebas
Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan
penyuluhan.
(Dep-Kes dan Kesejahteraan Sosial RI, 2001)

Universitas Sumatera Utara


2.6. Status Gizi
2.6.1. Defenisi Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang akibat ketidak
seimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan
yang dikonsumsi. (Sunarti, 2004)
Untuk melihat status gizi seseorang atau masyarakat digunakan Daftar Tabel
Antopometri. Saat ini dikenal dua baku antopometri melihat status gizi, yaitu
baku Harvard dan baku WHO-NCHS (World Health Organization National
Center for Health and Statistics) . salah satu saran yang dianjurkan pada semiloka
Antopometri Ciloto pada Februari 1991 adalah penggunaan secara seragam di
Indonesia baku rujukan WHO-NCHS sebagai pembanding dalam penilaian status
gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. (Supariasa, 2002)

Tabel 2.1. Baku Antopometri menurut Standar WHO-NCHS


Indikator Status Gizi Keterangan

Berat badan menurut Gizi Lebih > 2 SD


umur (BB/U) Gizi Baik - 2 SD sampai + 2 SD
Gizi Kurang < - 2 SD
Gizi Buruk < - 3 SD
Tinggi badan menurut Normal < - 2 SD sampai + 2 SD
umur (TB/U) Pendek < - 2 SD
Berat badan menurut Gemuk > 2 SD
tinggi badan (BB/TB) Normal - 2 SD sampai + 2 SD
Kurus < - 2 SD
Kurus sekali < - 3 SD

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai