TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi
2.1.2.1. Distribusi Penyakit DBD Menurut Umur
Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur
memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang
dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah penderita
yang digolongkan dalam terbanyak ialah anak berumur 5-11 tahun, proporsi
penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984.
(Hadinegoro, 2004)
Dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 proporsi kasus DBD
terbanyak adalah pada kelompok umur 4-5 tahun (kelompok umur sekolah).
Tetapi pada tahun 1998 dan 2000 proporsi kasus pada kelompok umur 15-44
a. Interaksi Virus-Penjamu
Untuk memahami berbagai situasi yang muncul, penting untuk
mengenali beberapa aspek interaksi virus-penjamu.
Aspek-aspek tersebut meliputi :
i. Infeksi dengue jarang menimbulkan kasus ringan pada anak.
ii. Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala, akan tetapi
beberapa strain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada
anak maupun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus
dengue dan menyebar tanpa terlihat di dalam masyarakat.
iii. Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin
menimbulkan perdarahan gastrointestinal dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah.
(WHO, Dep-Kes RI, 2000)
2.1.3. Etiologi
DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod
Borne Virus (Arbovirus) yang sering dikenal sebagai genus Flavivirus dari
keluarga Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu; DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi yang
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain tersebut. (Dep-Kes dan Kesejahteraan Sosial RI,
Dirjen P2M/PL, 2001)
2.1.5. Patogenesis
Patogenesis belum dimengerti secara sempurna, penelitian epidemiologi
memberi kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi dengue tipe 2, 3 dan 4
sekunder. Ada bukti bahwa antibodi non-netralisasi menaikkan infeksi seluler dan
memperbesar keparahan penyakit. Virus dengue memperagakan pertumbuhan
yang diperbesar pada biakan fagosit mononuklear manusia yang dipersiapkan dari
donor imun dengue atau dalam biakan yang ditambahkan dengan antibodi dengue
non-netralisasi. Kera yang terinfeksi berikutnya atau mendapat sejumlah kecil
antibodi penguat menderita viremia yang diperkuat. Penelitian retrospektif serum
dari ibu manusia yang bayinya mendapat demam berdarah dengue atau penelitian
prospektif pada anak yang mendapat infeksi dengue berikutnya telah
menunjukkan bahwa sirkulasi antibodi yang memperkuat infeksi pada saat infeksi
merupakan faktor resiko terkuat untuk perkembangan penyakit berat. Bahkan
kadar rendah netralisasi , apakah dari infeksi homotip sebelumnya pada ibu atau
infeksi herotip pada anak melindungi bayi atau anak dari demam berdarah
Sesudah 24-36 jam masa krisis, konvalense cukup cepat pada anak yang
sembuh. Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardia
dan ekstrasistol ventrikel lazim selama konvalesen. Jarang, ada cedera otak sisa
yang disebabkan oleh syok lama atau kadang-kadang arena perdarahan
intrakranial. Strain virus dengue 3 yang bersikulasi di daerah utama Asia
Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama sindrom klinis berat, yang
ditandai oleh ensefalopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan
kadang-kadang ikterus. (Nelson, 2000)
Berbeda dengan pola yang sangat khas pada anak yang sakit berat,
infeksi dengue sekunder relatif ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari
infeksi yang tidak jelas sampai penyakit saluran pernapasan atas yang tidak
terdiferensiasi atau penyakit yang diuraikan sebelumnya tetapi tanpa syok yang
jelas. (Nelson, 2000)
2.1.7. Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO tahun
1997 terdiri dari kriteria-kriteria klinis dan laboratoris.
b. Kriteria Laboratoris
i. Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)
ii. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau
lebih besar melebihi nilai hematokrit penyembuhan, trombositopenia,
leukositosis ringan (jarang melebihi 10.000/mm ), waktu perdarahan
memanjang, dan kadar protrombin menurun sedang (jarang kurang dari
40% control) .
iii. Kadar fibrinogen mungkin subnormal dan produk-produk pecahan fibrin
naik.
iv. Kelainan lain adalah kelainan sedang kadar sedang kadar transaminase
serum, konsumsi komplemen, asidosis metabolik ringan dengan
hiponatremia, dan kadang-kadang hipokloremia, sedikit kenaikan urea
nitrogen serum, dan hipoalbuminemia.
v. Roentgenogram dada menunjukkan efusi pleura pada hampir semua
penderita.
(Nelson, 2000)
Diagnosis Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk memastikan diagnosis
infeksi dengue, mencakup :
a. Pengumpulan Spesimen
Salah satu aspek yang esensial untuk diagnosa laboratorium adalah
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan pengantaran spesimen. (WHO,
Dep-Kes RI, 2000)
b. Isolasi Virus
Isolasi sebagian besar strain virus dengue dari spesimen klinis dapat dilakukan
pada sebagian besar kasus asalkan sampel diambil dalam beberapa hari
pertama dan langsung diproses tanpa penundaan. Spesimen yang mungkin
sesuai untuk isolasi virus dianataranya serum fase akut dari pasien, autopsi
B. Lingkaran Hidup
Nyamuk Aedes Aegypty mengalami metamorfosa sempurna yaitu dari
telur-jentik-kepompong sampai menjadi nyamuk dewasa. Stadium telur,
jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air.
Untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada container berair
yang berwarna gelap, terbuka dan terutama yang terletak di tempat-tempat
terlindung dari sinar matahari. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8
hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan
dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina
dapat mencapai 2-3 bulan atau rata-rata 1 bulan. (Dep-Kes RI, 2005)
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa
dan ke tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang. Jarak terbang
nyamuk betina biasanya 40-100 meter. Namun secara pasif misalnya angin
atau terbawa kendaraan maka nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh.
(Dep-Kes RI, Dirjen P2M/PL, 2005)
3. Pengendalian Radiasi
Pengendalian cara radiasi memakai bahan radioaktif dengan dosis
tertentu sehingga nyamuk jantan menjadi mandul. Kemudian nyamuk
jantan yang telah diradiasi dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti
nyamuk jantan akan berkopulasi dengan nyamuk betina, tapi nyamuk
betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil.
4. Pengendalian Lingkungan.
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain
dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu dengan memasang
kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian
rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau
di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari. Pencegahan yang paling
B. Pencegahan Sekunder
i. Melakukan diagnosa sedini mungkin dan memberikan pengobatan
yang tepat bagi penderita DBD.
ii. Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang menemukan penderita /
tersangka penderita DBD segera melaporkan ke puskesmas dan
dinas kesehatan dalam waktu 3 jam.
iii. Penyelidikan epidemiologi dilakukan petugas puskesmas untuk
pencarian penderita panas tanpa sebab yang jelas sebanyak 3
orang atau lebih, pemeriksaan jentik, dan juga dimaksudkan untuk
mengetahui adanya kemungkinan terjadinya penularan lebih
lanjut sehingga perlu dilakukan fogging fokus dengan radius 200
meter dari rumah penderita, disertai penyuluhan.
(Hadinegoro, 2004)
C. Pencegahan Tertier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat
penyakit DBD dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat
dilakukan dengan :