Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah
batasan yang reaktif dapat diidentifikasikan, bekerja secara terus menerus untuk mencapai
tujuan. Kemudian menurut Euis Sholeha dan Suzy mengemukakan organisasi adalah
perserikatan orang-orang yang usahanya harus dikoordinasikan, tersusun dari sejumlah sub
system yang saling berhubungan dan saling tergantung, bekerja sama atas dasar pembagian
kerja, peran dan wewenang, serta mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai Organisasi
berisikan orang-orang yang mempunyai serangkaian aktivitas yang jelas dan dilakukan secara
berkelanjutan guna mencapai tujuan organisasi. Semua tindakan yang diambil dalam setiap
kegiatan diprakarsai, dan ditentukan oleh manusia yang menjadi anggota organisasi, dimana
manusia sebagai pendukung utama setiap organisasi apapun bentuk organisasi itu (Mulyadi dan
Rivai, 2009).
Dalam mencapai tujuan organisasi, setiap organisasi memerlukan sumber daya untuk
mencapainya. Sumber daya merupakan sumber energi, tenaga, kekuatan yang diperlukan untuk
menciptakan aktivitas ataupun kegiatan. Sumber daya itu antara lain sumber daya alam, sumber
daya finansial, sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sumber daya manusia.
Diantara sumber daya tersebut, sumber daya yang terpenting ialah sumber daya manusia.
Sumber daya manusia dianggap penting karena dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas
organisasi, serta merupakan pengeluaran pokok organisasi dalam menjalankan kegiatannya.
Sumber daya manusia yaitu sumber daya yang digunakan untuk menggerakkan, dan
mensinergikan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi. Sejalan dengan itu
Simamora mendefinisikan bahwa sumber daya manusia merupakan asset organisasi yang
paling penting, dan membuat sumber daya organisasi lainnya menjadi bekerja. Dengan
demikian, tanpa sumber daya manusia sumberdaya lainnya akan menganggur dan kurang
bermanfaat dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk itu sumber daya manusia sebagai asset
organisasi perlu dilakukan pengelolaan (manajemen) dengan baik.

1
Menurut Stoner, manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi, serta penggunaan sumber
daya manusia, dan sumberdaya lainnya agar tercapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) sendiri adalah serangkaian fungsi manajemen
(perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengen-dalian) yang dijadikan dasar
dilaksanakannya fungsi msdm (pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, dan pemberhenti-an pegawai), dengan maksud terwujudnya tujuan organisasi,
individu pegawai, dan masyarakat. Adapun tugas msdm menurut Gibson, et al (1995) yaitu berkisar
pada upaya mengelola unsur manusia dengan potensi yang dimiliki sehingga dapat diperoleh
sumber daya manusia yang puas (satisfied), dan memuaskan (satisfactory) bagi organisasi.
Gibson, et all (1995) menjelaskan bahwa kinerja organisasi tergantung pada kinerja
pegawainya, atau dengan kata lain kinerja pegawai akan memberikan kontribusi pada kinerja
organisasi. Apa yang dikemukakan Gibson tersebut dapat diartikan bahwa perilaku anggota
organisasi baik secara individu ataupun kelompok dapat memberikan kekuatan atau pengaruh
atas kinerja organisasinya. Kinerja pegawai adalah hal yang penting untuk diperhatikan
organisasi, karena dapat mempengaruhi tercapainya tujuan dan kemajuan organisasi untuk
dapat bertahan dalam suatu persaingan global yang sering berubah atau tidak stabil.
Rivai (2003) mengemukakan kinerja ialah hasil kerja seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang, dan tanggung jawabnya.Lalu Seymour
menjelaskan bahwa kinerja merupakan tindakan-tindakan atau pelaksanaan-pelaksanaan tugas
yang dapat diukur atau dinilai.Dengan demikian, kinerja pegawai dalam suatu organisasi perlu
diukur atau dinilai, agar dapat diketahui apakah kinerja pegawai itu baik atau buruk.
Kinerja yang baik adalah kinerja yang optimal, yaitu kinerja yang sesuai standar
organisasi dan mendukung tercapainya tujuan organisasi, dan dikatakan buruk jika sebaliknya
(Masrukhin dan Waridin, 2006). Kinerja pegawai erat kaitannya dengan penilaian kinerja,
untuk itu penilaian kinerja pegawai perlu dilakukan oleh suatu organisasi. Penilaian kinerja
(performance evaluation) yaitu proses untuk mengukur atau mengevaluasi hasil pekerjaan yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi (Rivai, 2003). Dengan kata lain
penilaian kinerja ditentukan oleh hasil kegiatan sumber daya manusia (SDM) dengan standar
kinerja yang telah ditetapkan organisasi sebelumnya.

2
Dalam perkembangannya, melakukan penilaian kinerja pegawai tidaklah sederhana.
Karena dalam penilaian kinerja memerlukan syarat,indikator, serta terdapat elemen-elemen atau
variabel-variabel yang mem-pengaruhinya. Adapun beberapa variabel yang dapat
mempengaruhi kinerja pegawai menurut Wirawan antara lain
A. Gaya kepemimpinan, gaya kepemimpinan yang biasa diterapkan pimpinan kepada bawahan
atau pegawai dalam rangka proses kepemimpinannya.
B. Motivasi kerja, motivasi kerja yang biasa diberikan pemimpin atau organisasi kepada
bawahan atau pegawai.
Dalam organisasi ada dua pihak yang saling tergantung dan merupakan unsur utama dalam
organisasi yaitu pemimpin sebagai atasan, dan pegawai sebagai bawahan (Mulyadi dan Rivai,
2009). Kepemimpinan pemimpin dalam suatu organisasi dirasa sangat penting, karena pemimpin
memiliki peranan yang strategis dalam mencapai tujuan organisasi yang biasa tertuang dalam visi
dan misi organisasi. Kepemimpinan ialah kemampuan dan keterampilan seseorang atau individu
yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja, untuk mempengaruhi perilaku orang lain
terutama bawahannya, untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa, sehingga melalui perilaku
yang positif tersebut dapat memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.
Kemudian Basuki dan Susilowati menyatakan bahwa pemimpin merupakan titik sentral dalam
manajemen, sedangkan manajemen merupakan titik sentral dari organisasi.
Mulyadi dan Rivai memaparkan bahwa pemimpin dalam kepemimpinannya perlu
memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan kepada pegawainya.
Gaya kepemimpinan yaitu norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut
mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan atasan dapat mempengaruhi
kesuksesan pegawai dalam berprestasi.
Dengan kata lain gaya kepemimpinan atasan dapat berpengaruh pada kinerja pegawai
dalam suatu organisasi. Beberapa penelitian tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap
kinerja pegawai pernah dilakukan, dengan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Seperti
penelitian yang dilakukan beberapa ahli di atas menunjukkan hasil bahwa gaya kepemimpinan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Kemudian terdapat pula penelitian
dengan hasil yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap kinerja pegawai.

3
Dalam perkembangannya, gaya kepemimpinan tidak hanya diperhatikan oleh organisasi
swasta, melainkan organisasi pemerintah juga dalam meningkatkan kinerja pegawai. Pegawai
Negeri Sipil (PNS) adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Sumber: Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang “Pokok-Pokok
Kepegawaian”). Pegawai Negeri Sipil berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan (Sumber: Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999 tentang “Pokok-pokok Kepegawaian”). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
PNS mempunyai peran yang sangat menentukan keberhasilan dalam meraih tujuan, dan merupakan
kunci dalam menentukan keberhasilan Pemerintah dalam melaksanakan kewenangan. Berdasarkan
hal tersebut, maka kinerja pegawai (PNS) harus dinilai dan ditingkatkan secara berkesinambungan.
Dalam menilai kinerja para PNS, ada baiknya jika kegiatan ini tidak berhenti pada
keberadaan para PNS itu sendiri. Hal ini perlu juga dikaitkan dengan sistem dan mekanisme
evaluasi kinerja lebih luas yang melibatkan proses evaluasi kualitas motivasi kerja yang
diberikan, dan evaluasi kualitas kepemimpinan para pemimpin institusi tempat mereka bekerja.
Dengan kata lain proses penilaian kinerja PNS tidak bisa dilepaskan dari motivasi kerja, berikut
peran dan tanggungjawab para pemimpin instansi tersebut. Peningkatan kinerja pegawai
senantiasa dilakukan agar dapat mencapai sasaran pelayanan prima bagi masyarakat, yaitu
terciptanya pelayanan yang disajikan oleh aparatur pemerintah yang sesuai dengan standar,
serta dapat menciptakan citra positif.
Aparat dan perangkat Desa rawang ogung, Kecamatan kuantan hilir seberang dalam
meningkatkan kinerja pegawainya dihadapkan pada kendala yang timbul, yaitu masih
rendahnya pemahaman tupoksi dari pegawai dalam mendukung pelaksanaan tugas. Dimana
untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas yang ada setiap pegawai harus senantiasa memiliki
pemahaman yang baik terhadap apa yang telah menjadi tupoksinya
Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan kesenjangan (gap) terhadap apa yang seharusnya
atau apa yang diharapkan organisasi (setiap pegawai harus senantiasa memiliki pemahaman
yang baik terhadap apa yang telah menjadi tupoksinya, untuk mendukung pelaksanaan setiap
tugas yang ada) dengan apa yang senyatanya terjadi di lapangan (masih rendahnya pemahaman
tupoksi dari pegawai dalam mendukung pelaksanaan tugas), yang mengindikasikan bahwa

4
kinerja pegawai belum tercapai secara optimal. Dengan melihat dan memperhatikan uraian-
uraian tersebut di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Kinerja Aparatur Desa Rawang Oguang
kecamatan kuantan hilir seberang”.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dengan menunjukkan hasil yang tidak


konsisten, dan melihat kendala yang dihadapi oleh Perangkat Desa Rawang Oguang kecamatan
kuantan hilir seberang, di mana kendala tersebut menunjukkan kekurangan yang perlu
diperbaiki untuk mencapai kinerja pegawai yang optimal. Untuk itu dalam memecahkan
masalah tersebut perlu dikembangkan beberapa pertanyaan penelitian, antara lain sebagai
berikut:

1. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan kepala desa terhadap kinerja aparatur Desa
Rawang Oguang kecamatan kuantan hilir seberang?

2. Seberapa besar perngaruh gaya kepemimpinan kepala desa terhadap kinerja aparatur
Desa Rawang Oguang kecamatan kuantan hilir seberang.

C. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya
kepemimpinan kepala desa terhadap terhadap Kinerja Aparatur Desa Rawang Oguang
kecamatan kuantan hilir seberang

5
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Gaya Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan sangat diperlukan bagi suatu organisasi dalam menentukan kemajuan
dan kemunduran organisasi, serta tidak ada organisasi yang dapat maju tanpa kepemimpinan
yang baik (Mas’ud, 2004). Tanpa kepemimpinan, organisasi hanyalah merupakan kumpulan
orang-orang yang tidak teratur dan kacau balau. Kepemimpinan akan merubah sesuatu yang
potensial menjadi kenyataan. Dengan demikian keberadaan kepemimpinan dalam organisasi
adalah sangat penting dalam mencapai tujuan dan kemajuan organisasi.
Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam organisasi. Istilah pemimpin, kepemimpinan dan memimpin pada mulanya
berasal dari kata dasar pimpin. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang
berbeda. Pemimpin adalah suatu peran dalam sistem tertentu karenanya seseorang dalam peran
formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin.
Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat
pengaruh yang dimiliki seseorang.
Kepemimpinan merupakan bagian penting dari manajemen, karena kepemimpinan
merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja
mencapai tujuan dan sasaran (Sholeha dan Suzy, 1996). Kemudian Handoko (2003)
mengemukakan bahwa kepemimpinan ialah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Sedangkan Robbins
(2008) mengartikan kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok
kearah tercapainya tujuan.
Lebih lanjut lagi Nimran (2004) mendefinisikan kepemimpinan (leadership) yaitu suatu
proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang dikehendaki. Kemudian
Mulyadi dan Rivai (2009) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi
dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki budaya pengikut, serta proses mengarahkan ke dalam aktivitas-
aktivitas positif yang ada hubungannya dengan pekerjaan dalam organisasi.

6
Miftah Toha dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan dalam management
mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut. “Kegiatan mempengaruhi orang lain atau seni
mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perorangan
maupun kelompok, kepemimpinan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukan
kemampuannya untuk mempengaruhi perilaku orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan
terentu” (Thoha, 1983:123)
Berdasarkan pendapat diatas, bahwa seorang pemimpin harus bisa mempengaruhi
bawahan supaya setiap bawahan atau aparatur yang dipimpinnya dapat bekerja lebih keras
sehingga tujuan suatu organisasi dapat tercapai sesuai dengan yang dikehendaki oleh
pemimpin.Buku Kartini Kartono yang berjudul Pemimpin dan Kepemimpinan, mendefinisikan
kepemimpinan sebagai berikut. “Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki keterampilan
teknis, khususnya dalam suatu bidang, sehingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk
bersama-sama melakukan aktivitas, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan” (Kartono,
1998:74).
Pemimpin harus memliki kemampuan lebih dari orang lain atau bawahannya supaya proses
mempengaruhi orang lain ataupun bawahannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan
sehingga akan terjadi keselarasan dalam bekerja dan tujuan-tujuan tertentu akan tercapai.
Gibson dalam Harbani Pasolong mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
kepemimpinan adalah “Satu usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak memaksa
untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan”.(Hasibuan, 2003:170)
Pendapat di atas menunjukan bahwa untuk memotivasi aparatur supaya lebih baik lagi
dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, seorang pemimpin dituntut untuk menggunakan suatu
gaya yang sesuai dengan keadaan situasi yang dihadapinya. Menurut Harbani Pasolong dalam
bukunya yang berjudul Kepemimpinan Birokrasi mengemukakan bahwa kepemimpinan yang
baik sebagai berikut.
“Perilaku yang diharapkan dari kepemimpinan birokrasi adalah perilaku yang menyesuaikan
dengan situasi di lingkungan birokrasi. Jika dilingkungan birokrasi banak yang tidak jujur , maka
pemimpin birokrasi harus memberikan contoh kepada bawahannya dengan berperilaku jujur. Jika
para bawahan ditemukan tidak disiplin, maka pemimpin memberikan contoh kepada bawahannya
dengan berperilaku disiplin. Jika dalam birokrasi ditemukan banyak yang korup, maka pemimpin
birokrasi harus berani memberikan sanksi berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang
ada, dn pemimpin birokrasi memberikan contoh bahwa memang dirinya bersih tidak bebas dari

7
perilaku korup”.(Pasolong, 2013:80)
Pendapat diatas mencerminkan bahwa sebagai seorang pemimpin yang baik harus bisa
memberika contoh yang baik pula bagi bawahanya,kemudian jika dalam suatu organisasi ada
yang melanggar peraturan yang sudah ada maka pemimpin harus berani bertindak tegas untuk
memberikan sanksi terhadap bawahannya yang melanggar peraturan tersebut.
Berdasarkan definisi-definisi kepemimpinan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepemimpinan adalah bagian yang dianggap penting dalam manajemen organisasi, yang
dimana melekat pada diri seorang pemimpin dalam bentuk kemampuan dan atau proses untuk
mempengaruhi orang lain atau bawahan perorangan atau kelompok, agar bawahan
perorangan atau kelompok itu mau berperilaku seperti apa yang dikehendaki pemimpin,
dan memperbaiki budayanya, serta memotivasi perilaku bawahan dan mengarahkan ke dalam
aktivitas-aktivitas positif yang ada hubungannya dengan pekerjaan dalam rangka mencapai
tujuan organisasi.
Menurut Mulyadi dan Rivai (2009) pemimpin dalam suatu organisasi dalam
memberikan pengaruh kepada bawahannya lebih bersifat formal, yaitu berdasarkan posisi yang
dimiliki pemimpin dalam organisasi. Dengan demikian pemimpin dalam suatu organisasi
sangat ditentukan oleh statusnya, yakni sebagai pimpinan formal. Pimpinan formal sendiri
adalah seseorang yang ditunjuk sebagai pemimpin, atas dasar keputusan dan pengangkatan
resmi untuk memangku jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban
yang melekat berkaitan dengan posisinya.

2. Teori-teori Kepemimpinan
Dalam Mulyadi dan Rivai (2009) dikemukakan beberapa teori kepemimpinan, yaitu:
a. Teori Sifat
Teori ini memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak
dari pemimpin. Asumsi dasar dari teori ini adalah keberhasilan pemimpin disebabkan karena
sifat atau karakteristik, dan kemampuan yang luar biasa yang dimiliki seorang pemimpin, dan
oleh sebab itu seseorang dirasa layak untuk memimpin. Adapun sifat atau karakteristik, dan
kemampuan yang luar biasa yang dimiliki seorang pemimpin, antara lain:

8
1) Inteligensia.
Seorang pemimpin memiliki kecerdasan diatas para bawahannya. Pemimpin dengan
kecerdasannya itulah dapat mengatasi masalah yang timbul dalam organisasi, dengan cepat
mengetahui permasalahan apa yang timbul dalam organisasi, menganalisis setiap
permasalahan, dan dapat memberikan solusi yang efektif, serta dapat diterima semua pihak.
2) Kepribadian.
Seorang pemimpin memiliki kepribadian yang menonjol yang dapat dilihat dan dirasakan
bawahannya, seperti:
• Memiliki sifat percaya diri, dan rasa ingin tau yang besar.
• Memiliki daya ingat yang kuat.
• Sederhana, dan dapat berkomunikasi dengan baik kepada semua pihak.
• Mau mendengarkan masukan (ide), dan kritikan dari bawahan.
• Peka terhadap perubahan globalisasi, baik itu perubahan lingkungan, teknologi, dan
prosedur kerja.
• Mampu beadaptasi dengan perubahan-perubahan yang timbul.
• Berani dan tegas dalam melaksanakan tugas pokoknya, dan dalam mengambil sikap,
serta mengambil keputusan bagi kepentingan organisasi dan pegawainya.
• Mampu menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada dalam organisasi.
3) Karakteristik fisik.
Seorang pemimpin dikatakan layak menjadi pemimpin dengan melihat karakteristik
fisiknya, yaitu: usia, tinggi badan, berat badan, dan penampilan.
b. Teori Perilaku
Dalam teori ini perilaku pemimpin merupakan sesuatu yang bisa dipelajari. Jadi
seseorang yang dilatih dengan kepemimpinan yang tepat akan meraih keefektifan dalam
memimpin. Teori ini memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan, yaitu:
fungsi kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan.
Terdapat dua fungsi kepemimpinan, yaitu:
1) Fungsi yang berorientasi tugas.
2) Fungsi yang berorientasi orang atau pemeliharan kelompok (sosial).
Suprayetno dan Brahmasari (2008) menyebutkan beberapa tugas pemimpin adalah sebagai
berikut:

9
1) Peranan yang bersifat interpersonal. Maskudnya adalah seorang pemimpin dalam
organisasi adalah simbol akan keberadaan organisasi, bertanggung jawab untuk
memotivasi dan mengarahkan bawahannya.
2) Peranan yang bersifat informasional. Maksudnya yaitu seorang pemimpin dalam
organisasi mempunyai peran sebagai pemberi, penerima, dan penganalisis informasi.
3) Peranan pengambilan keputusan. Maksudnya ialah seorang pemimpin mempunyai peran
sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa startegi-strategi untuk
mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau kesempatan, dan bernegosiasi.
c. Teori Situasional,
Merupakan suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa
pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan
suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ataupun teori ini mensyaratkan pemimpin untuk
memiliki keterampilan diagnostik dalam perilaku manusia.
Sholeha dan Suzy (1996) mengemukakan bahwa dalam teori ini kepemimpinan
dipengaruhi oleh berbagai faktor situasi dalam organisasi, dan faktor situasi diluar organisasi,
antara lain:
1) Faktor situasi diluar organisasi: sosial dan budaya yang berkembang, perubahan
globalisasi, dan kondisi perekonomian.
2) Faktor situasi dalam organisasi: kepribadian dan latar belakang pemimpin, pengharapan
dan perilaku atasan, tingkatan organisasi dan besarnya kelompok, pengharapan dan
perilaku bawahan.
3. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Dalam mensukseskan kepemimpinan dalam organisasi, pemimpin perlu perlu
memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan kepada
pegawainya (Mulyadi dan Rivai, 2009). Gaya kepemimpinan atasan dapat mempengaruhi
kesuksesan pegawai dalam berprsetasi, dan akan berujung pada keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuannya (Suranta, 2002). Pemimpin perlu memikirkan gaya kepemimpinan yang
paling tepat, dimana gaya kepemimpinan yang paling tepat yaitu gaya kepemimpinan yang
dapat memaksimumkan kinerja, dan mudah dalam menyesuaikan dengan segala situasi dalam
organisasi (Mulyadi dan Rivai, 2009).

10
Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang sedemikian rupa untuk
mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (Sholeha dan Suzy, 1996). Sedangkan Mulyadi dan Veithzal Rivai (2009)
menerangkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku dan strategi yang disukai
dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin dalam rangka mencapai sasaran organisasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yaitu pola perilaku dan
strategi yang disukai dan sering diterapkan pemimpin, dengan menyatukan tujuan organisasi
dengan tujuan in Lebih lanjut Suranta (2002) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan
bersifat lentur atau fleksibel, maksudnya adalah gaya kepemimpinan yang biasa diterapkan
pemimpin dapat berubah dengan gaya kepemimpianan yang lainnya seiring dengan berubahnya
situasi dan kondisi internal organisasi. Sehingga tercapai keefektifan gaya kepemimpinan, dan
tercapainya tujuan organisasi.
Menurut Veithzal Rivai dalam bukunya Kepemiminan dan Perilaku Organisasi
menjelaskan bahwa :
“Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan
oleh seorang pemimpin dalam rangka mencapai sasaran organisasi. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yaitu pola perilaku dan strategi yang disukai dan
sering diterapkan pemimpin, dengan menyatukan tujuan organisasi dengan tujuan individu atau
pegawai, dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran yang telah menjadi komitmen
bersama”(Rivai,2009:107)
Berdasarkan pendapat Veithzal Rivai diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan yang sering dipakai untuk menapai tujuan atau sasaran yang menjadi
kesepakatan bersama adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan pola perilaku dan strategi
yang disukai seorang pemimpin. Sementara itu gaya kepemimpinan menurut S Suarli dan
Yayang Bahtiar dalam buku Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis adalah “pola
tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu
untuk mencapai suatu tujuan”(Suarli dan Bahtiar, 2006:24)dividu atau pegawai, dalam rangka
mencapai tujuan atau sasaran yang telah menjadi komitmen bersama.
Pendapat diatas menunjukan bahwa gaya seorang pemimpin merupakan suatu
penggabungan dari apa yang pemimpin tersebut inginkan secara individu dan apa yang mejadi
tujuan organisasi, dan gaya kepemimpinan tersebut akan terlihat dari pola dan tingkah laku

11
pemimpin tersebut.
Masih dalam bukunya Veithzal Rivai Kepemiminan dan Perilaku Organisasi membagi
gaya kepemimpinan kedalam beberapa indikator, yaitu :
1) Watak
2) Visi
3) Kemampuan
4) Memberi Motivasi
5) Memberikan Arahan
6) Melakukan Evaluasi (Rivai,2009:105)
Pertama, Watak dianggap sangat penting dalam mempengaruhi orang lain atau bawahan
karena sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti,
tabiat atau sifat seseorang.
Kedua, Visi merupakan suatu pandangan jauh tentang tujuan dan apa yag harus
dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara jelas menerangkan gambaran sistem
yang ingin dicapai sesuai dengan yang disepakati bersama.
Ketiga, Kemampuan seorang pemimpin merupakan suatu usaha yang secara sistenatis
dan dilakukan untuk mengubah situasi dan kondisi ke taraf yang lebih sempurna.
Keempat, Memberi motivasi harus mampu membuat sistem yang bisa mengawasi
dinamika diantara para bawahan atau pegawai dan keadaan emosional didalam batin seorang
kariawan.
Kelima, Memberikan arahan perintah resmi seorang pemimpin perusahaan kepada
bawahannya yang berupa petunjuk untuk melaksanakan sesuatu dan jika tidak dilaksanakan
akan mendapat sanksi.
Keenam, Melakukan evaluasi mrupakan proses pengukuran atau penilaian efektivitas
strategi yang digunakan untuk dalam upaya mencapai tujuan suatu perusahaan. Menurut
Harbani Pasolong dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan Birokrasi mendefinisikan
kepemimpinan sebagai berikut :
“Kepemimpinan adalah gaya yang digunakan pemimpin dalam mempengaruhi pengikut atau
bawahannya dalam melakukan kerja sama mencapai tujuan yang telah ditentukan”. (Pasolong,
2013:5)

12
Pendapat diatas menunjukan bahwa dalam pencapaian suatu tujuan sangat perlu adanya
gaya kepemimpinan yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya dalam
rangka mengarahkan dan mempengaruhi setiap bawahannya.Keberhasilan pembangunan suatu
desa tidak luput dari gaya kepemimpinan seseorang dalam memimpin desa tersebut. Berikut
macam-macam gaya kepemimpinan menurut Siagian dalam buku Teori dan Praktek
Kepemimpinan.
1) Otokratik
2) Paternalistik
3) Kharismatik
4) Laissez Faire
5) Demokratik (Siagian, 1988:27)
Gaya kepemimpinan yang otokratik adalah gaya seseorang memimpin dengan sangat
egois, egoismenya yang sangat besar akan mendorong memutarbalikan kenyataan yang
sebenarnya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai
kenyataan.
Gaya kepemimpin yang paternalistik banyak terdapat dilingkungan masyarakat yang
masih bersifat tradisional, salah satu ciri utama dari masyarakat tradisional ialah rasa hormat
yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang
dituakan. Orang-orang tersebut dihormati terutama karena orang-orang demikian biasanya
memproyeksikan sifat-sifat dan gaya hidup yang pantas dijadikan teladan atau panutan oleh
para anggota masyarakatnya, dan biasanya di dampingi oleh harapan pengikutnya.
Pemimpin yang kharismatik biasanya memiliki daya tarik yang sangat memikat
sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar,
pemimpin yang kharismatik juga seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun
para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelakan secara konkret mengapa orang tertentu
dikagumi. Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih peranan yang pasif dan
membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana
organisasi harus dijalankan dan digerakan. Hal ini terjadi karena pemimpin mempunyai
presepsi bahwa para bawahannya sudah dewasa sehingga mereka tahu akan kerjaan dan
tanggung jawabnya. Karena itu, demikian pandangan pemimpin yang laissez faire, nilai yang
tepat dalam hubungan atasan-bawahan adalah nilai yang didasarkan kepada saling

13
mempercayai yang besar.
Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan
integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu
totalitas. Seorang pemimpin yang bersifat demokratik biasanya menyadari bahwa mau tidak
mau organisasi harus disusun sedemikian rupa demi tercapainya tujuan dan berbagai sasaran
organisasi. Tercapainya pembangunan suatu desa tidak luput dari gaya kepemimpinan seseorang
dalam memimpin desa tersebut. Berikut gaya kepemimpinan situasional menurut Siagian dalam
buku Teori dan Praktek Kepemimpinan yaitu Kondisi, Waktu dan Ruang.(Siagian, 1988:17)
Ketiga indikator menurut Siagian diatas merupakan suatu hal yang penting yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin bergaya situasional dalam memimpin suatu organisasi, begitu
pula dengan Kepala Desa Weragati dalam memimpin Desa Weragati, dengan memperhatikan
dan memaksimalkan ketiga hal tersebut, Kepala Desa Weragati maka akan didapatkan suatu
program-program kerja yang akan berjalan secara optimal, menyangkut kinerja aparatur dalam
PNPM mandiri.
Kondisi di luar organisasi mutlak perlu dikenali secara tepat. Misalnya suasana
persaingan yang dihadapi oleh suatu desa. Seandainya suatu desa dipimpin oleh seorang
pemimpin dengan gaya yang laissez faire misalnya dalam hal pesaingan antar desa mendapat
dana bantuan dari pemerintah. Sikap, perilaku dan gaya yang santai yang merupakan satu ciri
utama seorang pemimpin yang laissez faire, akan berakibat fatal apabila dipertahankan terus
pada hal desa yang dipimpinya menghadapi suasana persaingan yang ketat dan bahkan
mungkin tidak sehat. Konsistensi gaya kepemimpinan dalam hal ini tidak hanya merugikan diri
sendiri, akan tetapi juga merugikan desa sebagai keseluruhan.
Segi kepemimpinan lain yang perlu diperhatikan adalah yang berkaitan dengan faktor
waktu, inilah yang dimaksud dengan faktor temporal. Akan ada saat-saat tetentu dalam
kehidupan organisasi dimana inovasi dan kreativitas merupakan unsur penentu keberhasilan.
Misalnya dalam menghadapi tekanan untuk merubah struktur dan cara kerja dalam organisasi
sebagai akibat perkembangan teknologi yang mau tidak mau harus diterapkan. Faktor lain yang
perlu mendapat perhatian adalah faktor ruang atau faktor spatial. Gaya kepemimpinan yang dituntut
dalam menggerakan satu organisasi di satu daerah mungkin saja lain dari gaya kepemimpinan yang
diperlukan bila seseorang memimpin organisasi di tempat yang lain. Artinya, sikap dan perilaku
yang tegas dan keras mungkin cocok di satu daerah yang penduduknya cenderung bersifat keras

14
juga. Sikap dan perilaku demikian akan tidak cocok bila diterapkan di satu daerah yang
penduduknya kebalikan dari sebelumnya.
4. Macam-macam Gaya Kepemimpinan
Menurut Robbins (2006) terdapat empat macam gaya kepemimpinan yaitu sebagai
berikut:
a. Gaya kepemimpianan Kharismatik.
Adalah gaya kepemimpinan yang memicu para pengikutnya dengan memperlihatkan
kemampuan heroik atau luar biasa ketika mereka mengamati perilaku tertentu
pemimpin mereka
b. Gaya kepemimpinan transaksional.
Yaitu gaya kepemimpinan yang memandu atau memotivasi para pengikutnya menuju
ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas.
c. Gaya kepemimpinan transformasional.
Ialah gaya kepemimpinan yang menginspirasi para pengikut untuk melampaui
kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa dampak yang mendalam dan luar
biasa pada pribadi para pengikut.
d. Gaya kepemimpinan visioner.
Merupakan gaya kepemimpinan yang mampu menciptakan dan mengartikulasikan visi
yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai massa depan organisasi atau unit
organisasi yang tengah tumbuh dan membaik.
5. Pengertian Kepala Desa
Kekepalaan mempunyai konotasi adanya kedudukan dalam hirarkhi organisasi, yang di
dalamnya terkandung tugas, wewenang dan tanggung jawab yang telah ditentukan secara
formal. Kekepalaan berkaitan dengan wewenang sah berdasarkan ketentuan formal, untuk
membawahi dan memberi perintah-perintah kepada kelompok orang-orang “bawahan” tertentu
dan dalam bidang masalah tertentu pula. Seorang kepala unit belum tentu dapat menjadi leader.
Demikian pula seorang leader belum tentu mempunyai kedudukan sebagai kepala.
Seorang yang tidak mempunyai pengaruh dapat saja menjadi seorang kepala instansi,
dan ia baru menjadi seorang leader kalau ia mampu mempengaruhi orang lain. Oleh karena itu,
pimpinan yang mengepalai suatu organisasi atau salah satu unitnya harus menyadari bahwa
kedudukan formal saja belum tentu merubah perilaku anak buahnya sesuai dengan yang

15
diharapkan agar memudahkan dan melancarkan pencapaian tujuan organisasinya, atau mampu
menciptakan kerjasama yang baik antara bawahannya. Bedasarkan pengertian tentang
kepemimpinan tersebut di atas, jelas kepemimpinan itu tidak perlu terkait dengan batasan-
batasan dan ketentuan-ketentuan formal. Maka seseorang yang melaksanakan kekepalaan
mungkin belum dapat disebut sebagai orang pemimpin. la sekaligus dapat disebut sebagai
seorang pemimpin, apabila ia juga mampu mempengaruhi bawahan sehingga mereka dengan
penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti dan mentaati kehendak atau
perintah-perintahnya.
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal
usul dan adat iatiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang pemerintah desa yang
dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mngatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten. Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan SDA, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman
pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Tipologi dari masyarakat desa dilihat dari kegiatan pokok yang ditekuni masyarakatnya untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, selain itu tipologi desa bisa dilihat dari segi
pemukiman maupun dari tingkat perkembangan masyarakat desa itu sendiri, dilihat dari segi
mata pencaharian pokok yang dikerjakan.
Seorang kepala desa adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin,
mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang
tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang kepala desa adalah seseorang yang aktif
membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan
untuk mencapai tujuan bersama-sama, Kepala desa merupakan seorang pemimpin yang mampu
mempengaruhi bawahannya dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya.
Kepala Desa adalah pemimpin dari desa di Indonesia. Kepala Desa merupakan pimpinan
dari pemerintah desa. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun, dan dapat diperpanjang
lagi untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Kepala Desa tidak bertanggung jawab kepada Camat,

16
namun hanya dikoordinasikan saja oleh Camat. Jabatan Kepala Desa dapat disebut dengan nama
lain, misalnya wali nagari (Sumatera Barat), pambakal (Kalimantan Selatan), hukum tua (Sulawesi
Utara), perbekel (Bali).
Wewenang Kepala Desa antara lain:
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
b. Mengajukan rancangan peraturan desa
c. Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama
BPD.
Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik (namun boleh menjadi anggota partai
politik), merangkap jabatan sebagai Ketua atau Anggota BPD, dan lembaga kemasyarakatan,
merangkap jabatan sebagai Anggota DPRD, terlibat dalam kampanye Pemilihan Umum, Pemilihan
Presiden, dan Pemilihan Kepala Daerah.Kepala Desa dapat diberhentikan atas usul Pimpinan BPD
kepada Bupati/Walikota melalui Camat, berdasarkan keputusan musyawarah BPD. Istilah Lurah
seringkali rancu dengan jabatan Kepala Desa. Memang, di Jawa pada umumnya, secara historis
pemimpin dari sebuah desa dikenal dengan istilah Lurah. Namun dalam konteks Pemerintahan
Indonesia, sebuah Kelurahan dipimpin oleh Lurah, sedang desa dipimpin oleh Kepala Desa. Tentu
saja keduanya berbeda, karena Lurah adalah Pegawai Negeri Sipil yang bertanggung jawab kepada
Camat, sedangkan Kepala Desa bisa dijabat siapa saja yang memenuhi syarat (bisa berbeda-beda
antar desa) yang dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).
B. Kinerja Aparatur
1. Pengertian Kinerja
Setiap pegawai dalam organisasi dituntut untuk memberikan kontribusi positif melalui
kinerja yang baik, mengingat kinerja organisasi tergantung pada kinerja pegawainya (Gibson, et all,
1995). Kinerja adalah tingkat terhadapnya para pegawai mencapai persyaratan pekerjaan secara
efisien dan efektif (Simamora, 2006). Menurut Dessler (2006) kinerja pegawai merupakan
prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang dapat dilihat secara nyata dengan
standar kerja yang telah ditetapkan organisasi. Kemudian Robbins (2008) mendefinisikan
kinerja yaitu suatu hasil yang dicapai oleh pegawai dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu
yang berlaku untuk suatu pekerjaan. Lalu Mangkunegara (2005) kinerja ialah hasil kerja baik

17
secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan tugas
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan Rivai (2003) kinerja
diartikan kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan, dan
menyempurnakannya sesuai tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian kinerja dari beberapa pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja baik itu secara kualitas maupun kuantitas
yang telah dicapai pegawai, dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan organisasi, dan hasil kerjanya tersebut disesuaikan dengan hasil kerja yang
diharapkan organisasi, melalui kriteria-kriteria atau standar kinerja pegawai yang berlaku dalam
organisasi.Berhasil tidaknya kinerja yang telah dicapai oleh organisasi tersebut di pengaruhi
oleh tingkat kinerja pegawai secara individual maupun secara kelompok. Dengan asumsi
semakin baik kinerja pegawai maka semakin baik pula kinerja organisasi. Dengan demikian
organisasi perlu menetapkan tujuan kinerja pegawai. Adapun tujuan kinerja pegawai menurut
Basri dan Rivai (2005):
a. Untuk perbaikan hasil kinerja pegawai, baik secara kualitas ataupun kuantitas.
b. Memberikan pengetahuan baru dimana akan membantu pegawai dalam memecahan
masalah yang kompleks, dengan serangkaian aktivitas yang terbatas dan teratur, melalui
tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan organisasi.
c. Memperbaiki hubungan antar personal pegawai dalam aktivitas kerja dalam organisasi.
Kinerja pegawai dipengaruhi oleh berbagai faktor (Gibson, et all, 1995), antara lain:
a. Faktor individu, yaitu kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang
(pengalaman, keluarga, dst), dan demografis (umur, asal usul, dll).
b. Faktor organisasi, adalah sumber daya, kepemimpinan, imbalan (kompensasi), struktur
organisasi, dan diskripsi pekerjaan (job description).
c. Faktor psikologis, ialah persepsi, sikap, kepribadian, pola belajar, dan motivasi.
Dalam suatu organisasi pegawai dituntut untuk mampu menunjukkan kinerja yang
produktif, untuk itu pegawai harus memiliki ciri individu yang produktif. Ciri ini menurut
Sedarmayanti (2001) harus ditumbuhkan dalam diri pegawai untuk meningkatkan kinerjanya.
Adapun ciri-ciri atau karakteristik dari individu yang produktif antara lain:
a. Kepercayaan diri
b. Rasa tanggung jawab

18
c. Rasa cinta terhadap pekerjaan
d. Pandangan ke depan
e. Mampu menyelesaikan persoalan
f. Penyesuaian diri terhadap lingkungan yang berubah
g. Memberi kontribusi yang positif terhadap lingkungan
h. Kekuatan untuk menunjukkan potensi diri.
2. Penilaian Kinerja
Dalam suatu organisasi penilaian kinerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen
untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan, dan standar kinerja, serta memotivasi kinerja individu
secara berkelanjutan (Simamora, 2006). Untuk mengetahui baik atau buruk kinerja seorang pegawai
maka perlu dilakukan penilaian kinerja, yang pada dasarnya penilaian kinerja merupakan faktor
kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Penilaian kinerja adalah
proses dimana organisasi mengawasi pelaksanaan kerja individu pegawai (Simamora, 2006),
sedangkan menurut Dessler (2006) penilaian kinerja yaitu memberikan umpan balik kepada
pegawai dengan tujuan memotivasi pegawai untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau
berkinerja lebih baik lagi.
Pegawai menginginkan dan memerlukan umpan balik berkenaan dengan prestasi
mereka, dan penilaian menyediakan kesempatan untuk memberikan umpan balik kepada
mereka. Jika kinerja tidak sesuai dengan standar, maka penilaian memberikan kesempatan
untuk meninjau kemajuan pegawai, dan untuk menyusun rencana peningkatan kinerja (Dessler,
2006). Menurut Simamora (2006) Umpan balik penilaian kinerja memungkinkan pegawai
mengetahui seberapa baik mereka bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi.
Manfaat dari penilaian kinerja sendiri dapat dilihat melalui dua segi manfaat Wexley
dan Yukl (dalam Crimson Sitanggang, 2008) yaitu:
a. Segi administratif antara lain:
1) Sebagai dasar pembuat keputusan promosi, pemberhentian, dan mutasi
2) Sebagai alat menetapkan kebutuhan pelatihan
3) Sebagai kriteria dalam seleksi dan penempatan
4) Dasar penilaian manfaat pelatihan
5) Dasar penilaian efisiensi dan produktivitas
6) Metode administrasi penggajian

19
b. Segi pengembangan pegawai antara lain:
1) Sebagai alat untuk mengenali kelemahan pegawai
2) Alat untuk mengembangkan kemampuan pegawai dengan memberikan umpan balik
3) Alat untuk meningkatkan motivasi pegawai
4) Alat untuk mendorong pemimpin melakukan pengamatan terhadap perilaku setiap
bawahannya, untuk kemudian dikenali kebutuhan pelatihannya
5) Alat untuk menunjukan kekurangan masa lalu dan menambah kekuatan pegawai di masa
yang akan datang.
Menurut Dessler (2006) ada lima faktor dalam penilaian kinerja:
a. Kualitas pekerjaan, meliputi: akuisi, ketelitian, penampilan dan penerimaan keluaran
b. Kuantitas Pekerjaan, meliputi: volume keluaran dan kontribusi
c. Supervisi yang diperlukan, meliputi: membutuhkan saran, arahan atau perbaikan.
d. Kehadiran, meliputi: regularitas, dapat dipercaya/diandalkan dan ketepatan waktu
e. Konservasi, meliputi: pencegahan, pemborosan, kerusakan dan pemeliharaan.
Dalam melakukan penilaian kinerja pegawai diperlukan langkah- langkah, berikut langkah-
langkah penilaian kinerja (Dessler, 2006):
a. Mendefinisikan pekerjaan, yang berarti memastikan bahwa atasan dan bawahan sepakat
tentang tugas-tugasnya dan standar jabatan.
b. Menilai kinerja, berarti membandingkan kinerja aktual bawahan dengan standar yang
telah ditetapkan dan ini mencakup beberapa jenis tingkat penilaian.
c. Sesi umpan balik, berarti kinerja dan kemajuan bawahan dibahas dan rencana-rencana
dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut.
3. Indikator Kinerja Pegawai
Adapun indikator dari kinerja pegawai menurut Bernadine (dalam Mas’ud, 2004) adalah
sebagai berikut:
a. Kualitas,
Tingkat di mana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna, dalam arti
menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang
diharapkan dari suatu aktivitas.
b. Kuantitas,
Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.

20
c. Ketepatan Waktu,
Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut
koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk
aktivitas lain.
d. Efektivitas,
Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi dimaksimalkan dengan maksud
menaikan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan
sumber daya.
e. Kemandirian,
Tingkat dimana seorang pegawai dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa minta bantuan
bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas untuk menghindari
hasil yang merugikan.
C. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Aparatur Desa
Kepemimpinan pemimpin yang diperlihatkan dan diterapkan ke dalam suatu gaya
kepemimpinan merupakan salah satu faktor dalam peningkatan kinerja pegawai, karena pada
dasarnya sebagai tulang punggung pengembangan organisasi dalam mendorong, dan
mempengaruhi semangat kerja yang baik kepada bawahan. Untuk itu pemimpin perlu
memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang tepat dalam penerapannya.
Gaya kepemimpinan ialah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan
pemimpin, dengan menyatukan tujuan organisasi dengan tujuan individu atau pegawai, dalam
rangka mencapai tujuan atau sasaran yang telah menjadi komitmen bersama.
Suranta (2002); Rachmawati, Warella, dan Hidayat (2006); Kusumawati (2008); Baihaqi
(2010) telah meneliti gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai, kemudian menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka diduga kuat gaya kepemimpinan
berpengaruh terhadap kinerja aparatur desa.

21
e. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1. Kerangka Pemikiran
a. Gaya Kepemimpinan
Ada banyak defenisi tentang kepemimpinan. Tetapi bagi kita, secara mendasar
kepemimpinan berarti mempengaruhi orang lain. Ini merupakan defenisi yang luas dan termasuk di
dalamnya bermacam-macam prilaku yang diperlukan untuk mempengaruhi orang lain. Sebagian
besar persfektif kepemimpinan memandang pemimpin sebagai sumber pengaruh. Pemimpin dalam
memimpin pada dasarnya mempengaruhi dan para pengikutnya mengikuti sebagai pihak yang
dipengaruhi.
Pada dasarnya kepemimpinan mengacu pada suatu proses untuk menggerakkan sekelompok orang
menuju ke suatu tujuan yang telah ditetapkan/disepakati bersama dengan mendorong atau
memotivasi mereka untuk bertindak dengan cara yang tidak memaksa. Dengan kemampuannya
seorang pemimpin yang baik harus mampu menggerakkan orang-orang menuju tujuan jangka
panjang dan betul-betul merupakan upaya memenuhi kepentingan mereka yang terbaik. Dengan
demikian kepemimpinan dapat dikatakan sebagai peranan dan juga suatu proses untuk
mempengaruhi orang lain. (Rivai 2004:64).
Selanjutnya, Kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain supaya
bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu team untuk mencapai atau melakukan suatu
tujuan tertentu. Kepemimpinan juga merupakan relasi dan pengaruh antara pimpinan dan yang
dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis
diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin. Kepemimpinan ini dapat berfungsi atas
dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi dan menggerakan orang-orang lain
guna melakukan sesuatu, demi pencapaian satu tujuan tertentu. Dengan begitu pemimpin tersebut
ada bila terdapat kelompok atau organisasi. Maka keberadaan pemimpin itu selalu ada di tengah-
tengah kelompoknya (anak buah, bawahan. Rakyat). (Kartono, 2005: 6) Sehubungan dengan
itu, dapat diuraikan beberapa persyaratan kepemimpinan yaitu sebagai berikut:
1. Jujur
2. Berpengetahuan
3. Berani
4. Tegas
5. Dapat diandalkan
6. Berinisiatif

22
7. Bijaksana
8. Adil
9. Gairah
10. Ulet
11. Tidak mementingkan diri sendiri
12. Setia
13. Berwibawa
14. Mampu membuat pertimbangan.
Demikian dapat di lihat bahwa untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah,
diperlukannya syarat-syarat yang sangat kuat agar seorang pemimpin dapat memimpin
anggotanya atau kelompoknya dengan bijaksana serta bertanggung jawab dalam mencapai
tujuan organisasi. Keberhasilan seorang pemimpin banyak tergantung dari
keberhasilannya dalam kegiatan komunikasi. Seseorang tak mungkin menjadi pemimpin
tanpa punya pengikut. Lebih tinggi kedudukannya sebagai pemimpin, akan lebih banyak
pengikutnya. Akan tetapi tidak mungkin ia dapat menaiki anak tangga kepemimpinannya tanpa
kemampuan membina hubungan komunikatif dengan pengikut- pengikutnya dan bakal
pengikut-pengikutnya. Yang sangat penting bagi seorang pemimpin dalam kegiatannya sebagai
komunikator ialah adanya faktor daya tarik komunikator dan faktor kepercayaan pada
komunikator.Menurut Veithzal Rivai dalam bukunya Kepemiminan dan
Perilaku Organisasi menjelaskan bahwa :
“Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering
diterapkan oleh seorang pemimpin dalam rangka mencapai sasaran organisasi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yaitu pola perilaku dan strategi yang
disukai dan sering diterapkan pemimpin, dengan menyatukan tujuan organisasi dengan tujuan
individu atau pegawai, dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran yang telah menjadi
komitmen bersama.”
Berdasarkan pendapat Veithzal Rivai diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
gaya kepemimpinan yang sering dipakai untuk menapai tujuan atau sasaran yang menjadi
kesepakatan bersama adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan pola perilaku dan strategi
yang disukai seorang pemimpin. Pendapat di atas menunjukan bahwa gaya seorang pemimpin
merupakan suatu penggabungan dari apa yang pemimpin tersebut inginkan secara individu dan

23
apa yang mejadi tujuan organisasi, dan gaya kepemimpinan tersebut akan terlihat dari pola dan
tingkah laku pemimpin tersebut.
Masih dalam bukunya Veithzal Rivai Kepemiminan dan Perilaku Organisasi membagi
gaya kepemimpinan kedalam beberapa indikator, yaitu :
1. Watak
2. Visi
3. Kemampuan
4. Memberi Motivasi
5. Memberikan Arahan
6. Melakukan Evaluasi

b. Kinerja Aparatur Desa


Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam
menjalankan tugas organisasi, baik itu dalam lembaga pemerintahan maupun swasta. Kinerja
berasal dari bahasa job performanceatau atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang di capai oleh seseorang atau suatu institusi). Kamus bahasa indonesia.
Berikut pengertian kinerja :
“Menurut Anwar Prabu Mangku Negara dalam bukunya yang berjudul evaluasi kinerja sumber
daya manusia kinerja sumber daya manusia adalah pre stasi kerja atau hasil kerja output baik
kualitas maupun kuantitas yang dicapai dalam persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas
kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya Kinerja merupakan suatu
kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu
organisasi atau lembaga pemerintahan dalam mencapai misinya. Untuk organisasi atau lembaga
pemerintahan pelayana publik, informasi kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa
jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna
jasa. Dengan melakukan penilaia terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kerja bisa
dilakukan secara lebih terarah dan sistematis. Adapun pengertian kinerja aparatur yang
dikemukakan oleh Agus Dharma dalam bukunya “Manajemen Prestasi” yaitu sebagai berikut :
“Kinerja aparatur adalah sesuatau yang dicapai oleh aparatur, prestasi kerja yang diperhatikan
oleh aparatur, kemampuan kerja dikaitkan dengan penggunaan peralatan kantor

24
BAB III
OBJEK PENELITIAN
A. Deskripsi Latar Penelitian
Desa merupakan perangkat daerah yang berkedudukan di wilayah Kecamatan. Desa
dipimpin oleh Kepala Desa yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati
melalui Camat. Desa Amartapura merupakan salah satu dari 11 desa yang ada di wilayah
kecamatan Madukara. Kantor Desa Amartapura Kecamatan Madukara terletak di Jl. Prabu
Dwarawati, Tlp. 9977874545442, Desa Amartapura, Kabupaten Karang Tumaritis 322205.
Desa Amartapura dipimpin oleh kepala desa yang dipilih langsung oleh masyarakat. Pada
periode ini yang menjabat sebagai kepala desa adalah Bapak Prabakesah.
Kepala Desa mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang
dilimpahkan oleh Camat untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah dan
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan, meliputi pemberdayaan masyarakat,
ketentraman dan ketertiban umum, penerapan dan penegakan peraturan perundangan-
undangan, pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum pemerintahan di tingkat desa,
pelayanan masyarakat di tingkat RW dan RT sesuai dengan ketentuan dan atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugas sebagai mana dimaksud, Kecamatan menyelenggarakan
fungsi :
1. Pengkoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;
2. Pengkoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
3. Pengkoordinasian penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
4. Pengkoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
5. Pengkoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;
6. Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
7. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang
belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.

25
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Sumber data mengacu kepada populasi penelitian serta penentuan sampel yang digunakan
dalam penelitian. Populasi menurut Husaeni (2008: 41) adalah semua nilai baik melalui perhitungan
kuantitatif maupun kualitatif, dari karak-teristik tertentu mengenai objek yang lengkap dan jelas.
Ditinjau dari banyaknya anggota populasi, maka populasi terdiri dari populasi terbatas (terhingga)
dan populasi tak terbatas (tak terhingga), dan dilihat dari sifatnya populasi dapat bersifat homogen
dan heterogen. Menurut Sugiyono (2004:4) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi penelitian tentang ”Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap
Kinerja Aparatur Desa rawang oguang kcamatan kuantan hilir seberang” ini adalah seluruh
pegawai atau aparatur Desa rawang oguang kecamatan kuantan hilir seberang yang seluruhnya
berjumlah 20 orang.
2. Sampel Penelitian
Pada penelitian ini digunakan teknik sampling berupa probability sampling, yaitu teknik
sampling yang memberikan peluang yang sama bagi semua anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2004: 92). Metode pengambilan sampel yang digunakan
adalah stratified random sampling di mana populasi mempunyai anggota yang tidak homogen
dan berstrata secara proporsional. Akan tetapi, mengingat jumlah sampel ternyata jauh di
bawah 100 orang, maka seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian, atau
menggunakan sampel populasi
D. Metode Pengumpulan Data
Menurut Nasir (2003:328), teknik pengumpulan data merupakan instrumen ukur yang
diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-
angka, keterangan tertulis, informasi lisan, serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus
penelitian yang sedang diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas, teknik
pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terutama ada dua macam, yakni studi
dokumentasi dan teknik angket.

26
1) Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan sebagai cara
pengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting
dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain yang
ada pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk memperoleh
data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku, laporan kegiatan dan keuangan, serta
dokumen lain yang relevan dengan fokus penelitian.
2) Teknik Angket
Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada responden sebagaimana ditetapkan
sebagai sampel penelitian. Jumlah angket yang disebarkan seluruhnya adalah 32 perangkat
angket. Pemilihan dengan model angket ini didasarkan atas alasan bahwa (a) responden
memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau per-nyataan-pernyataan yang
diajukan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas
pertanyaan yang diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan dalam memilih jawaban, dan
(d) dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dalam
waktu yang cepat dan tepat.
Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk skala Likert. Adapun
alasan menggunakan skala Likert ini untuk mengukur sikap, pendapat dan profesi seseorang
atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan
keputusan pembelian produk dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena itu,
penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat diterima.
Tabel 3.1 Penskoran Skala Likert
Bobot Bobot
Pernyataan Pernyataan
Penilaian Penilaian

Sangat setuju Skor : 5 Sangat baik Skor : 5

Setuju Skor : 4 Baik Skor : 4

Netral Skor : 3 Netral Skor : 3

Tidak setuju Skor : 2 Tidak baik Skor : 2

Sangat tidak setuju Skor : 1 Sangat tidak baik Skor : 1

27
F. Langkah-langkah Pengolahan Data
1. Analisis Deskriptif Hasil Penelitian
Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur persepsi, sikap atau
pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah peristiwa atau fenomena sosial,
berdasarkan definisi operasional yang telah ditetapkan oleh peneliti. Pengolahan data secara
deskriptif adalah dengan cara memperoleh hasil perkalian dari jumlah responden dengan skor
pilihan jawaban yang diberikan. Seluruh hasil perkalian dari jumlah responden pada masing-
masing pilihan jawaban ini (pada masing-masing item) dijadikan dasar penafsiran data hasil
penelitian secara deskriptif.
Untuk menentukan tingkat tanggapan responden, dilakukan perhitungan persentase dengan
mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri (2006: 122)
dalam menyusun penskalaan dengan metode Likert’s Summated Rating yang ditentukan oleh skor
maksimum dan skor minimum yang mungkin dicapai oleh setiap responden.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi

    
20 40 60 80 100

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Uji validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan dalam kerangka pengembangan
instrumen penelitian. Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pengembangan
instrumen penelitian secara garis besarnya adalah sebagai berikut.
a. Merumuskan definisi operasional setiap variabel penelitian hingga masing-masing
variabel memiliki batasan yang jelas mengenai aspek dan subaspek yang akan diukur
serta indikatornya masing-masing.
b. Menyusun penjabaran konsep yang akan dijadikan panduan dalam penulisan butir-butir
pertanyaan.
c. Merumuskan butir-butir pertanyaan sesuai dengan penjabaran konsep instrumen
penelitian yang telah ditetapkan.
d. Mendiskusikan perangkat instrumen dengan pembimbing untuk men-dapatkan masukan
dan pertimbangan mengenai kelayakan konstruksi, lingkup dan redaksi dari setiap
pernyataan.

28
1) Teknik analisis yang dipergunakan adalah teknik r Product Moment, yaitu hasil perhitungan
dibandingkan dengan kriteria validitas yaitu suatu butir pernyataan dinyatakan valid jika
koefesien rhitung lebih besar dari rtabel pada taraf signifikansi α= 0,05. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut.

n∑XY - ∑X )∑Y )

rxy
=
[n( X 2
−) (X 2 ][n)( Y 2
−) (Y 2 ])
∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:

Rxy : Koefisien korelasi

N : jumlah responden

X : Jumlah skor setiap item


Y : Jumlah skor total seluruh item
(∑X)2 : Kuadrat jumlah skor item X

∑X2 : Jumlah kuadrat skor item X

(∑Y)2 : Kuadrat jumlah skor item Y

(∑X)2 : Jumlah kuadrat skor item Y


2) Menata ulang instrumen pernyataan sesuai dengan butir-butir pernyataan yang valid (sahih).
3) Uji reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan koefesien reliabilitas dari Alpha
Cornbach

2
k ∑Si
1−
α= k −1 S 2
i

29
Keterangan :
α = nilai koefisien reliabilitas instrumen
K = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑Si2 = mean kuadrat kesalahan


Si2 = varians total

Hasil yang diperoleh dari ini selanjutnya dikonsultasikan dengan tabel r product
moment pada taraf signifikansi 5% dan N = 32 (Lihat lampiran Tabel Nilai-nilai r Product
Moment).
Instrumen sebagai alat pengumpul data dalam penelitian harus memenuhi persyaratan
kesahihan (validity) dan keterandalan (realiability). Oleh karena itu, dalam penelitian instrumen
yang digunakan untuk pengumpulan data dari penelitian terlebih dahulu diujicobakan guna menge-
tahui kesahihan dan keterandalan instrumen tersebut. Suatu instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan. Reliabilitas adalah indeks yang mampu menunjukkan
sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikemukakan Sugiyono, yang mengatakan bahwa hasil penelitian itu valid jika terdapat
kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang
diteliti.

30
DAFTAR PUSTAKA
Alex, S. Niti Semito, Drs. 1992. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Alwi, Syafarudin. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: UGM
Arikunto, Suharsimi, Dr., 1993. Prosedur Penelitian. Edisi kedua. Jakarta: Rineka Cipta.
As’ad, Moh. 1991. Psikologi Industri. Edisi Keempat. Yogyakarta: Liberty.
Bass, B.M. dan Avolio, B.J. 1990. Transformational Leadership Development. Consulting
Psychologists Press, Inc. Palo Alto California.
Dessler, Gary. 1998. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jilid 2. Terjemahan: Binyamin
Molan. Jakarta: PT.Prenhallindo.
Djatmiko, Hayati. 2003. Perilaku Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Flippo B. Edwin. 1993. Manajemen Personalia. edisi keenam termahan Moh. As’ad.
Jakarta: Erlangga
Gibson, Invancevich, dan Donnelly. 1997. Organizations, Behavior, Structure, Processes. 9
Edition, Richard D. Irwin Inc, 1997.
Gibson, L. Ivancevich, M.. dan Donnelly.H.1985. Organisasi Perilaku Stuktur Proses. Jilid
satu. Edisi ke lima Terjemahan Djarkasih. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Gitosudarmo, Indriyo. dan Suddita, Nyoman. 2000. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta:
BPFE.
Greenberg, J., dan Baron, R.A. 1955. Behavior in Organization: Understanding and
Managing the Human Side of Work edisi 5, Prentice Hall International Editions.
Handoko, T. Hani. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, edisi 2,
Yogyakarta: BPFE
Harist, Benyamin. 2005. Teori Organisasi 3. Jilid ketiga, Bandung: Insani Press.
Hasibuan, Malayu, Drs. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ke VIII.
Jakarta: Haji Masagung.
Kenna, Mc, dan Beec Nic. 1995. Manajemen Sumberdaya Manusia. Terjemahan Budi
Santosa.Yogyakarta: Penerbit Andi

31

Anda mungkin juga menyukai