Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah “Pandangan Filsafat Pancasila tentang
Manusia, Masyarakat, Pendidikan, dan Nilai”. Tidak lupa kami mengucapkan kepada dosen
pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah
ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.

Medan, Oktober 2015

Kelompok 7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Filsafat Pancasila ........................................................................................ 3
2.2 Pandangan Filsafat Pancasila tentang Manusia ............................................................ 3
A. Sifat dan Hakekat Manusia ............................................................................................ 4
B. Wujud Sifat Hakekat Manusia ....................................................................................... 4
C. Dimensi-Dimensi Hakekat Manusia .............................................................................. 5
2.3 Pandangan Filsafat Pancasila tentang Masyarakat ....................................................... 6
2.4 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Pendidikan ....................................................... 7
2.5 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Nilai ................................................................. 9
BAB III
PENUTUP........................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 13

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar/ideologi dari pembentukan negara indonesia sebagaimana
yang dikemukakan oleh Bung Karno didalamnya lahirnya Pancasila. Fungsi dari ideologi yaitu
serangkaian nilai-nilai yang dijadikan pegangan oleh setiap warga negara untuk mengikat
seluruh anggotanya dalam suatu organisasi negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai
ideologi mempunyai otoritas untuk mengatur dan mengarahkan setiap kegiatan yang dilakukan
baik secara pribadi maupun kelompok untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, yakni aman,
nyaman, damai, sejahtera, dan bahagia.
Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa
Indonesia, yang oleh bangsa Indonesia dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai suatu
kenyataan, norma-norma, nilai-nilai yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik
dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Kalau dibedakan antara filsafat yang religius dan non
religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat
Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenai adanya kebenaran mutlak yang
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekalipun mengakui keterbatasan
kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya. Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti
teoristis dan filsafat dalam arti praktis, filsafat Pancasila digolongkan dalam arti praktis. Ini
berarti bahwa filsafat Pancasila dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak
hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar memenuhi hasrat ingin
tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang
berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari
(pandangan hidup, filsafat hidup, way of life, weltanschaung dan sebagainya); sehingga dapat
tercapai kebahagiaan lahir dan bathin, baik dunia maupun akhirat.
Suatu masyarakat atau bangsa menjadikan filsafat sebagai suatu pandangan hidup yaitu
merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan bangsa
tersebut, tanpa terkecuali aspek pendidikan. Filsafat yang dikembangkan harus berdasarkan
filsafat yang dianut oleh suatu bangsa, sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau
mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat tersebut.
Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem
norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh
lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin supaya pendidikan
dan prosesnya efektif, maka dibutuhkan landasan-llandasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai
asas normatif dan pedoman pelaksanaanya. Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu
sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di
atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi
kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan
negara Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pandangan filsafat Pancasila tentang manusia?
2. Bagaimana pandangan filsafat Pancasila tentang masyarakat?
3. Bagaimana pandangan filsafat Pancasila tentang pendidikan dan nilai?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pandangan filsafat Pancasila tentang manusia
2. Mengetahui pandangan filsafat Pancasila tentang masyarakat
3. Mengetahui pandangan filsafat Pancasila tentang pendidikan dan nilai

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila yang dibahas secara filosofis disini adalah Pancasila yang butir-butirnya
termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis dalam alinia ke empat.
Dijelaskan bahwa Negara Indonesia didasarkan atas Pancasila. Pernyataan tersebut menegaskan
hubungan yang erat antara eksistensi negara Indonesia dengan Pancasila. Lahir, tumbuh dan
berkembangnya negara Indonesia ditumpukan pada Pancasila sebagai dasarnya. Secara filosofis
ini dapat diinterpretasikan sebagai pernyataan mengenai kedudukan Pancasila sebagai jati diri
bangsa.
Melihat dari beragamnya kebudayaan yang terdapat dalam bangsa Indonesia maka
proses kesinambungan dari kehidupan bangsa merupakan tantangan yang besar. Demi
perkembangan kebudayaan Indonesia selanjutnya dituntut adanya rumusan yang jelas yang
mampu berperan sebagai pemersatu bangsa sehingga ciri khas bangsa Indonesia menjadi nyata.
Jadi, Pancasila mengarahkan seluruh kehidupan bersama bangsa, pergaulannya dengan
bangsa-bangsa lain dan seluruh perkembangan bangsa Indonesia dari waktu kewaktu. Namun
dengan diangkatnya Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia tidak berati bahwa Pancasila
dengan nilai-nilai yang termuat didalamnya sudah terumus dengan teliti dan jelas, juga tidak
berarti pancasila telah merupakan kenyataan didalam kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila
adalah pernyataan tentang jati diri bangsa Indonesia.
Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat
Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila
dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan
“permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.

2.2 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Manusia


Kodrat manusia merupakan keseluruhan sifat-sifat asli, kemampuan-kemampuan atau
bakat-bakat alami, kekuasaan, bekal disposisi yang melekat pada kebaradaan/eksistensi manusia
sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial ciptaan Tuhan YME. Harkat manusia adalah
nilai manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan-kemampuan yang disebut
cipta, rasa dan karsa. Derajat manusia adalah tingkat kedudukan atau martabat manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki bakat, kodrat, kebebasan hak, dan kewajiban asasi.
A. Sifat dan Hakekat Manusia
1. Pengertian dan Sifat Hakekat Manusia
Ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan
2. Pendidikan Bersifat Filosofis
Filosofis berarti berdasarkan pengetahuan dan penyelidian dengan akal budi mengenai hakikat
segala yang ada, sebab, asal dan hukum, termasuk termasuk teori yang mendasari alam pikiran
atau suatu kegiatan (berintikan logika, estetika, metafisika, epistemology dan falsafah) Untuk
mendapatkan landasan pendidikan yang kukuh diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar,
sistematis dan Universal tentang ciri hakiki manusia
3. Pendidikan Bersifat Normatif
Normatif berarti bersifat norma atau mempunyai tujuan/aturan
Pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia sebagai
sesuatu yang bernilai luhur, dan hal itu menjadi keharusan.

B. Wujud Sifat Hakekat Manusia


1) Kemampuan Menyadari Diri
Kemampuan Mengeksplorasi potensi yang ada, dan mengembangkannya kearah kesempurnaan
dan menyadarinya sebagai kekuatan
2) Kemampuan Bereksistensi
Manusia bersifat aktif dan manusia dapat menjadi manejer terhadap lingkungannya
3) Pemilikan Kata Hati
Kemampuan membuat keputusan tentang baik/benar dengan yang buruk/salah bagi manusia.
Cara meningkatkan : melatih akal/kecerdasan dan kepekaan emosi
4) Moral (etika)
Perbuatan yang dilakukan/nilai-nilai kemanusiaan. Bermoral sesuai dengan kata hati yang baik
bagi manusia, dan sebaliknya. Etiket hanya sekedar kemampuan bersikap/mengenai sopan santun
5) Kemampuan Bertanggung Jawab
Suatu perbuatan harus sesuai dengan tuntutan kodrat manusia
6) Rasa Kebebasan (Kemerdekaan)
Kebebasan yang terikat(bertanggung jawab). Tugas pendidikan membuat pesreta didik merasa
merdeka dalam menjalankan tuntutan kodrat manusia.
7) Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Hak
Dapat ditempuh dengan pendidikan disiplin:
- Disiplin Rasional -> dilanggar -> rasa Salah
- Disiplin Afektif -> dilanggar -> rasa Gelisah
- Disiplin Sosial -> dilanggar -> rasa Malu
- Disiplin Agama -> dilanggar -> rasa Berdosa
8) Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
Kesanggupan menghayati kebahagiaan berkaitan dengan 3 hal : Usaha, norma-norma, dan
Takdir.

C. Dimensi-Dimensi Hakekat Manusia


1. Keindividualan (pribadi yang berbeda dari yang lain)
2. Kesosialan (ketergantungan kebutuhan pada orang lain)
3. Kesusilaan (menyangkut etika dan etiket)
4. Keberagaman (keyakinan ada kekutan yang mengendalikan seluruh aspek kehidupan di luar
kemampuan makhlup hidup di dunia)
5. Intelektual(mengembangkan wawasan dan iptek, terampil mengkomunikasikan pengetahuan dan
memecahkan masalah)
6. Produktivitas (Kesanggupan memilih pekerjaan sesuai dengan kemampuan, keserasian hidup
bekeluarga, pandai menempatkan diri sebagai konsumen dan produsen, serta kreatif dan
berkarya)
Pancasila sebagai dasar dan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa, dan
negara Indonesia memandang bahwa manusia adalah makhluk tertinggi ciptaan Tuhan Yang
Maha Kuasa dan Maha Mulia yang dianugerahi kemampuan atau potensi untuk tumbuh dan
berkembang, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat atau sosial.
Kedudukan manusia dihadapan Tuhan adalah sama dan sama-sama memiliki harkat dan
martabat sebagai manusia mulia. Paulus Wahana (dalam H.A.R. Tilaar. 2002 : 191)
mengemukakan gambaran manusia pancasila sebagai berikut :
1. Manusia adalah makhluk monopluralitas yang memungkinkan manusia itu dapat
melaksanakan sila-sila yang tercantum di dalam pancasila.
2. Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang tertinggi yang dikaruniakan memiliki
kesadaran dan kebebasan dalam menentukan pilihannya.
3. Dengan kebebasannya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dapat menentukan
sikapnya dalam hubungannya dengan pencipta Nya.
4. Sila pertama menunjukkan bahwa manusia perlu menyadari akan kedudukannya sebagai
ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan oleh sebab itu harus mampu menentukan sikapnya
terhadap hubungannya dengan pencipta Nya.
5. Manusia adalah otonom dan memiliki harkat dan martabat yang luhur.
6. Sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab menuntut akan kesadaran keluhuran
harkat dan martabatnya yaitu dengan menghargai akan martabat sesama manusia.
7. Sila persatuan Indonesia berarti manusia adalah makhluk sosial yang berada di dalam dunia
Indonesia bersama-sama dengan manusia Indonesia lainnya.
8. Manusia haruslah dapat hidup bersama, menghargai satu dengan yang lain dan tetap
membina rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh.
9. Manusia adalah makhluk yang dinamis yang melakukan kegiatannya bersama-sama dengan
manusia Indonesia yang lain.
10. Sila keempat atau sila demokrasi dituntut manusia Indonesia yang saling menghargai,
memiliki kebutuhan bersama di dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya.
11. Dalam sila kelima manusia Indonesia dituntut saling memiliki kewajiban menghargai orang
lain dalam memanfaatkan sarana yang diperlukan bagi peningkatan taraf kehidupan yang lebih
baik.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manusia Pancasila adalah manusia yang
bebas dan bertanggung jawab terhadap perkembangan dirinya sebagai individu dan
perkembangan masyarakat (sosial) Indonesia. Manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa
dianugerahi kemampuan atau potensi untuk bertumbuh dan berkembang sepanjang hayat.

2.3 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Masyarakat


Nilai yang terkandung dalam Pancasila, Nilai-nilai itulah sebagai ciri kepribadian
masyarakat-bangsa dan negara Indonesia. Rakyat Indonesia adalah keseluruhan jumlah semua
orang, warga dalam lingkungan negara Indonesia. Hakekat rakyat Indonesia adalah pilar negara
dan yang berdaulat. Segala sesuatu yang merupakan hak dalam hubungan hidup kemanusiaan
yang mencakup hubungan antara negara dengan warga negara, hubungan negara dengan negara,
dan hubungan antar sesama warga negara yang dinamakan adil (Surajiyo, 2008).
Untuk menghindarkan masalah etno-nasionalisme yang dapat berakibat disintegrasi
bangsa, Hamdi Huruk (dalam H.A.R. Tilaar. 2002: 76) mengemukakan program sebagai berikut
:
1. Didalam menyikapi dorongan etno-nasionalisme yang negatif maka dihindarkan cara-
cara pemecahan koersif (militeristk), tetapi dengan menggunakan metode persuasive dan
dialogis, serta mengikut sertakan masyarakat setempat.
2. Perlu diakui identitas etnis dalam arti kultural bukan dalam arti politik.
3. Menyadarkan kelompok-kelompok yang berkeinginan kepada separatisme, bahwa
berpisah dengan negara dan bangsa Indonesia akan merugikan.
4. Menghindari berbagai pelanggaran HAM dan menghormati HAM.
Oleh karena itu, budaya etnis masing-masing suku harus diberi kesempatan yang seluas-
luasnya untuk diperkembangkan sebagai modal dasar mengembangkan demokrasi atau sikap
demokratis, saling menghargai, dan menghormati bagi setiap warga negara. Itulah yang menjadi
nilai-nilai dasar Pancasila terhadap masyarakat Indonesia.

2.4 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Pendidikan


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 UU
RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Sebagai usaha sadar dan terencana, pendidikan tentunya harus mempunyai dasar dan
tujuan yang jelas, sehingga dengan demikian baik isi pendidikan maupun cara-cara
pembelajarannya dipilih, diturunkan dan dilaksanakan dengan mengacu kepada dasar dan tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan. Selain itu, pendidikan bukanlah proses pembentukan peserta
didik untuk menjadi orang tertentu sesuai kehendak sepihak dari pendidik. Karena manusia
(peserta didik) hakikatnya adalah pribadi yang memiliki potensi dan memiliki keinginan untuk
menjadi dirinya sendiri, maka upaya pendidikan harus dipandang sebagai upaya bantuan dan
memfasilitasi peserta didik dalam rangka mengembangkan potensi dirinya. Upaya pendidikan
adalah pemberdayaan peserta didik. Hal ini hendaknya tidak dipandang sebagai upaya dan tujuan
yang bersifat individualistic semata, sebab sebagaimana telah dikemukakan bahwa kehidupan
manusia itu multi dimensi dan merupakan kesatuan yang integral.
Selain hal di atas, dimensi hitorisitas, dinamika, perkembangan kebudayaan dan tugas
hidup yang diemban manusia mengimplikasikan bahwa pendidikan harus diselenggarakan
sepanjang hayat. Pendidikan hendaknya diselenggarakan sejak dini, pada setiap tahapan
perkembangan hingga akhir hayat. Sebab itu, pendidikan hendaknya diselenggarakan baik pada
jalur pendidikan informal, formal, maupun nonformal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya.
Tujuan Pendidikan berdasarkan Pandangan Pancasila tentang hakikat realitas, manusia,
pengetahuan dan hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertangung jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan
tersebut hendaknya kita sadari betul, sehingga pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya
untuk mengembangkan salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja,
bukan hanya untuk terampil bekerja saja, dsb., melainkan demi berkembangnya seluruh potensi
peserta didik dalam konteks keseluruhan dimensi kehidupannya secara integral.
Kurikulum Pendidikan. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
1. Peningkatan iman dan takwa;
2. Peningkatan akhlak mulia;
3. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
6. Tuntutan dunia kerja;
7. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
8. Agama;
9. Dinamika perkembangan global; dan
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Ketentuan mengenai pengembangan
kurikulum sebagaimana dimaksud di atas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal
36 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Metode Pendidikan. Berbagai metode pendidikan yang ada merupakan alternative untuk
diaplikasikan. Sebab, tidak ada satu metode mengajar pun yang terbaik dibanding metode
lainnya dalam segala konteks pendidikan. Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan hendaknya
dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, hakikat manusia
atau peserta didik, karakteristik isi/materi pendidikan, dan fasilitas alat bantu pendidikan yang
tersedia. Penggunaan metode pendidikan diharapkan mengacu kepada pada prinsip cara belajar
siswa aktif (CBSA) dan sebaiknya bersifat multi metode.
Peranan Pendidik dan Peserta Didik. ada berbagai peranan pendidik dan peserta didik
yang haruis dilaksanakannya, namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan
tersirat dalam semboyan: “ing ngarso sung tulodo” artinya pendidik harus memberikan atau
menjadi teladan bagi peserta didiknya; “ing madya mangun karso”, artinya pendidik harus
mampu membangun karsa pada diri peserta didiknya; dan” tut wuri handayani” artinya bahwa
sepanjang tidak berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada peserta
didik untuk belajar mandiri.

2.5 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Nilai


Pembangunan nasional adalah upaya bangsa untuk mencapai tujuan nasional
sebagaimana yang sudah dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila
sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan sumber nilai bagi bangsa Indonesia. Menurut
Kaelan, 2000, (dalam Surajiyo, 2008, 161) menjelaskan bahwa Pancasila merupakan satu
kesatuan dari sila-silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka berpikir serta asas moralitas
bagi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, sila-sila dalam Pancasila
menunjukkan sistem etika dalam pembangunan iptek, seperti berikut ini;
a. Sila KeTuhanan Yang Maha Esa
Sila ini menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya, melainkan
sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya. Pengolahan bukan berarti
mengeksploitasi alam sesuai dengan kebutuhan, akan tetapi harus diimbangi dengan pelestarian
alam.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradap
Sila ini menekankan bahwa pembangunan dan pelaksanaan pendidik harus menjaga
kesimbangan antar daerah, keberadaan masyarakat dan warga negara, letak dan jarak atau
geografis sehingga dapat tercapai berdiri sama tinggi duduk sama rendah dan bahu membahu
membangun bangsa ini.
c. Sila Persatuan Indonesia
Sila ini memberikan kesadaran bagi bangsa indonesia bahwa rasa nasionalisme
merupakan modal dasar bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Nilai kesatuan dan persatuan
mengikat bangsa Indonesia dalam membangun seperti semboyan bersatu kita teguh bercerai kita
runtuh. Rasa sektarian dan kedaerahan jangan sampai merusak kesatuan dan persatuan bangsa,
hal ini akan akan dibungkus kuat dan rapi dengan rasa nasionalisme.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Mendasarai bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk mengembangkan
dirinya sesuain dengan potensinya, masing-masing warga negara menghormati kebebasan
berkarya demi kemajuan dan perkembangan bangsa yang berdasarkan Pancasila. Terbuka juga
mengandung makna bahwa terbuka untuk mengkritik dan dikritik tentang sesuatu yang
ditemukan atau dilakukan.
e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila ini mengandung bahwa manusia Indonesia harus menjaga kesimbangan keadilan
dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia
lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah sumber nilai bagi pembangunan
bangsa Indonesia. Pancasila menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai bangsa,
sebagai landasan, arah dan etos, serta sebagai moral pembangunan nasional.

B. Pandangan Filsafat Pendidikan Pancasila Terhadap Sistem Pendidikan Nasional

Tata cara bernegara di Indonesia di atur dalam UUD 1945 yang selama ini belum pernah
mengalami amandemen, kecuali setelah bergulir reformasi tahun 1998. Kendatipun amandemen
telah rampung bulan agusrus tahun 2002, namun pembukaan UUD 1945 masih tetap, dan di
alenia ke empat disebutkan ; “...untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial,....”
Tidak berubahnya pembuakaan UUD 1945 tersebut mengindikasikan bahwa bangsa
indonesia tetap memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan upaya sebagai langkah
mencerdaskan kehidupan bangsa untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Acuan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, UUD 1945 Pasal 31 hasil
amandemen 2002 yaitu :
1. setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
2. pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.yang diatur dengan undang-undang.
3. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumnya pendidikan adalah suatu proses sosial
budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian pendidikan secara
nyata merupakan proses sosialisasi antar warga melalui interaksi insani menuju masyarakat yang
berbudaya. Nana Sudjana (1989) menyebutkan tiga gejala yang diwujudkan dalam kebudayaan
umat manusia yaitu berupa:
1. Ide dan gagasan seperti: konsep, nilai, norma, peraturan sebagi hasil ciptaan dan karya manusia.
2. Kegiatan seperti tindakan yang berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
3. Hasil karya cipta manusia

Pendidikan merupakan suatu proses budaya, maka senantiasa dalam upaya membina dan
mengembangkan cipta, rasa dan karsa ke dalam tiga wujud di atas.
Wujud pertama, yaitu ide dan gagasan sifatnya cenderung abstrak. Adanya dalam pikiran
manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada. Gagasan itu menjadi motivasi,
pendorong, serta memberi jiwa dan makna bagi kehidupan manusia dalam bermasyarakat
sehingga pola pikir tersebut menjadi suatu sistem yang dianut. Wujud yang kedua adalah
kegiatan yang berpola dari manusia, yaitu aktivitas manusia dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Dalam sistem sosial, aktivitas manusia cenderung bersifat konkret, bisa dilihat dan bisa di
observasi secara langsung. Sedangkan wujud yang ketiga adalah seluruh hasil fisik atau non fisik
serta perbuatan atau karya manusia dalam masyarakat. Sudah barang tentu wujud fisik dan non
fisik ini hasil dari karya manusia sesuai dengan kebudayaan pertama dan kedua. Artinya, wujud
ketiga merupakan hasil buah pikir dan keterampilan manusia sesuai dengan gagasan atau ide dan
aktivitas manusia dalam struktur sistem sosialnya
Dengan demikian program pendidikan yang dirancang untuk membina kompetensi
peserta didik, tak bisa lepas dari aspek sosial budaya masyarakatnya. Di sini berarti asas
sosiologis akan memberikan pijakan yang mendasar untuk memberikan apa yang cocok
dipelajari para peserta didik, bagaimana mempelajari bahan tersebut sehingga produktivitas
pendidikan (out put) sesuai dengan harapan dan tuntutan kebutuhan masyarakat, baik diamati
dan perkembangan sosial budayanya maupun di amati dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Perkembangan sosial budaya akan memberi warna dan corak kepada perencanaan dan
implementasi kurikulum pendidikan. Namun demikian, asas sosiologis tak berarti program
pendidikan hanya berorientasi kepada tuntutan kebutuhan dan perkembangan masyarakat tanpa
menghiraukan kebutuhan peserta didik sebagai pribadi yang mandiri. Oleh sebab itu, harus
dijaga keseimbangan kurikulum (curiculum balance) antara kepentingan peserta didik sebagai
individu yang unik dan mandiri dengan kepentingan peserta didik sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan yang terlalu memusatkan pada kepentingan masyarakat (sociely centered)
akan pincang dan membuahkan beberapa kelemahan. Misalnya, program pendidikan yang
dilakukan kurang menghiraukan perkembangan peserta didik sebagai pribadi yang unik dan
mandiri. Ini berarti, pendidikan harus menjaga keseimbangan kurikulum dengan menyajikan
program antara kepentingan sociely centered dengan program yang mengarah dan
memperhatikan kegiatan yang berorientasi pada student centered (memusatkan perhatian pada
kepentingan peserta didik sebagai pribadi).
Asas lain yang mempengaruhi pendidikan adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dasa warsa
terakhir ini maju dengan pesat. Sebagai buah dari kegiatan penelitian dalam bidang ilmu murni
(pure science) dan ilmu terapan (applied science) yang berkembang pesat. Perkembangan ini
jelas memberi pengaruh dan dampak yang sangat kuat pada pendidikan. Sedangkan isi
kurikulum itu sendiri merupakan kumpulan pengalaman manusia yang disusun secara sistematis
dan sistemik sebagai hasil atau buah karya kebudayaan umat manusia. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu karakteristik perkembangan sosial budaya, akan
memberi corak dan warna bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pendidikan.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup sehingga mampu menyiapkan peserta
didik untuk dapat hidup wajar sesuai dengan sosial budaya manusia. Dalam konteks inilah,
kurikulum sebagai isi program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan
tersebut, bukan hanya dari penyiapan isi programnya saja tetapi juga pendekatan dan strategi
pelaksanaannya.
Dalam pemahaman yang hampir sama, Daoed Joesoef dalam Raka Joni (1983: 40)
menyebutkan bahwa Sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan
melalu proses pendidikan ada tiga hal yaitu:
1. Pikiran atau logika
2. Perasaan atau estetika
3. Kemauan (etika)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi / materi
pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan tugas pada pendidikan untuk
membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan seni juga dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu karakteristik
perkembangan sosial budaya masyarakat akan memberi corak dan warna terhadap perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan pendidikan. Sebab Pendidikan adalah sebagai sutu investasi bagi
pengembangan sumber daya manusia sebagai individu dan anggota masyarakat.
Selain itu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pendidikan adalah Bangsa
Indonesiaa yang terdiri dari berbagai etnis dan budaya yang berbeda merupakan modal atau aset
nasional bagi bangsa untuk memajukan bangsa, tetapi jika diabaikan dapat menjadi potensial
sebagai sumber disentegrasi. Karena itu sisdiknas harus mampu mengembangkan kearifan untuk
belajar hidup bersama dalam perbedaan. Tanpa kearifan yang tulus lembaga pendidikan tidak
akan mampu berfungsi sebagai lembaga pemersatu, bahkan bisa melahirkan benih-benih konflik
yang sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa.

Hafid Abbas (2002) menyebutkan sisdiknas belum dapat berfungsi untuk mempersatukan
manusia Indonesia. Agar dapat berfungsi, maka :
1. Pendidikan harus dikelola dengan prinsip keadilan
2. pengelolaan pendidikan harus terbuka dalam rangka mengakomodir partisipasi masyarakat
banyak
3. pengelolaan pendidikan harus bersifat inklusif dan hindari jauh-jauh eklusif berlebihan
4. pengelolaan pendidikan di semua tingkatan harus secara profesional
5. pengelolaan pendidikan dengan melibatkan semua stakeholder dalam rangka pengayaan dan
demokratisasi pendidikan
6. pendidikan nasional hendaknya benar-benar mendorong tercapainya pemerataan pendidikan

Pendidikan di Indonesia bersifat multi-kulttural. Sistem pendidikan nasional Indonesia


yang berlatar belakang plural harus dapat memahamkan bahwa manusia itu beraneka ragam,
hendaknya saling memahami, menghargai, menerima dan kerjasama dengan peraturan yang adil
dan proporsional, mengembangkan kerjasama demi kejayaan bangsa.
Pendidikan telah menjadi watak dan karakter budaya bangsa, namun sejauh ini hasilnya
belum seperti yang diharapkan. Walaupun demikian dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
akan pendidikan, dilihat dari aspek kuantitatif secara nasional pemerintah telah mengambil
berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan seperti :
1. Perubahan kurikulum pendidikan nasional.
2. Undang-undang dan peraturan mengenai pendidikan, termasuk undang-undang guru dan dosen
dan standarisasi pendidikann dan undang-undang lainnya.
3. Peningkatan angka partisipasi belajar anak usia sekolah pada semua jenjang sekolah.
4. Penambahan anggaran pendidikan oleh daerah, sesuai dengan amanat pembukaan Undang-
undang Dasar 1945
5. Konsep manajemen pendidikan berbasis sekolah, standarisasi pendidikan dsb.

BAB III
PENUTUP
Pancasila sebagai filsafat Negara maka patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi
semangat dalam berkarya pada segala bidang.Pancasila harus dipahami dengan menggunakan
penalaran rasional akal budi manusia. Pancasila juga harus dipahami dengan pendekatan kritis,
yakni tidak mudah percaya dengan klaim-klaim luhur ataupun praktek-praktek naif yang
mengatas namakan Pancasila. Tafsiran atas nilai-nilai Pancasila pun harus runut dan taat asas,
sesuai dengan maksud dan tujuan adanya Pancasila itu sendiri. Seperti segala sesuatu di bawah
langit, Pancasila, dan tafsiran atasnya, pun juga harus kontekstual, yakni sesuai dengan
perkembangan jaman. Maka, nilai fleksibilitas, dalam tegangan dengan keteguhan prinsip-prinsip
dasar harus digunakan semesta berpartisipasi “mewujudkannya”. Semua anggota semesta ikut
berpartisipasi dalam mewujudkan realitas. Sebab itu, peran manusia baik sebagai individu
maupun kelompok adalah merajut realitas yang diinginkannya yang dapat diterima oleh
lingkungannya. Dalam hal ini hakikat pendidikan seyogyanya diletakkan pada upaya-upaya
untuk menggali dan mengembangkan potensi para pelajar agar mereka tidak saja mampu
memahami perubahan tetapi mampu berperan sebagai agen perubahan atau perajut realitas (A.
Mappadjantji Amien, 2005).
Perubahan merupakan suatu keharusan atau kenyataan yang tidak dapat kita tolak,
sehingga pelajar-pelajar harus kita didik untuk menguasainya dan bukan sebaliknya, mereka
menjadi dikuasai oleh perubahan.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dijelaskan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, masyarakat, bangsa, dan negara.
Selanjutnya dalam UU sidiknas Tahun 2003 BAB II Pasal 3 dijelaskan tujuan pendidikan
sebagai berikut : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
Pendidikan berlangsung dikeluarga, dirumah, disekolah, dan dimasyarakat. Pendidikan
harus berlangsung dengan keteladanan dan komunikasi. Orang tua adalah pendidik dikeluarga
(dirumah); Guru dan tenaga kependidikan lainnya adalah pendidik disekolah; Tokoh atau
pemuka masyarakat, alim ulama, pejabat dsb. adalah teladan bagi peserta didik. Karena itu,
masing-masing individu atau manusia dewasa adalah pendidik dan contoh bagi individu lainnya
terutama bagi peserta didik yang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan.

Anda mungkin juga menyukai