Tugas Pa

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

American Academy of Opthalomology., 2005. Basic and Clinical Science Course.

External Disease and


Cornea.Section 8.Ed:USA. p: 344 & 405-408.

1. Radiasi ultraviolet Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium
adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan
kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi
juga merupakan faktor penting.

2. Faktor Genetik Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan
berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan
diturunkan autosom dominan.

3. Faktor lain Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan
pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan
teori baru patogenesis dari pterygium. Wong juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor
dan penggunaan pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah,
dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari
pterygium.

Edward J H, Mark J. Mannis. Ocular Surface Disease, Medical Surgical management, 2002

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor (Ilyas, 2004), diantaranya:

1. Virus.

2. Bakteri.

3. Jamur.

4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari.

5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.

6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan air mata.

7. Adanya benda asing di mata.

8. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau partikel udara seperti debu, serbuk
sari (Wijaya, 2012)

Ilyas, S., 2004. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Wijaya, C., Terabunan, J., Perwira, D., 2012. Referat keratitis. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Rumah Sakit Immanuel. Bandung. Available from:
http://www.scribd.com/doc/84409823/keratitis [Accessed: 11 May 2012].

Stadium pada katarak adalak katarak insipien, imatur, matur dan hipermatur.

1. Katarak insipien. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut:

a. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak
kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.

b. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada
katarak insipien.
c. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua
bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.

d. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif yang
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan
besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan
normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen
biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan
ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang
memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slit-lamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa.

2. Katarak Imatur. Katarak imatur ditandai dengan kekeruhan sebagian lensa dan belum mengenai
seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur volume lensa akan dapat bertambah akibat meningkatnya
tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

3. Katarak matur. Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini
bisa terjadi akibat deposisi ion kalsium yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan
terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Kedalaman bilik
mata depan normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.

4. Katarak Hipermatur. Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut,
dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa
sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata
dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan
dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang
tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar. Korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena
lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni (Ilyas, 2009).

Ilyas, S., 2009. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Aqueous humor terbentuk dari plasma pada processus siliaris melalui tiga mekanisme yaitu difusi,
ultrafiltrasi dan transport aktif. Difusi adalah proses transport zat yang larut lemak melewati membran
sel melalui perbedaan gradient konsentrasi. Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat yang
larut dalam air ke dalam membran sel akibat perbedaan gradien osmotik atau tekanan hidrostatik.
Transport aktif adalah zat yang larut air ditransport secara aktif melalui membran sel dan memerlukan
Na-K ATPase dan biasanya terdapat pada sel epitel yang tidak berpigmen (Solomon, 2002). Aqueous
humor dari bilik anterior akan didrainase dengan dua rute yaitu aliran trabekular/ konvensional dan
aliran uveoskleral/ nonkonvensional. Aliran trabekular merupakan jalur utama keluar aqueous humor
dari bilik anterior, sekitar 90% dari total. Aliran aqueous dari anyaman trabekular masuk ke dalam
kanal Schlemm yang menyebabkan resistensi aliran keluar. Teori vakuolisasi merupakan mekanisme
transport aqueous humor melewati dinding dalam dari kanal Schlemm. Teori ini menyatakan bahwa
jarak transelular yang ada di sel endotel membentuk dinding dalam kanal Schlemm sehingga
berbentuk seperti vakuola dan pori-pori yang respon terhadap tekanan dan mentransport aqueous
humor melalui jaringan ikat jukstakanalikular ke kanal Schlemm. Dari kanal Schlemm, aqueous
ditransport melalui 25-35 kanal-kanal pengumpul ke vena episklera melalui jalur direk maupun indirek
(Khurana, 2007).

Khurana, A.K., 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age International (P)
Limited, 205-231.

Protein retinoblastoma merupakan suatu tumor supresor yang sangat poten dalam menghambat
proliferasi sel. Protein retinoblastoma diekspresikan sepanjang siklus sel. Protein Retinoblastoma aktif
dalam keadaan hipofosforilasi dan sebaliknya, inaktif dalam keadaan hiperfosforilasi. Dalam keadaan
aktif, pRb berperan sebagai penghambat sel untuk memasuki fase S dari fase sebelumnya, G1. Saat
distimulasi oleh faktor pertumbuhan, pRb diinaktifkan dengan fosforilasi, sehingga sel memasuki fase
S. Segera setelah memasuki fase S, sel dapat terus membelah tanpa stimulasi faktor pertumbuhan.
Dalam sel yang beristirahat (fase G0 dan G1) protein Rb dapat ditemukan dalam bentuk kompleks
dengan faktor transkripsi seluler yang disebut E2F. Protein Rb sendiri berfungsi sebagai regulator
transkripsi, walaupun ia sendiri tidak berikatan langsung dengan DNA sasaran. E2F memperantarai
aktivitas transkripsi beberapa gen seluler yang terlibat dalam proliferasi sel dan sintesis DNA.

STUDI PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN RETINOBLASTOMA (pRb) ANTARA ENDOMETRIOMA


DENGAN KARSINOMA OVARII. RACHMAWATI DEWI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
OBSTETRI GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET/ RSUD Dr.
MOEWARDI SURAKARTA 2011

Anda mungkin juga menyukai