Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH

DI PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 1 CENGKARENG

Jl. Kemuning Raya No.17, RT.14/RW.5, Cengkareng Bar., Cengkareng, Kota Jakarta
Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11730

Disusun Oleh :

Disusun Oleh

SANTI SRI HARTINI

1610711120

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

TAHUN AJARAN 2018/2019


LAPORAN PENDAHULUAN

II.1 Pengertian
A. Konsep diri (Pengkajian keperawatan jiwa):
1) Gambaran diri dan mendatang:
a. Bagaimana klien menilai tentang dirinya dan bagian tubuh yang di sukai
dan tak disukai dan hal-hal lain yang ingin di ubah dari dirinya.
2) Identitas diri:
a. Bagaimana posisi klien dalam keluarga, kelompok atau masyarakat
sebelum dirawat.
b. Bagaimana perasaan klien terhadap status dan posisi tersebut (tempat
kerja) bagaimana perasaan / kepuasan klien terhadap jenis kelaminnya.
3) Peran diri:
a. Tugas dan peran yang diemban klien dalam keluarga/ kelompok /
masyarakat.
b. Bagaimana kemampuan untuk melaksanakan tugas / peran tersebut.
4) Ideal diri:
a. Harapan klien terhadap penyakitnya
b. Harapan klien terhadap dirinya, posisi, status, tugas dan peran
5) Harga diri:
a. Bagaimana hubungan pasien dengan orang lain sehubungan dengan
gambaran diri, ideal diri, peran dan identitas diri.
b. Bagaimana penelitian dan penghargaan orang lain terhadap diri dan
kehidupannya.

B. Harga Diri Rendah


Harga diri seseorang dapat mengalami penurunan akibat evaluasi negative
terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Perasaan tidak berharga, tidak berarti,
dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negative inilah yang disebut
dengan harga diri rendah (low self-esteem). Individu dengan harga diri rendah
memandang diri mereka sendiri sebagai seseorang yang tidak kompeten, tidak
dicintai, tidak aman, dan tidak layak. (Townsend,2009). Anak-anak dan remaja
obesitas misalnya, berisiko tinggi mengalami gangguan harga diri.Meskipun
demikian, harga diri yang rendah lebih mungkin terjadi pada anak-anak yang
percaya bahwa mereka bertanggung jawab atas kelebihan berat badan mereka
dibandingkan dengan mereka yang mengaitkan kelebihan berat badan mereka
dengan penyebab eksternal.Harga diri yang rendah juga ditemukan pada anak-anak
yang percaya bahwa kelebihan berat badan mereka menghambat interaksi social
mereka (Pierce & Wardle dalam Carpenito-Moyet, 2009).
Harga diri rendah terdiri dari dua, yaitu harga diri rendah situsional dan harga
diri rendah kronis. Harga diri rendah kronis (chronic low self-esteem) merupakan
perasaan yang timbul akibat evaluasi diri atau perasaan tentang diri atau
kemampuan diri negative yang berlangsung lama (Townsend, 2009). Harga diri
rendah kronis juga merupakan evaluasi diri atau kemampuan diri yang negative dan
dipertahankan dalam waktu yang lama. (NANDA, 2016).

II.2. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah


Hasil riset Malhi (2008). Menyimpulkan harga diri rendah diakibatkan oleh
rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam
mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah.
Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal.
Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah
adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya.
Saat individu mencapai masa remaja keberdaannya kurang di hargai, tidak di beri
kesempatan dan tidak di terima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah,
pekerjaan, atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.(Keperawatan Jiwa Iyus
Yosep,2011).
Harga diri kronis merupakan gangguan yang terjadi pada diri klien akibat harga
diri rendah situasional yang tidak diselesaikan atau ketiadaan feed back (umpan balik)
positif dari lingkungan mengenai perilaku klien sebelumnya. Selain itu, respons
negative dari lingkungan juga turut berperan terhadap gangguan harga diri kronis.Klien
awalnya dihadapkan pada stressor (krisis) dan berusaha untuk menyelasaikannya, tetapi
tidak tuntas. Hal ini menimbulkan pikiran bahwa ia tidak mampu atau gagal dalam
menjalankan fungsi dan perannya. Penilaian negative atas kegagalannya ini merupakan
kondisi harga diri rendah kronis akibat ketiadaan dukungan positif atau penyalahan
secara terus-menerus pada klien.(Keperawatan Jiwa : Sutejo).
II.3 Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep Harga diri Kerancuan


diri positif rendah identintas Depersonalisasi
diri
Keterangan:
a. Aktualisasi diri merupakan pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengn
latar belakang pengalaman yang nyata, sukses, dan diterima.
b. Konsep diri positif merupakan kondisi individu yang memiliki pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri.
c. Harga diri rendah merupakan transisi atau peralihan respon konsep diri adaptif
dengan maladaptive.
d. Identitas rancu adalah kegagalan individu dalam mengintegrasikan aspek-aspek
identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial kepribadiaan
pada masa dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi merupakan perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri
sendiri yang memiliki kaitan dengan ansietas, kepanikan, serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain (Stuart,2016).
II.4 Pengkajian
II.4.1. Faktor predisposisi (Menurut Sutejo, 2017)
a. Faktor Biologis
Dari faktor biologis, gangguan harga diri kronis biasanya terjadi karena
sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormone secara umum. Hal ini
juga berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, seperti
menurunnya kesadaran serotonin yang dapat mengakibatkan klien menjadi
depresi. Pada klien depresi, kecenderungan harga diri rendah kronis
semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negative dan
tidak berdaya. Struktur otak yang mengalami gangguan pada kasus harga
diri rendah kronis adalah system limbik (pusat emosi), hipotalamus yang
mengatur mood dan motivasi, thalamus sebagai system pengatur arus
informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan; dan amigdala yang
berhubungan dengan emosi. (Sutejo, 2017).
b. Faktor Psikologis
Berdasarkan faktor psikologis, harga diri rendah berhubungan dengan
pola asuh dan kemampuan individu dalam menjalankan peran dan fungsi.
Dari segi psikologis,hal-hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami
harga diri rendah dapat meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan teman
sebaya, peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin, serta peran dalam
pekerjaan. (Sutejo, 2017).
c. Faktor Social
Faktor sosial yang sangat mempengaruhi proses terjadinya harga diri
rendah adalah status ekonomi, lingkungan, kultur sosial yang berubah.
Faktor kultural dapat dilihat dari tuntutan peran sesuai kebudayaan yang
sering menjadi pemicu meningkatnya kejadian harga diri rendah, seperti
pada kasus wanita yang harus menikah jika umur mencapai 20an ataupun
perubahan kultur ke arah gaya hidup individualisme. (Sutejo, 2017).
Faktor Predisposisi (Menurut Stuart, 2016)
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Ketika anak-anak tumbuh dewasa, mereka mungkin belajar untuk
merasakan ketidakmampuan karena mereka tidak didorong untuk mandiri,
untuk berpikir sendiri, dan untuk bertanggung jawab atas kebutuhan dan
tindakan mereka sendiri. Posesif, permisif dan control yang berlebihan dari
salah satu atau kedua orang tua dapat menciptakan perasaan tidak penting
dan kurangnya harga diri pada anak. Kekerasan, tuntutan orang tua dapat
menetapkan standar yang tidak masuk akal, dan sering membesarkan anak
mereka sebelum anak dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Orang tua juga mungkin cenderung memperlakukan anak-anak mereka
secara tidak masuk akal, mengkritik dengan keras dan hukuman yang tidak
konsisten. Hal ini dilakukan orang tua karena mereka menganggap anak
adalah orang dewasa yang bertubuh kecil. Tindakan ini dapat menyebabkan
frustasi dini dan perasaan tidak mampu serta rendah diri pada anak. Faktor
lain adalah kegagalan persaingan atau imitasi dari saudara atau orang tua,
yang sering menciptakan rasa putus asa dan rendah diri.
Selain itu kekalahan dan kegagalan berulang dapat menurunkan harga
diri. Kegagalan itu sendiri tidak menghasilkan rasa tidak berdaya, tetapi
internalisasi kegagalan sebagai bukti ketidakmampuan pribadi.
b. Ideal diri tidak realistis
Seseorang yang kehilangan makna dan tujuan hidup juga gagal
menerima tanggung jawab untuk kesejahteraan pribadi dan gagal untuk
mengembangkan potensi. Orang-orang ini menyangkal kebebasan diri
untuk membuat kesalahan dan gagal; mereka menjadi tidak sabar, keras, dan
menuntut diri mereka sendiri. Mereka menetapkan standar yang tidak dapat
dicapai, beralih ke penghinaan diri dan kekalahan diri.
Ideal diri atau tujuan adalalah asumsi yang tidak diungkapkan, dan
orang mungkin tidak segera menyadarainya. Hal ini direfleksikan dengan
harapan yang tinggi dan tidak realistis.
Seseorang yang terlalu menekankan aturan dan cita-cita yang tidak
realistis sering berpikir sebagai berikut: “Setiap orang harus mencintai saya.
Jika seseorang tidak mencintai saya, saya telah gagal. Saya telah kehilangan
satu-satunya hal yang benar-benar penting. Saya tidak di cintai. Tidak ada
gunanya hidup. Saya tidak berharga”. Hukuman batin ini menghasilkan
perasaan depresi dan putus asa.
Faktor – faktor yang mempengaruhi penampilan peran (stuart)
a. Peran gender
Sumber lain dari ketegangan peran dapat berasal dari nilai nilai,
keyakinan, perilaku, dan stereotip tentang peran gender. Sebagai contoh,
perempuan mungkin dianggap kurang kompeten, kurang mandiri, kurang
objektif, dan kurang logis daripada pria. Pria mungkin dianggap kurang
sensitivitas dalam hubungan interpersonal, kehangatan, dan ekspresif, serta
stereotip sifat maskulin mungkin dianggap lebih diingikan daripada sterotip
karakteristik feminim.
b. Peran kerja
Wanita adalah kaum minoritas dalam status tertinggi dan pembayar
pekerjaan tertinggi. Perempuan dinyatakan sebagai sosok ideal dalam hal
perkawinan, anak-anak, pendidikan tinggi, dan kepuasan bekerja diluar rumah.
Wanita diharapkan semakin berperan dalam kedua bidang yaitu “feminim” dan
“maskulin “.
Kondisi tersebut memiliki dampak negatif. Pertama, mungkin
berpotensi menggantikan peran perempuan tradisional dengan yang lain yang
membatasi kesetaraan. Peran tradisional sebagai istri dan ibu menjadi devaluasi
karena peran baru yang lebih dihargai. Kedua, meskipun perempuan
diharapkan lebih menanggung kualitas “maskulin”, ada kecenderungan yang
lebih kecil pada laki-laki untuk menerima perilaku “feminin”. Ketiga, wanita
yang mencari perluasan peran dihadapkan dengan penyesuaian tujuan yang
sering bertentangan dengan pekerjaan, pernikahan, rumah tangga, dan orang
tua. Perawat harus mendorong pria dan perempuan untuk memaksimalkan
potensi individu dari pada menyesuaikan diri dengan streotip peran gender,
untuk meningkatkan kesehatan jiwa.
II.4.2. Faktor presipitasi (Menurut Sutejo, 2017)
Hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk
tubuh, kegagalan, serta menurunnya produktivitas menjadi faktor presipitasi
gangguan harga diri rendah. (Sutejo, 2017).
Faktor presipitasi (stuart,2016)
a. Trauma
Klien yang menderita cedera traumatik berada pada peningkatan risiko
berbagai gangguan jiwa – paling sering depresi dan ansietas. Trauma seperti
kekerasan fisik, seksual, atau psikologis pada anak-anak terlah dilaporkan
oleh sebagian besar klien dengan gejala disosiatif. Beberapa klien
melaporkan tidak ada kekerasan, tetapi telah mengalami trauma yang
mereka anggap mengancam kehidupannya atau orang lain, seperti hampir
tenggelam, menyaksikan kejahatan kekerasan atau menjadi korban dari aksi
teroris.
b. Ketegangan peran
Perasaan frustasi ketika seseorang berada dalam arah yang berlawanan
atau merasa tidak mampu atau tidak cocok untuk melakukan peran tertentu.
Dalam perjalanan seumur hidup seseorang menghadapi banyak transisi
peran yang mungkin memerlukan pengetahuan baru dan mengubah prilaku.
Dua kategori transisi peran yaitu perkembangan dan sehat-sakit. Masing –
masing dapat memicu ancaman bagi konsep diri seseorang.
c. Transisi perkembangan
Perubahan normal yang terkait dengan pertumbuhan. Masa remaja
adalah masa yang paling kritis karena merupakan masa penolakan,
perubahan, cemas, dan rasa tidaka aman. Ancaman serius bagi identitas
pada masa dewasa adalah diskontinuitas budaya. Hal ini terjadi ketika
seseorang berpindah dari satu latar belakang budaya ke latar belakang
budaya yang lain dan mengalami pergolakan emosi.
d. Transisi sehat – sakit
Pergerakkan dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Beberapa stress dapat
menyebabkan gangguan citra tubuh dan perubahan terkait konsep diri. Salah
satu ancaman adalah hilangnya sebagian besar dari tubuh. Gangguan juga
mungkin akibat dari prosedur pembedahan dimana hubungan bagian bagian
tubuh terganggu.
Ancaman citra tubuh dapat dihasilkan dari proses patologis yang
menyebabkan perubahan struktur atau fungsi tubuh. Perubahan fisik
berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan normal juga mungkin
menibulkan masalah, karena beberapa prosedur medis atau keperawatan seperti
enema, kateterisasi, penyedotan, terapi radiasi, dilatasi dan kuretase. Dan
transplantasi organ.

II.4.3. Penilaian Stressor/Tanda dan Gejala


a. Faktor Kognitif
Menurut Carpenito-Moyet (2009), standar pengkajian harga diri rendah
Pada faktor kognitif meliputi :
- Klien merasa gagal
- Klien merasa tidak berguna
- Klien merasa tidak memiliki kemampuan positif
- Klien merasa tidak mampu melakukan apapun
b. Faktor Afektif
- Klien merasa malu
- Klien merasa sedih
- Klien merasa tidak berguna
- Klien sering terlihat murung
c. Faktor Fisiologis
- Klien sulit tidur
- Nafsu makan menurun
- Klien merasa lemas
- Klien merasa pusing
- Klien merasa mual
d. Faktor Perilaku
- Klien menghindari orang lain
- Klien menunduk
- Klien bergerak lambat
- Bicara pelan
- Kurangnya kontak mata
e. Faktor sosial
- Klien lebih senang menyendiri
- Klien membatasi interaksi dengan orang lain
- Klien cenderung lebih banyak diam.(Keperawatan Jiwa : Sutejo).
Tanda dan gejala
Klien dengan harga diri rendah memiliki batasan karakteristik berikut ini:
a. Ucapan-ucapan negatif atau kritik negatif terhadap diri sendiri
b. Ekspresi rasa malu atau rasa bersalah
c. Mengevaluasi diri sendiri sebagai akibat dari ketidakmampuan
menghadapi kejadian
d. Merasionalisasi penolakan atau adanya penolakan terhadap umpan
balik positif serta melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri
sendiri
e. Ragu untuk mencoba hal atau situasi baru
Selain batasan karakteristik yang telah disebutkan sebelumnya
(Townsend,2009) menyatakan batasan karakteristik lain yang meliputi

a. Kurangnya keberhasilan dalam pekerjaan maupun peristiwa lainnya


b. Adaptasi yang bersifat eksesif atau berlebihan, sehingga terlalu
bergantung kepada pendapat orang lain
c. Kurangnya kontak mata
d. Ketidakmampuan mengambil keputusan tindakan pencarian kenyamanan
atau ketentraman yang berlebihan.
Selain data tersebut, perawat dapat mengenali penampilan
seseorang dengan harga diri rendah. Klien atau individu tersebut akan
terlihat kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera
makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk,
bicara lambat dengan nada suara lemah .(Sutejo, 2017).
II.4.4 Sumber Koping
a) Kemampuan personal
- klien mampu mengenal dan menilai aspek positif serta kemampuan
yang dimiliki
- klien mampu melatih kemampuan yang masih dapat dilakukan
dirumah sakit
- klien mampu melakukan aktivitas secara rutin diruangan
b) kemampuan dukungan social
- keluarga mengetahui cara untuk merawat klien dengan harga diri
rendah
- klien mendapatkan dukungan dari lingkungan masyarakat
c) asset material
- rutin berobat
- jarak ke pelayanan kesehatan mudah dijangkau
- adanya kader kesehatan jiwa
- social ekonomi rendah
d) kepercayaan
-klien mempunyai harapan untuk sembuh
-klien mempunyai keyakinan positif terhadap program pengobatan
.(Keperawatan Jiwa : Sutejo).
II.4.5 Mekanisme Koping
Mekanisme jangka pendek harga diri rendah yang biasa dilakukan adalah:
a. Tindakan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian obat-
obatan, kerja keras, atau menonton televisi secara terus menerus.
b. Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok social,
keagamaan, atau politik.
c. Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti mengikuti suatu
kompetisi atau konteks.
d. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti
penyalahgunaan obat-obatan. .(Keperawatan Jiwa : Sutejo).
II.4.6 Pohon Masalah

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri: Harga


diri rendah

Kegagalan

II.4.7 Diagnosa Keperawatan


1. Harga diri rendah
Ide, pikiran perasaan yang negatif tentang diri

II.4.8 Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN
Tujuan (TUK Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
/ TUM)
Harga diri rendah. TUM: Setelah … kali 1. Bina hubungan saling Untuk
Klien tidak interaksi, klien percaya dengan meng- membangun
terjadi menunjukkan gunakan prinsip
gangguan eskpresi wajah kepercayaan
komunikasi terapeutik
interaksi bersahabat,
: klien kepada
social, bias menun-jukkan rasa
berhubungan senang, ada kontak  Sapa klien perawat, dan
dengan orang mata, mau berjabat dengan ramah
untuk
lain dan tangan, mau baik verbal
lingkungan menyebutkan maupun non mempermudah
nama, mau verbal. jalannya proses
TUK: menjawab salam,
1. Klien dapat klien mau duduk  Perkenalkan perawatan
berdampingan diri dengan
membina
dengan perawat,
sopan.
hubungan mau mengutarakan
saling masalah yang  Tanyakan nama
dihadapi. lengkap dan
percaya
nama panggilan
dengan
yang disukai
perawat. klien.

 Jelaskan tujuan
pertemuan.

 Jujur dan
menepati janji.

 Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya.

 Beri perhatian
dan perhatikan
kebutuhan
dasar klien.

TUK 2 : Setelah … kali 2.1. Diskusikan dengan Untuk


Klien dapat interaksi klien mengetahui
klien tentang: kegiatan apa
mengidentifik menyebutkan:
 Aspek positif saja yang dapat
asi aspek o Aspek yang dimiliki klien laukan
positif dan positif dan klien.
 Kemampuan
kemampuan kemampuan yang yang dimiliki
yang dimiliki dimiliki klien. klien dan dapat
klien kerjakan
o Aspek
positif keluarga. Untuk
2.2 Bersama klien buat
o Aspek daftar tentang: membangun
 Aspek positif aspek positif
positif lingkung-an
klien, keluarga, pada diri klien,
klien. lingkungan. dan mengetahui
 Kemampuan kemampuan apa
yang dimiliki saja yang masih
klien.
bisa klien
lakukan
Untuk
2.3.Usahakan perawat
selalu memberikan membangun
pujian yang
rasa percaya diri
realistis, hindarkan
memberi penilaian klien
negatif.

TUK 3 : Setelah ...kali 3.1. Perawat diskusikan Untuk


dengan klien mengarahkan
Klien dapat interaksi klien
kemampuan yang klien dan
me-nilai menyebutkan dapat dilaksanakan. memperlihatkan
3.2. Tanyakn kepada kepada klien
kemampuan kemampuan yang
klien tentang bahwa dirinya
yang dimiliki dapat dilaksanakan kemampuan yang masih
dapat dilanjutkan mempunyai
un-tuk
pelaksanaannya. kemampuan
dilaksanakan yang dapat
dilaksanakan
TUK 4 : Setelah ...kali 4.1. perawat Untuk
merencanakan mengarahkan
Klien dapat interaksi klien
bersama klien klien dan
merencanaka membuat rencana memperlihatkan
aktivitas yang
kepada klien
n kegiatan kegiatan harian dapat dilakukan bahwa dirinya
sesuai dengan setiap hari sesuai masih
kemampuan klien mempunyai
kemampuan
kemampuan
yang dimiliki 4.2. Meningkatkan yang dapat
kegiatan sesuai dilaksanakan
kondisi klien.

4.3. Perawat
memberikan contoh
cara pelaksanaan
kegiatan yang dapat
klien lakukan.

TUK 5 : Setelah … kali 5.1. Anjurkan klien Untuk


untuk mengarahkan
Klien dapat interaksi klien
melaksanakan klien dan
melakukan melakukan kegiatan yang telah memperlihatkan
direncanakan. kepada klien
kegiatan kegiatan sesuai
5.2. Perawat memantau bahwa dirinya
sesuai jadual yang dibuat. kegiatan yang masih
dilaksanakan klien. mempunyai
5.3. Perawat memberi kemampuan
pujian atas usaha
rencana yang yang dilakukan yang dapat
klien. dilaksanakan
dibuat.
5.4. Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan
kegiatan setelah
pulang.
TUK 6 : Setelah … kali 6.1. Perawat Keluarga bisa
Klien dapat interaksi klien memberikan menjadi sumber
memanfaatkan pendidikan koping yang
memanfaatka
sistem pendukung kesehatan pada baik untuk klien
n sistem yang ada di keluarga tentang
keluarga. cara merawat klien Timbulnya rasa
pendu-kung kepercayaan
dengan harga diri antara klien
yang ada.
rendah. dengan
keluarganya
6.2. Perawat membantu lagi
keluarga
memberikan
dukungan selama
klien di rawat.

6.3. Perawat membantu


keluarga
menyiapkan
lingkungan di
rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Sutejo. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.

Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Potter, P. A. danPerry, A.G. 2009. Fundamental Keperawatan (Edisi 7). Jakarta: EGC.

Herdman, T.H& Shigemi, K. 2016.NANDA Diagnosis Keperawatan: Definisi dan


Klasifikasi 2015-2017(Edisi 10). Diterjemahkan oleh Keliat, B.A, dkk.Jakarta: EGC.

Stuart,Gail.W, Keliat,Budi.A, Pasaribu,Jesika. 2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa


Stuart. Jakarta: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai