Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Biobriket
Salah satu sumber energi alternatif terbarukan dan murah adalah dengan memanfaatkan
biomassa untuk dijadikan bahan bakar padat (biobriket). Biomassa adalah bahan organik yang
dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan. Selain digunakan
untuk bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan dan lain-lain, biomassa
juga dapat digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Umumnya yang digunakan
sebagai bahan bakar adalah biomassa yang memiliki nilai ekonomis rendah atau limbah
setelah diambil produk primernya (Nahar, 2012).
Biobriket merupakan merupakan bahan bakar berbentuk briket dengan campuran
biomassa (jerami, sekam padi, limbah pertanian) dan batubara. Komposisi biobriket ini
dikembangkan dengan persen campuran biomassa hingga 50%. Selain itu, pengembangan
biobriket ini bisa juga dilakukan dengan menambahkan material perekat (binder) untuk
menjaga ketahanan bentuk briket. Pengembangan biobriket juga dipilih karena pembuatan
bahan bakar dalam bentuk biobriket merupakan alternatif paling baik apabila dibandingkan
dengan pembuatan biopellet dalam skala rumah tangga, karena pembuatan biopellet memiliki
kesulitan yang lebih besar yakni dalam hal pembuatannya yang membutuhkan tekanan tinggi,
dibandingkan dengan pembuatan biobriket (Wang, 2009).

Gambar II.1 Biobriket

II-1
Bab II Tinjauan Pustaka

Mengingat bahan baku yang digunakan untuk membuat biobriket umumnya memiliki
densitas curah (bulk density) yang rendah pada kisaran 0,2 – 0,3 gram/cm3 , maka perlu
dilakukan proses pemadatan untuk peningkatan densitas dengan cara penekanan atau
pengepresan. Hasil pemadatan bisa menaikkan densitas biobriket menjadi 0,8 – 1,2 gram/cm3
(Li, Y dkk, 2001).
Energi biomassa dengan metode pembriketan adalah mengkonversi bahan baku padat
menjadi suatu bentuk hasil kompaksi yang lebih mudah untuk digunakan. Penggunaan
biobriket sebagai bahan bakar merupakan salah satu solusi alternatif untuk menghemat
pemakaian bahan bakar fosil dan dalam penggunaan secara berkelanjutan dapat mengurangi
dampak emisi karbon (Saputata dkk., 2013).
Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat
dari bioarang (bahan lunak). Bioarang yang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan
proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bahan tertentu. Kualitas dari
bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis arang lainnya (Joseph dan
Hislop, 1981).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket bioarang adalah berat jenis bahan baku
atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, tekanan pengempaan, dan
pencampuran formula bahan baku briket. Briket yang baik adalah briket yang memiliki
permukaan yang halus dan tidak meninggalkan bekas hitam pada tangan. Selain itu, briket
bioarang juga harus mudah dinyalakan, emisi gas dari hasil pembakaran tidak mengandung
racun, kedap air, bila disimpan dalam waktu yang lama briket tidak akan berjamur,
menunjukkan upaya laju pembakaran yang baik. Briket yang baik juga harus memenuhi
standard yang telah ditentukan, hal ini berguna sebagai data pembanding, sehingga dapat
diketahui kualitas briket yang dihasilkan (Lubis, 2011).
II.1.2 Pembuatan Biobriket
Berbagai penelitian telah dilakukan dalam pembuatan briket/ biobriket, belum dapat
diterapkan pada masyarakat. Kendala yang dihadapi adalah karena alat pencetakan briket
memiliki skala kecil dan proses pencetakan masih dengan cara manual melalui penekanan
oleh operator. Hal ini menyebabkan tekanan yang dihasilkan tidak konstan dan dimensi serta
densitas curah briket yang dihasilkan sangat bervariasi. Proses produksi memerlukan waktu
yang relatif lama dalam proses pengerjaannya dan tingkat produksi yang masih rendah
(Lumintang, 2011).
Pembuatan briket arang dari limbah dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat,
dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat,
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI
II-2
PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA
FTI - ITS
Bab II Tinjauan Pustaka

dicetak dengan sistem hidrolik maupun dengan manual dan selanjutnya dikeringkan. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hartoyo (1983) menyimpulkan bahwa briket arang yang
dihasilkan setaraf dengan arang buatan Inggris dan memenuhi persyaratan yang berlaku di
Jepang karena menghasilkan kadar abu dan zat yang menguap rendah serta tinggi kadar
karbon terikat dan nilai kalor.
Sumber bahan baku biobriket dari bahan hayati adalah kulit kopi (Suarez dan Luengo
2003), ampas tebu dan kayu (Elfiano dkk., 2014), dan tongkol jagung (Sinurat, 2011). Butiran
halus bioarang dari hasil karbonisasi bahan hayati membutuhkan perekat sehingga biobriket
tidak mudah hancur. Jenis perekat berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu dan nilai kalor.
Kadar air semakin rendah jika jumlah bioarang semakin banyak (Ndraha, 2009).
II.1.3 Perekat Biobriket
Terdapat dua golongan perekat dalam pembuatan biobriket, yaitu perekat yang berasap
(tar, pitch, clay, dan molases) dan perekat yang kurang berasap (pati, dekstrin, dan tepung
beras) (Saleh, 2013). Pemakaian tar, pitch, clay, dan molases sebagai bahan perekat
menghasilkan biobriket yang berkekuatan tinggi tetapi mengeluarkan banyak asap jika
dibakar yang disebabkan adanya komponen yang mudah menguap. Bahan perekat pati,
dekstrin, dan tepung beras akan menghasilkan biobriket yang tidak berasap dan tahan lama
tetapi nilai kalornya tidak tinggi. Bahan perekat dari tumbuh-tumbuhan seperti pati (tapioka)
memiliki keuntungan dimana jumlah perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan bahan perekat hidrokarbon (Saleh, 2013). Bahan perekat tapioka
memiliki kelemahan yaitu sifatnya dapat menyerap air dari udara sehingga tidak baik apabila
berada dalam kelembaban udara yang tinggi. Karakteristik bahan baku perekat untuk
pembuatan biobriket adalah memiliki gaya kohesi yang baik bila dicampurkan dengan
bioarang, mudah terbakar, tidak berasap, mudah didapat dalam jumlah banyak dan murah
harganya dan tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan tidak berbahaya (Fachry dkk.,
2010).
Jenis perekat yang digunakan adalah salah satu faktor penting yang harus
dipertimbangkan saat pembriketan dengan tujuan agar biobriket akan melepaskan panas
maksimum. Dan tujuan pembuatan biobriket adalah untuk menghasilkan sumber bahan bakar
yang baik dan efisien energi yang tinggi maka penggunaan persentase bahan perekat adalah
salah satu campuran yang harus dipertimbangkan (Arief, 2014).

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


II-3
PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA
FTI - ITS
Bab II Tinjauan Pustaka

Pati tapioka mempunyai sifat yang menguntungkan dalam pengolahan pangan,


kemurnian larutannya tinggi, kekuatan gel yang baik dan daya rekat yang tinggi sehingga
banyak digunakan sebagai bahan perekat. Komposisi kimia pati tapioka per 100 gram
meliputi kadar air 9.10%, karbohidrat 88.2%, protein 1.1%, lemak 0.5%, fosfor 125 mg,
kalsium 84 mg, besi 1 mg (Bakhtiar, 2010).

Gambar II.2 Tapioka


II.1.4 Analisa yang dilakukan pada Biobriket
Menurut Santosa (2011), tahap pengujian briket adalah tahap melakukan uji
karakteristik briket untuk mengidentifikasi apakah briket yang dihasilkan berkualitas bagus
yang sesuai dengan SNI, langkah-langkah pengujian yang dilakukan meliputi kadar abu,
kadar air, kadar karbon, nilai kalor, kerapatan massa, kuat tekan, lama nyala api, dan laju
pembakaran.
1. Kadar Air
Penetapan kadar air merupakan suatu cara untuk mengukur banyaknya air yang
terdapat di dalam suatu bahan. Kadar air sampel ditentukan dengan metode oven caranya
adalah bahan ditimbang dengan timbangan analisis dengan berat bahan dalam cawan
alumunium yang telah diukur bobot keringnya secara teliti, kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105oC sampai beratnya konstan. Bahan didinginkan dalam desikator dan
timbang kembali. Kadar air bahan dapat dihitung sebagai berikut :

b-c
% Kadar air = x 100 % .................................Pers.II-1
b

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


II-4
PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA
FTI - ITS
Bab II Tinjauan Pustaka

dengan : b = berat cawan + sampel sebelum dioven (g)


c = berat cawan + sampel setelah dioven (g)
2. Kadar Abu dan Kadar Karbon
Pengukuran kadar abu merupakan residu anorganik yang terdapat dalam bahan. Abu
dalam bahan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral sebagai hasil pembakaran (abu
sisa pembakaran) bahan organik pada suhu 550oC. Prinsip kerja metode ini dengan cara
sebagai berikut :
a. Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen.
b. Sampel dipanaskan sampai menjadi arang dan tidak mengeluarkan asap.
c. Kemudian diabukan di dalam tanur pada suhu 600oC hingga menjadi abu.
d. Sampel dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang segera setelah
mencapai suhu ruang. Perhitungan :

(berat abu+berat cawan) – (berat cawan)


% Kadar abu = x 100 % ….Pers.II-2
berat sampel

3. Nilai Kalor
Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun
dilepaskan oleh suatu benda. Nilai kalor diperoleh dari briket dengan data laboratorium.

4. Kerapatan (Density)
Kerapatan massa dapat dilakukan perhitungan dengan persamaan berikut:

m
ρ= ………………………………..Pers.II-3
v

dengan : ρ = kerapatan (g/cm3)


m = massa (g)
v = volume silinder (cm3)
5. Kuat Tekan
Uji kuat tekan dilakukan dengan menggunakan force gauge untuk mengetahui
kekuatan briket dalam menahan beban dengan tekanan tertentu. Kuat tekan briket dapat
dihitung dengan persamaan :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


II-5
PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA
FTI - ITS
Bab II Tinjauan Pustaka
gaya (N)
Kuat tekan (N/cm2) = luas (cm ) 2 …...……….Pers.II-4

6. Hubungan Komposisi Bahan Baku Terhadap Laju Pembakaran Briket Nyala Api
Uji nyala api dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu briket habis sampai
menjadi abu. Pengujian lama nyala api dilakukan dengan cara briket dibakar seperti
pembakaran terhadap arang. Pencatatan waktu dimulai ketika briket menyala hingga
briket habis atau telah menjadi abu. Pengukuran ini waktu menggunakan stopwatch.
7. Laju Pembakaran Briket
Laju pembakaran briket adalah kecepatan briket habis sampai menjadi abu dengan
berat tertentu. Laju pembakaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

berat briket (g)


Laju pembakaran briket (g/detik) = waktu sampai briket habis (detik) ...Pers.II-5

8. Efisiensi
Efisiensi briket diperoleh dengan menggunakan nilai kalori pada masing-masing
perlakuan komposisi kotoran sapi dan limbah pertanian. Efisiensi diukur dengan
menggunakan rumus :

Output
Efisiensi (%) = x 100 % ……………..Pers.II-6
Input

dengan : Output = jumlah total energi untuk memasak air (kal)


Input = nilai kalor dari berat briket yang digunakan (kal)

Energi untuk memasak air merupakan nilai kalor atau panas yang dihasilkan briket
sampai air mendidih atau sampai suhu tertentu dengan rumus :

Q = m . c . Δt …………………………Pers.II-7

dengan : Q = jumlah panas untuk mendidihkan air (kal)


c = panas jenis air (kal/g.oC)
m = massa briket (g)
Δt = kenaikan suhu (oC)

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


II-6
PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA
FTI - ITS
Bab II Tinjauan Pustaka

II.1.5 Faktor –faktor yang mempengaruhi pembakaran bahan briket


Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik pembakaran briket, antara lain :
1. Laju pembakaran biobriket paling cepat adalah pada komposisi biomassa yang
memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap). Semakin
banyak kandungan volatile matter suatu biobriket maka semakin mudah biobriket
tersebut terbakar, sehingga laju pembakaran semakin cepat.
2. Kandungan nilai kalor yang tinggi pada suatu biobriket saat terjadinya proses
pembakaran biobriket akan mempengaruhi pencapaian temperatur yang tinggi pula
pada biobriket, namun pencapaian suhu optimumnya cukup lama.
3. Semakin besar berat jenis (bulk density) bahan bakar maka laju pembakaran akan
semakin lama. Dengan demikian biobriket yang memiliki berat jenis yang besar
memiliki laju pembakaran yang lebih lama dan nilai kalor lebih tinggi dibandingkan
dengan biobriket yang memiliki berat jenis yang lebih rendah. Makin tinggi berat jenis
biobriket semakin tinggi pula nilai kalor yang diperolehnya.
Penggunaan biobriket untuk kebutuhan seharihari sebaiknya digunakan biobriket
dengan tingkat polusinya paling rendah dan pencapaian suhu 3 maksimal paling cepat.
Dengan kata lain, briket yang baik untuk keperluan rumah tangga adalah briket yang
tingkat polutannya rendah, pencapaian suhu maksimalnya paling cepat dan mudah
terbakar pada saat penyalaannya.
Sedangkan, untuk factor-faktor yang mempengaruhi pembakaran bahan bakar padat
adalah :
a. Ukuran partikel Salah satu faktor yang mempengaruhi pada proses pembakaran bahan
bakar padat adalah ukuran partikel bahan bakar padat yang kecil. Dengan Partikel
yang lebih kecil ukurannya, maka suatu bahan bakar padat akan lebih cepat terbakar. •
Kecepatan aliran udara Laju pembakaran biobriket akan naik dengan adanya kenaikan
kecepatan aliran udara dan kenaikan temperatur.
b. Jenis bahan bakar Jenis bahan bakar akan menentukan karakteristik bahan bakar.
Karakteristik tersebut antara lain kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah
menguap) dan kandungan moisture (kadar air). Semakin banyak kandungan volatile
matter pada suatu bahan bakar padat maka akan semakin mudah bahan bakar padat
tersebut untuk terbakar dan menyala.
c. Temperatur udara pembakaran Kenaikan temperatur udara pembakaran menyebabkan
semakin pendeknya waktu pembakaran.

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


II-7
PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA
FTI - ITS
Bab II Tinjauan Pustaka

d. Karakteristik bahan bakar padat yang terdiri dari kadar karbon, kadar air (moisture),
zat-zat yang mudah menguap (Volatile matter) , kadar abu (ash), nilai kalori.

II.1.6 . Karbonisasi
Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi karbon
berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara yang terbatas atau
seminimal mungkin. Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil pembakaran berupa
abu dan seluruh energi di dalam bahan organik dibebaskan ke lingkungan dengan perlahan.
a. Pembakaran sempurna
Bahan Energi + Abu
b. Pembakaran tidak sempurna
Bahan Energi + Arang
Karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan
organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang menghasilkan arang serta
menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan berupa selulosa,
hemiselulosa dan lignin serta membentuk uap air, methanol, uap-uap asam asetat dan
hidrokarbon. Dengan adanya proses karbonisasi maka zat-zat terbang yang terkandung dalam
briket diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap
Pelaksanaan karbonisasi meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling
canggih. Metode karbonisasi yang paling sederhana dilakukan adalah metode pengarangan di
dalam drum. Arang yang dihasilkan lebih hitam jika dibandingkan dengan metode
pengarangan lainnya dan rendemen yang dicapai mendekati angka 50–60 % dari berat semula.
Drum bekas aspal atau oli yang masih baik digunakan untuk membuat arang. Bagian alas
drum dilubangi kecil-kecil dengan paku atau bor besi dengan jarak 1 cm x 1 cm, selanjutnya
bahan baku dimasukkan ke dalam drum, lalu api dinyalakan lewat bawah drum yang
berlubang. Apabila asap mulai keluar, berarti pembakaran bahan baku telah berlangsung.
Proses karbonisasi dapat dilakukan dengan cara sederhana dan sinambung. Pada dasarnya
dapat dijalankan dengan alat yang bisa dibagi dalam dua golongan, yaitu :

1. Klin adalah panas untuk proses karbonisasi yang sebagian berasal dari bahan baku
sendi. Contohnya, dalam pembuatan arang kayu dengan timbunan tanah.
2. Retort adalah panas untuk proses karbonisasi yang berasal dari luar, misalnya dengan
menggunakan panas dari nyala api elpiji atau aliran tenaga listrik. Retort umumnya
terbuat dari besi, dengan cara ini dapat diperoleh arang dengan cepat.

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


II-8
PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA
FTI - ITS
Bab II Tinjauan Pustaka

Ada beberapa cara proses pembuatan arang yang secara garis besar dapat dibagi menjadi 2
cara proses pembuatan yaitu :

a. Proses sederhana
b. Proses modern.
a. Proses sederhana
Pada proses sederhana ini kayu atau bahan baku arang yang dimasukkan kedalam
tanah yang terlebih dahulu digali atau kedalam bak beton. Kayu atau bahan baku arang
disusun sedemikian rupa sampai galian tanah atau bak tadi penuh. Kemudian kayu
atau bahan baku arang tadi dibakar sampai mengeluarkan asap putih yang tebal.
Setelah muncul asap putih kemudian galian tanah atau bak ditutup rapat. Biarkan
sampai asap tidak muncul lagi. Setelah itu arang siap diambil untuk dikemas.
b. Proses modern
Pada proses modern proses pembuatan arang ada beberapa cara yaitu :
a. Proses dengan klin.
b. Proses destilasi dekstruktif.
c. Proses briket arang

(Lubis, 2008)

a. Proses dengan klin


Pada proses klin kayu atau bahan baku arang dibakar di dalam klin (semacam oven
pengering) dengan suhu pengarangan yang dapat mencapai 400 -1600C. Waktu
pengolahannya 2 sampai 30 hari. Ada beberapa jenis klin, yang dibedakan menurut
bentuk dan bahan konstruksinya, taitu klin tanah liat atau batu, klin kubah, klin sarang
lebah atau empat persegi panjang. Kapasitas produksi pengolahan bergantung pada
volume klin, yaitu antar 150 kg hingga 30 ton arang untuk setiap pembakaran.
b. Proses destilasi dekstruktif
Pada cara ini, alat yang digunakan dapat berbentuk penyuling atau oven semacam
tungku pemanas. Pemanasan dapat dilakukan di luar atau di dalam alat itu.
Pemanasannya biasanya dilakukan dengan mengalirkan gas panas yang tidak bereaksi.
Suhu maksimum pengolahan sekitar 400 - 500C dalam waktu 20 – 30 jam. Arang
yang dihasilkan berbentuk batangan atau serbuk.

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


II-9
PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA
FTI - ITS
Bab II Tinjauan Pustaka

c. Proses briket arang


Pembuatan briket arang dilakukan dengan metode langsung dalam suatu klin/reaktor
dengan kondisi pembakaran dan udara yang terkontrol. Biomassa sebagai bahan baku
perlu dikeringkan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar air sekitar 60 – 20%.
Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari diatas rak-rak kayu. Proses
pengarangan berlangsung dalam waktu 24 jam mulai dari pemuatan, penyalaan,
pengarangan sampai pembongkaran.
(Lubis, 2008)

ii.1.7. Keuntungan dan Kelemahan Biobriket


Bahan bakar briket cocok digunakan oleh pedagang atau pengusaha yang memerlukan
pembakaran terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Keuntungan-keuntungan
briket. biayanya lebih murah dibandingkan dengan minyak atau arang kayu, briket arang
memiliki masa bakar yang jauh lebih lama, penggunaan briket relatif lebih aman, briket
mudah disimpan dan dipindah-pindahkan, tidak perlu berkali-kali mengipasi atau menambah
dengan bahan bakar yang baru.

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


II-10
PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

Anda mungkin juga menyukai