TINJAUAN PUSTAKA
II-1
Bab II Tinjauan Pustaka
Mengingat bahan baku yang digunakan untuk membuat biobriket umumnya memiliki
densitas curah (bulk density) yang rendah pada kisaran 0,2 – 0,3 gram/cm3 , maka perlu
dilakukan proses pemadatan untuk peningkatan densitas dengan cara penekanan atau
pengepresan. Hasil pemadatan bisa menaikkan densitas biobriket menjadi 0,8 – 1,2 gram/cm3
(Li, Y dkk, 2001).
Energi biomassa dengan metode pembriketan adalah mengkonversi bahan baku padat
menjadi suatu bentuk hasil kompaksi yang lebih mudah untuk digunakan. Penggunaan
biobriket sebagai bahan bakar merupakan salah satu solusi alternatif untuk menghemat
pemakaian bahan bakar fosil dan dalam penggunaan secara berkelanjutan dapat mengurangi
dampak emisi karbon (Saputata dkk., 2013).
Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat
dari bioarang (bahan lunak). Bioarang yang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan
proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bahan tertentu. Kualitas dari
bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis arang lainnya (Joseph dan
Hislop, 1981).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket bioarang adalah berat jenis bahan baku
atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, tekanan pengempaan, dan
pencampuran formula bahan baku briket. Briket yang baik adalah briket yang memiliki
permukaan yang halus dan tidak meninggalkan bekas hitam pada tangan. Selain itu, briket
bioarang juga harus mudah dinyalakan, emisi gas dari hasil pembakaran tidak mengandung
racun, kedap air, bila disimpan dalam waktu yang lama briket tidak akan berjamur,
menunjukkan upaya laju pembakaran yang baik. Briket yang baik juga harus memenuhi
standard yang telah ditentukan, hal ini berguna sebagai data pembanding, sehingga dapat
diketahui kualitas briket yang dihasilkan (Lubis, 2011).
II.1.2 Pembuatan Biobriket
Berbagai penelitian telah dilakukan dalam pembuatan briket/ biobriket, belum dapat
diterapkan pada masyarakat. Kendala yang dihadapi adalah karena alat pencetakan briket
memiliki skala kecil dan proses pencetakan masih dengan cara manual melalui penekanan
oleh operator. Hal ini menyebabkan tekanan yang dihasilkan tidak konstan dan dimensi serta
densitas curah briket yang dihasilkan sangat bervariasi. Proses produksi memerlukan waktu
yang relatif lama dalam proses pengerjaannya dan tingkat produksi yang masih rendah
(Lumintang, 2011).
Pembuatan briket arang dari limbah dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat,
dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat,
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI
II-2
PROGRAM STUDI D III TEKNIK KIMIA
FTI - ITS
Bab II Tinjauan Pustaka
dicetak dengan sistem hidrolik maupun dengan manual dan selanjutnya dikeringkan. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hartoyo (1983) menyimpulkan bahwa briket arang yang
dihasilkan setaraf dengan arang buatan Inggris dan memenuhi persyaratan yang berlaku di
Jepang karena menghasilkan kadar abu dan zat yang menguap rendah serta tinggi kadar
karbon terikat dan nilai kalor.
Sumber bahan baku biobriket dari bahan hayati adalah kulit kopi (Suarez dan Luengo
2003), ampas tebu dan kayu (Elfiano dkk., 2014), dan tongkol jagung (Sinurat, 2011). Butiran
halus bioarang dari hasil karbonisasi bahan hayati membutuhkan perekat sehingga biobriket
tidak mudah hancur. Jenis perekat berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu dan nilai kalor.
Kadar air semakin rendah jika jumlah bioarang semakin banyak (Ndraha, 2009).
II.1.3 Perekat Biobriket
Terdapat dua golongan perekat dalam pembuatan biobriket, yaitu perekat yang berasap
(tar, pitch, clay, dan molases) dan perekat yang kurang berasap (pati, dekstrin, dan tepung
beras) (Saleh, 2013). Pemakaian tar, pitch, clay, dan molases sebagai bahan perekat
menghasilkan biobriket yang berkekuatan tinggi tetapi mengeluarkan banyak asap jika
dibakar yang disebabkan adanya komponen yang mudah menguap. Bahan perekat pati,
dekstrin, dan tepung beras akan menghasilkan biobriket yang tidak berasap dan tahan lama
tetapi nilai kalornya tidak tinggi. Bahan perekat dari tumbuh-tumbuhan seperti pati (tapioka)
memiliki keuntungan dimana jumlah perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan bahan perekat hidrokarbon (Saleh, 2013). Bahan perekat tapioka
memiliki kelemahan yaitu sifatnya dapat menyerap air dari udara sehingga tidak baik apabila
berada dalam kelembaban udara yang tinggi. Karakteristik bahan baku perekat untuk
pembuatan biobriket adalah memiliki gaya kohesi yang baik bila dicampurkan dengan
bioarang, mudah terbakar, tidak berasap, mudah didapat dalam jumlah banyak dan murah
harganya dan tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan tidak berbahaya (Fachry dkk.,
2010).
Jenis perekat yang digunakan adalah salah satu faktor penting yang harus
dipertimbangkan saat pembriketan dengan tujuan agar biobriket akan melepaskan panas
maksimum. Dan tujuan pembuatan biobriket adalah untuk menghasilkan sumber bahan bakar
yang baik dan efisien energi yang tinggi maka penggunaan persentase bahan perekat adalah
salah satu campuran yang harus dipertimbangkan (Arief, 2014).
b-c
% Kadar air = x 100 % .................................Pers.II-1
b
3. Nilai Kalor
Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun
dilepaskan oleh suatu benda. Nilai kalor diperoleh dari briket dengan data laboratorium.
4. Kerapatan (Density)
Kerapatan massa dapat dilakukan perhitungan dengan persamaan berikut:
m
ρ= ………………………………..Pers.II-3
v
6. Hubungan Komposisi Bahan Baku Terhadap Laju Pembakaran Briket Nyala Api
Uji nyala api dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu briket habis sampai
menjadi abu. Pengujian lama nyala api dilakukan dengan cara briket dibakar seperti
pembakaran terhadap arang. Pencatatan waktu dimulai ketika briket menyala hingga
briket habis atau telah menjadi abu. Pengukuran ini waktu menggunakan stopwatch.
7. Laju Pembakaran Briket
Laju pembakaran briket adalah kecepatan briket habis sampai menjadi abu dengan
berat tertentu. Laju pembakaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
8. Efisiensi
Efisiensi briket diperoleh dengan menggunakan nilai kalori pada masing-masing
perlakuan komposisi kotoran sapi dan limbah pertanian. Efisiensi diukur dengan
menggunakan rumus :
Output
Efisiensi (%) = x 100 % ……………..Pers.II-6
Input
Energi untuk memasak air merupakan nilai kalor atau panas yang dihasilkan briket
sampai air mendidih atau sampai suhu tertentu dengan rumus :
Q = m . c . Δt …………………………Pers.II-7
d. Karakteristik bahan bakar padat yang terdiri dari kadar karbon, kadar air (moisture),
zat-zat yang mudah menguap (Volatile matter) , kadar abu (ash), nilai kalori.
II.1.6 . Karbonisasi
Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi karbon
berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara yang terbatas atau
seminimal mungkin. Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil pembakaran berupa
abu dan seluruh energi di dalam bahan organik dibebaskan ke lingkungan dengan perlahan.
a. Pembakaran sempurna
Bahan Energi + Abu
b. Pembakaran tidak sempurna
Bahan Energi + Arang
Karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan
organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang menghasilkan arang serta
menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan berupa selulosa,
hemiselulosa dan lignin serta membentuk uap air, methanol, uap-uap asam asetat dan
hidrokarbon. Dengan adanya proses karbonisasi maka zat-zat terbang yang terkandung dalam
briket diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap
Pelaksanaan karbonisasi meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling
canggih. Metode karbonisasi yang paling sederhana dilakukan adalah metode pengarangan di
dalam drum. Arang yang dihasilkan lebih hitam jika dibandingkan dengan metode
pengarangan lainnya dan rendemen yang dicapai mendekati angka 50–60 % dari berat semula.
Drum bekas aspal atau oli yang masih baik digunakan untuk membuat arang. Bagian alas
drum dilubangi kecil-kecil dengan paku atau bor besi dengan jarak 1 cm x 1 cm, selanjutnya
bahan baku dimasukkan ke dalam drum, lalu api dinyalakan lewat bawah drum yang
berlubang. Apabila asap mulai keluar, berarti pembakaran bahan baku telah berlangsung.
Proses karbonisasi dapat dilakukan dengan cara sederhana dan sinambung. Pada dasarnya
dapat dijalankan dengan alat yang bisa dibagi dalam dua golongan, yaitu :
1. Klin adalah panas untuk proses karbonisasi yang sebagian berasal dari bahan baku
sendi. Contohnya, dalam pembuatan arang kayu dengan timbunan tanah.
2. Retort adalah panas untuk proses karbonisasi yang berasal dari luar, misalnya dengan
menggunakan panas dari nyala api elpiji atau aliran tenaga listrik. Retort umumnya
terbuat dari besi, dengan cara ini dapat diperoleh arang dengan cepat.
Ada beberapa cara proses pembuatan arang yang secara garis besar dapat dibagi menjadi 2
cara proses pembuatan yaitu :
a. Proses sederhana
b. Proses modern.
a. Proses sederhana
Pada proses sederhana ini kayu atau bahan baku arang yang dimasukkan kedalam
tanah yang terlebih dahulu digali atau kedalam bak beton. Kayu atau bahan baku arang
disusun sedemikian rupa sampai galian tanah atau bak tadi penuh. Kemudian kayu
atau bahan baku arang tadi dibakar sampai mengeluarkan asap putih yang tebal.
Setelah muncul asap putih kemudian galian tanah atau bak ditutup rapat. Biarkan
sampai asap tidak muncul lagi. Setelah itu arang siap diambil untuk dikemas.
b. Proses modern
Pada proses modern proses pembuatan arang ada beberapa cara yaitu :
a. Proses dengan klin.
b. Proses destilasi dekstruktif.
c. Proses briket arang
(Lubis, 2008)