Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Maksud dan Tujuan


 Praktikum “Perancangan Perkerasan Jalan” ini merupakan syarat yang
harus dilaksanakan oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah
Perancangan Perkerasan Jalan.
 Syarat untuk mengikuti praktikum ini harus menunjukkan LIRS semester
gasal yang mencantumkan bahwa mahasiswa tersebut telah memprogram
mata kuliah Perancangan Perkerasan Jalan.
 Praktikum ini merupakan sarana untuk meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam perancangan bahan perkerasan jalan raya serta untuk
mengenal sifat-sifat dasar material penyusunnya.

I.2. Materi Praktikum


Adapun materi-materi praktikum yang dilaksanakan antara lain, yaitu:
Untuk pemeriksaan agregat diantaranya :
a. Pemeriksaan analisa saringan agregat.
b. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat.
c. Pemeriksaan keausan agregat dengan mesin Los Angeles.
d. Pemeriksaan Sand Equivalent pada agregat halus.
Sedangkan untuk pemeriksaan aspal diantaranya :
a. Pemeriksaan penetrasi aspal.
b. Pemeriksaan titik lembek.
c. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar.
d. Pemeriksaan kehilangan berat aspal (thick film test).
e. Pemeriksaan daktilitas aspal.
f. Pemeriksaan berat jenis aspal (specifikasi gravity test).
Merancang campuran aspal
a. Merencanakan proporsi campuran agregat.

1
b. Membuat benda uji.
c. Pengujian marshal test.
I.3. Lokasi Praktikum
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik
Universitas Tanjungpura.

I.4. Sumber Data


Adapun sumber data yang dipakai untuk penyusunan laporan praktek ini
diperoleh dari :
1. Hasil percobaan praktek
2. Pengarahan dari teknisi laboratorium dan asisten praktikum.
3. Buku pedoman praktikum perancangan perkerasan jalan.

I.5. Pelaksanaan Praktikum


Praktikum dilaksanakan tanggal 31 desember – 23 november. Adapun rincian
pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :
 Tanggal 31-1 desember 2018
Kegiatan :
 Persiapan bahan.
 Analisa gradasi agregat kasar, agregat halus, dan filler.
 Keausan agregat.
 Pemeriksaan daktilitas aspal.
 Berat jenis agregat kasar, agregat halus, dan filler.
 Pengujian titik nyala dan titik bakar aspal.
 Penentuan penetrasi aspal.
 Pemeriksaan kehilangan berat aspal.
 Menentukan proporsi campuran laston.
 Tanggal 22-23 November 2018
Kegiatan :
 Berat jenis agregat kasar, agregat halus, dan filler.

2
 Pemeriksaan kadar lumpur.
 Konsultasi proporsi campuran laston.
 Membuat benda uji.
 Tes marshall

3
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Pengertian Laston


Aspal beton campuran panas merupakan salah satu jenis dari lapisan
perkerasan lentur. Jenis perkerasan lentur ini merupakan campuran merata
antara agregat bergradasi menerus dan aspal semen sebagai bahan pengikat
pada suhu tertentu. Untuk mengeringkan agregat dan mendapatkan tingkat
kecairan yang cukup dari aspal, sehingga diperoleh kemudahan untuk
mencampurnya, maka kedua material tersebut harus dipanaskan dulu sebelum
dicampur.Laston dibentuk oleh agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal
keras.
Karena dicampur dalam keadaan panas, maka seringkali disebut “hot
mix”. Pekerjaan pencampuran ini dilakukan di pabrik pencampuran kemudian
dibawa ke lokasi dan dihamparkan dengan menggunakan alat penghampar
(paving machine), sehingga diperoleh lapisan lepas yang seragam dan merata
untuk selanjutnya dengan menggunakan mesin pemadat dan pada saat
pemadatan, suhunya harus berkisar antara 110oC – 120oC, sehingga akhirnya
diperoleh laston.

Laston mempunyai fungsi sebagai berikut:


1. Sebagai pendukung beban lalu lintas
Laston merupakan jenis lapisan konstruksi perkerasan yang
mempunyai koefisien kekuatan relatif bahan tinggi.
2. Sebagai pelindung konstruksi dibawahnya dari kerusakan akibat
pengaruh air dan cuaca.
Hal ini diperoleh dari penggunaan agregat bergradasi menerus
sehingga rongga antar butir agregat sangat kecil. Dengan
menggunakan kadar aspal yang tepat, maka laston merupakan lapisan
yang kedap air dan udara.

4
3. Sebagai lapisan aus
Laston yang mengandung agregat yang tinggi dapat menyediakan
permukaan jalan yang rata dan tidak licin.
4. Menyediakan permukaan yang rata dan tidak licin.
Sifat – sifat laston yang diharapkan sebagai berikut:
1. Stabilitas yang tinggi
Hal ini diperoleh dari gesekan dan saling menguncinya agregat satu
dengan lainnya di dalam campuran, disamping laston menggunakan
agregat yang bergradasi menerus.
2. Ketahanan gesek (skid resistance)
Dengan menggunakan fraksi agregat kasar yang banyak serta kadar
aspal yang relatif lebih rendah maka permukaan akan memberikan
kekesatan yang baik.
3. Kedap air dan udara
Sifat ini menghasilkan dari kecilnya rongga dalam campuran (VIM)
karena penggunaan agregat bergradasi menerus.
4. Nilai struktural
Sebagai lapisan permukaan laston mempunyai koefisien relatif antara
0,30 sampai 0,40 dan sebagai lapis pondasi nilai koefisien relatif dari
laston berkisar 0,24 sampai 0,28.
Untuk mendapatkan campuran laston yang baik perlu dilakukan
perencanaan campuran.
1. Data perencanaan
 Jenis agregat.
 Gradasi agregat.
 Mutu agregat.
 Jenis aspal keras.
 Rencana tebal lapisan.
 Jenis bahan pengisi (filler).
2. Penentuan Persentase Aspal.

5
Persentase aspal (dalam berat) yang akan ditambahkan pada agregat
kering, ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Melalui
metode “marshall test” akan diperoleh kadar aspal optimum, dimana
pada kadar aspal tersebut persyaratan-persyaratan berikut harus
dipenuhi.
Karateristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton
campuran panas adalah:
1. Stabilitas
Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan
menerima beban lau lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap,
seperti gelombang, alur ataupun bleeding. Kebutuhan akan stabilitas
tergantung pada jumlah lalu lintas dan beban kendaraan yang akan
melewati jalan tersebut. Jika volume lalu lintas tinggi dan sebagian
besar merupakan kendaraan berat maka menurut stabilitas yang lebih
besar dibandingkan dengan jalan yang volume lalu lintasnya rendah
dan hanya terdiri dari kendaraan penumpang saja. Kestabilan yang
cukup tinggi menyebabkan lapisan menjadi terlalu kaku sehingga
dengan adanya repitisi beban lalu lintas akan mudah terjadi retak.
Stabilitas yang baik dapat dihasilkan oleh gesekan antara butiran
agregat, susunan agregat yang saling mengunci dan daya ikat aspal
yang baik. Guna mendapatkan stabilitas yang tinggi maka dapat
diupayakan dengan cara menggunakan agregat bergradasi rapat.
Agregat yang berbentuk kubus, dan menggunakan aspal dengan
penetrasi rendah dalam jumlah yang cukup.
2. Durabilitas (Keawetan / Daya Tahan)
Durabilitas adalah kemampuan dari suatu lapisan untuk menahan
keausan akibat pengaruh air, cuaca dan perubahan suhu ataupun akibat
gesekan roda kendaraan. Durabilitas juga diartikan kemampuan dari
suatu campuran untuk mencegah terjadinya perubahan pada aspal,
kehancuran agregat dan pengelupasan selimut aspal pada agregat.

6
Durabilitas merupakan faktor yang penting untuk
mengevaluasi keandalan mutu pelayanan dari material yang di
gunakan sebagai bahan perkerasan jalan. Faktor mempengaruhi
durabilitas campuran:
 Proses rongga udara yang tinggi atau kurangnya pemadatan akan
menyebabkan mudah mengerasnya aspal, yang akan di ikuti
keretakan dan mudah menyusupkan air dan udara ke dalam
perkerasan.
 Kadar aspal rendah menyebabkan kemudahan agregat saling
melepas dari satu perkerasan (stripping).
Stripping adalah proses terkelupasnya aspal dari permukaan
agregat oleh air, yang selanjutnya mengakibatkan keruntuhan
pada suatu campuran perkerasan, dimana air akan membasahi
sebagian agregat dengan mudah dari pada aspal menyelimuti
agregat.
 Selimut aspal yang tebal tebal dapat menghasilkan lapis aspal
beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya
bleeding menjadi tinggi.
Pada umumnya durabilitas campuran dapat dinaikkan dengan dua
cara, yaitu:
 Pemakaian kadar aspal optimum, dimana pada kondisi ini
selimut aspal yang cukup akan menghambat laju pengerasan dan
penuaan aspal yang cepat sehingga bisa menyebabkan
karakteristik aspal yang asli bertahan lebih lama. Demikian juga
aspal akan menyelimuti lebih rapat terhadap rongga udara yang
saling berhubungan sehingga menyulitkan bagi air dan udara
untuk melakukan penetrasi.
 Campuran direncanakan dan dipadatkan hingga menghasilkan
perkerasan dengan permeabilitas maksimum, agar air dan udara
yang menyusup masuk ke dalam perkerasan dapat diperkecil.

7
3. Fleksibilitas (Kelenturan)
Fleksibiltas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan
perkerasan untuk mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban
berulang dari lalu lintas tanpa timbulnya retak dan perubahan volume.
Kelenturan yang tinggi dapat dicapai dengan cara:
 Memperbesar rongga antar butir agregat sehingga dapat
digunakan aspal yang lebih layak.
 Penggunaan aspal yang cukup banyak membuat film aspal lebih
tebal serta rongga dalam campuran lebih kecil.
 Menggunakan aspal yang lunak.
4. Ketahanan Geser (Skid Resistance)
Ketahanan Geser adalah kemampuan lapis perkerasan untuk
memberikan kekesatan sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik
waktu hujan atau basah maupun waktu kering. Ketahanan Gesernaik
jika:
 Penggunaan agregat dengan permukaan kasar atau bersudut
 Penggunaan fraksi agregat kasar yang cukup
 Penggunaan agregat berbentuk kubus
 Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi
bleeding.
5. Ketahanan Kelelahan (Fatique Resistance)
Ketahanan kelelahan adalah ketahanan lapisan aspal dalam menerima
beban berulang tanpa terjadinya kelelahan berupa retak dan
alur(rutting).
Faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap kelelahan adalah:
 Rongga udara antar campuran yang tinggi dan kadar aspal yang
rendah akan mengakibatkan kelelahan yang cepat.
 Rongga antar butir agregat yang tinggi dan kadar aspal yang
tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel.

8
6. Kemudahan Pelaksanaan (Workability)
Yang dimaksud dengan Workability adalah mudahnya suatu campuran
untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang
memenuhi kepadatan yang diharapkan.
Faktor yang mempengaruhi kemudahan pelaksanaan adalah:
 Gradasi agregat, Agregat bergradasi baik lebih mudah
dilaksanakan dari pada agregat bergradasi lain.
 Temperatur campuran, yang ikut mempengaruhi kekerasan
bahan pengikat yang bersifat termoplastis.
 Kandungan filler yang tinggi menyebabkan pelaksanaan lebih
sukar.

Tabel 2.1. Penentuan Persentase Aspal


LL berat LL sedang LL ringan
Sifat campuran (2 x 17 (2 x 50 (2 x 35
tumbukan) tumbukan) tumbukan)
MIN MAX MIN MAX MIN MAX
Stabilitas(kg) 750 - 650 - 460 -
Kelelahan(mm) 2 4 2 4,5 2 5
Stabilitas/Kelelahan(k
200 350 200 350 200 350
g/mm)
Rongga dalam
3 5 3 5 3 5
campuran (%)
Rongga terisi aspal(%) 75 82 75 85 75 85
Sumber : manual pemeliharaan jalan, DPU Bina Marga

9
Tabel 2.2. Ketentuan Sifat-sifat campuran Laston (AC)
Laston
Sifat Campuran
WC BC Base
Penyerapan aspal(%) Maks 1,2
Jumlah tumbukan per bidang 7,5 112
Min 3,5
Rongga dalam campuran (%)
Maks 5,5
Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60
Min 800 1500
Stabilitas Marshall (kg)
Maks - -
Pelelehan (mm) Min 3 5
Marshall Quoitient (kg/mm) Min 250 300
Stabilitas Marshall Sisa % setelah Min
75
perendaman selama 24 jam, 60 0C
Rongga dalam campuran (%) pada
kepadatan membal (refusal) Min 2,5
Sumber : Dep.PU, Bina Marga(SNI
03-17371989).

II.2. Agregat
Agregat didefinisikan sebagai mineral keras berupa batu pecah, pasir
atau komposisi mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun hasil
pengolahan.
Ditinjau dari asal kejadiannya agregat atau batu dibedakan atas batuan
beku (igneous rock), batuan sedimen, dan batuan metamorf (batuan malihan).
Berdasarkan proses pengolahannya agregat yang digunakan pada perkerasan
lentur dapat dibedakan atas agregat alam, agregat yang telah mengalami
proses pengolahan terlebih dahulu dan agregat buatan. Sedangkan
berdasarkan ukuran besarnya butiran maka agregat dapat dibedakan menjadi
agregat kasar dengan ukuran > 4 ,75 mm (ASTM) atau > 2 mm (AASTHO),
dan agregat halus dengan ukuran butiran < 4,75 mm (ASTM) atau antara
0,075 mm – 2 mm (AASTHO).
Sebagai bahan perkerasan jalan maka sifat dari kualitas agregat
menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas. Agregat

10
dengan sifat dan kualitas yang baik langsung memikul beban lalu lintasdan
menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.
Beberapa sifat agregat yang penting sehubungan dengan penggunaan
pada perkerasan jalan,antara lain:
A. Gradasi
Gradasi atau distribusi butiran mempengaruhi besarnya rongga
antar butiran yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam
proses pelaksanaan.Gradasi agregat terdiri dari:
 Gradasi seragam (uniform graded), adalah agregat dengan
ukuran yang hampir sejenis atau mengandung agregat halus
yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga
antar agregat. Gradasi seragam di sebut juga gradasi terbuka.
 Gradasi rapat (dense graded), adalah campuran agregat kasar
dan halus dalam porsi yang berimbang, sehingga dinamakan
juga agregat bergradasi baik.
 Gradasi buruk (poorly graded), adalah campuran agregat yang
tidak memenuhi kategori diatas, agregat bergradasi buruk yang
umum digunakan untuk lapis perkerasan lentur yaitu gradasi
celah yang disebut juga gradasi senjang.

B. Ukuran Maksimum dan Ukuran Nominal


Umumnya lapisan pekerasaan lentur membutuhkan agregat
yang terdistribusi dari besar hingga kecil semakin besar ukuran
maksimum partikel agregat yang digunakan semakin banyak punya
pula variasi ukuran yang dibutuhkan. Batasan ukuran maksimum yang
digunakan biasanya dibatasi tebal lapisan yang diharapkan.
Terdapat dua cara untuk menyatakan ukuran partikel agregat,
yaitu:
1. Ukuran maksimum, merupakan ukuran ayakan terkecil dimana
agregat tersebut lolos 100%.

11
2. Ukuran nominal maksimum, merupakan ukuran ayakan terbesar
dimana agregat tertahan ayakan tidak lebih dari 10%.

C. Kebersihan (Cleaness)
Agregat yang mengandung substansi asing harus dibersihkan
sebelum digunakan dalam campuran. Substansi asing ini dapat berupa
tumbuhan, partikel halus atau gumpalan lumpur yang dapat
mengurangi daya lekat aspal terhadap batuan. Agregat seperti ini
dihindari kecuali bila zat-zat tersebut dapat dikurangi atau dalam
jumlah yang sangat terbatas.
Pemeriksaan akan kebersihan agregat sering kali ditentukan
secara visual, tetapi dengan test laboratorium akan memberikan hasil
positif, kotor tidaknya agregat. California Devision Of Highways,
mengembangkan suatu cara test untuk menentukan perbandingan
relatif dari bagian yang merugikan. Test ini lebih umum disebut
sebagai test (SE). makin kecil nilai SE maka bahan makin kotor,
dimana besarnya nilai SE = (skala pasir/skala Lumpur) x 100%.
Umumnya besarnya nilai SE dari partikel agregat yang dapat
dipergunakan untuk bahan konstruksi perkerasan jalan adalah 50%
(Silvia Sukirman, 1992).

D. Kekuatan Agregat dan Ketahanan


Daya tahan agregat untuk tidak hancur oleh pengaruh
mekanisa ataupun kimia. Agregat yang digunakan untuk lapisan
perkerasan harus mempunyai daya tahan terhadap pemecahan,
pengikisan akibat cuaca yang mungkin timbul selama proses
pencampuran, pemadatan, repetisi beban lalu lintas dan penghancuran
yang terjadi selama masa pelayanan jalan tersebut. Ketahanan agregat
terhadap pemecahan diperiksa dengan percobaan “Los Angeles
Abration Test”. Nilai abrasi dinyatakan dalam persen yang merupakan
hasil perbandingan antara beratuji semula di kurangi berat benda uji

12
tertahan saringan no. 12 dengan berat benda uji semula. agregat keras
mempunyai nilai abrasi < 20% dan agregat lunak > 20%. Nilai abrasi
> 40% menunjukkan agregat tidak mempunyai kekerasan yang cukup
untuk digunakan. Nilai < 30% baik sebagai lapisan penutup,
sedangkan nilai dibawah 40% baik digunakan sebagai lapisan
permukaan dan lapisan pondasi atas pada perkerasan jalan.
Agregatdengan soundness ≤ 12% menunjukan agregat yang cukup
tahan terhadap pengaruh cuaca dan dapat digunakan untuk lapisan
permukaan.

E. Bentuk dan Tekstur Permukaan Agregat


Bentuk dan tekstur mempengaruhi stabilitas dari lapisan
perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut. Partikel agregat dapat
berbentuk bulat, lonjong, kubus, pipih, dan tidak beraturan, pada
perkerasan jalan bentuk butiran mempunyai beberapa pengaruh yaitu:
mempengaruhi cara pekerjaan campuran, merubah kemampuan
pemadatan dalam mencapai kepadatan yang ditentukan serta
bepengaruh terhadap kekuatan perkerasan aspal.
Bentuk agregat yang bulat atau lonjong kurang memberikan
ikatan satu sama lainnya dan umumnya mempunyai permukaan yang
licin, sehingga mudah mengalami gerakan apabila kenakan beban
diatasnya. Butiran seperti ini masih dapat dipergunakan kecuali
butiran tersebut mempunyai gradasi rapat dan penempatannya terbatas
pada lapisan yang agak jauh dari pengaruh beban.
Butiran agregat yang pipih sekalipun bersudut dengan
permukaan yang kasar namun pengaruhnya terhadap konstruksi
kurang berikat satusama lainnya dan mudah pecah akibat beban di
atasnya sehingga akan terjadi perubahan gradasi agregat lapisan
konstruksi yang dapat mengganggu kestabilan. Bentuk butiran kubus
adalah bentuk yang dianjurkan, selain memberikan ikatansatu sama
lainnya juga permukaan yang kasar memberikan gesekan yang besar

13
antara agregat. Kekuatan campuran pada umumnya tergantungpada
nilai abrasinya, daya pelapukan dan daya lekat terhadap aspal,
sedangkan cara pengerjaan tergantung butiran.
Di dalam pelaksanaan pembatasan penggunaan butiran masih
dapat dipertimbangkan antara lain:
 Untuk lapisan subbase bentuk bulat dapat dipergunakan
 Untak lapisan base berbutir bulat < 10% dapat dipakai
 Untuk lapisan surface agregat harus 100% berbentuk kubus.
Gesekan antar partikel juga menentukan stabilitas dan daya
dukung dari lapisan perkerasan. Besarnya gesekan dipengaruhi
olehjenis permukaan agregat yang dapat dibedakan atas : permukaan
kasar, halus, licin dan pengkilat dan pori. Gesekan timbul pada
partikel yang berpermukaan kasar, sudut geser dalam antara partikel
bertambah semakin besar dengan bertambah kasarnya permukaan
agregat.

F. Porositas
Porositas merupakan sifat yang kurang penting dibandingkan
dengan sifat agregat yang lainnya, namun sifat ini mempengaruhi
faktor ekonomis dari campuran. Porositas yang cukup diperlukan oleh
agregat untuk menyerap aspal sehingga menimbulkan adhesi antara
aspal dan agregat.

14
Tabel 2.3. Spesifikasi agregat kasar
Spesifikasi
Jenis pengujian Satuan
Min Max
Gradasi - - -
Penyerapan air % - 3
Berat jenis curah - 2,5 -
Berat jenis semu - - -
Kelekatan pada aspal % 95 -
Keausan pada 500 putaran % - 40
jumlah brt #4 pecah dua % 50 -
indeks kepipihan % - 25
bagian yang lunak % - 5
(sumber : Dep.PU, Bina Marga 1989)

Tabel 2.4. Gradasi agregat kasar


Ukuran Saringan
% lolos saringan
Inch mm
¾” 19 100
½” 12,7 85 – 100
3/8” 9,51 0 – 95
NO. 4 4,76 0 – 60
NO. 200 0,075 0–1
(sumber : Dep. PU, Bina Marga 1989)

Tabel 2.5. Spesifikasi agregat halus


Spesifikasi
Jenis pengujian Satuan
Min Max
Gradasi - - -
Penyerapan air % - 3
Berat jenis curah - 2,5 -
Berat jenis semu - - -
Kelekatan pada aspal % 95 -
Keausan pada 500 putaran % - 40
Bagian yang lunak % - 5
Pasir ekivalen % 50
(sumber : Dep. PU, Bina Marga 1989)

15
Tabel 2.6. Gradasi agregat halus
Ukuran Saringan
% lolos saringan
Inch Mm
¾” 4,76 100
½” 2,38 95 – 100
3/8” 0,595 75 – 95
NO. 4 0,149 13 – 50
NO. 200 0,075 0–5
(sumber : Dep. PU, Bina Marga 1989)

Tabel 2.7. Ketentuan Agregat Kasar

Pengujian Standar Nilai


Kekekalan bentuk agregat terhadap
SNI 03-3407-1994 Maks 12 %
larutan natrium dan magnesium sulfat

Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2471-1991 Maks 40 %


Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min 95 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90
Partikel Pipih dan Lonjong ASTM D-4791 Maks 10 %
Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks 1%
Sumber: Dep.PU, Bina Marga (SNI 03-1737-1989)

Tabel 2.8. Ketentuan Agregat Halus

Pengujian Standar Nilai


Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 45%

Material Lolos Saringan NO.200 SNI 03-4428-1997 Maks 8%

Angularitas SNI 03-6877-2002 Min 45


Sumber: Dep.PU, Bina Marga (SNI 03-1737-1989)

16
Tabel 2.9. Gradasi agregat kasar
Ukuran Saringan
% lolos saringan
Inch Mm
¾” 19 100
½” 12,7 85 – 100
3/8” 9,51 0 – 95
NO. 4 4,76 0 – 60
NO. 200 0,075 0–1
(sumber : Bina Marga 1989)

Tabel 2.10.Gradasi agregat halus


Ukuran Saringan
% lolos saringan
inch mm
¾” 4,76 100
½” 2,38 95 – 100
3/8” 0,595 75 – 95
No. 4 0,149 13 – 50
No. 200 0,075 0–5
(sumber : Bina Marga 1989)

17
2.11. Gradasi Agregat
No. campuran I II III IV V VI VII VIII IX X XI
Gradasi Kasar Kasar Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat
Tebal padat 19,1-38,1 25,4-50,8 19,1-38,1 25,4-50,8 38,1-63,5 50,8-76,2 38,1-50,8 19,1-38,1 38,1-63,5 38,1-63,4 38,1-50,8
Ukuran saringan % Berat yang lewat saringan
38,1 mm - - - - - 100 - - - - -
25,4 mm - - - - 100 90 – 100 - - 100 100 -
19,1 mm - 100 - 100 80 – 100 82 – 100 100 - 85 – 100 95 – 100 100
12,7 mm 100 75 – 100 100 80 – 100 - 72 – 90 80 – 100 100 - - -
9,52 mm 75 – 100 60 – 85 80 – 100 70 – 90 60 – 80 - - - 65 – 85 56 – 78 74 – 92
4,76 mm 35 – 55 55 – 7 5 50 – 70 50 – 70 48 – 65 52 – 70 54 – 72 62 – 80 45 – 65 38 – 60 48 – 70
2,38 mm 20 – 35 20 – 35 35 – 50 35 – 50 35 – 50 40 – 56 42 – 58 44 – 60 35 – 50 27 – 47 33 – 53
0,59 mm 10 – 22 10 – 22 18 – 29 18 – 29 19 – 30 24 – 36 26 - 38 28 – 40 20 – 35 13 – 28 15 – 30
0,279 mm 8 – 16 6 – 16 13 – 23 13 – 23 13 – 23 16 – 26 18 – 28 20 – 30 16 – 26 9 – 20 10 – 20
0,149 mm 4 – 12 4 – 12 6 – 16 8 – 16 7 – 15 10 – 18 12 – 20 12 – 20 10 – 18 - -
0,074 mm 2–8 2–8 4 – 10 4 – 12 1 – 18 6 – 12 6 – 12 6 – 12 5 – 10 4–8 4–9

18
II.3. Aspal
Aspal adalah campuran yang terdiri dari bitumen dan mineral.
Bitumen adalah bahan yang berwarna coklat hingga hitam, keras hingga cair
mempunyai sifat lekat yang baik, dan mempunyai sifat berlemak, tidak larut
dalm air.
Secara kimiawi terdiri dari zat-zat hidrokarbon di tambah unsur-
unsur lain, seperti: belerang, zat asam, nitrogen, unsur logam dan unsur
lainnya dengan kadar dan susunan yang berbeda tergantung pada tempat dan
cara pengolahannya.
Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur, aspal
merupakan salah satu komponen kecil, umumnya hanya 4%-10%
berdasarkan berat atau 10% - 15% berdasarkan volume, namun aspal
merupakan komponen yang cukup mahal.
Pada konstruksi perkerasan lentur jalan raya, aspal berfungsi
sebagai:
 Bahan pengisi; mengisi rongga antara butir-butir dan pori-pori pada
agregat.
 Lapisan kedap air; menyelimuti butir agregat sehingga tahan
terhadappengaruh garam, asam, dan basa.
 Bahan pengikat; memberi ikatan yang kuat antara agregat dan aspal.
Guna memenuhi fungsinya sebagaimana telah di sebutkan di atas,
maka sifat-sifat aspal yang harus diperhatikan, yaitu:
 Perlekatan
Perlekatan adalah kemampuan aspal untuk melekat pada agregat
sehingga tidak mudah terkelupas. Selain itu untuk menjaga agar
campuran tetap terpadu dalam ikatan yang kokoh diperlukan pula sifat
kohesi dari aspal.
 Kekerasan
Dalam hubungan dengan gradasi campuran maka kekerasan aspal
perlu mendapat perhatian. Sebagai contoh, untuk lapisan perkerasan
bergradasi terbuka, maka digunakan aspal jenis keras. Hal ini untuk
menjaga agar aspal tetap mengalir keluar dari rongga pada saat terjadi

19
pengurangan panas. Kekerasan aspal dapat dilihat dari nilai
penetrasinya.
Di Indonesia, aspal keras berdasarkan nilai penetrasinya antaralain:
 Pen 40/50, yaitu aspal dengan penetrasi antara 40 – 50
 Pen 60/70, yaitu aspal dengan penetrasi antara 60 – 70
 Pen 80/100, yaitu aspal dengan penetrasi antara 80 – 100
 Pen 120/150, yaitu aspal dengan penetrasi antara 120 – 150
 Pen 200/300, yaitu aspal dengan penetrasi antara 200 – 300
Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas
atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal dengan
penetrasi tinggi pada daerah bercuaca dingin dengan volume
rendah.Indonesia umumnya menggukan aspaldengan penetrasi 60 –
70 dan 80 – 100.
 Kekentalan
Kekentalan adalah kemampuan aspal untuk mengalir pada waktu dan
suhu tertentu. Pada suhu dingin aspal akan lebih keras/kental, dan
sebaliknya jika suhu bertambah panas maka aspal akan lebih lunak
(lebih cair).

Tabel 2.14 Persyaratan Aspal Keras Pen 60/70

No Jenis Pengujian Metoda Persyaratan


1 Penetrasi, 25 oC, 100 gr, 5 dtk, 0,1mm SNI 06-2456-1991 60-79
2 Titik Lembek, oC SNI-06-2434-1991 48-58
3 Titik Nyala, oC SNI-06-2433-1991 min 200
4 Daktilitas, 25oC, cm SNI-06-2432-1991 min100
5 Berat Jenis SNI-06-2441-1991 min 1
6 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, %berat SNI-06-2411-1991 min 99
7 Penurunan Berat (dengan TFOT),%berat SNI-062438-1991 max 0,8
8 Penetrasi setelah penurunan berat, %asli SNI-06-2456-1991 min 54
9 Daktilitas setelah penurunan berat, %asli SNI -06-2432-1991 min50
10 Uji bintik (Spot test)
standar Naptha
AASHTO T.102 Negatif
Naptha Xylene
Heptane Xylene
Sumber : Dep.PU, Bina Marga (SNI 03-1737-1989)

20
BAB III
HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA PERHITUNGAN

III.1. ANALISA SARINGAN AGREGAT KASAR, DAN AGREGAT HALUS


(SNI 03-1968-1990)

III.1.1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir
(gradasi) agregat kasar, dan halus dengan menggunakan saringan.

III.1.2. Peralatan
a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,1 gram
b. Satu set saringan ukuran.1 ½, 1, 3/4, 1/2, 3/8, No. 8, No. 16,No. 30, dan
No. 200.
c. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)0C
d. Mesin pengguncang saringan
e. Talam atau wadah
f. Kuas, sikat saringan, sendok, dan alat lainnya.

III.1.3. Benda Uji


a. Agregat Kasar :
 Batu 1-1 : Sampel A = 1200 gr, Sampel B = 1200 gr
 Batu 0,5 : Sampel A = 1200 gr, Sampel B = 1200 gr
b. Agregat Halus :
 Pasir : Sampel A = 1200 gr, Sampel B = 1200 gr
 Abu Batu : Sampel A = 1200 gr, Sampel B = 1200 gr

21
III.1.4. Cara Kerja
a. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110±5)oC, sampai
berat tetap.
b. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling
besar ditempatkan paling atas. Saringan diguncang dengan atau mesin
pengguncang selama 15 menit.

III.1.5. Perhitungan Dan Analisa


Hitunglah persentase berat uji yang tertahan di atas masing-masing
saringan terhadap berat total benda uji.

22
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

No. Lamp.: AC WC
Material : AGREGAT KASAR BATU 0,5 Dikerjakan : KELOMPOK 5
Pekerjaan : GRADASI
Tanggal : 31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018
ANALISA SARINGAN
SNI 03-1968-1990

Berat Contoh : A = 1200.00 gram Berat Contoh B = 1200.00 gram


Berat Contoh Rata-rata = 1200.00 gram

Berat Berat
Masing- Masing-
ASTM Sieve Size Rata-rata Dijumlahkan Spesifikasi
Masing Masing
tertahan tertahan
inci / no (mm) A B gram Berat Tertahan % Tertahan % Lolos
1" 25.400 0.00 0.00 0.00
3/4 " 19.050 0.00 0.00 0.00 0.0 0.00 100.00
1/2 " 12.700 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00
3/8" 9.525 4.410 8.700 6.56 6.56 0.55 99.45
#4 4.750 696.540 800.000 748.27 754.83 62.90 37.10
#8 2.360 483.400 360.800 422.10 1176.93 98.08 1.92
# 16 1.200 6.000 21.150 13.58 1190.50 99.21 0.79
# 30 0.600 0.640 5.600 3.12 1193.62 99.47 0.53
# 50 0.300 0.33 0.18 0.26 1193.88 99.49 0.51
# 100 0.150 0.20 0.20 0.20 1194.08 99.51 0.49
# 200 0.075 8.48 3.37 5.93 1200.00 100.00 0.00

GRAFIK DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN


100
90
80
70
60
% Lolos

50
40
30
20
10
0
0.010 0.100 1.000 10.000 100.000
Diameter (mm)

23
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

No. Lamp. : AC WC
Material : AGREGAT KASAR BATU 1-1 Dikerjakan : KELOMPOK 5
Pekerjaan : GRADASI
Tanggal : 31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018
ANALISA SARINGAN
SNI 03-1968-1990

Berat Contoh : A = 1200.00 gram Berat Contoh B = 1200.00 gram


Berat Contoh Rata-rata = 1200.00 gram

Berat Berat
Masing- Masing-
ASTM Sieve Size Rata-rata Dijumlahkan Spesifikasi
Masing Masing
tertahan tertahan
inci / no (mm) A B gram Berat Tertahan % Tertahan % Lolos
1" 25.400 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00
3/4 " 19.050 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00
1/2 " 12.700 439.49 340.49 389.99 389.99 32.50 67.50
3/8" 9.525 354.710 387.670 371.19 761.18 63.43 36.57
#4 4.750 369.170 385.380 377.28 1138.46 94.87 5.13
#8 2.360 27.070 50.390 38.73 1177.19 98.10 1.90
# 16 1.200 0.910 4.150 2.53 1179.72 98.31 1.69
# 30 0.600 0.840 1.960 1.40 1181.12 98.43 1.57
# 50 0.300 0.86 0.26 0.56 1181.68 98.47 1.53
# 100 0.150 0.19 20.41 10.30 1191.98 99.33 0.67
# 200 0.075 6.76 9.29 8.02 1200.00 100.00 0.00

GRAFIK DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

100
90
80
70
60
Lolos (%)

50
40
30
20
10
0
0.010 0.100 1.000 10.000
Diameter (mm)

24
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

No. Lamp.: AC WC
Material : AGREGAT HALUS PASIR Dikerjakan : KELOMPOK 5
Pekerjaan : GRADASI
Tanggal : 31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018
ANALISA SARINGAN
SNI 03-1968-1990

Berat Contoh : A = 1200.00 gram Berat Contoh B = 1200.00 gram


Berat Contoh Rata-rata = 1200.000 gram

Berat Berat
Masing- Masing- Rata-
ASTM Sieve Size Dijumlahkan Spesifikasi
Masing Masing rata
tertahan tertahan
inci / no (mm) A B gram Berat Tertahan % Tertahan % Lolos
1" 25.400 0.000 0.000 0.00 100.00
3/4 " 19.050 0.000 0.000 0.00 0.0 0.00 100.00
1/2 " 12.700 0.000 0.000 0.00 0.00 0.00 100.00
3/8" 9.525 0.000 0.000 0.00 0.00 0.00 100.00
#4 4.750 0.000 0.000 0.00 0.00 0.00 100.00
#8 2.360 27.800 50.000 38.90 38.90 3.24 96.76
# 16 1.200 76.670 79.680 78.18 117.08 9.76 90.24
# 30 0.600 359.780 323.050 341.42 458.49 38.21 61.79
# 50 0.300 356.80 340.70 348.75 807.24 67.27 32.73
# 100 0.150 104.80 98.78 101.79 909.03 75.75 24.25
# 200 0.075 98.50 110.60 104.55 1013.58 84.47 15.54

25
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

No. Lamp. : AC WC
Material : AGREGAT HALUS ABU BATU Dikerjakan : KELOMPOK 5
Pekerjaan : GRADASI AGREGAT HALUS ABU BATU
Tanggal : 31 OKTOBER - NOVEMBER 2018
ANALISA SARINGAN
SNI 03-1968-1990

Berat Contoh : A = 1200.00 gram Berat Contoh B = 1200.00 gram


Berat Contoh Rata-rata = 1200.00 gram

Berat Berat
Masing- Masing- Rata-
ASTM Sieve Size Dijumlahkan Spesifikasi
Masing Masing rata
tertahan tertahan
inci / no (mm) A B gram Berat Tertahan % Tertahan % Lolos
1" 25.400 0.000 0.000 0.00 100.00
3/4 " 19.050 0.000 0.000 0.00 100.00
1/2 " 12.700 0.000 0.000 0.00 0.00 0.00 100.00
3/8" 9.525 0.000 0.000 0.00 0.00 0.00 100.00
#4 4.750 1.630 0.000 0.82 0.82 0.07 99.93
#8 2.360 223.890 249.020 236.46 237.27 19.77 80.23
# 16 1.200 403.600 411.700 407.65 644.92 53.74 46.26
# 30 0.600 73.760 103.060 88.41 733.33 61.11 38.89
# 50 0.300 181.12 129.90 155.51 888.84 74.07 25.93
# 100 0.150 76.00 80.00 78.00 966.84 80.57 19.43
# 200 0.075 55.80 52.80 54.30 1021.14 85.10 14.91

GRAFIK DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

100

90

80

70

60
% Lolos

50

40

30

20

10

0
0.010 0.100 1.000 10.000
Diameter (mm)

26
 Analisa Perhitungan
Percobaan praktikum agregat kasar batu 1-1 pada saringan nomor #4 yaitu:
 Berat Contoh A = 1200,00 gr
 Berat Contoh B = 1200,00 gr
1200 + 1200,00
 Berat Contoh rata – rata = 2

= 1200,00 𝑔𝑟
 Berat tertahan = rata-rata berat tertahan + berat tertahan sebelumnya
= 377,28 + 1169,36761,18 = 1138,46 gr
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 1138,64
 % tertahan = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑥100% = 1200,00 𝑥100%

= 94,87 %
 % lolos = 100 % - 94,87 % = 5,13%

27
III.1.6. Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Dari grafik analisa saringan didapat nilai-nilai persen untuk
masing-masing agregat adalah :
 Agregat kasar (Batu 1/1) : 18 %
 Agregat kasar (Batu 0,5) : 30 %
 Agregat halus (Pasir) : 31 %
 Agregat halus (Abu Batu) : 21 %

b. Saran
1. Untuk mendapatkan data-data yang akurat dari hasil percobaan yang
telah dilakukan oleh praktikan, sebaiknya pengukuran atau
pengambilan data percobaan dilakukan lebih dari satu kali dan
dilakukan oleh beberapa orang sehingga peluang untuk terjadinya
kesalahan dapat diminimalisir.
2. Dalam melakukan percobaan hendaknya praktikan mengerti akan
percobaaan yang hendak dilakukan dengan membaca terlebih dahulu
buku pedoman praktikum perancangan perkerasan jalan.

30
III.2. PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT
KASAR (AASHTO T-85-74) (ASTM C -127-68)

III.2.1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk),
berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry – SSD), berat
jenis semu (apparent) dari agregat kasar.
a. Berat jenis (Bulk Specific Grafity) ialah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara
berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
c. Berat jenis semu (Apparent specific grafity) ialah perbandingan antara
berat agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
d. Penyerapan ialah presentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.

III.2.2. Peralatan
a. Keranjang kawat ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm (No. 6 atau No. 8)
dengan kapasitas kira-kira 5 kg.
b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk
pemeriksaan. Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga
permukaan air selalu tetap.
c. Timbangan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1% pori berat contoh
yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)oC.
e. Alat pemisah contoh.
f. Saringan No. 4

31
III.2.3. Benda Uji
Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan No. 4 diperoleh
dari alat pemisah contoh atau cara perempat kira-kira 5 kg.

III.2.4. Cara Kerja


a. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan yang
melekat pada permukaan.
b. Kemungkinan benda uji dalam oven pada suhu 105oC sampai berat
tetap.
c. Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian
timbang dengan ketelitian 0,3 gram (Bk).
d. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 244 jam.
e. Keluarkan benda uji dalam air, lap dengan kain penyerap sampai
selaput air pada permukaan hilang (SSD), untuk butiran yang besar
pengeringan harus satu per satu.
f. Timbang benda uji kering-permukaan jenuh (Bj).
g. Letakkan benda uji di dalam keranjang, goncangkan batunya untuk
mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya di dalam air
(Ba). Ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan pada suhu standar
(25oC).

III.2.5. Perhitungan Dan Analisa


 Berat jenis (bulk specific graffity)
Bk
Rumus =
Bj  Ba

 Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surfaced dry)


Bj
Rumus =
Bj  Ba

 Berat jenis semu (apparent specific grafity)


Bk
Rumus =
Bk - Ba

32
 Penyerapan
Bj - Bk
Rumus = x100%
Bk
Dimana :
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
Bj = berat benda uji kering – permukaan jenuh (gram)
Ba = berat benda uji kering – permukaan jenuh di dalam air (gram)

Perhitungan :
Contoh Pada material batu 1/1 :
 Berat jenis (Bulk Specific Graffity)
Bk
Rumus = =
B  500  Bt
497,74
= 2,551
677,96  500  982,845
 Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD)
500
Rumus = =
B  500  Bt
5000
 2,563
677,96  500  982,845

 Berat jenis semu (Apparent Spesific Gravity)


Bk
Rumus = =
B  Bk - Bt
497,74
 2,581
677,96  497,74 - 982,845
 Penyerapan (Absorption)
500  Bk
Rumus = x 100=
Bk
500  497,74
x 100% = 0,455 %
497,74

33
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Dikerjakan : KELOMPOK 5

No. Lamp. : AC-WC


Material : AGREGAT KASAR 1
Pekerjaan : BERAT JENIS DAN PENYERAPAN
Tanggal : 31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018

PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN


AGREGAT KASAR
( AASTHO T - 85 - 74 )
( ASTM C - 127 - 68 )

Berat Benda Uji Kering Ov en ( Bk ) 913.11


Berat Benda Uji Kering Permukaan Jenuh ( Bj ) 921.56
Berat Benda Uji Dlam Air ( Ba ) 592.36

Bk Berat Jenis ( Bulk ) 2.774


Bj  Ba

Bj Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh ( SSD ) 2.799


Bj  Ba

Bk Berat Jenis Semu ( Apparent ) 2.847


Bk  Ba

Bj  Bk Penyerapan ( Absorption ) 0.925


x 100%
Bk

34
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Dikerjakan : KELOMPOK 5
No. Lamp. : AC-WC
Material : AGREGAT KASAR 0.5
Pekerjaan : BERAT JENIS DAN PENYERAPAN
Tanggal : OKTOBER 2015

PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN


AGREGAT KASAR
( AASTHO T - 85 - 74 )
( ASTM C - 127 - 68 )

A
Berat Benda Uji Kering Ov en ( Bk ) 914.39
Berat Benda Uji Kering Permukaan Jenuh ( Bj ) 924.27
Berat Benda Uji Dlam Air ( Ba ) 589.33

Bk Berat Jenis ( Bulk ) 2.730


Bj  Ba

Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (


Bj 2.760
SSD )
Bj  Ba

Bk Berat Jenis Semu ( Apparent ) 2.813


Bk  Ba

Bj  Bk Penyerapan ( Absorption ) 1.081


x 100%
Bk

35
III.2.6. Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan pada permukaan berat jenis agregat kasar didapat
nilai :
A. Batu 1-1 :
1. Berat jenis (oven) sebesar 2,774
2. berat jenis semu (app) sebesar 2,847
3. Berat jenis kering permukaan jenuh ( SSD ) sebesar 2,799
4. Penyerapan sebesar 0,925 %
B. Batu 0,5 :
1. Berat jenis (oven) sebesar 2,730
2. berat jenis semu (app) sebesar 2,813
3. Berat jenis kering permukaan jenuh ( SSD ) sebesar 2,760
4. Penyerapan sebesar 1,081 %

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Berat Jenis sebesar 2,774


dan 2,847 dan Penyerapan sebesar 0,925 % dan 1,081 %. Dapat
disimpulkan bahwa agregat tersebut memenuhi standar Bina Marga
yaitu lebih dari berat jenis minimum sebesar 2,5 dan penyerapannya
yang kurang dari penyerapan maksimal yaitu 3%.

b. Saran
1. Pada saat pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar,
praktikan sebaiknya harus lebih cermat dan teliti dalam
menimbang maupun membaca hasil timbangan agregat. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi terjadinya kesalahan terutama
kesalahan manusia (human error).
2. Mahasiswa hendaknya menyiapkan diri terlebih dahulu di dalam
penguasaan materi, sehingga di dalam pelaksanaannya, mahasiswa
dapat lebih cekatan dan kreatif di dalam melaksanakan praktikum
tersebut.

36
III.3. PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT
HALUS (AASHTO T-85-74) (ASTM C -127-68)

III.3.1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis kering
permukaan jenuh (saturated surfaced dry = SSD), berat jenis semu
(apparent), dan penyerapan dari agregat halus.
a. Berat jenis (bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara
berat agregat kering – permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
c. Berat jenis semu (apparent specific gravity) ialah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan pada suhu tertentu.
d. Penyerapan ialah persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering.

III.3.2. Peralatan
a. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram
b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml
c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40±3) mm, diameter
bagian bawah (90±3) mm dan tinggi (75±3) mm dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm
d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat
(340±15) gram, diameter penumbuk (25±3) gram
e. Saringan No. 4
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memasang sampai
dengan (110±5)oC
g. Pengatur suhu dengan ketelitian pembacaan 1oC
h. Talam

37
i. Bejana tempat air
j. Pompa hampa udara (vacum pump) atau tungku
k. Air suling
l. Desikator.

III.3.3. Benda Uji


Benda uji adalah agregat halus yang lolos saringan No. 4 yang
diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat sebanyak kira-kira
500 gram.

III.3.4. Cara Kerja


b. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110±5)oC, sampai berat
tetap. Berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama tiga kali proses
penimbangan dan pemanasan dalam oven dalam selang waktu 2 jam
berturut-turut tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar
daripada 0,1%.
c. Buang air perendam dengan hati-hati, jangan ada butiran yang hilang,
tebarkan agregat diatas talam, keringkan di udara panas dengan cara
membalik-balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi
keadaan kering permukaan jenuh.
d. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji
ke dalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk
selama 25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan
jenuh tercapai apabila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam
keadaan tercetak.
e. Segera setelah mencapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan
500 gram benda uji ke dalam piknometer.
f. Masukkan air suling sampai mencapai 90% isi piknometer. Putar
sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara di dalamnya.
Untuk mempercepat proses ini dapat dipergunakan pompa hampa

38
udara, tetapi harus memperhatikan jangan sampai ada air yang ikut
terhisap dapat dilakukan dengan merebus piknometer.
g. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan suhu standar 25oC.
h. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas.
i. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram
(Bt).
j. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110±5)oC
sampai berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.
k. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).
l. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standar.

III.3.5. Analisa Dan Perhitungan


 Berat jenis (Bulk Specific Graffity)
Bk
Rumus =
B  500  Bt
 Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD)
500
Rumus =
B  500 - Btt
 Berat jenis semu (apparent)
Bk
Rumus =
B  Bk - Bt
 Penyerapan
500  Bk
Rumus = x 100%
Bk

39
Perhitungan : (Contoh Perhitungan pada Sampel Pasir)
 Berat jenis (Bulk Specific Graffity)
Bk
Rumus =
B  500  Bt
497,73
=  2,594
666,85  500  974,97
 Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD)
500
Rumus =
B  500 - Bt
500
=  2,606
666,85  500 - 974,97
 Berat jenis semu (Apparent)
Bk
Rumus =
B  Bk - Bt
497,73
=  2,625
666,85  497,73 - 974,97
 Penyerapan
500  Bk 500  497,73
Rumus = x 100% =  0,456%
Bk 497,73

40
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Dikerjakan : KELOMPOK 5
No. Lamp. : AC-WC
Material : PASIR
Pekerjaan : BERAT JENIS DAN PENYERAPAN
Tanggal : 31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018

PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN


AGREGAT HALUS
( AASTHO T - 84 - 74 )
( ASTM C - 128 - 68 )

Berat Benda Uji Kering Permukaan Jenuh 500 500


Berat Benda Uji Kering Ov en ( Bk ) 492.75
Berat Picno + Air ( 25 oC ) (B) 677.37
Berat Picno + Benda Uji ( SSD ) + Air ( 25 oC ) ( Bt ) 987.42

Bk Berat Jenis ( Bulk ) 2.594


B  500  Bt

500 Berat Jenis Kering Permukaan


2.632
B  500  Bt Jenuh ( SSD )

Bk Berat Jenis Semu ( Apparent ) 2.697


B  Bk  Bt

500  Bk Penyerapan ( Absorption ) 1.471


x 100 %
Bk

41
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Dikerjakan : KELOMPOK 5
No. Lamp. : AC-WC
Material : ABU BATU
Pekerjaan : BERAT JENIS DAN PENYERAPAN
Tanggal : 31 OKTOBER- 1 NOVEMBER 2018

PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN


AGREGAT HALUS
( AASTHO T - 84 - 74 )
( ASTM C - 128 - 68 )

Berat Benda Uji Kering Permukaan Jenuh 500 500


Berat Benda Uji Kering Ov en ( Bk ) 471.6
Berat Picno + Air ( 25 oC ) (B) 742.59
Berat Picno + Benda Uji ( SSD ) + Air ( 25 oC ) ( Bt ) 1058.21
Berat Jenis ( Bulk )
Bk 2.558
B  500  Bt
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh ( SSD )
500 2.712
B  500  Bt
Berat Jenis Semu ( Apparent )
Bk 3.023
B  Bk  Bt
Penyerapan ( Absorption )
500  Bk 0.060
x 100 %
Bk

42
III.3.6. Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan pada permukaan berat jenis agregat halus (pasir)
didapat nilai :
A. Pasir :
1. Berat jenis (oven) sebesar 2,594
2. Berat jenis semu (app) sebesar 2,697
3. Berat jenis kering permukaan jenuh sebesar 2,632
4. Penyerapan sebesar 1,471%
B. Abu Batu :
1. Berat jenis (oven) sebesar 2,558
2. Berat jenis semu (app) sebesar 3.023
3. Berat jenis kering permukaan jenuh sebesar 2,712
4. Penyerapan sebesar 0,060%

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Berat Jenis sebesar 2,594


dan 2,558 dan Penyerapan sebesar 1,471 % dan 0,060 %. Dapat
disimpulkan bahwa agregat tersebut memenuhi standar Bina Marga
yaitu lebih dari berat jenis minimum sebesar 2,5 dan penyerapannya
yang kurang dari penyerapan maksimal yaitu 3%.

b. Saran
1. Pada saat pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus,
praktikan sebaiknya harus lebih cermat dan teliti dalam
menimbang maupun membaca hasil timbangan agregat. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi terjadinya kesalahan terutama
kesalahan human error.
2. Mahasiswa hendaknya menyiapkan diri terlebih dahulu di dalam
penguasaan materi, sehingga di dalam pelaksanaannya, mahasiswa
dapat lebih cekatan dan kreatif di dalam melaksanakan praktikum
tersebut.

43
III.4. PEMERIKSAAN KEAUSAN AGREGAT KASAR
(SNI-03-2417-1991) (AASHTO T-96-87)

III.4.1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan
agregat kasar terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Los
Angeles.
Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat
bahan aus lewat saringan No. 12 terhadap berat semula dalam persen.

III.4.2. Peralatan
a. Mesin Los Angeles
Mesin terdiri dari silinder baja tertutup yang kedua sisinya dengan
diameter 71 cm dan panjang dalam 50 cm.
Silinder tertumpu pada dua poros pendek yang tak menerus dan
berputar pada poros mendatar. Silinder berlubang untuk memasukkan
benda uji.
Penutup lubang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak
terganggu. Di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang
penuh setinggi 8,9 cm.
b. Saringan No. 12 dan saringan-saringan lainnya seperti tercantum dalam
daftar No. 1.
c. Timbangan dengan ketelitian 5 gram.
d. Bola – bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm dan berat masing-
masing antara 390 garm sampai 445 gram.
e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(100±5)oC.

44
III.4.3. Benda Uji
a. Berat dan gradasi benda uji sesuai daftar No. 1.
b. Bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada suhu (110±5)oC
sampai berat tetap.
Ukuran Saringan Berat dan Gradasi Sampel (gram)
Lewat (mm) Tertahan (mm) A B C D
37.5 (1 1/2") 25.0 (1") 1250 ± 25 ……. ……. …….
25.0 (1") 19.0 (3/4") 1250 ± 25 ……. ……. …….
19.0 (3/4") 12.5 (1/2") 1250 ± 25 2500 ± 10 ……. …….
12.5 (1/2") 9.5 (3/8") 1250 ± 25 2500 ± 10 ……. …….
9.5 (3/8") 6.3 (1/4") ……. ……. 2500 ± 10 …….
6.3 (1/4") 4.75 (No. 4) ……. ……. 2500 ± 10 …….
4.75 (No. 4) 2.36 (No. 8) ……. ……. ……. 5000 ± 10
Total 5000 ± 10 5000 ± 10 5000 ± 10 5000 ± 10
Jumlah Bola 12 11 8 6
Berat Bola (gram) 5000 ± 25 4584 ± 25 3330 ± 25 2500 ± 25

III.4.4. Cara Kerja


a. Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles.
b. Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm, 500 putaran untuk
gradasi A, B, C, D, dan 1000 putaran untuk gradasi E, F, G.
c. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian
disaring dengan saringan No.12. Butiran yang tertahan di atasnya dicuci
bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven suhu (110±5)oC sampai
berat tetap.

III.4.5. Perhitungan Dan Analisa


ab
Keausan = x 100%
a
Dimana : a = berat benda uji semula (gram)
b = berat benda uji tertahan saringan No. 12 (gram)

45
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Dikerjakan : KELOMPOK 5
No. Lamp. : AC-WC
Material : AGREGAT KASAR
Pekerjaan : PEMERIKSAAN KEAUSAN AGREGAT KASAR
Tanggal :31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018

PEMERIKSAAN KEAUSAN AGREGAT KASAR


( SNI - 03- 2417 - 1991 )
( AASTHO T - 96 - 87 )
CARA : B

Ukuran Saringan
Percobaan
Lew at ( mm ) Tertahan ( mm )
76.2 63.5
63.5 50.8
50.8 37.5
37.5 28
19.05 12.7 2500
12.7 9.51 2500
9.51 6.35
6.35 4.71
4.71 2.36
Jumlah Bola 11
Berat Bola ( gram ) 4584 + 25

Percobaan 1 :
Berat Benda Uji ( a ) 5000
Berat Tertahan # 12 ( b ) 4118.29

Percobaan 2 :
Berat Benda Uji ( a ) 5000
Berat Tertahan # 12 ( b ) 4167.62

Keausan Rata - rata 17.14%

46
Hasil percobaan :
- berat benda uji (a) = 5000 gr
- berat benda uji tertahan saringan No.12 (b) = 4118,29 gr
ab
keausan = x 100%
a
5000 - 4118,29
= X 100%
5000
= 17,63 %

- berat benda uji (a) = 5000 gr


- berat benda uji tertahan saringan No.12 (b) = 4167,62 gr
ab
keausan = x 100%
a
5000 - 4167,62
= X 100%
5000
= 16,65 %

Keausan rata2
17,63  16,65
keausan = = 17,14 %
2

Syarat nilai keausan max 40%


Hasil percobaan memenuhi syarat keausan.

47
III.4.6. Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Dari hasil percobaan rata-rata keausan agregat yang tertahan di
saringan No. 12 (1,7 mm) yaitu persentase keausannya adalah 17,14%.
Agregat ini bisa dipakai untuk perkerasan jalan raya karena kurang dari
batas maksimum keausan menurut Bina Marga yaitu sebesar 40%.

b. Saran
1. Dalam melakukan percobaan hendaknya mahasiswa mengerti akan
percobaaan yang hendak dilakukan dengan membaca terlebih
dahulu modul perancangan perkerasan jalan.
2. Pada saat mahasiswa sedang praktikum maka sebaiknya asisten
laboratorium mengontrol jalannya praktikum sehingga dalam
pelaksanaan pratikum tidak terjadi kesalahan baik dalam pembacaan
hasil maupun cara pelaksanaannya.

48
III.5. PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR AGREGAT HALUS (PASIR)
(SAND EQUIVALENT TEST) (AASTHO T-72-90)

III.5.1. Maksud
Untuk mengetahui kebersihan agregat dari debu halus atau pun
lempung/ lumpur.

III.5.2. Peralatan
a. Larutan Stock Solution.
b. Tabung Gelas Berskala.
c. Beban ± 1050 gr (terbuat dari logam)

III.5.3. Benda Uji


Pasir lolos saringan No.4 (4,76 mm) sebanyak 150 gr

III.5.4. Cara Kerja


a. Isi tabung gelas dengan larutan stock solution sampai skala 5.
b. Masukkan contoh pasir lolos saringan No.4 (4,76 mm) sebanyak 150
gr, dan biarkan selama 10 menit.
c. Tabung ditutup dengan tutup karet kemudian kocok 90 kali arah
mendatar.
d. Isi larutan zat kimia sampai skala 15, biarkan selama 20 menit ± 15
detik.
e. Masukkan beban, baca skala beban.

III.5.5. Analisa Dan Perhitungan


𝑆𝐾𝐴𝐿𝐴 𝑃𝐴𝑆𝐼𝑅
Nilai SE = 𝑆𝐾𝐴𝐿𝐴 𝐿𝑈𝑀𝑃𝑈𝑅 𝑋 100%

49
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Jenderal Ahmad Yani Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Pekerjaan : AC - BC Dikerjakan : Kelompok 14


Material : Pasir

PEMERIKSAAN SAND EQUIVALENT


( ASTM - C 2419 )

Sampel
No. Uraian Keterangan
1

Skala Lumpur ( Bacaan tinggi lumpur pada


1 4.1
tabung skala sebelum pembebanan )

Skala Pasir ( bacaan tinggi pasir pada


2 4.05
tabung skala setelah pembebanan )

SkalPsir
3 Nilai SE = …
SkalLumpr
x10% . (%) 98.78

50
III.5.6. Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan nilai sand equivalent yang diperoleh
sebesar 98,78 %. Hasil tersebut memenuhi standar Bina Marga yaitu
minimal 50%.

b. Saran
1. Diharapkan praktikan lebih teliti dalam proses pembacaan tinggi
lumpur pada tabung skala serta melakukan pemeriksaan kadar
lumpur tersebut di tempat yang cahayanya terang agar tidak terjadi
kesalahan saat pembacaan.
2. Mahasiswa hendaknya menyiapkan diri terlebih dahulu dalam
penguasaan materi, sehingga dalam pelaksanaannya, mahasiswa
dapat lebih cekatan dan kreatif dalam melaksanakan praktikum
tersebut.

51
III.6. PEMERIKSAAN PENETRASI ( KEKERASAN ) ASPAL
(AASHTO T-49-68)(ASTM D-5-71) ( SNI – 06-2456-1991 )

III.6.1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi
bitumen keras atau lembek (solid atau semisolid) dengan memasukkan
jarum ukuran tertentu, beban dan waktu ke dalam pada suhu tertentu.

III.6.2. Peralatan
a. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik turun
tanpa gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.
b. Pemegang jarum seberat (47,4±0,05) gr yang dapat dilepas dengan
mudah dari alat penetrasi untuk peneraan.
c. Pemberat dari (50±0,005) gr dan (100±0,05) gr masing-masing
dipergunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 gr dan
200gr.
d. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu tinggi 14oC atau HRC
54 sampai 60 dengan ukuran dan bentuk menurut gambar No. 2 ujung
jarum harus berbentuk kerucut terpancung.
e. Cawan terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan dasar
yang rata-rata berukuran sebagai berikut:
Penetrasi Diameter Kedalaman
Dibawah 200 55 mm 35 mm
200 - 300 70 mm 45 mm
f. Bak perendam (water bath)
Terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 lt dan dapat
menahan suhu tertentu dengan ketelitian lebih kurang 0,1oC.Bejana
dilengkapi dengan pelat dasar berlubang-lubang terletak 50 mm diatas
dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm dibawah permukaan air
dalam bejana.

52
g. Tempat air untuk benda uji ditempatkan dibawah alat penetrasi. Tempat
tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml, dan tinggi yang cukup
untuk merendam benda uji tanpa bergerak.
h. Pengukur waktu
Untuk pengukuran penetrasi dengan tangan dperlukan stop watch
dengan skala pembagian terkecil 0,1 detik atau kurang dari kesalahan
tertinggi 0,1 detik per detik. Untuk pengukuran penetrasi dengan alat
otomatis kesalahan alat tersebut tidak boleh melebihi 0,1 detik.
i. Termometer.

III.6.3. Benda Uji


Panaskan contoh perlahan-lahan serta aduklah hingga cukup cair
untuk dapat dituangkan. Pemanasan contoh untuk tidak lebih dari 60oC
diatas titik lembek dan untuk bitumen tidak lebih dari 90oC diatas titik
lembek. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit. Aduklah
perlahan-lahan agar udara tidak masuk kedalam contoh.
Setelah contoh cair merata tuangkan ke dalam tempat contoh dan
diamkan hingga dingin. Tinggi contoh dalam tempat tersebut tidak kurang
dari angka penetrasi.
Tutuplah benda uji agar bebas dari debu dan diamkan pada suhu
ruangan selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5 sampai 2
jam untuk benda uji yang besar.

III.6.4. Cara Kerja


a. Letakkan benda uji dalam tempat air yang kecil dan masukkan tempat
air tersebut ke dalam bak perendam yang telah berada pada suhu yang
telah ditentukan. Diamkan bak tersebut selama 1 sampai 1,5 jam untuk
benda uji kecil dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji besar.
b. Periksalah pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik dan
bersihkan jarum penetrasi dengan toluene atau pelarut lain kemudian

53
keringkan jarum tersebut dengan lap bersih dan pasanglah jarum pada
pemegang jarum.
c. Letakkan pemberat 50 gr di atas jarum untuk memeperoleh beban
sebesar (110±0,1) gr.
d. Pindahkan tempat air dari bak perendam ke bawah alat penetrasi.
e. Turunkan jarum perlahan – lahan sehingga jarum tersebut menyentuh
permukaan benda uji. Kemudian aturlah angka 0 arloji penetrometer,
sehingga jarum penunujuk berhimpit padanya.
f. Lepaskan penegang jarum dan serentak jalankan stop watch selama
jangka waktu (5±0,1) detik.
g. Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang
berhimpit dengan jarum penunjuk. Bulatkan hingga angka 0,1 mm
terdekat.
h. Lepaskan jarum dari pemegang jarum dan siapkan alat penetrasi untuk
pekerjaan berikutnya.
i. Lakukan pekerjaan sampai diatas tidak kurang dari 3 kali untuk benda
uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak satu
sama lain dan dari tepi dinding tidak lebih dari 1 cm.

CATATAN :
a. Termometer untuk bak perendam harus ditera.
b. Bitumen dengan penetrasi kurang dari 150 dapat diuji dengan alat-alat
dan cara pemeriksaan ini, sedangkan bitumen dengan penetrasi antara
350 sampai 500 perlu dilakukan dengan alat lain.
c. Apabila pembacaan stop watch tidak lebih dari (5±0,1) detik dari hasil
tersebut tidak berlaku (diabaikan).

54
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

No. Lamp. : AC-WC Dikerjakan : KELOMPOK 5


Material : Aspal
Pekerjaan : PENETRASI
Tanggal : 31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018

PEMERIKSAAN PENETRASI ( KEKERASAN ) ASPAL


( SNI - 06 - 2456 - 1991 )
( AASTHO T - 49 - 89 )
( ASTM D - 5 - 71 )

Mulai jam :09.08 : 170 oC


Contoh Dipanaskan Suhu Ov en
Selesai jam :10.15
Mulai jam :10.18
Didiamkan pada suhu ruang Suhu Water Bath : 25 oC
Selesai jam :11.10
Mulai jam :11.10
Direndam pada suhu 25 oC Suhu Alat : 25 oC
Selesai jam :13.05
Mulai jam :13.10
Pemeriksaan Penetrasi Pada suhu 25 oC
Selesai jam :13.25

Penetrasi Pada Suhu 25 oC Percobaan


Pengamatan : A B C
1 64 63.5 66.5
2 67 65 61
3 65 68 63
4 64 64.5 64
5 62.5 61.5 63
64.50 64.50 63.50
Rata - Rata 64.17

3.6.5 Kesimpulan Dan Saran


a. Kesimpulan
Dengan diketahui penetrasi = 64,17. Karena angka penetrasi
aspal masih berada pada kisaran harga 60-70 maka aspal tersebut
sesuai dengan spesifikasi Bina Marga untuk kategori aspal Penetrasi
60/70.

b. Saran
1. Pembacaan nilai-nilai di dalam pengambilan data-data percobaan,
hendaknya dilakukan oleh beberapa orang sebagai pembanding
sehingga peluang terjadinya kesalahan dapat diminimalisi

55
III.7. PENGUJIAN TITIK LEMBEK (Ring and Ball)
(AASHTO T-53-74) (ASTM D-36-86) ( SNI – 06-2434-1991 )

III.7.1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal.
Pemeriksaan ini mengacu pada PA-0302-76 Peraturan Bina Marga.

III.7.2. Peralatan
a. Termometer
b.Cincin kuningan
c. Bola baja diameter 9,53 mm dengan berat 3,45 sampai 3,55 gram.
d.Alat pengarah bola.
e. Bejana gelas diameter dalam 8,5 dengan tinggi minimal 12 cm (tahan
pemenasan mendadak).
f. Dudukan benda uji.
g.Penjepit.

III.7.3. Pembuatan Benda Uji


1. Panaskan contoh perlahan-lahan sambil diaduk hingga cair.
- Pemanasan untuk aspal tidak lebih dari 111° C diatas titik lembek.
- Waktu pemanasan aspal tidak melebihi 2 jam.
2. Panaskan dua buah cincin sampai mencapai suhu ruang contoh dan
letakkan kedua cincin diatas pelat kuningan yang telah diberi lapisan
dari campuran talk dan sabun.
3. Tuang contoh ke dalam dua buah cincin. Diamkan pada suhu sekurang-
kurangnya 30 menit.

56
III.7.4. Cara Kerja
a. Pasang dan atur kedua buah benda uji di atas kedudukannya, letakkan
pengarah bola diatasnya, masukkan seluruh peralatan ke dalam bejana
gelas.
b. Isilah bejana dengan air suling baru dengan suhu ( 5  1 )° C sehingga
tinggi permukaan air 106,6 sampai 108 mm. Letakkan thermometer
yang sesuai diantara permukaan pelat dasar dengan dasar benda uji
menjadi 25,4 mm.
c. Letakkan bola-bola baja yang bersuhu 5°C di atas dan ditengah-tengah
masing-masing permukaan benda uji yang bersuhu 5°C dengan
memakai penjepit dengan memasang kembali pengarah bola.
d. Panaskan bejana dengan kenaikan suhu 5°C/ menit. Kecepatan
pemanasan ini tidak boleh diambil kecepatan pemanasan rata-rata dari
awal sampai akhir. Untuk tiga menit yang pertama perbedaan kecepatan
pemanasan tidak boleh melampaui 0,5°C.

57
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Dikerjakan : KELOMPOK 5
No. Lamp. : AC-WC
Material : Aspal Pen 60/70
Pekerjaan : PENGUJIAN TITIK LEMBEK
Tanggal : 31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018

PENGUJIAN TITIK LEMBEK ( Ring & Ball )


( AASHTO T - 53 - 74 )
( ASTM D - 36 - 86 )
( SNI 06 - 2434 - 1991 )

Waktu ( detik ) Titik Lembek ( ºC )


No Suhu yang diamati Keterangan
1 2 1 2
1 5 7.20 432.00
2 10 34.11 2046.60
3 15 39.16 2349.60
4 20 42.36 2541.60
5 25 50.30 3018.00
6 30 57.40 3444.00
7 35 68.58 4114.80
8 40 89.52 5371.20
9 45
10 50.3 40 40 Bola 1 Jatuh
11 51.2 94.26 42 42 Bola 2 Jatuh
41 41
Titik Lembek rata-rata ( oC ) 41.00

58
III.7.5. Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Jadi titik lembek pada pengujian ini adalah 41 °C. Maka hasil titik
lembek tersebut masuk kedalam spesifikasi standar Bina Marga dengan
batas titik lembek 48 – 58 °C.

b. Saran
Pada saat melakukan pengujian titik lembek, praktikan sebaiknya
harus lebih cermat dan teliti terutama dalam pembacaan waktu per lima
menit.
III.8. PEMERIKSAAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR
(AASHTO T-53-74) (ASTM D-36-86) ( SNI – 06-2434-1991 )

III.8.1. Maksud
Untuk menentukan titik nayala dari bitumen keras.

III.8.2. Peralatan
a. Termometer.
b.Alat pemanas, pembakaran gas
c. Penahan dingin, apabila digunakan nyala sebagai pemanas.
d.Plat pemanas, terdiri dari logam untuk meletakkan cawan claveland.
e. Nyala penguji yang dapat diatur dan memberikan nayala dengan diameter
3,2 sampai 4,8 dengan panjang tabung 75 mm.

III.8.3. Cara Kerja


a. Letakkan cawan diatas pelat pemanas dan aturlah sumber pemanas hingga
terletak dibawah titik tengah cawan.
b. Letakkan nayala penguji dengan poros dengan jarak 7,5 cm dari titik
tengah cawan.
c. Letakkan termometer tegak lurus pada tengah cawan didalam benda uji.
d. Tempatkan penahan angin didepan nayala penguji.
e. Nyalakan sumber panas.

59
f. Nyalakan nyala penguji.
g. Putarlah nyala penguji hingga melalui permukaan cawan.
h. Ulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 2 °C, sampai terlihat nyala
tingkat pada suatu titik di atas permukaan benda uji. Bacalah suhu pada
termometer dan catat.

60
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Dikerjakan : KELOMPOK 5
No. Lamp. : AC-WC
Material : Aspal Pen 60/70
Pekerjaan : PEMERIKSAAN TITIK NYALA & BAKAR
Tanggal : 31 OKTOBER- 1 NOVEMBER 2018

PEMERIKSAAN TITIK NYALA & BAKAR


( AASHTO T - 48 - 74 )
( ASTM D - 92 52 )
( SNI 06 - 2433 - 1991 )

Mulai Jam 8.45


Contoh Dipanaskan Suhu Aspal 150ºC
Selesai Jam 9.05
Mulai Jam 9.05
Penuangan Suhu Penuangan 150ºC
Selesai Jam 9.10
Mulai Jam 10.00
Pemeriksaan Titik Nyala Perkiraan 300ºC
Selesai Jam 10.35
Mulai Jam 10.20
Sampai 56ºC dibaw ah Titik Nyala 15ºC / menit
Selesai Jam 10.25
Mulai Jam 10.25
Sampai 28ºC dibaw ah Titik Nyala 5 - 6 ºC / mnt
Selesai Jam 10.35

Pembacaan Pembacaan Hasil


ºC Dibaw ah Titik Nyala
Waktu ( mnt ) Suhu ( ºC ) Nyala ( ºC ) Bakar ( ºC )

56 226
51 231
46 236
41 240
36 247
31 253
26 260
21 264
16 270
11 277
6 280
1 15.252 285 285 325

61
III.8.4. Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Jadi titik nyala pada pengujian ini adalah 285 °C dan titik bakar pada
pengujian ini adalah 325 °C. Hasil dari pengujian tersebut masuk kedalam
standar spesifikasi dari peraturan Bina Marga.

b. Saran
Pada saat melakukan pemeriksaan titik nyala maupun bakar,
praktikan harus lebih berhati-hatiserta teliti dalam membaca suhu karena
pada pemeriksaan ini suhunya sangat panas.

62
III.9. PEMERIKSAAN DAKTILITAS (KEGETASAN) ASPAL
(AASHTO T-49-68) (ASTM D-5-71) (SNI – 06-2456-1991)

III.9.1. Maksud
Maksud pemeriksaan ini adalah mengukur jarak terpanjang yang
dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi dua bitumen keras sebelum
putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu.

III.9.2. Peralatan
a. Termometer
b. Cetakan daktilitas kuningan gambar 2
c. Bak perendam isi 10 liter yang dapat menjaga suhu tertentu selama
pengujian dengan ketelitian 0,1oC dan benda uji dapat direndam
sekurang-kurangnya 10 cm, dibawah permukaan air. Bak tersebut
dilengkapi dengan pelat dasar yang berlubang diletakkan 5 cm dari
dasar bak perendam untuk meletakkan benda uji.
d. Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut:
 Dapat menarik benda uji dengan kecepatan yang cepat
 Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak menimbulkan
getaran selama pemeriksaan
e. Methyl alkihol teknik dan sodium klorida teknik.

III.9.3. Benda Uji


a. Lapisi semua bagian dalam cetakan daktilitas dan bagian atas pelat
dasar dengan campuran glycerin dan dextrin atau glycerin dan kaolin
atau amalgam. Kemudian pasanglah cetakan daktilitas di atas pelat
dasar.
b. Panaskan contoh aspal kira-kira 100 gram sehingga cair dan dapat
dituang. Untuk menghindari pemanasan setempat, lakukan dengan hati-
hati. Pemanasan dilakukan sampai suhu antara 80oC sampai 100°C di

63
atas titik lembek. Kemudian contoh disaring dengan saringan No. 59
dan setelah diaduk dituang ke dalam cetakan.
c. Pada waktu mengisi cetakan, contoh dituang hati-hati dari ujung ke
ujung hingga penuh berlebihan.
d. Dinginkan cetakan pada suhu ruang selama 30 sampai 40 menit lalu
pindahkan seluruhnya ke dalam bak perendam yang telah disiapkan
pada suhu pemeriksaan (sesuai dengan spesifikasi) selama 30 menit,
kemudian ratakan contoh yang berlebihan dengan pisau atau spatula
yang panas sehingga cetakan terisi penuh dan rata.

III.9.4. Cara Kerja


a. Benda uji didiamkan pada suhu 25C dalam bak perendam selama 85 –
95 menit, kemudian lepaskan benda uji dari plat dasar dan sisi-sisi
cetakan.
b. Pasanglah benda uji pada saat mesin uji dan tariklah benda uji secara
teratur dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus. Perbedaan
kecepatan lebih kurang 5% masih diijinkan.
c. Baca jarak antara pemegang cetakan, pada saat benda uji putus (dalam
cm). Selama percobaan berlangsung benda uji harus selalu terendam
sekurang-kurangnya 2,5 cm dari air dan suhu dipertahankan tetap
(259,5)C.

III.9.5. Hasil Percobaan Daktilitas


Berdasarkan hasil pengamatan dilaboratorium selama percobaan
berlangsung dapat dilaporkan hal-hal sebagai berikut :
a. Di dalam bak perendaman hanya menggunakan air suling sehingga
berat jenis air tidak sama dengan berat jenis benda uji, air rendaman
hanya berfungsi sebagai pengambang agar benda uji tidak menyentuh
dasar bak perendam.
b. Dari hasil pengamatan akhir benda uji (masih elastis) berhasil ditarik
sampai jarak 125 cm dan belum putus, hanya berupa lembaran yang

64
sangat tipis seperti helai rambut. Hal ini menunjukkan bahwa aspal
tersebut memiliki kegetasan yang baik.
c. Percobaan dilakukan satu kali saja sehingga tidak dapat dibuat rata-
rata.

65
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Dikerjakan : KELOMPOK 5
No. Lamp. : AC-WC
Material : Aspal Pen 60/70
Pekerjaan : PEMERIKSAAN DAKTILITAS
Tanggal : 31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018

PEMERIKSAAN DAKTILITAS ( KEGETASAN ) ASPAL


( SNI - 06 - 2432 - 1991 )
( AASTHO T - 51 - 89 )
( ASTM D - 5 - 71 )

Mulai jam :09.00


Contoh Dipanaskan Suhu : 170 oC
Selesai jam :10.20
Mulai jam :10.30
Didiamkan pada suhu ruang Suhu Water Bath : 25 oC
Selesai jam :11.15
Mulai jam :11.20
Direndam pada suhu 25 o C Selesai jam :12.05
Suhu Alat : 25 oC
Mulai jam :13.10
Pemeriksaan Daktilitas Pada suhu 25 oC
Selesai jam :13.30

Daktilitas Pada Suhu 25 o C Percobaan

( 100 gram selama 5 detik )


1 2
Pengamatan :
1 156.7 133.6
2 > 100 cm > 100 cm

Rata - Rata 145.15

III.9.6. Analisa
Dari analisa kegetasan aspal (bitumen) sangat baik karena belum
putus setelah jarak 100 cm dan 140 cm.
CATATAN
 Jarak lebih dari 1 meter  layak digunakan.
 Benda uji menyentuh dasar mesin uji. Karena air tidak sesuai
standar (Bj Air  Bj Aspal).

66
III.9.7. Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Dari percobaan hasil percobaan yang didapat diatas dimana
bitumen tidak putus di atas jarak 100 cm dan 140 cm, dapat disimpulkan
bahwa aspalnya sangat baik untuk digunakan sebagai bahan pengikat
perkerasan karena tingkat elastisitasnya sangat baik.

b. Saran
Pembacaan nilai-nilai di dalam pengambilan data-data percobaan,
hendaknya dilakukan lebih teliti dan dilakukan oleh beberapa orang
sebagai pembanding sehingga peluang terjadinya kesalahan dapat
diminimalisir.

67
III.10. PEMERIKSAAN KEHILANGAN BERAT ASPAL
(THICK FILM TEST)(ASSHTO T-51-74) (ASTM D-5-71)

III.10.1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetukan penurunan berat
aspal dengan cara pemanasan dengan tebal tertentu yang dinyatakan
dengan persen berat semula.

III.10.2. Peralatan
a. Termometer
b. Oven yang dilengkapi dengan :
- Pengatur suhu untuk pemanasan sampai ( 180 °C)
- Pinggan logam yang berdiameter 25 cm, menggantung dalam oven
pada poros vertikal dan berputar dengan kecepatan 5 sampai 6
putaran per menit.
c. Cawan logam atau gelas berbentuk silinder dengan dasar yang rata serta
ukuran dalam diameter 15 mm dan tinggi 35 mm.
d. Timbangan.
e. Bejana gelas

III.10.3. Benda Uji


1. Panaskan contoh aspal hingga cair.
2. Tuang contoh kedalam cawan dan setelah dingin timbang.
3. Benda uji yang diperiksa harus bebas dari air.
4. Siapkan benda uji ganda (duplo).

III.10.4. Cara Kerja


a. Letakkan benda uji di atas pinggan setelah di oven mencapai suhu (
163°C).
b. Pasanglah thermometer pada dudukannya.
c. Ambillah benda uji dari oven setelah 5 jam 15 menit.

68
d. Dinginkan benda uji pada suhu runag, kemudian timbang.

III.10.5. Analisa Dan Perhitungan


Perhitungan kehilangan berat aspal dengan rumus:
ab
Kehilangan berat =  100%
a
Dimana :
a = berat aspal sebelum dipanaskan
b = berat aspal setelah dipanaskan

69
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Dikerjakan : KELOMPOK 5
No. Lamp. : AC-WC
Material : Aspal Pen 60/70
Pekerjaan : PEMERIKSAAN KEHILANGAN BERAT
Tanggal : 31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018

PEMERIKSAAN KEHILANGAN BERAT ASPAL


( LOST AND HEATING )
( AASTHO T - 51 - 74 )
( ASTM D - 5 - 71 )

Mulai jam : 08 : 45
Contoh di panaskan Suhu Ov en : 130ºC
Selesai jam : 14 : 30
Mulai jam :
Didiamkan pada suhu ruang
Selesai jam :
Pemeriksaan Kehilangan Berat
Mulai jam :
Suhu Ov en : 163ºC
Pada Suhu 163ºC ( 5 Jam ) Selesai jam :

( gr ) ( gr ) ( gr ) ( gr ) ( gr )
Berat Caw an + Aspal 65.65 64.6 63.40 60.97 64.26
Berat Caw an Kosong 8.41 8.39 9.06 8.29 9.35
Berat Aspal ( W1 ) 57.24 56.21 54.34 52.68 54.91
Berat Sebelum Pemanasan 57.24 56.21 54.34 52.68 54.91
Berat Sesudah Pemanasan 56.86 56.05 54.17 52.52 54.62
Berat Aspal Sesudah Dipanaskan ( W2 ) 0.38 0.16 0.17 0.16 0.29
Kehilangan Berat ( W3 ) = ( W2 ) / ( W1 ) x 100% 0.6639 0.2846 0.3128 0.3037 0.5281
Rata-rata 0.4186

III.10.6. Kesimpulan Dan Saran


a. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan kehilangan berat aspal didapat rata-rata
kehilangannya 0,4186 %.
b. Saran
1. Praktikan sebaiknya teliti dalam pemeriksaan kehilangan berta
aspal terutama harus ingat jam mulai contoh dipanaskan sehingga
tidak terjadi kesalahan pada waktu mulai dan selesai pemeriksaan.
2. Mahasiswa hendaknya menyiapkan diri terlebih dahulu dalam
penguasaan materi, sehingga dalam pelaksanaannya, mahasiswa
dapat lebih cekatan dan kreatif dalam melaksanakan praktikum
tersebut.

70
III.11. PEMERIKSAAN BERAT JENIS ASPAL
(AASHTO T-228-68) (ASTM D-70-72)

III.11.1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetukan berat jenis
bitumen keras dan ter dengan piknometer. Berat jenis bitumen atau ter
adalah perbandingan antara berat air suling dengan isi yang sama pada
suhu tertentu.

III.11.2. Peralatan
1. Thermometer
2. Bak perendam yang dilengkapi dengan pengatur suhu (25±0,1)oC
3. Piknometer
4. Air suling sebanyak 1000 m3
5. Bejana gelas

III.11.3. Benda Uji


1. Panaskan contoh bitumen keras atau ter sejumlah 50 gram sampai
menjadi air dan aduklah untuk mencegah pemanasan setempat.
Pemanasan tidak boleh lebih dari 30 menit pada suhu 56oC di atas titik
lembek.
2. Tuangkan contoh tersebut ke dalam piknometer yang telah kering hingga
terisi ¾ bagian.

III.11.4. Cara Kerja


a. Isilah bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas
piknometer yang tidak terendam 40 mm. kemudian rendam dan jepitlah
bejana tersebut dalam bak perendam sehingga terendam sekurang-
kurangnya 100 mm, aturlah bak perendam pada suhu 25oC.
b. Bersihkan, keringkan dan timbanglah piknometer dengan ketelitian 1 mg
(A).

71
c. Angkatlah bejana dari bak perendam dan isilah piknometer dengan air
suling, kemudian tutuplah piknometer tanpa ditekan.
d. Letakkan piknometer ke dalam bejana dan tekanlah penututp sehingga
rapat. Kembalikan bejana berisi piknometer ke dalam bak perendam.
Diamkan bejana tersebut di dalam bak perendam selama sekurang-
kurangnya 30 menit, kemudian angkatlah piknometer dan keringkan
dengan lap. Timbanglah piknometer dengan ketelitian 1 mg (B).
e. Tuangkan benda uji tersebut ke dalam piknometer yang telah kering
hingga terisi ¾ bagian.
f. Biarkan piknometer sampai dingin, waktu tidak kurang dara 40 menit dan
timbanglah dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (C).
g. Isilah piknometer yang tersisi benda uji dengan air suling dan tutuplah
tanpa ditekan, diamkan agar gelembung udara keluar.
h. Angkatlah bejana dari bak perendam dan letakkan piknometer di
dalamnya dan kemudian tekanlah penutup hingga rapat. Masukkan dan
diamkan bejana ke dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30
menit. Angkat, keringkan dan timbanglah piknometer(D).

III.11.5. Analisa Dan Perhitungan


Perhitungan berat jenis aspal dengan rumus:
(C  A)
BJ =
( B  A)( D  C )
Dimana :
A = berat piknometer C = berat piknometer + aspal
B = berat piknometer + air D= berat piknometer + aspal + air

72
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL
LABORATORIUM JALAN RAYA
Jalan Prof. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124, Phone: (0561) 40186

Dikerjakan : KELOMPOK 5
No. Lamp. : AC-WC
Material : Aspal Pen 60/70
Pekerjaan : PEMERIKSAAN BERAT JENIS ASPAL
Tanggal : 31 OKTOBER - 1 NOVEMBER 2018

PEMERIKSAAN BERAT JENIS ASPAL


( AASTHO T 228 - 68 )
( ASTM D 70 - 72 )

Percobaan
No. Uraian Satuan
1 2
a Berat Picno gram 31.66 25.25
b Berat Picno + Air gram 55.66 46.94
c Suhu Air oC 26 26
d Berat Picno + Aspal gram 44.18 40.01
e Berat Picno + Aspal + Air gram 54.76 49.54
f Suhu Air oC 26 26
g Berat Jenis [(c-a)/( b-a )-(d-c) ] gram /cc 0.932936 1.213816
h Berat Jenis Rata - rata gram /cc 1.073

73
III.11.6. Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan berat jenis Bitumen keras (aspal) diatas
didapat bahwa berat jenis aspal aspal yang digunakan adalah sebesar
1,073 dan memenuhi standar dari Bina Marga yaitu lebih dari 1,00.

b. Saran
1. Proses penghitungan diharapkan lebih teliti di dalam penggunaan
satuan karena akan berakibat fatal pada perhitungan-perhitungan
lainnya.
2. Mahasiswa hendaknya menyiapkan diri terlebih dahulu dalam
penguasaan materi, sehingga dalam pelaksanaannya, mahasiswa
dapat lebih cekatan dan kreatif dalam melaksanakan praktikum
tersebut.

74

Anda mungkin juga menyukai