Anda di halaman 1dari 8

Laporan Pendahuluan Otitis Media Akut (OMA)

Pengertian

Otitis adalah infeksi telinga meliputi, infeksi saluran telinga luar (Otitis Eksternal),
saluran telinga tengah (otitis media), mastoid (mastoiditis), dan telinga bagian dalam
(labyrinthitis). Otitis media, suatu inflamasi telinga tengah berhubungan dengan efusi
telinga tengah. (Rahajoe, 2012)

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).

Otitis media akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara pada
tulang temporal (CMDT, edisi 3 , 2004 ).

Etiologi

Penyebab otitis media akut menurut Wong et al 2008, h.943 ialah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab dari noninfeksius
tidak diketahui, meskipun sering terjadi karena tersumbatnya tuba eustasius akibat
edema yang terjadi pada ISPA, rinitis alergik, atau hipertrofi adenoid. Merokok pasif
juga menjadi faktor penyebab otitis media. Selain itu menurut Muscari 2005, h.220
otitis media terjadi karena mekanisme pertahanan humoral yang belum matang
sehingga meningkatkan terjadinya infeksi, pemberian susu bayi dengan botol pada
posisi terlentang akan memudahkan terkumpulnya susu formula di rongga faring,
pembesaran jaringan limfoid yang menghambat pembukaan tuba eustachii. Posisi tuba
eustachii yang pendek dan horisontal, perkembangan saluran kartilago yang buruk
sehingga tuba eustachii terbuka lebih awal.

Klasifikasi

Otitis media akut dapat diklasifikasikan menjadi 5 stadium, yaitu :

1. Stadium oklusi tuba eustachius.

Tanda adanya oklusi tuba eustachius adalah gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorbsi udara.
Kadang-kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna
keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi , tapi tidak dapat di deteksi. Stadium ini
sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi .

2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi).

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani
tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial
serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa
nyeri di telinga semakin bertambah berat.

4. Stadium perfrorasi

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi


kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang
menjadi tenang, suhu badan menurun dan anak dapat tertidur dengan nyenyak.

5. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekretnya akan berkurang
dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka
resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila
perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA
dapat tibul gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di
kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

Patofisiologi

Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga


kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran
napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat
saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat
menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar
saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah
putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga
tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan
lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran
yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih
banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat,
cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya.

Fathway OMA
Fathway OMA

Manifestasi Klinik

Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Biasanya
gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap. Biasa tergantung
gangguan pendengaran yang bersifat sementara. Pada anak kecil dan bayi dapat mual,
muntah, diare, dan demam sampai 39,50oC, gelisah, susah tidur diare, kejang,
memegang telinga yang sakit. Gendang telinga mengalami peradangan yang
menonjol. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi
cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).

Manifestasi klinis pada bayi :

 Menangis
 Rewel, gelisah, sensitif
 Kecenderungan menggosok, memegang, atau menarik telinga yang sakit
 Menggeleng-gelengkan kepala
 Sulit untuk memberi kenyamanan pada anak
 Kehilangan nafsu makan

Manifestasi klinis pada anak - anak :

 Menangis dan/atau mengungkapkan perasaan tidak nyaman


 Iritabilitas
 Letargi
 Kehilangan nafsu makan
 Limfadenopati servikal anterior
 Pada pemeriksaan otoskopi menunjukkan membran utuh yang tampak merah
terang dan menonjol, tanpa terlihat tonjolan tulang dan refleks ringan.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Muscari 2005, h.220 ialah :

1. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.


2. Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan
timpanosentesis (aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani).
Uji sensitivitas dan kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme
pada sekret telinga.
3. Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap
kehilangan pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.

Penatalaksanaan

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal


ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak <
12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun
dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila
penyebabnya kuman.

2. Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah
terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian
antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan
kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.

3. Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

4. Stadium Perforasi

Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

5. Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap,
mungkin telah terjadi mastoiditis.

Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Data yang muncul saat pengkajian:


 Sakit telinga/nyeri
 Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
 Tinitus
 Perasaan penuh pada telinga
 Suara bergema dari suara sendiri
 Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
 Vertigo, pusing, gatal pada telinga
 Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
 Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
 Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
 Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
 Reflek kejut
 Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
 Tipe warna 2 jumlah cairan
 Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
 Alergi
 Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
 Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya,
alergi

2. Diagnosa Keperawatan.

1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga


2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan
3. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorius

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa. 1

Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang


Intervensi:

 Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.


 Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.
 Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema)
 Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang

Diagnosa. 2

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan

Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi


Intervensi:

 Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk mengantisipasi


perluasan lebih lanjut.
 Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi pertumbuhan
mikroorganisme
 Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk
menghindari transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.
 Kolaborasi pemberian antibiotik

Evaluasi: infeksi tidak terjadi.

Diagnosa. 3

Resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorius

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tidak


terjadi injuri
Kriteria hasil : Tidak terjadi injury atau perlukaan

 Pegangi atau dudukkan pd saat makan


 Pasang restraint pada sisi tempat tidur
 Jaga saat beraktivitas jika jatuh.
 Tempatkan perabot teratur.

Daftar Pustaka

 Arsyad, ES & Is kandar,N. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. FKUI: Jakarta.
 Betz, CL. 2002. Buku saku keperawatan pediatri. EGC: Jakarta.
 Schwartz, M. 2004. Pedoman klinis pediatri. EGC: Jakarta.
 Wong, DL et al. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. EGC: Jakarta.
 Mansjoer,Arief,dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3: Jakarta, Mediaacs
culapius.

Anda mungkin juga menyukai