Anda di halaman 1dari 11

I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

(2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

(5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Waktu dan Tempat

Penelitian.

1.1. Latar Belakang Penelitian

Konsumen dewasa ini memiliki kesadaran akan penyediaan pangan yang

semakin besar. Konsumen semakin kritis menuntut tersedianya pangan yang enak,

murah, memiliki komposisi gizi yang baik, aman dikonsumsi. Makanan tersebut

mengandung zat-zat atau komponen yang dapat berfungsi menjaga atau

meningkatkan kesehatan (berfungsi sebagai makanan fungsional). Salah satu jenis

makanan yang cukup populer dan memiliki tingkat penerimaan yang tinggi dalam

masyarakat adalah mi. Komposisi pembuat mi juga dapat dimodifikasi sehingga

memungkinkan digunakannya berbagai bahan yang memiliki keunggulan tertentu

untuk meningkatkan kualitasnya (Purnawijayanti, 2009).

Mi basah merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh

masyarakat Indonesia. Kadar air yang tinggi pada mi basah menyebabkan mi

basah mudah rusak. Astawan (2006), menyebutkan bahwa kadar air mi basah

mencapai 52% sehingga mi basah yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu

bertahan selama 40 jam.

Umumnya bahan dasar pembuatan mi adalah tepung terigu. Tepung terigu

merupakan produk import sehingga perlu dilakukan alternatif lain untuk bahan
1
2

baku mi. Salah satu usahanya adalah memperkenalkan potensi alam Indonesia

yang melimpah namun belum dimanfaatkan secara maksimal seperti halnya pati

sagu. Selain tersebar di beberapa daerah di Indonesia, sagu juga memiliki serat

pangan yang baik untuk kesehatan manusia. Disamping itu juga menambah

penganekaragaman makanan dan secara tidak langsung juga telah mensubtitusi

beras dan tepung terigu.

Sagu dapat diolah menjadi berbagai produk yang populer, mudah dalam

pengolahan, diterima oleh masyarakat luas, serta setara dengan produk lain yang

diolah dengan beras atau gandum, baik dalam kandungan gizi ataupun

penampilan. Pati sagu mempunyai beberapa kelebihan dibanding tepung dari

tanaman umbi atau serelia, tanaman sagu mengandung pati tidak tercerna yang

penting bagi kesehatan pencernaan, yaitu Resistant starch yang memiliki efek

seperti serat makanan.menurut Direktori Gizi cit Angellilona (1997), pati sagu

memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi (84,7 g/100g bahan) bila

dibanding tepung beras (80 g/100g bahan), akan tetapi kandungan proteinnya

lebih rendah (0,7 g/100 g bahan) bila dibandingkan dengan tepung beras (7,0

g/100 g bahan) dan tepung terigu (8,9 g/100 g bahan), sehingga perlu dilakukan

pengayaan kandungan protein pada produk pangan berbahan baku pati sagu.

Menurut Johana (1980) dan Tan (1982) cit Angellilona (1982), dalam

menggunakan pati sagu sebagai bahan makanan pokok perlu dikombinasikan

dengan bahan lain yang mengandung protein, lemak, vitamin dan mineral yang

cukup karena kandungannya sangat rendah terhadap unsur-unsur tersebut.


3

Tanaman sagu merupakan salah satu sumber bahan pangan yang jumlahnya

cukup banyak di Indonesia. Potensi sagu yang bisa digarap di Indonesia sangat

besar, saat ini setidaknya ada 1,25 juta hektare (ha) hutan sagu di Papua dan

Maluku, serta 148 ribu ha lahan sagu semibudaya di Kepulauan Riau, Mentawai,

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Lahan sagu ini terbesar di

dunia (Humas BPPT, 2006).

Luasnya area tanaman sagu tersebut tidak diikuti dengan pemanfaatannya

dalam pengolahan produk pangan, disamping itu daya terima konsumen terhadap

produk-produk makanan olahan dengan berbahan dasar sagu masih rendah. Salah

satu penyebab rendahnya konsumsi sagu sebagai bahan pangan adalah rendahnya

selera konsumen terhadap produk makanan dengan bahan dasar pati sagu. Selama

ini konsumen sagu hanya tersentralisasi pada daerah-daerah penghasil sagu seperti

Papua dan Maluku. Pemanfaatan yang ada masih dalam bentuk sederhana,

konvensional, dan terbatas pada konsumsi keluarga, misalnya papeda, kapurung,

dan sagu lempeng. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mempopulerkan sagu

sebagai bahan pangan dengan berbagai macam produk olahan.

Mi yang diolah dari pati sagu sangat rendah kandungan proteinnya,

sehingga perlu ditambahkan sumber protein pada proses pembuatan mi sagu.

Sumber protein dapat diperoleh dari sumber hewani, seperti ikan, daging, telur,

dan susu. Protein hewani tergolong protein bermutu tinggi, hal ini dikarenakan

protein hewani dapat menyediakan asam-asam amino esensial yang diperlukan

oleh tubuh dengan lebih lengkap bila dibandingkan dengan protein nabati.
4

Protein hewani yang digunakan dalam pembuatan mi adalah daging ikan

nila. Ikan nila dan mujair merupakan sumber protein hewani murah bagi konsumsi

manusia karena budidayanya mudah, harga jualnya juga rendah. Budidaya

dilakukan di kolam-kolam atau tangki pembesaran. Pada budidaya intensif, nila

dan mujair tidak dianjurkan dicampur dengan ikan lain karena memiliki perilaku

agresif (Wikipedia, 2014).

CMC (Carboxyl Methyl Celulose)digunakan untuk memperoleh adonan mi

basah yang kuat (tidak putus-putus). CMC merupakan eter polimer selulosa linear

dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak

berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut

dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada

rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang

tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik.

Karboksimetil selulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari

reaksi antara selulosa dengan asam monokloroasetat, dengan katalis berupa

senyawa alkali. Karboksimetil selulosa juga merupakan senyawa serbaguna yang

memiliki sifat penting seperti kelarutan, reologi, dan adsorpsi di permukaan.

Selain sifat-sifat itu, viskositas dan derajat substitusi merupakan dua faktor

terpenting dari karboksimetil selulosa (Rosnah Mat Som dkk, 2004).

Teknik pembuatan mi basah berhasil dan cukup awet jika menggunakan

CMC. Namun fakta dilapangan memperlihatkan masih ada saja para produsen
5

maupun pedagang yang menambahkan bahan pengawet yang dilarang seperti

formalin untuk mengawetkan mi basah.

Omega-3 adalah sejenis asam lemak esensial yaitu lemak yang diperlukan

untuk kesehatan tetapi tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Anda harus

mendapatkannya melalui makanan. Asam lemak omega-3 dapat ditemukan pada

ikan seperti salmon, tuna, makarel dan makanan laut lainnya termasuk ganggang

dan krill, beberapa jenis tanaman dan minyak kacang. Selain sumber alami, asam

lemak omega-3 kini banyak ditemukan sebagai bahan aktif dalam suplemen

kesehatan, makanan bayi dan produk farmasi (Salma, 2010).

Asam lemak tidak jenuh ganda (poly unsaturated fatty acid, PUFA) omega-

3 adalah asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap, dengan

ikatan rangkap terakhir terletak pada atom karbon ketiga dari ujung metil rantai

asam lemak. Asam alfa linolenik (ALA, 18:3), asam eikosapentaenoik (EPA,

20:5), dan asam dokosaheksaenoik (OHA, 22:6) adalah asam lemak omega-3

yang paling umum (Salma, 2010).

Asam lemak Omega-3 terdiri dari Docosahexaenoic acid (DHA),

Eicosapentaenoic acid (EPA), dan Alpha-linolenic acid (ALA), dari ketiganya

EPA dan DHA adalah yang lebih bermanfaat bagi tubuh dan hanya diperoleh dari

ikan-ikan berlemak, terutama ikan dari laut dingin (Salma, 2010).

Ahli gizi menyatakan bahwa tubuh membutuhkan sekitar 300 mg Omega 3

per harinya. Omega 3 sebagian besar dapat ditemukan pada ikan-ikanan seperti

ikan Salmon, ikan Tuna, ikan air tawar, Makerel, Hering, ikan Tenggiri, dan ikan
6

sarden (ikan Lemuru). Selain itu, Omega 3 dapat ditemukan pada makanan yang

berasal dari tumbuhan seperti minyak dari Raps, kacang Kenari, Walnuts, Alpukat,

Bayam, minyak kanola, dan kacang Kedelai (Mohamad, 2003).

Asam lemak Omega-3 apabila dikonsumsi berlebihan juga akan

memberikan dampak negatif, antara lain menyebabkan badan berbau minyak ikan,

menimbulkan gangguan pencernaan dan pendarahan pada saat luka, operasi, atau

bila terserang mimisan akan lebih lama sembuhnya karena proses penggumpalan

darah lamban (Mohamad, 2003).

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian di atas, maka masalah

yang dapat diidentifikasi adalah :

1. Apakah ada pengaruh perbandingan konsentrasi pati sagu dan ikan nila

terhadap karakteristik mi basah yang dihasilkan ?

2. Apakah ada pengaruh lama waktu perebusan terhadap karakteristik mi basah

yang dihasilkan ?

3 . Apakah ada pengaruh interaksi antara konsentrasi pati sagu dan ikan nila serta

lama waktu perebusan terhadap karakteristik mi basah yang dihasilkan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk mi sagu dengan

kadar protein dan nilai gizi lainnya yang tinggi melalui penambahan daging ikan
7

nila, meguji pengaruh tingkat penambahan daging ikan nila terhadap kadar protein

dan nilai gizi mi sagu serta sifat fisik dan organoleptik mi yang dihasilkan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat dalam diversifikasi pangan melalui pemanfaatan

bahan baku lokal, pengembangan dan peningkatan nilai gizi produk mi sagu serta

sebagai alternatif pemanfaatan ikan nila.

1.5. Kerangka Pemikiran

Kadar air mi instan sagu cenderung meningkat dengan penambahan daging

ikan patin. Hal ini disebabkan karena semakin banyak daging ikan yang

ditambahkan akan menaikkan kandungan protein dalam adonan. Protein akan

saling berinteraksi dan ruang antar filamen menjadi lebih besar sehingga air yang

terikat pada mi akan semakin besar (Yusmarini, 2012)

Menurut Kusumanegara, dkk (2012) menyatakan bahwa protein dapat saling

berinteraksi dan mengakibatkan ruang antar filamen menjadi lebih besar. Hal ini

berdampak pada semakin banyaknya air yang dapat ditahan sehingga jumlah air

dalam mi instan semakin meningkat.

Kadar air mi instan menurun dengan adanya proses penggorengan. Hal ini

terjadi karena selama proses penggorengan terjadi denaturasi protein sehingga

protein akan kehilangan kemampuan untuk mengikat air dan air yang tidak terikat

akan menguap. Soeparno, (1998) menyatakan bahwa proses pemanasan akan

menyebabkan terjadinya denaturasi protein dan menurunkan daya ikat air.


8

Berdasarkan standar SNI 01-3551-2000 kadar air mi instan setelah penggorengan

maksimal 10,0%.

Bilangan asam mi instan sagu cenderung meningkat dengan meningkatnya

penggunaan daging ikan nila. Hal ini berkaitan dengan kandungan lemak pada

ikan nila yang relatif tinggi yaitu 6,6%. Menurut Panagan (2011), kadar minyak

ikan nila rata-rata dengan berat 650-879 gram adalah 3,827%. Ikan nila

mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang terdiri dari EPA dan DHA masing-

masing 0,21-2,48% dan 0,95-9,96%. Asam lemak tidak jenuh mudah teroksidasi

pada saat pengeringan dan penggorengan yang menyebabkan peningkatan

bilangan asam. Walaupun terjadi peningkatan bilangan asam, namun masih

memenuhi standar mutu mi instan (SNI 01-3551-2000) yaitu maksimal 2%.

Menurut Yusmarini, (2012) bahwa daging ikan patin ditambahkan untuk

meningkatkan keutuhan mi instan. Hal ini berkaitan dengan sifat protein dari

daging ikan patin yang mempunyai sifat kenyal dan tidak mudah putus. Koapaha,

dkk, (2011) menyatakan bahwa miosin pada daging ikan memegang peranan

penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel bila daging ikan diproses

sehingga akan menghasilkan stuktur yang kenyal. Mi yang kenyal akan sulit untuk

putus atau patah sehingga tingkat keutuhannya makin baik.

Atribut mutu mi instan berbasis pati sagu dan ikan patin adalah timbulnya

bau tengik (ketengikan). Timbulnya bau tengik karena dalam proses pembuatan

mi instan dilakukan penggorengan selain itu penggunaan ikan patin dan telur yang

kaya akan lemak juga akan memicu bau tengik. Minyak/lemak yang terdapat pada
9

mi instan akan mengalami reaksi oksidasi selama penyimpanan dan menyebabkan

ketengikan (Yusmarini, 2012).

Menurut Kubota, dkk, (2003) bahwa porositas gel dapat meningkat dengan

jumlah air yang rendah. Selain itu juga ada kaitannya dengan kandungan

amilosa/amilopektin yang dimiliki oleh pati sagu. Pati sagu memiliki kandungan

amilopektin 73% dan amilosa 27% (Harsanto, 1986). Apabila kadar amilosa

tinggi, maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air

lebih banyak. Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada

kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk

menyerap dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai

kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin

(Alam, dkk., 2007).

Menurut Alam, dkk, (2007) bahwa tingkat susut masak sebagian besar

tergantung pada derajat gelatinisasi dan struktur gel pati. Jika jumlah air

ditingkatkan dan pati dibuat konstan (konsentrasi suspensi pati rendah), maka

struktur gel pati terutama fraksi amilosa berkurang karena sebagian diabsorbsi

oleh air. dengan berkurangnya fraksi amilosa menyebabkan susut masaknya akan

semakin besar karena struktur gel pati yang terbentuk semakin lemah. Rasio

suspensi pati sagu dengan air panas yang terbaik adalah 1 : 0,75 (v/v) dengan

kadar air 9,30%, kecepatan pemasakan 3,59 menit dan cooking loss 0,26% yang

memenuhi kriteria mutu mi instan yang dipersyaratkan oleh SNI 01-3551-1994

dan SNI 01-3723-1995.


10

Lamanya waktu perebusan 4, 6 dan 8 menit menghasilkan sohun dari pati

sagu dengan warna, rasa, tekstur dan kesukaan yang tidak berbeda nyata.

Meskipun demikian aroma sohun yang dihasilkan ketiga perlakuan pemasakan ini

menunjukkan perbedaan yang nyata. Panelis memberikan nilai skor aroma

tertinggi untuk sohun dari pati sagu yang dibuat dengan waktu pemasakan 4 menit

Penilaian ini memberi arti bahwa sohun pati sagu dengan waktu pemasakan 4

menit aromanya lebih agak disuka dibandingkan dengan waktu pemasakan 6 dan

8 menit (Rahim, 2008).

Mi basah matang dapat diperoleh dengan mengukus atau merebus mi

mentah. Pengukusan atau perebusan mi mentah bertujuan agar terjadi gelatinisasi

pati dan terigu dan air pencampuran dengan bahan tambahan pengadukan hingga

homogen pembentukan lembaran pemotongan perebusan (5, 7 menit) penirisan

dan pendinginan pemberian minyak goreng mi basah matang mi basah mentah

(Rohana, 2006).

Menurut Astawan (1999), perebusan harus dilakukan pada suhu tinggi

selama kurang lebih 2 menit. Suhu perebusan yang tinggi akan mempersingkat

waktu perebusan. Waktu prebusan yang terlalu lama akan menyebabkan mi terlalu

lembek. Tahap terakhir dari pembuatan mi basah matang adalah pelumasan mi

yang telah direbus dengan minyak goreng. Pelumasan bertujuan agar mi tidak

menjadi lengket satu sama lain. Selain itu menurut Mugiarti (2001) seperti dikutip

oleh Gracecia (2005) penggunaan minyak dapat memberikan cita rasa dan

memperbaiki penampakan mi menjadi mengkilap.


11

SNI 01-2987-1992 menyatakan mi basah adalah produk makanan yang

terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang

diizinkan, berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan. Sedangkan Badrudin

(1994), menyatakan mi adalah bahan pangan berbentuk pipih dengan diameter

0,07-0,125 inchi, dibuat dari tepung terigu dengan penambahan air, telur, dan air

abu. Mi basah adalah mi yang berkadar air 25-35%. Penggunaan non terigu untuk

pembuatan mi sebagai pensubtitusi dapat ditambahkan sampai sebanyak 30%

(Soim, 1998)

1.6. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka diperoleh hipotesis bahwa :

1. Diduga adanya pengaruh perbandingan konsentrasi pati sagu dan ikan nila

terhadap karakteristik mi basah yang dihasilkan.

2. Diduga adanya pengaruh lama waktu perebusan terhadap karakteristik mi

basah yang dihasilkan.

3 . Diduga adanya pengaruh interaksi antara konsentrasi pati sagu dan ikan nila

serta lama waktu perebusan terhadap karakteristik mi basah yang dihasilkan.

1.7. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan April 2014 sampai dengan selesai. Tempat

penelitian yaitu di Laboratorium Teknologi Pangan-Fakultas Teknik, Universitas

Pasundan, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen11 halaman
    Bab 1
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Dapus End
    Dapus End
    Dokumen3 halaman
    Dapus End
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Lanjut
    Bab 3 Lanjut
    Dokumen2 halaman
    Bab 3 Lanjut
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Cera Alba Abru
    Cera Alba Abru
    Dokumen4 halaman
    Cera Alba Abru
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Freen
    Freen
    Dokumen1 halaman
    Freen
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Usulan Penelitian
    Usulan Penelitian
    Dokumen28 halaman
    Usulan Penelitian
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Contoh Soal
    Contoh Soal
    Dokumen1 halaman
    Contoh Soal
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Judul Kti 5b
    Judul Kti 5b
    Dokumen6 halaman
    Judul Kti 5b
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Muh. Ichsan Ramadhan
    Muh. Ichsan Ramadhan
    Dokumen9 halaman
    Muh. Ichsan Ramadhan
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • ILHAM
    ILHAM
    Dokumen35 halaman
    ILHAM
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Data Siswa Kelas V B
    Data Siswa Kelas V B
    Dokumen5 halaman
    Data Siswa Kelas V B
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen25 halaman
    Lamp Iran
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Asam Oleat
    Asam Oleat
    Dokumen4 halaman
    Asam Oleat
    Unaaha Bakti Persada
    Belum ada peringkat
  • Nama Resmi
    Nama Resmi
    Dokumen3 halaman
    Nama Resmi
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen9 halaman
    Bab I
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Metabolisme Lemak
    Metabolisme Lemak
    Dokumen42 halaman
    Metabolisme Lemak
    Findy Umawiranda
    100% (2)
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen4 halaman
    Daftar Pustaka
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen13 halaman
    Abs Trak
    Syafri Nackz Tabara
    Belum ada peringkat