(5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Waktu dan Tempat
Penelitian.
semakin besar. Konsumen semakin kritis menuntut tersedianya pangan yang enak,
murah, memiliki komposisi gizi yang baik, aman dikonsumsi. Makanan tersebut
makanan yang cukup populer dan memiliki tingkat penerimaan yang tinggi dalam
basah mudah rusak. Astawan (2006), menyebutkan bahwa kadar air mi basah
mencapai 52% sehingga mi basah yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu
merupakan produk import sehingga perlu dilakukan alternatif lain untuk bahan
1
2
baku mi. Salah satu usahanya adalah memperkenalkan potensi alam Indonesia
yang melimpah namun belum dimanfaatkan secara maksimal seperti halnya pati
sagu. Selain tersebar di beberapa daerah di Indonesia, sagu juga memiliki serat
pangan yang baik untuk kesehatan manusia. Disamping itu juga menambah
Sagu dapat diolah menjadi berbagai produk yang populer, mudah dalam
pengolahan, diterima oleh masyarakat luas, serta setara dengan produk lain yang
diolah dengan beras atau gandum, baik dalam kandungan gizi ataupun
tanaman umbi atau serelia, tanaman sagu mengandung pati tidak tercerna yang
penting bagi kesehatan pencernaan, yaitu Resistant starch yang memiliki efek
seperti serat makanan.menurut Direktori Gizi cit Angellilona (1997), pati sagu
memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi (84,7 g/100g bahan) bila
dibanding tepung beras (80 g/100g bahan), akan tetapi kandungan proteinnya
lebih rendah (0,7 g/100 g bahan) bila dibandingkan dengan tepung beras (7,0
g/100 g bahan) dan tepung terigu (8,9 g/100 g bahan), sehingga perlu dilakukan
pengayaan kandungan protein pada produk pangan berbahan baku pati sagu.
Menurut Johana (1980) dan Tan (1982) cit Angellilona (1982), dalam
dengan bahan lain yang mengandung protein, lemak, vitamin dan mineral yang
Tanaman sagu merupakan salah satu sumber bahan pangan yang jumlahnya
cukup banyak di Indonesia. Potensi sagu yang bisa digarap di Indonesia sangat
besar, saat ini setidaknya ada 1,25 juta hektare (ha) hutan sagu di Papua dan
Maluku, serta 148 ribu ha lahan sagu semibudaya di Kepulauan Riau, Mentawai,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Lahan sagu ini terbesar di
dalam pengolahan produk pangan, disamping itu daya terima konsumen terhadap
produk-produk makanan olahan dengan berbahan dasar sagu masih rendah. Salah
satu penyebab rendahnya konsumsi sagu sebagai bahan pangan adalah rendahnya
selera konsumen terhadap produk makanan dengan bahan dasar pati sagu. Selama
ini konsumen sagu hanya tersentralisasi pada daerah-daerah penghasil sagu seperti
Papua dan Maluku. Pemanfaatan yang ada masih dalam bentuk sederhana,
dan sagu lempeng. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mempopulerkan sagu
Sumber protein dapat diperoleh dari sumber hewani, seperti ikan, daging, telur,
dan susu. Protein hewani tergolong protein bermutu tinggi, hal ini dikarenakan
oleh tubuh dengan lebih lengkap bila dibandingkan dengan protein nabati.
4
nila. Ikan nila dan mujair merupakan sumber protein hewani murah bagi konsumsi
dan mujair tidak dianjurkan dicampur dengan ikan lain karena memiliki perilaku
basah yang kuat (tidak putus-putus). CMC merupakan eter polimer selulosa linear
dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak
berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut
dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada
rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang
tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik.
Karboksimetil selulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari
Selain sifat-sifat itu, viskositas dan derajat substitusi merupakan dua faktor
CMC. Namun fakta dilapangan memperlihatkan masih ada saja para produsen
5
Omega-3 adalah sejenis asam lemak esensial yaitu lemak yang diperlukan
untuk kesehatan tetapi tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Anda harus
ikan seperti salmon, tuna, makarel dan makanan laut lainnya termasuk ganggang
dan krill, beberapa jenis tanaman dan minyak kacang. Selain sumber alami, asam
lemak omega-3 kini banyak ditemukan sebagai bahan aktif dalam suplemen
Asam lemak tidak jenuh ganda (poly unsaturated fatty acid, PUFA) omega-
3 adalah asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap, dengan
ikatan rangkap terakhir terletak pada atom karbon ketiga dari ujung metil rantai
asam lemak. Asam alfa linolenik (ALA, 18:3), asam eikosapentaenoik (EPA,
20:5), dan asam dokosaheksaenoik (OHA, 22:6) adalah asam lemak omega-3
EPA dan DHA adalah yang lebih bermanfaat bagi tubuh dan hanya diperoleh dari
per harinya. Omega 3 sebagian besar dapat ditemukan pada ikan-ikanan seperti
ikan Salmon, ikan Tuna, ikan air tawar, Makerel, Hering, ikan Tenggiri, dan ikan
6
sarden (ikan Lemuru). Selain itu, Omega 3 dapat ditemukan pada makanan yang
berasal dari tumbuhan seperti minyak dari Raps, kacang Kenari, Walnuts, Alpukat,
memberikan dampak negatif, antara lain menyebabkan badan berbau minyak ikan,
menimbulkan gangguan pencernaan dan pendarahan pada saat luka, operasi, atau
bila terserang mimisan akan lebih lama sembuhnya karena proses penggumpalan
1. Apakah ada pengaruh perbandingan konsentrasi pati sagu dan ikan nila
yang dihasilkan ?
3 . Apakah ada pengaruh interaksi antara konsentrasi pati sagu dan ikan nila serta
Tujan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk mi sagu dengan
kadar protein dan nilai gizi lainnya yang tinggi melalui penambahan daging ikan
7
nila, meguji pengaruh tingkat penambahan daging ikan nila terhadap kadar protein
dan nilai gizi mi sagu serta sifat fisik dan organoleptik mi yang dihasilkan.
bahan baku lokal, pengembangan dan peningkatan nilai gizi produk mi sagu serta
ikan patin. Hal ini disebabkan karena semakin banyak daging ikan yang
saling berinteraksi dan ruang antar filamen menjadi lebih besar sehingga air yang
berinteraksi dan mengakibatkan ruang antar filamen menjadi lebih besar. Hal ini
berdampak pada semakin banyaknya air yang dapat ditahan sehingga jumlah air
Kadar air mi instan menurun dengan adanya proses penggorengan. Hal ini
protein akan kehilangan kemampuan untuk mengikat air dan air yang tidak terikat
maksimal 10,0%.
penggunaan daging ikan nila. Hal ini berkaitan dengan kandungan lemak pada
ikan nila yang relatif tinggi yaitu 6,6%. Menurut Panagan (2011), kadar minyak
ikan nila rata-rata dengan berat 650-879 gram adalah 3,827%. Ikan nila
mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang terdiri dari EPA dan DHA masing-
masing 0,21-2,48% dan 0,95-9,96%. Asam lemak tidak jenuh mudah teroksidasi
meningkatkan keutuhan mi instan. Hal ini berkaitan dengan sifat protein dari
daging ikan patin yang mempunyai sifat kenyal dan tidak mudah putus. Koapaha,
dkk, (2011) menyatakan bahwa miosin pada daging ikan memegang peranan
penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel bila daging ikan diproses
sehingga akan menghasilkan stuktur yang kenyal. Mi yang kenyal akan sulit untuk
Atribut mutu mi instan berbasis pati sagu dan ikan patin adalah timbulnya
bau tengik (ketengikan). Timbulnya bau tengik karena dalam proses pembuatan
mi instan dilakukan penggorengan selain itu penggunaan ikan patin dan telur yang
kaya akan lemak juga akan memicu bau tengik. Minyak/lemak yang terdapat pada
9
Menurut Kubota, dkk, (2003) bahwa porositas gel dapat meningkat dengan
jumlah air yang rendah. Selain itu juga ada kaitannya dengan kandungan
amilosa/amilopektin yang dimiliki oleh pati sagu. Pati sagu memiliki kandungan
amilopektin 73% dan amilosa 27% (Harsanto, 1986). Apabila kadar amilosa
tinggi, maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air
Menurut Alam, dkk, (2007) bahwa tingkat susut masak sebagian besar
tergantung pada derajat gelatinisasi dan struktur gel pati. Jika jumlah air
ditingkatkan dan pati dibuat konstan (konsentrasi suspensi pati rendah), maka
struktur gel pati terutama fraksi amilosa berkurang karena sebagian diabsorbsi
oleh air. dengan berkurangnya fraksi amilosa menyebabkan susut masaknya akan
semakin besar karena struktur gel pati yang terbentuk semakin lemah. Rasio
suspensi pati sagu dengan air panas yang terbaik adalah 1 : 0,75 (v/v) dengan
kadar air 9,30%, kecepatan pemasakan 3,59 menit dan cooking loss 0,26% yang
sagu dengan warna, rasa, tekstur dan kesukaan yang tidak berbeda nyata.
Meskipun demikian aroma sohun yang dihasilkan ketiga perlakuan pemasakan ini
tertinggi untuk sohun dari pati sagu yang dibuat dengan waktu pemasakan 4 menit
Penilaian ini memberi arti bahwa sohun pati sagu dengan waktu pemasakan 4
menit aromanya lebih agak disuka dibandingkan dengan waktu pemasakan 6 dan
pati dan terigu dan air pencampuran dengan bahan tambahan pengadukan hingga
(Rohana, 2006).
selama kurang lebih 2 menit. Suhu perebusan yang tinggi akan mempersingkat
waktu perebusan. Waktu prebusan yang terlalu lama akan menyebabkan mi terlalu
yang telah direbus dengan minyak goreng. Pelumasan bertujuan agar mi tidak
menjadi lengket satu sama lain. Selain itu menurut Mugiarti (2001) seperti dikutip
oleh Gracecia (2005) penggunaan minyak dapat memberikan cita rasa dan
terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang
0,07-0,125 inchi, dibuat dari tepung terigu dengan penambahan air, telur, dan air
abu. Mi basah adalah mi yang berkadar air 25-35%. Penggunaan non terigu untuk
(Soim, 1998)
1. Diduga adanya pengaruh perbandingan konsentrasi pati sagu dan ikan nila
3 . Diduga adanya pengaruh interaksi antara konsentrasi pati sagu dan ikan nila
Penelitian ini dimulai dari bulan April 2014 sampai dengan selesai. Tempat
Pasundan, Bandung.