Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa. Atas rahmat-Nya,
makalah Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase ini terselesaikan dengan baik dan tepat
waktu. Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada dosen pengajar Hukum Dagang
Internasional yang telah mengajari kami.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari Dosen Pengajar Mata Kuliah Hukum
Dagang Internasional dan untuk memenuhi kebutuhan penyusun sebagai mahasiswa serta
sebagai bahan diskusi. Selain itu, makalah ini ditunjukkan untuk meningkatkan pemahaman
mahasiswa/i Fakultas Hukum, khususnya mahasiwa/i jurusan Hukum Bisnis, terhadap
Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase.

Kami berharap bahwa makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca,
khususnya mahasiswa/i Hukum Bisnis.

Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Semoga Allah SWT.
selalu melimpahkan ridho, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Jakarta, 18 Mei 2018

Penulis

DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………. 2

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………. 3

B. Rumusan Masalah……………………………………………….. 4

C. Tujuan…………………………………………………………… 4

BAB II: PEMBAHASAN

A. Sengketa Bisnis……………………………………………………………. 5
B. Cara Penyelesaian Sengketa Bisnis………………………………………….. 6
C. Penyelesaian Non Litigasi (ADR – Alternative Dispute Resolution)………. 7
1. Arbitrase……………………………………………………………. 8
2. Negosiasi…………………………………………………………… 12
3. Mediasi……………………………………………………………… 14
4. Konsiliasi……………………………………………………………. 16

BAB III: PENUTUP

KESIMPULAN………………………………………………………… 12

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
2
Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari tidak
mungkin dihindari terjadinya sengketa antar pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa yang
terjadi selalu menutut pemecahan dan penyelsaian yang cepat. Semakin banyak dan luas
kegiatan perdagangan frekuensi terjadi sengketa makin tinggi. Ini berarti makin banyak
sengketa harus diselsaikan. Membiarkan sengketa dagang terlambat diselesaikan akan
mengakibatkan perkembangan pembangunan tidak efisien, produktifitas menurun, dunia
bisnis mengalami kemandulan dan biaya produksi meningkat.

Secara konvensional, penyelsaian sengketa biasanya dilakukan secara litigasi atau


penyelsaian sengketa dimuka pengadilan. Dalam keadaan demikian, posisi para pihak yang
bersengketa sangat antagonistis (saling berlawanan satu sama lain). Penyelsaian sengketa
bisnis model ini tidak direkomendasikan. Kalaupun akhirnya ditempuh, penyelesaian itu
semata-mata sebagai jalan terakhir (Ultimatum Remedium) setelah alternatif lain dinilai tidak
membuahkan hasil.

Di samping model penyelesaian sengketa secara konvensional, dalam praktik di


Indonesia dikenalkan pula model yang relatif baru. Model ini cukup populer di Amerika
Serikat dan Eropa yang dikenal dengan nama ADR (Alternative Dispute Resolution) yang
diantaranya meliputi negoisasi, mediasi dan arbitrase. Penyelesaian sengketa secara litigasi
tetap dipergunakan manakala penyelesaian secara nonlitigasi tersebut tidak membuahkan
hasil. Jadi penggunaan ADR adalah sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa
diluar pengadilan dengan mepertimbangkan segala bentuk efesiensinya dan untuk tujuan
masa yang akan datang sekaligus menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang di angkat dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:

1. Apa itu sengketa?


3
2. Bagaimana cara Penyelesaian sengketa di Indonesia, khususnya dengan menggunakan
alternatif penyelesaian sengketa, dan prosedur apa saja yang digunakan dalam
penyelesaian sngketa bisnis tersebut?

C. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:

1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis.

2. Untuk menambah pengetahuan tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) .

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sengketa Bisnis

4
Pengertian sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one
which arises during the course of the exchange or transaction process is central to market
economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik.
Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap
satu objek permasalahan.

Menurut Winardi, sengketa adalah pertentangan atau konflik yang terjadi antara
individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan
yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu
dengan yang lain.

Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang
berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum antara keduanya.

Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa ssengketa adalah perilaku


pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat
hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam
kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis.
Secara rinci sengketa bisnis dapat berupa sengketa sebagai berikut :

1. Sengketa perniagaan

2. Sengketa perbankan

3. Sengketa Keuangan

4. Sengketa Penanaman Modal

5. Sengketa Perindustrian

6. Sengketa HKI (Hak Kekayaan Intelektual)

7. Sengketa Konsumen

8. Sengketa Kontrak

9. Sengketa pekerjaan

5
10. Sengketa perburuhan

11. Sengketa perusahaan

12. Sengketa hak

13. Sengketa property

14. Sengketa Pembangunan konstruksi

B. Cara penyelesaian Sengketa Bisnis

1. Dari sudut pandang pembuat keputusan

a) Adjudikatif : mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan


keputusan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.

b) Konsensual/Kompromi : cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk


mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution.

c) Quasi Adjudikatif : kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.

2. Dari sudut pandang prosesnya

1. Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan


menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya :

 Pengadilan Umum

 Pengadilan Niaga

2. Non Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak
menggunakan pendekatan hukum formal. Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme
:

 Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum


yang didasrkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999)

6
 Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk
saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan untuk mendapatkan
solusi dari yang dipertentangkan.

 Mediasi : Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi yang memainkan
peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan
sebagai pendamping dan penasihat.

 Konsiliasi : Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk


mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.

 Konsultasi

 Penilaian Ahli

C. Penyelesaian Non Litigasi (ADR – Alternatif Dispute Resolution)

Penyelesaian non litigasi adalah cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya


yaitu dengan Arbitrase, Negosiasi, Mediasi, dan Konsiliasi. Keempat cara penyelesaian ini
bisa digunakan agar pertikaian dapat segera teratasi. Bermula dari penyelesaian dengan
membicarakan baik-baik diantara kedua pihak yang bertikai, berlanjut bila pertikaian tidak
dapat diselesaikan diantara mereka maka dibutuhkan pihak ketiga yaitu mediasi. Selanjutnya
jika tidak dapat melalui mediasi maka dibutuhkan pihak yang tegas untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada. Jika tidak dapat diselesaikan juga maka membutuhkan badan hukum
seperti pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut, cara ini bisa disebut dengan
Ligitasi. Secara keseluruhan cara-cara tersebut dapat digunakan sampai pertikaian dapat
terselesaikan.

1. Arbitrase

 Pengertian Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan
untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”. Asas arbitrase antara lain:

1. Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau
beberapa oramg arbiter.

7
2. Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri.

3. Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui


arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-
hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak.

4. Asas final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan
mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau
kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau
perjanjian arbitrase.

Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase adalah untuk menyelesaikan


perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan
mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil tanpa adanya formalitas atau prosedur yang
berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelesaian perselisihan.

Selain itu Pengertian arbitrase juga termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang Undang
Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga Arbitrase
adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang
mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.”

Dalam Pasal 5 Undang-undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: ”Sengketa yang
dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang
menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.”

Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam


lingkup hukum keluarga. Arbitase hanya dapat diterapkan untuk masalah-masalah
perniagaan. Bagi pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna
menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.

Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan
memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut.

 Pengaturan Mengenai Arbitrase


8
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada
Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada
dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:

1. Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para
pihak sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo); atau

2. Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa
(Akta Kompromis).

Sebelum undang-undang Arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur


dalampasal 615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada penjelasan pasal 3
ayat(1) Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan.

 Sejarah Arbitrase

Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebenarnya


sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan. Arbitrase diperkenalkan di Indonesia
bersamaan dengan dipakainya Reglement op de Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene
Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement Buiten Govesten (RBg), karena
semula Arbitrase ini diatur dalam pasal 615 s/d 651 reglement of de rechtvordering.
Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak laku lagi dengan diundangkannya
Undang Undang Nomor 30 tahun 1999. Dalam Undang Undang nomor 14 tahun 1970
(tentang Pokok Pokok Kekuasaan Kehakiman) keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam
penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar
pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase diperbolehkan, akan tetapi putusan
arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk
dieksekusi dari Pengadilan.

 Objek Arbitrase

Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan


melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya)
menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 (“UU Arbitrase”) hanyalah

9
sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak menurut hukum dan peraturan perundang-
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan,
keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 (2)
UU Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak
dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-
undangan tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III
bab kedelapan belas Pasal 1851 s/d 1854.

 Jenis-jenis Arbitrase

Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan
permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang sengaja
dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion Rules. Pada umumnya arbitrase
ad-hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelis arbitrase
serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc
perlu disebutkan dalam sebuah klausul arbitrase.

Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan
arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai
aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional seperti The Rules of Arbitration dari The
International Chamber of Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The
International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. Badan-
badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri.

BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase


sebagai berikut:

"Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur arbitrase
BANI,yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa,sebagai keputusan
dalam tingkat pertama dan terakhir".

10
Standar klausul arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission ofInternational Trade Law)
adalah sebagai berikut:

"Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau sehubungan dengan
perjanjian ini, atau wan prestasi, pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian akan
diselesaikan melalui arbitrase sesuai dengan aturan-aturan UNCITRAL.”

Menurut Priyatna Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali adalah
klausul arbitrase. Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan
menentukan apakah suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase. Priyatna
menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat setelah sengketa timbul.

 Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase

Keunggulan arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum Undang Undang


Nomor 30 tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan. Keunggulan itu adalah :

a) Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin;

b) keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dapat dihindari;

c) para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki latar belakang yang cukup
mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil;

d) para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya;

e) para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase ;

f) putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur
sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.

Disamping keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki


kelemahan arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah
masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk
eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup jelas.

2. Negosiasi

 Pengertian Negosiasi

11
Negosiasi adalah proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (tak
mengubah) sikap dan perilaku orang lain. Negosiasi adalah proses untuk mencapai
kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu dengan
sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.
Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan
dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua
pihak.

 Pola Perilaku dalam Negosiasi

1. Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak


menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.

2. Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui,


membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.

3. Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi


pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.

4. Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada


“here and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.

 Ketrampilan Negosiasi

1. Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain


mengamatinya.

2. Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang
terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.

3. Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan
tuntutan di luar perhitungan.

4. Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan


memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.

5. Memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri
dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.

12
 Negosiasi dan Hiden Agenda

Dalam negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden


agenda. Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat terselubung yang tak diungkapkan
(tak eksplisit) tetapi justru hakikatnya merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh
pihak yang bersangkutan.

 Hubungan Negosiasi dengan Gaya Kerja

1. Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya
kerjanya.

2. Kesuksesan bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam memahami


gaya kerja dan latar belakang budaya pihak lain.

 Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi

1. Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak memiliki
informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan.

2. Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya
dipertimbangkan lebih dulu.

3. Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah satu/ kedua
pihak, maka lobbying dapat dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga
negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka.

 Teknik Negoisasi

Secara umum terdapat beberapa cara teknik negoisasi yang dikenal dapat dibagi kedalam:

1. tahap negoisasi kompetitif

2. tahap negoisasi koperatif

3. tahap negoisasi lunak dan keras

4. tahap negoisasi interest based

3. Mediasi

13
 Pengertian Mediasi

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau


mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus
atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang
esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat
perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk
menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi
berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.

 Prosedur Untuk Mediasi

• Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis
hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.

• Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut
pihak-pihak yang berperkara tersebut.

• Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini
diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak
yang berperkara.

• Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22
harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.

Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.

 Mediator

Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :

1. Netral

2. Membantu para pihak

3. Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian

14
Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau
memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi
berlangsung kepada para pihak.

 Tugas Mediator

1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para


pihakuntuk dibahas dan disepakati.

2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses
mediasi.

3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah
selama proses mediasi berlangsung.

4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan
mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak

 Daftar Mediator

Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk
memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa.

1. Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan


daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima) nama dan disertai dengan
latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para mediator.

2. Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat


dalam daftar mediator.

3. Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan hakim
yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan dapat
ditempatkan dalam daftar mediator.

4. Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada


ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan
yang bersangkutan.

5. Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan


menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
15
6. Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.

7. Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator


berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas, berhalangan tetap,
ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku.

 Honorarium Mediator

1. Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.

2. Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak berdasarkan
kesepakatan para pihak.

4. Konsiliasi

Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk


mencapai persetujuan dan penyelesaian. Namun, undang-undang nomor 30 tahun 1999 tidak
memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian dari konsiliasi. Akan tetapi,
rumusan itu dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 10 dan alinea 9 penjelasan umum, yakni
konsiliasi merupakan salah satu lembaga untuk menyelesaikan sengketa.

Penyelesaikan perselisihan, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan


pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa. Selain itu, konsiliator
tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak
sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para
pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di antara mereka.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih
yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi
salah satu diantara keduanya.

· Cara penyelesaian Sengketa Bisnis:

16
 Dari sudut pandang pembuat keputusan

a) Adjudikatif : mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan


keputusan pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.

b) Konsensual/Kompromi : cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk


mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution.

c) Quasi Adjudikatif : merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.

 Dari sudut pandang prosesnya

a) Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan


dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya :

1. Pengadilan Umum

2. Pengadilan Niaga

b) non Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak
menggunakan pendekatan hukum formal. Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme :

1. Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang
didasrkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (pasal
1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999)

2. Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling
menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan untuk mendapatkan solusi dari yang
dipertentangkan.

3. Mediasi : Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi yang memainkan
peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai
pendamping,pemangkin dan penasihat.

4. Konsiliasi : Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk


mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.

5. Konsultasi

6. Penilaian Ahli

17
DAFTAR PUSTAKA

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52897351a003f/litigasi-dan-alternatif-
penyelesaian-sengketa-di-luar-pengadilan

https://mediasi.wordpress.com

http://www.bapmi.org/in/ref_articles7.php

http://sepengetahuan-ku.blogspot.co.id/2012/11/penyelesaian-sengketa-bisnis.html?m=1

http://ayylanny.blogspot.co.id/2014/05/makalah-penyelesaian-sengketa-bisnis.html?m=1

18

Anda mungkin juga menyukai