Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat dari tingkat volume penjualan
setiap tahunnya. Volume penjualan setiap perusahaan dari waktu ke waktu pada
umumnya tidaklah tetap, tetapi selalu berfluktuasi. Dalam fluktuasi tersebut,
volume penjualan mungkin bisa terjadi pada bulan-bulan tertentu secara teratur,
sehingga pada umumnya setiap perusahaan akan membuat ramalan penjualan.
Bagi perusahaan ramalan penjualan merupakan hal yang penting untuk
dimiliki agar dapat mengetahui kapasitas produksi yang diperlukan oleh suatu
perusahaan dalam suatu periode tertentu. Kapasitas produksi itulah yang dapat
memberikan perusahaan informasi tentang kapasitas pemesanan material yang
diperlukan perusahaan. Perusahaan yang baik akan mampu memenuhi kebutuhan
material dengan memberikan beban keuangan terkecil. Kesalahan-kesalahan
strategi pemesanan dapat menyebabkan kurangnya stok yang tersedia untuk
melakukan produksi atau bahkan kelebihan stok yang akan membebani biaya
penyimpanan yang pada akhirnya, akan menyebabkan tingginya biaya yang harus
ditanggung oleh perusahaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi strategi
pemesanan adalah biaya pengiriman, biaya penyimpanan, biaya set up, dan
beberapa faktor lainnya.
Beberapa metode dapat digunakan sebagai alat bantu untuk membuat
strategi pemesanan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing yang
dimiliki. Kebanyakan perusahaan memiliki pilihan tentang metode terbaik yang
cocok untuk digunakan dalam perusahaan tersebut. Perusahaan dengan rencana
pemesanan yang baik maka akan mampu memenuhi permintaan produksi dengan
memberikan beban biaya sekecil mungkin. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang makanan Saat ini perusahaan
belum mengoptimalkan pemesanan yang mereka miliki. Permasalahannya adalah
adanya kapasitas baik bahan baku atau barang jadi yang tidak memenuhi kebutuhan
atau bahkan berlebih sehingga membebani biaya produksi. Berdasarkan
permasalahan tersebut pada penelitian ini akan membahas tentang pengamatan
pemesanan produk Indomie dengan metode MRP (Material Requierement Plan) di
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Cabang Lampung.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.Berapa banyak kapasitas kebutuhan material produksi PT. Indofood CBP
Sukses Makmur Tbk. Cabang Lampung per periode?
2.Bagaimana jadwal pemesanan perperiode PT. Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk. Cabang Lampung?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui kebutuhan material Indomie Goreng pada PT. Indofood
CBP Sukses Makmur Tbk. Cabang Lampung
2. Menentukan jadwal pemesanan perperiode PT. Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk. Cabang Lampung?

1.4 Batasan Masalah


1. Pengamatan ini dilakukan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Cabang Lampung pada tanggal 10 Januari s.d. 10 Februari 2016
2. Pengamatan hanya fokus pada bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan
Indomie Goreng berupa tepung, air, dan minyak goreng tanpa
melibatkan unsur alkali yang dibutuhkan dalam pembuatan mi tersebut.
3. Penelitian ini menggunakan data-data yang di berikan oleh PT. Indofood
CBP Sukses Makmur Tbk. Cabang Lampung.
4. Konsep penentuan strategi pemesanan yang digunakan adalah MRP
(Material Requirement Plan) dengan metode Lot for Lot.

1.5 Metode Chart Pemecahan Masalah


1.5.1 Flow Chart Pemecahan Masalah
Mulai

Studi Pustaka Studi Lapangan

Perumusan Masalah

Tujuan penelitian

Batasan masalah

Pengumpulan data :
a. Data Umum perusahaan
b. Data Jumlah Mie Instan
c. Data Kebutuhan Bahan Baku
d. Metode Pemesanan

Pengolahan data :
1. Konsep MRP
2. Metode Lot For Lot

Analisa

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 1. 1 Flow Chart Pemecahan Masalah


1.5.2 Deskripsi Pemecahan Masalah

1. Mulai

2. Studi Pustaka

Melakukan beberapa pencarian referensi untuk mempelajari teori-teori


yang dapat menjadi panduan dalam melakukan identifikasi permasalahan
dan untuk memperoleh informasi lain yang dibutuhkan serta mencoba
mencari sumber aktual yang dapat mewakili dalam proses penelitian yang
nantinya akan menjadi acuan pengambilan data-data yang diperlukan.

3. Studi Lapangan

Dilakukan dengan proses wawancara, data sekunder yang ada maupun


observasi secara langsung dan dilakukan sebelum pengambilan data
dengan tujuan untuk mempermudah penelitian.

4. Perumusan Masalah

Setelah melakukan langkah awal dengan studi lapangan dan studi pustaka,
mak dibuat perumusan masalah yang terjadi di perusahaan untuk diteliti.

5. Tujuan Penelitian

Pada tahap ini, penulis menentukan tujuan yang akan dicapai dari
penelitian ini berdasarkan perumusan masalah.

6. Batasan Masalah

Agar pembahasan pada penelitian ini tidak terlalu melebar, maka penulis
membuat batasan masalah, sehingga penulisan laporan ini lebih terarah.

7. Pengumpulan Data

Mengumpulkan data-data yang dibutuhkan baik dengan data wawancara,


serta pengumpulan data cacat pada produk dari tanggal 10 Januari sampai
10 Desember 2016 yang ada untuk diolah.
8. Pengolahan Data

Langkah selanjutnya adalah pengolahan data dari hasil pengumpulan data


yang ada dengan metode Lot for Lot untuk mengetahui banyaknya dan
kapan material harus dipesan.

9. Pembahasan

Pada tahap ini dilakukan pembahasan dari hasil pengolahan data.

10. Kesimpulan dan Saran

Pada tahap ini, membuat kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data


sesuai dengan tujuan penelitian dan membuat saran yang berkaitan dengan
hasil penelitian yang ditunjukkan untuk perbaikan selanjutnya.

11. Selesai

1.6 Sistematika Penulisan


Dalam penyusunan laporan kerja praktek ini penulis membuat aturan secara
sistematika, untuk mempermudah dalam penulisan laporan kerja praktek ini, maka
dibagi dalam beberapa bab sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan tentang isi dari laporan berupa latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah,
sistematika penulisan dan diagram alir penelitian.

BAB II DATA UMUM PERUSAHAAN


Pada bab ini menjelaskan tentang sejarah perusahaan, struktur organisasi
dan aktivitas perusahaan.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


Pada bab ini menguraikan tentang landasan teori yang berhubungan dengan
topik kerja praktek yang diambil yaitu perencanaan kapasitas produksi
dengan konsep Material Requirement Plan (MRP).

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA


Pada bab ini mengumpulkan dan mengolah data berdasarkan hasil yang
didapat dari PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Cabang Lampung
erupa data rencana kapasitas produksi untuk produk Indomie Goreng pada
bulan Desember 2015 sampai bulan Januari 2016.

BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang pembahasan data dari hasil pengolahan
data dan analisa teori dari hasil pengolahan data.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil pengolahan data dan
memberikan saran terhadap pihak yang terkait dengan masalah yang
dibahas sebagai masukan bagi perusahaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Persediaan


Persediaan merupakan aset yang sangat mahal yang dapat digantikan oleh
aset yang lebih murah yaitu informasi. Untuk menggantikannya, informasi haruslah
tepat waktu, akurat, andal dan konsisten. Jika ini terjadi, maka akan tersimpan lebih
sedikit persediaan, mengurangi biaya dan mengirimkan produk lebih cepat ke
pelanggan.
Sasaran manajemen persediaan adalah menggantikan asset yang sangat
mahal yang disebut persediaan menjadi asset yang lebih murah yang disebut
informasi. Manajemen persediaan menjawab pertanyaan berapa banyak persediaan
yang perlu dicadangkan untuk mengatasi fluktuasi peramalan, permintaan
pelanggan dan pengiriman pemasok. Alasan utama perlunya manajemen persediaan
adalah untuk:
1. Memaksimalkan pelayanan pada pelanggan
Semakin akurat peramalan penjualan setiap produk, maka akan semakin
kecil kesalahan peramalan, dan sedikit persediaan yang diperlukan untuk
mempertahankan tingkat pelayanan tertentu. Dengan menyimpan lebih
sedikit persediaan, kapasitas mesin yang diperlukan untuk menghasilkan
produk akan terpakai lebih baik. Persediaan tidak diadakan sebelum
dibutuhkan, sehingga mencegah kesalahan menentukan kapasitas mesin
terlalu cepat.
2. Memaksimalkan efisiensi pembelian dan produksi
Berbagai barang dapat saja dibeli dalam jumlah yang lebih besar ketimbang
yang dibutuhkan untuk mencapai efisiensi pembelian atau tranportasi. Jika
barang dibeli dengan alasan ini maka akan timbul persediaan. Meskipun
demikian, bisa ditetapkan kesepakatan yang disebut “order pembelian
berdasarkan volume” Dengan kesepakatan ini, diskon akan meningkat
seiring dengan meningkatnya volume dan pada saat yang sama ditetapkan
kapan pengiriman perlu dilakukan.
3. Memaksimalkan profit
Profit dapat dimaksimalkan dengan meningkatkan pendapatan atau
menurunkan biaya. Salah satu cara adalah melakukan manajemen
persediaan yang tepat.
4. Meminimalkan investasi persediaan
Persediaan akan mengikat uang yang seharusnya dapat digunakan
perusahaan untuk berbagai hal lain dalam bisnis. Persediaan yang
berlebihan dapat menciptakan aliran kas negatif, dan hal ini harus
dihindarkan. Hal ini menyebabkan bagian keuangan berusaha menjaga
persediaan serendah mungkin.
Persediaan dapat dikategorikan menjadi lima tipe dasar, yaitu:
1. Bahan baku
Bahan baku mencakup semua komponen dan bahan yang dibeli untuk
menghasilkan produk akhir. Persediaan jenis ini menambah nilai produk
saat diproses menjadi subrakit, rakitan dan akhirnya menjadi produk yang
siap dikirimkan.
2. Barang setengah jadi
Barang setengah jadi merupakan persediaan dalam proses dirakit menjadi
produk akhir. Bahan baku dikeluarkan dari gudang dan berpindah ke tempat
kerja. Karyawan (tenaga kerja langsung) dan atau mesin digunakan untuk
menambah nilainya dengan cara memproses seluruh komponen menjadi
subrakit, rakitan dan kemudian menjadi produk akhir. Komponen –
komponen ini dapat disimpan kembali sementara waktu hingga diambil
untuk kegunaan lebih lanjut dalam proses produksi. Dalam kondisi ini,
komponen tersebut dikatakan sebagai rakitan semi jadi (Barang setengah
jadi).
3. Barang jadi
Barang jadi merupakan persediaan yang siap dikirim ke pusat distribusi,
pengecer, distributor, atau langsung ke pelanggan.
4. Persediaan distribusi
Persediaan distribusi disimpan pada titik atau lokasi yang sedekat mungkin
dengan pelanggan. Titik distribusi bisa saja dimiliki dan dioperasikan secara
terpisah.
5. Barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi.
Sebagian besar perusahaan menyimpan barang pemeliharaan, perbaikan dan
operasi. Persediaan ini seringkali berbiaya rendah dan termasuk alat tulis
kantor serta barang – barang untuk operasional dan pelayanan.
Persediaan dilakukan karena adanya permintaan, dimana permintaan ada
dua macam yaitu permintaan independen (independent demand) dan permintaan
dependen (dependent demand). Permintaan independen merupakan metode untuk
mengelola
produk yang permintaannya dipengaruhi oleh permintaan pelanggan atau
permintaan pihak diluar kendali perusahaan atau bisa juga diartikan sebagai
permintaan untuk semua item yang terjadi secara terpisah tanpa terkait dengan
permintaan untuk item lain. Metode ini digunakan untuk perusahaan pengecer,
distributor dan manufaktur. Sebagai contoh independent demand adalah permintaan
untuk produk akhir, parts atau produk yang digunakan untuk pengujian produk itu,
dan suku cadang (spare parts) untuk pemeliharaan. Sedangkan permintaan
dependen adalah permintaan atas semua komponen yang dibutuhkan untuk
memenuhi permintaan independen atau diartikan sebagai permintaan untuk suatu
item yang terkait dengan permintaan untuk item yang lain. Sebagai contoh item –
item yang ada dalam struktur produk (Bill of Material/BOM) untuk membentuk
produk akhir.
2.1.1 Manajemen Persediaan Distribusi
Manajemen persediaan logistik meliputi kegiatan memperoleh material
(pengadaan), memindahkan material melalui lingkungan manufaktur (manufaktur
produk) dan distribusi. Logistik dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Perencanaan kebutuhan distribusi (Distribution Requirements Planning)
Serangkaian kegiatan untuk memenuhi pelanggan serta menerima dan
menyimpan barang dengan biaya serendah mungkin.
2. Perencanaan sumber daya distribusi (Distribution Resource Planning)
Melanjutkan perencanaan kebutuhan distribusi ke arah perencanaan sumber
daya penting yang terkandung dalam sistem distribusi: ruang gudang,
tenaga kerja, biaya angkutan.
3. Persediaan distribusi meliputi semua persediaan di manapun dalam sistem
distribusi.
Strategi dan kebijakan perusahaan adalah bagian yang terintegrasi dengan
perusahaan yang mencakup semua area fungsional seperti pemasaran, teknologi,
keuangan dan manufaktur. Pada sistem DRP telah dijelaskan berkaitan erat dengan
penyaluran fisik atau distribusi fisik (phisical distribution) yang tepat. Distribusi
fisik mempunyai sifat mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan arus
bahan dan produk final dari tempat asal ke tempat pemakai untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan dengan memperoleh keuntungan. Sedangkan tujuannya
adalah membawa barang yang tepat ke tempat yang tepat pada waktu yang tepat
dengan biaya serendah mungkin. Tak ada sistem distribusi fisik yang bisa secara
serentak meningkatkan pelayanan kepada pelanggan dan mengurangi sebanyak
mungkin biaya distribusi. Pelayanan yang maksimal kepada pembeli berarti barang
banyak, angkutan mahal dan banyak gudang, yang semuanya menambah biaya
distribusi. Sistem distribusi itu sendiri, secara bebas dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu:
1. Sistem Tarik (Pull system)
Pull system, yaitu proses produksi yang didasarkan atas pemintaan
pelanggan (bereaksi terhadap permintaan saat ini) dan bukan sistem tekanan
dengan tindakan antisipasi terhadap permintaan di masa datang. Prinsip dari
sistem ini adalah setiap pusat distribusi mengelola persediaan produk yang
dimilikinya (Candra Sinuraya, 2011). Persediaan berada di gudang pusat atau
di pusat produksi. Setiap pusat distribusi pada tingkat yang lebih rendah
menghitung kebutuhan dan kemudian memesan kepada pusat distribusi
pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian produk ditarik dari pabrik
melalui struktur jaringan distribusi, dipesan melalui pesanan pengisian
kembali dari lokasi stok yang secara langsung memasok kebutuhan
pelanggan. Model – model persediaan termasuk dalam sistem tarik ini
adalah:
a. Sistem titik pemesanan kembali (Re-Order Point)
Merupakan cara pemesanan yang dilakukan bila persediaan yang ada
telah mencapai titik tertentu. Pusat distribusi pada tingkat yang lebih
rendah menghitung kebutuhannya dan kemudian memesan pada pusat
distribusi yang lebih tinggi apabila persediaan telah mencapai titik
pemesanan kembali atau Re-Order Point (ROP). Gudang cabang
meminta barang ke gudang pusat bila jumlah persediaan di gudang
cabang mencapai jumlah tertentu (gudang pusat menyimpan banyak
inventory). Order point didasarkan kepada demand normal selama lead
time ditambah safety.
b. Sistem pemesanan secara periodik (periodic review system)
Merupakan salah satu pemesanan dengan interval waktu antara
pemesanan tetap, misalnya mingguan, bulanan atau tahunan. Jumlah
pemesanan bervariasi tergantung pada permintaan, sehingga tidak
memperhatikan kondisi persediaan yang ada. Fixed order interval dari
gudang cabang, safety stock di gudang cabang lebih banyak karena
adanya fluktuasi demand pada periode yang fixed.
c. Sistem titik pemesanan ganda
Pada sistem ini gudang pusat menerima laporan kapan persediaan
gudang daerah mencapai titik pemesanan kembali ditambah permintaan
normal selama waktu tenggang.
d. Sistem pengganti penjualan (the sales replacement system)
Pada sistem ini gudang menentukan persediaan setiap item secara
periodik berdasarkan permintaan lokal. Setiap produk terjual dilaporkan
ke gudang pusat. Gudang pusat mengirim barang ke gudang cabang
sejumlah yang terjual.
Gambar 3.1 Aliran Informasi Dalam Penyediaan Stock/Order Melalui Sistem Tarik

2. Sistem Dorong (Push System)


yaitu produk dibuat dengan cara mendorong material sepanjang proses, dari
stasiun kerja sebelum ke stasiun kerja sesudah (Askin, 2003). Sistem ini
mendorong persediaan dari pabrik pusat ke gudang. Keputusan penambahan
kembali persediaan dilakukan di pabrik. Keuntungan dari sistem dorong
adalah tercapainya skala ekonomis oleh satu sumber pusat, seperti pabrik.
Kerugiannya adalah kurang fleksibel dalam menanggapi kebutuhan
pelanggan lokal. Menentukan kebutuhan total (gudang-gudang dan
penjualan langsung), persediaan yang ada di gudang pusat dan cabang,
barang dalam perjalanan dan rencana penerimaan dari sumber (pabrik atau
pemasok). Menentukan jumlah yang tersedia untuk setiap gudang dan
penjualan langsung, dimana gudang pusat menentukan apa yang akan
dikirim (to push) ke gudang cabang.
Sistem dorong yang paling umum adalah perencanaan kebutuhan
distribusi (Distribution Requirement Planning/DRP). Seperti halnya proses
MRP, DRP menggunakan teknik titik pemesanan kembali berbasis waktu
untuk mencerminkan permintaan dan rencana pesan yang akan datang di
semua tingkatan sistem distribusi. Perencanaan dan pengendalian
persediaan distribusi dengan sistem dorong, titik kendali pusat seperti
pabrik menetapkan jumlah persediaan yang akan diterima setiap pusat
distribusi.

2.1.2 Perencanaan Kebutuhan Distribusi


Persediaan produk oleh banyak perusahaan dianggap sangat perlu, hal ini
dikarenakan adanya fluktuasi permintaan sehingga menyebabkan kehilangan
penjualan. Salah satu cara yang dapat menyelesaikan masalah pengendalian
persediaan adalah perencanaan kebutuhan distribusi atau biasa dikenal dengan
Distribution Requirement Planning (DRP). Dalam hal ini DRP menyediakan
informasi yang dibutuhkan distribusi dan manajemen manufaktur untuk
mengefektifkan alokasi persediaan dan kapasitas produksi sehingga pelayanan
konsumen dapat ditingkatkan dan investasi persediaan
Sistem DRP dimaksudkan untuk mengaitkan proses produksi (atau tingkat
peluang penjualan dari persediaan) kepada tingkatan persediaan yang lain,
kemudian turun dalam saluran distribusi. Konsep DRP merupakan turunan dari
konsep sistem MRP yang diterapkan untuk permasalahan distribusi, dimana
perhitungan-perhitungan dalam DRP juga menggunakan metode perhitungan Time
Phased sebagaimana MRP (untuk manufaktur). Penggunaan DRP ini dapat
dilakukan tanpa harus memperhitungkan sampai tahap manufakturnya.
Proses DRP memerlukan; hasil ramalan, permintaan konsumen, persediaan
yang ada, barang yang sedang dalam perjalanan, rencana pengangkutan, dan luas
lantai gudang. DRP adalah metode penanganan material dalam distribusi multi
eselon. DRP mempunyai logika sama dengan Material Requirement Planning
(MRP), dimana Bill of Material diganti oleh Bill of Distribution (DRP).
Kunci keberhasilan sistem DRP ini terletak pada kemampuan perusahaan
untuk melakukan peramalan yang akurat terhadap kebutuhan barang dagangan
(yang mempunyai kebutuhan independen), penentuan lead time yang tepat dari
pusat distribusi, dan penentuan jumlah barang yang dipesan sebagai rencana
kebutuhan di masa datang, pada akhirnya akan menekan persediaan barang
dagangan secara total dan menjaga tingkat service level dari jaringan distribusi
secara menyeluruh.
1. Struktur Perencanaan Kebutuhan Distribusi
Konsep DRP (Distribution Requirement Planning) mengikuti konsep
MRP (Material Requirement Planning) sehingga perhitungannya pun
analog sama dengan perhitungan MRP. Hubungan ketergantungan antara
setiap mata rantai distribusi bersifat hirarkis, dimana jadwal induk
pengadaan barang tidak hanya mensyaratkan adanya pasokan dari setiap
titik distribusi tetapi juga memperhitungkan waktu tenggang untuk semua
titik distribusi tersebut.
Proses distribusi dapat diilustrasikan dimana pengecer memesan dari
sub distributor, dan sub distributor mengirimkan pesanan dari distributor
Sruktur jaringan distribusi dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini.

Distributor

Sub Distributor Sub Distributor

Pegecer Pegecer Pegecer Pegecer Pegecer Pegecer

Outlet Outlet Outlet Outlet Outlet Outlet


Gambar 3.2. Struktur Jaringan Distribusi

Di dalam sistem distribusi ini terdapat alur keterkaitan antara


distributor, sub distributor dan cabang (pengecer), sehingga masing-masing
diberikan kebebasan untuk melakukan peramalan tentang kebutuhan barang
dagangannya. Dengan ramalan yang disusun masing-masing cabang
diharapkan mampu menyusun rencana kebutuhan untuk beberapa periode
mendatang selanjutnya rencana kebutuhan masing-masing cabang akan
dikirimkan ke sub distributor untuk selanjutnya akan dikirimkan ke
distributor, distributor selanjutnya akan merealisasikan rencana kebutuhan
barang dagangannya tersebut dengan melakukan negosiasi dengan pihak
produsen.
2. Tahapan Perencanaan Kebutuhan Distribusi
Dalam melakukan kegiatan distribusi perlu adanya tahapan perencanaan
kebutuhan distribusi yaitu :
a. Tahap peramalan penjualan
Pada tahap ini perusahaan mencoba untuk meramalkan atau
memprediksi rencana penjualan di setiap pengecer untuk beberapa
periode mendatang dengan menggunakan metode peramalan.
b. Tahap penentuan rencana induk penjualan
Pada tahap ini perusahaan membuat rencana induk penjualan untuk
beberapa periode tertentu misalnya mingguan, dimana setiap periode
telah diketahui berapa produk yang akan dijual.
c. Tahap rencana pemenuhan kebutuhan
Pada tahap ini ditentukan kapan barang dagangan yang dibutuhkan
harus disiapkan dan berapa banyaknya.
d. Tahap rencana pemesanan
Pada tahap ini distributor akan memesan kebutuhan sesuai dengan
kebutuhannya kepada produsen

2.2 Kebijakan Ukuran Lot


Begitu tingkat persediaan telah ditentukan, maka langkah selanjutnya
adalah menghitung berapa jumlah persediaan yang akan digantikan. Ini disebut
penentuan ukuran lot. Ukuran lot merupakan jumlah barang yang dipesan dari
pemasok atau diproduksi secara internal untuk memenuhi permintaan.
a. Perhitungan Kebutuhan Bersih (Netting)
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan
bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan
keadaan persediaan (Deka Juliansyah, 2012). Merupakan proses
perhitungan kebutuhan bersih (net requirement) yang besarnya
merupakan selisih antara kebutuhan kotor (gross requirement) dengan
jadwal penerimaan barang (planned receipts) dan persediaan awal yang
tersedia (beginning inventory). Data yang dibutuhkan dalam
perhitungan kebutuhan bersih adalah:
1) Kebutuhan kotor untuk setiap periode
2) Persediaan yang dimiliki pada awal perencanaan
3) Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan
Rumus yang berhubungan dengan proses netting ini dijelaskan
sebagai berikut
POHT = (On-Hand)T-1 – (GRT-1) + (SR)T-1
(NR)T = (GR)T – (SR)T - POHT
Keterangan:
POHT = Planned on-hand (persediaan ditangan) pada periode T
GRT = Gross requirement (kebutuhan kotor) pada periode T
SRT = Schedule receipt (jadwal kedatangan) pada periode T
NRT = Net requirement (kebutuhan bersih) pada periode T
Kebutuhan bersih (net requirement) akan ditujukan sebagai nilai
positif yang sesuai dengan pertambahan negatif dari persediaan di
tangan dalam periode yang sama. Apabila lot sizing dipakai,
kebutuhan bersih adalah prediksi kekurangan material, sehingga
perlu dimasukkan dalam perhitungan rencana penerimaan pesanan
(planned order receipt), dan tidak hanya menghitung kenaikan
dalam nilai negatif yang ditunjukkan dalam baris persediaan di
tangan.
b. Lotting
Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan
optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada kebutuhan
bersih yang telah dilakukan (Deka Juliansyah, 2012).
c. Offsetting
Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk
melakukan rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan
bersih (Deka Juliansyah, 2012). Rencana pemesanan diperoleh dengan
cara mengurangkan saat awal tersedianya kebutuhan bersih yang
diinginkan dengan lead time yang dibutuhkan.
d. Explosion
Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk
tingkat jaringan distribusi yang lebih rendah. Hasil dari POR menjadi
GR pada tiap periode (Deka Juliansyah, 2012). Dalam proses ini struktur
jaringan inilah proses Explosion akan berjalan dan dapat menentukan ke
arah mata rantai mana harus dilakukan explosion.
1. Ukuran lot
Ukuran pemesanan dapat ditentukan dengan kebijakan ukuran lot, beberapa
teknik untuk menetapkan lot yang biasanya digunakan antara lain:
a. Metode Lot For Lot
Teknik penerapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit.
Disamping itu teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua
teknik ukuran lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan
kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada
kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk
meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos
simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-
item yang mempunyai biaya simpan per unit sangat mahal. Apabila
dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak
teratur, maka teknik L-4-L ini memiliki kemampuan yang baik.
b. Metode Economic Order Quantity
EOQ adalah jumlah unit (kuantitas) barang yang dapat dibeli dengan
biaya minimal. Tujuan metode persediaan ini adalah menentukan jumlah
pesanan yang dapat meminimumkan biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan persediaan (Andy Wijaya, 2013). Teknik EOQ ini
berdasarkan pada asumsi bahwa kebutuhan bersifat kontinyu, dengan
pola permintaan yang stabil. Dalam teknik lot lizing ini besarnya lot size
adalah sama, keefektifan ini akan terlihat apabila kebutuhan bersifat
kontinyu dan tingkat kebutuhan bersifat diskrit. Dalam EOQ jumlah
pemesanan bertujuan untuk meminimumkan biaya total dari biaya
pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kekurangan atau biaya
pengendalian. Penentuan jumlah yang dipesan mengikuti rumus:

2 DOc
EOQ =
H
Keterangan :
EOQ = jumlah pesanan ekonomis
D = demand atau kebutuhan rata-rata per peroode
Oc = biaya pemesanan per order (ordering cost)
H = biaya penyimpanan (holding cost)
c. Metode Fixed Order Quantity
Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara subjektif. Berapa
besarnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi.
Tidak ada teknik yang dapat dikemukakan untuk menentukan berapa
ukuran lot ini. Kapasitas produksi selama lead time produksi dalam hal
ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya lot. Sekali
ukuran lot ditetapkan, maka lot ini dapat digunakan untuk seluruh periode
selanjutnya dalam perencanaan. Berapapun kebutuhan bersihnya,
rencana pesan akan tetap sebesar lot yang telah ditentukan tersebut.
Metode ini dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanannya
(ondering cost) sangat mahal. Persediaan pengaman atau penyangga
(safety stock) merupakan selisih permintaan antara titik pemesanan
kembali dengan permintaan waktu tenggang.
2. Biaya-Biaya dalam Kebijakan Ukuran Lot
Dalam sistem pemesanan maupun sistem persediaan, semua pengeluaran
dan kerugian yang timbul akibat adanya persediaan. Biaya sistem
persediaan ini terdiri dari biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya simpan,
dan biaya kekurangan persediaan. Berikut ini diuraikan secara singkat
masing-masing komponen biaya tersebut:
a. Biaya Pembelian (Purchasing Cost = Cm)
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang,
dimana besarnya biaya ini tergantung pada jumlah dan harga barang
yang akan dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi
faktor pada saat harga satuan barang yang dibeli tergantung pada ukuran
pembelian atau dinamakan quantity discount.
b. Biaya Persiapan (Preparation = Pc )
Biaya persiapan adalah biaya yang dikeluarkan untuk semua aktivitas
dalam masalah pembelian atau pemesanan barang. Biaya ini dibedakan
menjadi dua yakni : biaya pemesanan (ordering cost) jika barang yang
diperlukan dipesan dari luar dan biaya pembuatan (set-up cost) jika
barang yang diperlukan diproduksi sendiri.

1) Biaya Pemesanan (Oc)


Yaitu biaya yang timbul akibat mendatangkan barang dari luar,
biaya ini meliputi biaya untuk menganalisa pemasok, biaya
pengiriman pemesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan
lain-lain.
2) Biaya Pembuatan (Sc)
Yaitu biaya yang timbul dalam mempersiapkan produksi suatu
barang. Biaya ini muncul didalam pabrik yang meliputi biaya
persiapan peralatan produksi, biaya penyetelan mesin dan
sebagainya.
c. Biaya Penyimpanan (h)
Biaya penyimpanan merupakan biaya yang dikeluarkan karena
menyimpan barang. Biaya ini meliputi biaya memiliki persediaan, biaya
gudang, biaya kerusakan, biaya administrasi, pajak dan sebagainya.
d. Biaya kekurangan Persediaan (p)
Biaya kekurangan persediaan akan terjadi jika perusahaan kehabisan
barang pada saat ada permintaan. Biaya ini merupakan suatu bentuk
kerugian perusahaan karena kehilangan kesempatan penjualan atau
kesempatan mendapatkan keuntungan atau dapat dikatakan kehilangan
konsumen. Biaya kekurangan ini dapat diukur dari kuantitas barang
yang tidak dapat dipenuhi, waktu pemenuhan, maupun biaya pengadaan
darurat. Biaya persediaan yang digunakan dalam menentukan
persediaan adalah biaya-biaya yang bersifat variabel tidak
diperhitungkan karena akan mempengaruhi hasil optimal yang akan
diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai