Makalah Jurnal Kel.2 Fix Fix
Makalah Jurnal Kel.2 Fix Fix
Disusun Oleh:
Kelompok 2
STIKes Maharani Malang
A. Latar Belakang
Luka bakar adalah luka yang paling traumatis dan melemahkan fisik
yang mempengaruhi hampir semua organ tubuh dan yang menyebabkan
angka morbiditas dan mortalitas. Di Indonesia pasien dengan kasus luka bakar
juga relatif banyak. Dari data yang diperoleh dari Unit Luka Bakar Rumah Sakit
Cipto Mangun Kusumo Jakarta dari tahun 2009-2010 didapatkan dari 303 pasien
yang dirawat sebagian besar pasien dengan luas luka bakar 20-50% adalah
45,87%. Penyebab terbanyak karena ledakan tabung gas LPG sebanyak 30,4%
diikuti dengan api (25,7%) dan air panas (19,1%). Ratarata pasien dirawat
selama 13,72 hari dan angka kematian sebanyak 34%.(vidianka R, 2015).
Hal yang di lakukan untuk luka bakar adalah penanganan luka eksisi
dan pencangokan kulit, ini dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan luka
bakar dan mengurangi angka kematian. Namun, penyembuhan luka bakar
selalu terlambat sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi, nyeri dan
adanya jaringan parut hipertrofik. Hal ini yang menjadi tantangan utama
dalam penelitian dan manajemen luka bakar. Dalam makalah ini, kami
meninjau dan mendiskusikan masalah dalam perawatan luka bakar. Terdapat
adanya kemajuan dan strategi baru yang dikembangkan dalam dekade
terakhir yang dapat memperbaiki manajemen luka bakar yang bertujuan untuk
meningkatkan perawatan luka bakar dengan fokus pada infeksi luka bakar,
manajemen rasa sakit, perawatan untuk jaringan parut dan rekayasa jaringan
kulit.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari luka bakar?
2. Bagaimana penyebab dan patofisiologi dari luka bakar?
3. Apa saja jenis dan klasifikasi dari luka bakar?
4. Apa saja kandungan dari madu?
5. Bagaimana proses penyembuhan luka bakar dengan menggunakan madu?
6. Apakah madu berperan efektif dalam penyembuhan luka bakar?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari luka bakar.
2. Mengetahui penyebab dan patofisiologi dari luka bakar.
3. Mengetahui jenis dan klasifikasi dari luka bakar.
4. Mengetahui kandungan dari madu.
5. Menjelaskan proses penyembuhan luka bakar dengan menggunakan
madu.
6. Menyimpulkan madu berperan efektif atau tidak dalam penyembuhan
luka bakar.
D. Manfaat
1. Untuk Mahasiswa
Makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan tentang
penanganan terbarukan dari luka bakar. Dapat dijadikan sebegai referensi
bagi mahasiswa sebagai media pembelajaran di kemudian hari.
2. Untuk Institusi Pendidikan
Makalah ini dapat menjadi tambahan bahan bacaan di perpustakaan. Dan
dapat di gunakan juga sebagai bahan acuan untuk mencari referensi
tentang manajemen penangan luka bakar.
3. Untuk Rumah Sakit
Makalah dapat menjadi referensi terbaru dengan penatalaksaan madu
sebagai obat alternatif dalam proses penyembuhan luka bakar di Rumah
Sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
Respons Pulmonal
Volume pernapasan sering kali normal atau hanya menurun
sedikit setelah cedera luka bakar yang luas. Setelah resusitasi cairan,
peningkatan volume pernapasan-dimanifestasikan sebagai
hiperventilasi-dapat terjadi, terutama bila klien ketakutan, cemas, atau
merasa nyeri. Hiperventilasi ini adalah hasil peningkatan baik laju
respirasi dan volume tidal dan muncul sebagai hasil hipermetabolisme
yang terlihat setelah cedera luka bakar. Biasanya hal tersebut
memuncak pada minggu kedua pascacedera dan kemudian secara
bertahap kembali ke normal seiring menyembuhnya luka bakar atau
ditutupnya luka dengan tandur kulit.
Cedera Inhalasi
Paparan terhadap gas asfiksian merupakan penyebab paling
sering mortalitas dini akibat cedera inhalasi. Karbon monoksida (CO),
asfiksian yang paling sering ditemui, dihasilkan ketika zat organik
(misalnya: kayu atau batu bara) terbakar. Ia adalah gas yang tidak
berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa yang memiliki afinitas
terhadap hemoglobin tubuh 200 kali lebih kuat dibandingkan dengan
oksigen. Dengan menghirup gas CO, molekul oksigen tergeser, dan
CO berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk
karboksihemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan terjadi akibat
penurunan kemampuan pengantaran oksigen oleh darah secara
keseluruhan.
Depresi Miokardium
Beberapa investigator penelitian telah mengemukakan bahwa
factor depresi miokardium terjadi pada cedera yang lebih luas dan
bersirkulasi pada periode pascacedera dini. Depresi pada curah
jantung yang signifikan dan serta-merta terjadi, bahkan sebelum
volume plasma yang beredar berkurang, menunjukkan respons
neurogenic terhadap beberapa zat yang beredar. Penurunan curah
jantung ini sering berlanjut dalam beberapa hari bahkan setelah
volume plasma telah kembali dan keluaran urine kembali normal.
Baru-baru ini, kombinasi mediator inflamasi dan hormone disebutkan
sebagai penyebab depresi miokardium yang terjadi setelah cedera.
Berubahnya Integritas Kulit
Luka bakar itu sendiri menampilkan perubahan patofisiologi
yang disebabkan akibat gangguan kulit dan perubahan jaringan di
bawah permukaannya. Kulit, ujung saraf, kelenjar keringat, dan folikel
rambut yang cedera akibat terbakar kehilangan fungsi normalnya. Hal
yang terpenting, fungsi barrier kulit hilang. Kulit yang utuh dalam
keadaan normal menjaga agar bakteri tidak memasuki tubuh dan agar
cairan tubuh tidak merembes keluar, mengendalikan penguapan, dan
menjaga kehangatan tubuh. Dengan rusaknya kulit mekanisme untuk
menjaga suhu normal tubuh dapat terganggu, dan risiko infeksi akibat
invasi bakteri meningkat, serta kehilangan air akibat penguapan
meningkat.
Imunosupresi
Fungsi sistem imun tertekan setelah cedera luka bakar.
Penurunan aktivitas limfosit, dan penurunan pembentukan
immunoglobulin, serta perubahan fungsi neutrofil dan makrofag
terjadi secara nyata setelah cedera luka bakar luas terjadi. sebagai
tambahan, cedera luka bakar mengganggu barrier primer terhadap
infeksi-kulit. Secara bersama, perubahan-perubahan ini menghasilkan
peningkatan risiko infeksi dan sepsis yang mengancam nyawa.
Respons Psikologis
Berbagai respons psikologis dan emosional terhadap cedera
luka bakar telah dikenali, berkisar mulai dari ketakutan hingga
psikosis. Respons korban dipengaruhi usia, kepribadian, latar
belakang budaya dan etnik, luas dan lokasi cedera, dampak pada citra
tubuh, dan kemampuan koping pracedera. Sebagai tambahan,
pemisahan dari keluarga dan teman-teman selama perawatan di rumah
sakit dan perubahan pada peran normal dan tanggung jawab klien
memengaruhi reaksi terhadap trauma luka bakar.
D. Derajat Luka Bakar
Setiap area luka bakar mempunyai tiga zona cedera, yaitu :
1. Zona koagulasi : area yang paling dalam, dimana terjadi kematian
seluler.
2. Zona statis : area pertengahan, tempat terjadinya
gangguan suplai darah,
inflasi, dan cedera jaringan.
3. Zona hiperemia : area yang terluar, biasanya berhubungan dengan
luka bakar
derajat 1 dan seharusnya sembuh dalam seminggu.
C (Comparison)
5 kelompok perlakuan yang diteliti yaitu kelompok 1 (kelompok
kontrol), kelompok perlakuan 2 (perawatan luka 2 harisekali), kelompok
perlakuan 3 (perawatan luka 1 kali per hari), kelompok perlakuan 4
(perawatan luka 2 kali per hari), dan kelompok perlakuan 5 (perawatan 3 kali
per hari).
O (Outcome)
Hasil analisis statistik menunjukkan rata-rata penyembuhan luka pada
kelompok 1 (kontrol) sebesar 14,5 hari, kelompok 2 adalah 13,5 hari,
kelompok 3 adalah 11,75 hari, kelompok 4 adalah 10,5 hari, dan kelompok 5
adalah 10 hari. Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa: 1) perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan madu yang
dilakukan 2 hari sekali memiliki rata-rata lama penyembuhan luka yang
hampir sama dengan kelompok kontrol. Sedangkan perawatan yang
dilakukan 1 kali per hari lebih efektif dibandingkan dengan perawatan 2 hari
sekali secara klinis; 2) perawatan luka yang dilakukan 2 kali per hari
memiliki pengaruh yang hampir sama dengan kelompok perawatan 3 kali per
hari. Dengan demikian perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan
madu yang dilakukan 2-3 kali per hari terbukti paling efektif (secara klinis)
dalam mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II dibandingkan dengan
perawatan luka yang dilakukan 1 kali per hari dan 2 hari sekali, serta
perawatan luka dengan tidak menggunakan bahan apapun.
Yapucu menyatakan bahwa penyembuhan luka yang dirawat dengan
madu lebih cepat empat kali daripada waktu penyembuhan luka yang dirawat
dengan obat lain. Sebagai lapisan pada luka, madu mengandung hidrogen
peroksida sehingga memiliki osmolaritas yang tinggi dan memiliki sifat
antibakteri yang membuat lingkungan lembab, membantu pembersihan
infeksi, menghilangkan bau busuk, mengurangi inflamasi, edema, eksudasi,
dan meningkatkan proses penyembuhan oleh stimulasi angiogenesis,
granulasi, dan epitelisasi sehingga tidak diperlukan pencakokan kulit dan
memberikan hasil kosmetik yang sangat baik. Penggunaan madu efektif
dalam kecepatan penyembuhan luka dan .tidak menimbulkan efek samping
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Madu telah digunakan selama ratusan tahun untuk mengobati luka
bakar dan luka lainnya. Madu mempunyai osmolaritas yang tinggi, dan juga
memiliki sifat antibakteri, yakni hidrogen perioksida. Kandungan madu
lainnya tersusun atas 17,1% air, 82,4% karbohidrat total dan 0,5% protein,
asam amino, vitamin dan mineral. Dengan kandungan tersebut madu
memiliki kemampuan untuk membersihkan luka, menyerap cairan edema,
memicu granulasi jaringan, epitelialisasi, peningkatan nutrisi dan diyakini
sebagai suatu hal yang dapat mencegah infeksi serta mempercepat
penyembuhan. Antioksidan dan zat antibakteri yang dikandung madu
membuatnya dapat menyembuhkan luka dengan efektif tanpa efek
samping. Saat madu dioleskan pada luka bakar, luka akan menjadi tetap
lembap, sehingga pemulihan dapat berjalan dengan cepat dan juga
mengurangi bekas luka yang akan ditinggalkan.
B. Saran
Gunakan madu untuk mengobati luka bakar tingkat pertama dan juga
luka bakar tingkat kedua yang berukuran kecil secara terus-menerus dan
natural. Jadikan madu sebagai obat alternatif dan alangkah lebih baiknya
apabila berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu untuk memproleh hasil
yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Black & Hawk. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Buku 2. Singapore:
Elsevier
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 3.
Jakarta: EGC.
R Sjamsuhidajat, Wim De Jong, 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku
Kedokteran. EGC
Rembulan, Vindianka. (2015). Review: Potency Of Honey In Treatment Of Burn
Wounds. J Majority, Volume 4 Nomor 1 : Lampung.
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar keperawatan medikal-bedah Burnner & Suddarth
editor, Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare ; alih bahasa, Agung
Waluyo, dkk; editor edisi bahasa indonesia, Monica Ester. Ed.8. Jakarta :
EGC, 2001.
DOKUMENTASI KEGIATAN