1
• Tanah sangat peka terhadap erosi dengan lereng lebih dari 15%
• Jalur pengaman aliran sungai atau air, minimal 100 meter sebelah kiri dan kanan sungai
• Pelindung mata-air minimal pada radius 200 meter
• Elevasi di atas 2000 meter
• Guna keperluan atau kepentingan khusus.
Selanjutnya di dalam Kep. Pres No. 57 tahun 1989, Kawasan Lindung terdiri dari :
(a) Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya
(b) Kawasan Perlindungan setempat
(c) Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
(d) Kawasan Rawan Bencana.
Dalam kaitannya dengan pengertian Rawa Perlindungan dan Rawa Pengawetan seperti pada PP
2711991, maka dapat disimpulkan bahwa rawa yang berada dalam kawasan (a), (b) dan (d)
termasuk dalam Wilayah Konservasi Rawa Perlindungan, sedangkan rawa yang berada dalam
kawasan (c) adalah Wilayah Konservasi Rawa Pengawetan.
Menurut PP 27/1991, psl 1, ayat 3 dan Psl 19 yang dimaksud dengan Reklamasi Rawa adalah
upaya meningkatkan fungsi dan pemanfaatan rawa untuk kepentingan masyarakat luas.
Fungsi rawa adalah sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang
mempunyai fungsi serba-guna bagi kehidupan dan penghidupan manusia (PP 27/1991, psl 6, ayat
1).
Selanjutnya yang dimaksud dengan Pemanfaatan rawa adalah:
• Pengambilan dan penggunaan air di wilayah konservasi rawa (Pasal 17, ayat 1).
• Pemanfaatan tumbuhan dan satwa serta sumber daya alam lainnya dari wilayah
konservasi rawa. (Pasal 18)
• Reklamasi (Pasal 19) yakni usaha untuk meningkatkan fungsi dan manfaat rawa.
Peruntukan dari Reklamasi Rawa dinyatakan lebih rinci dalam Kep. Men. PU: 64/PRT/1993,
Pasal 3: Penyelenggaraan reklamasi rawa bertujuan untuk mencapai terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui penyiapan prasarana dan sarana bagi keperluan lahan permukiman,
pertanian, perkebunan, perikanan, industri, perhubungan dan pariwisata.
Pelaksanaan reklamasi (Per. Men. P.U: 64/PRT/1993, Pasal 5) dapat dilakukan dengan cara:
a. Membangun jaringan reklamasi rawa
b. Mengeringkan rawa
2
c. Menimbun rawa.
Daerah rawa pasang surut dan non pasang surut adalah suatu biotop dengan ekosistem yang amat
kompleks dan merupakan suatu lingkungan yang menjadi pusat evolusi bermacam-macam
organisme, baik hewani maupun nabati. Secara umum ekosistem pasang surut menyebar dari
daerah dataran landai ke pedalaman sampai ke laut, memberikan kesempatan yang luas bagi
terjadinya keragaman di daerah ini. Daerah ekosistem rawa merupakan marginal yang berpotensi
tinggi, namun memerlukan pemikiran yang cermat dalam pengelolaan wilayah tersebut, terutama
dalam pemanfaatan sumberdaya alam potensial yang sangat bernilai untuk usaha pertanian,
perikanan, peternakan, kehutanan dan lain-lain.
Keragaman sumberdaya tersebut memungkinkan pengembangan daerah ini dalam bentuk usaha
pemanfaatan ganda. Namun untuk menghasilkan suatu tingkat keseimbangan dalam proses-
proses ekologi yang berlangsung di rawa pasang surut, sangat diperlukan penelitian
kecenderungan pengembangannya untuk pemanfaatan yang sesuai.
Apabila dilakukan sorot balik terhadap pembangunan pasang surut di Indonesia, sebagian besar
proyek yang dibuka belum memperhatikan aspek lingkungan, karena pada saat itu kelestarian
lingkungan belum terpikirkan akan merupakan ancaman kelestarian dikemudian hari. Baru
setelah beberapa tahun kemudian disadari bahwa untuk menjaga kesinambungan produktivitas
atau manfaat yang diberikan oleh suatu wilayah pembangunan diperlukan jaminan kelestarian
lingkungan.
Karena itu untuk masa mendatang, baik bagi proyek-proyek yang baru maupun proyek-proyek
yang telah berjalan, kajian terhadap kualitas lingkungan ini sangat diperlukan. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan harus memperhatikan kelestarian sumberdaya, konservasi alam dan
keharmonisan sosial.
Berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan pada lahan rawa pasang surut akan memberikan
pengaruh terhadap lingkungan. Kegiatan-kegiatan pembangunan yang dimaksud antara lain:
kehutanan, transmigrasi, perikanan, peternakan, pembangunan prasarana angkutan dan
pelayaran.