Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I

GD3103 FOTOGRAMETRI I

MODUL 1 : STEREOTRAINER

Dosen :

Saptomo H. Mertotaroeno, Ir , M.Sc.

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Fotogrametri atau aerial surveying adalah teknik pemetaan melalui foto udara. Hasil pemetaan
secara fotogrametrik berupa peta foto dan tidak dapat langsung dijadikan dasar atau lampiran
penerbitan peta. Pemetaan secara fotogrametrik tidak dapat lepas dari referensi pengukuran secara
terestris, mulai dari penetapan ground controls (titik dasar kontrol) hingga kepada pengukuran batas
tanah. Batas-batas tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di lapangan.

Mengingat banyaknya kebutuhan tenaga kerja professional dalam bidang pemetan, maka salah
satu metoda pemetaan secara fotogrametri dibutuhkan keahlian secara khusus, untuk dapat
menghasilkan tenaga kerja professional memerlukan latiha yang khusus pula. Dimana salah satu latihan
yang diperlukan ialah latihan pada alat stereotrainer.

Yang dimaksud latihan pada alat stereotrainer ialah, melatih seseorang untuk dapat terbiasa
melihat bentuk stereoskopis (pandangan tiga dimensi) dari sepasang foto udara berupa dias (dia positif)
yang terpasang pada alat tersebut sedemikian rupa hingga seorang praktikan (operator) , dapat terlatih
matanya untuk selalu mengamati bentuk stereoskopis secara terus meneus dan teliti.

Untuk dapat mengetahui ketelitian dari operator, alat ini dilengkapi dengan pembacaan hasil
latihan yang berpedoman pada kedua ploatting mark (titik apung). Juga dengan alarm sistem pada tuas
pemutar. Berhubung setiap operator kebanyakan belum tahu sama sekali akan hal ini, maka alat ini
digunakan untuk dapat melatih operator sedemikian rupa hingga mengerti akan pedoman pemetaan
secara fotogrametri.

Pada praktikum kali ini kami menggunakan alat stereotrainer untuk melakukan pengamatan
terkait paralaks x dan y serta melakukan restitusi foto udara dengan menghilangkan paralaks y tersebut.
Setelah itu, kami dapat menggambarkan planimetris dari foto stereo yang terlihat. Kemudian, kami juga
dapat membuat kontur dengan DEM/surfer dari beberapa titik yang telah diinterpolasi.

1.2 Tujuan Praktikum


1.2.1 Menentukan paralaks X dan paralaks Y dari sepasang foto yang bertampalan
1.2.2 Melakukan plotting 3D planimetris dari sepasang foto yang bertampalan
1.2.3 Membuat kontur dengan DEM/surfer

1.3 Waktu dan Tempat praktikum


1.3.1 Praktikum modul 1a pada Kamis 6 Oktober 2016 di Laboratorium fotogrametri Labtek IX-C
lantai 1.
1.3.2 Praktikum modul 1b pada Jumat 7 Oktober 2016 di Laboratorium fotogrametri Labtek IX-C
lantai 1.
1.3.3 Praktikum modul 1c pada Kamis 20 Oktober 2016 di Laboratorium fotogrametri Labtek IX-
C lantai 1.
BAB 2 Isi dan Pembahasan
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Stareoskop

Fotogrametri atau aerial surveying adalah teknik pemetaan melalui foto udara. Hasil pemetaan
secara fotogrametrik berupa peta foto dan tidak dapat langsung dijadikan dasar atau lampiran
penerbitan peta. Pemetaan secara fotogrametrik tidak dapat lepas dari referensi pengukuran secara
terestris, mulai dari penetapan ground controls (titik dasar kontrol) hingga kepada pengukuran batas
tanah. Batas-batas tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di lapangan. Fotogrametri
adalah suatu seni, ilmu dan teknik untuk memperoleh data-data tentang objek fisik dan keadaan di
permukaan bumi melalui proses perekaman, pengukuran, dan penafsiran citra fotografik. Citra
fotografik adalah foto udara yang diperoleh dari pemotretan dari udara yang menggunakan pesawat
terbang atau wahana terbang lainnya. Hasil dari proses fotogrametri adalah berupa peta foto atau
peta garis.

Stereoskop ialah suatu alat yang digunakan untuk dapat melihat sepasang gambar/foto secara
stereoskopis. Menurut Paine (1993) Stereoskopi adalah ilmu pengetahuan tentang stereoskop yang
menguraikan penggunaan penglihatan binocular untuk mendapatkan efek tiga dimensi (3D).
Stereoskop biasanya digunakan untuk melihat bentuk tiga dimensi pasangan foto udara. Fungsinya
adalah mengatur agar mata kiri hanya melihat pasangn foto sebelah kiri dan mata kanan hanya
melihat pasangan foto sebelah kanan. Stereoskop memiliki berbagai jenis, diantaranya:

 Salah satu jenis stereoskop yang paling sederhana adalah steroskop saku. Ukuran foto yang
dapat dilihat bentuk tiga dimensinya terbatas sekitar 6 cm x 10 cm stereoskop saku
mempunyai lensa positif. Lensa-lensanya biasanya mempunyai perbesaran 2,5 kali.
Stereoskop ini memiliki kelemahan yang sama seperti pemakaian mata telanjang, yaitu jarak
antar titik yang berpasangan tak boleh melebihi panjang basis mata (basis mata rata rata =
64 mm).
 Selain stereoskop saku, terdapat pula jenis stereoskop lainnya, antara lain steroskop cermin
. Memiliki ukuran yang lebih besar daripada stereoskop saku otomatis bisa melihat foto
udara dengan ukuran yang lebih besar pula. Daerah yang dapat dilihat secara stereoskop
lebih luas jika dibandingkan dengan menggunakan stereoskop lensa. Namun, karena
bentuknya agak besar maka agak lebih sukar dibawa ke lapangan .
 Stereoskop kembar, memiliki dua lensa di sisi kanan kirinya sehingga pengamatan dapat
dilakukan oleh dua orang. Bagian – bagian dari stereoskop ini adalah dua set lensa pada
bagian kanan dan kirinya, tiang penyangga. Kelebihan dari stereoskop ini adalah
pengamatan dapat dilakukan oleh dua orang secara bersamaan, daerah pengamatan besar.
Sedangkan kekurangan dari stereoskop ini adalah tidak praktis, perbesarannya tidak cukup
besar karena hanya 1,5 kali hingga 3 kali.
 Stereoskop prisma tunggal, hanya dilengkapi oleh lensa prisma tunggal. Bagian bagian dari
stereoskop ini adalah tiang penyangga, lembaran penyangga, lensa cembung dan prisma.
Kelebihan dari stereoskop ini adalah dapat melihat gambar yang perpisahannya besar dari
jarak interocular. Sedangkan kekurangannya adalah perbesarannya kurang.
 Stereoskop mikroskopik, mempunyai perbesaran yang sangat besar dan hampir sama
dengan mikroskop. Stereoskop ini dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Stereoskop zoom, lensanya dapat diganti – ganti untuk perbesaran yang berbeda – beda. Bagian
– bagian stereoskop ini adalah sepasang cermin/prisma, sepasang lensa, cermin pada tiap kaki.
Kelebihan stereoskop ini adalah perbesaran sangat besar, pasangan foto stereonya dapat diputar
sejauh 360°, dan bila terkena cahaya akan lebih memperjelas gambar. Sedangkan kekurangan dari
stereoskop ini adalah bila tidak terkena cahaya gambar yang dihasilkan akan tidak kelihatan.

2) Interpretoskop, yaitu stereoskop modern yang sudah menggunakan komputer. Kelebihan dari
interpretoskop adalah hasil lebih akurat karena terkomputerisasi. Kekurangan pada interpretoskop
adalah ukurannya yang besar dan membutuhkan listrik disaat pemakaiannya.

2.1.2 Paralaks
Paralaks Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang bertampalan
yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralaks ini disebut juga dengan paralaks
absolut atau paralaks total. Lebih jauh dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah
perbedaan aljabar yang diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari sumbu y ke arah titik
bersangkutan yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa
masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi terbang yang sama. Nilai
paralaks absolutnya merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah absolutnya
(tanpa tanda negatifnya).

2.1.3 Membuat kontur dengan DEM/Surfer

Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang
sama. Kontur ini dapat memberikan informasi relief, baik secara relatif, maupun secara absolute.
Informasi relief secara relatif ini, diperlihatkan dengan menggambarkan garis-garis kontur secara
rapat untuk daerah terjal, sedangkan untuk daerah yang landai dapat di perlihatkan dengan
menggambarkan garis-garis tersebut secara renggang. Garis kontur merupakan garis khayal
dilapangan yang menghubungkan titik dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis
kontinyu diatas peta yang memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang sama.
Nama lain garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan garis tinggi horizontal. Garis kontur +
25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama + 25 m
terhadap tinggi tertentu. Garis kontur disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya
keadaan permukaan tanah. DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk
permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari
permukaan dengan algoritma yang mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan
koordinat (Tempfli, 1991).

2.2 Langkah Pengerjaan


2.2.1 Modul 1a
1. Nyalakan alat stereotrainer
2. Tentukan sepasang foto yang akan dicari nilai paralaksnya
3. Tentukan 6 buah titik untuk selanjutnya dibaca nilai paralaksnya (X dan Y)
4. Baca nilai paralaks X dan Y untuk masing-masing titik
5. Lakukan pengulangan pembacaan sebanyak 6 kali
2.2.2 Modul 1b
1. Nyalakan alat stereotrainer
2. Siapkan kertas A4 untuk melakukan plotting
3. Tentukan daerah pada foto yang akan dilakukan plotting
4. Tempelkan kertas tadi pada meja kerja stereotrainer
5. Pastikan pensil pada stereotrainer siap dipakai
6. Lihat foto melalui lensa binokuler agar terlihat foto dalam bentuk 3D
7. Pastikan titik apung (floating mark) sudah menjadi satu (terletak pada titik yang sama)
8. Lakukan penggambaran pada kertas A4 sambil melihat foto melalui lensa binokuler
9. Lakukan hingga selesai pada daerah yang dipilih
2.2.3 Modul 1c

1. Nyalakan alat stereotrainer


2. Siapkan kertas millimeter blok A4 untuk melakukan penggambaran
3. Tentukan 10 titik pada foto
4. Gambarkan titik pada kertas milimeter
5. Baca besar paralaks X untuk setiap titik
2.3 Pengolahan Data
2.3.1 Made Arya Hartawan (15114042)

2.3.1.1 Modul 1a

Bacaan 1 Bacaan 2 Bacaan 3


Titik
Py Px Py Px Py Px

1 7.43 20.47 7.52 20.28 7.57 20.23

2 8.06 22.91 7.93 22.92 7.9 22.92

3 8.31 20.45 7.66 20.69 7.7 20.5

4 7.93 19.89 7.97 20.1 7.97 20.11

5 7.52 20.86 7.54 20.84 7.55 20.9

6 7.52 20.86 7.54 20.83 7.55 20.9

Bacaan 4 Bacaan 5 Bacaan 6


Titik
Py Px Py Px Py Px
1 7.52 20.24 7.54 20.3 7.56 20.28
2 7.94 22.92 7.96 22.92 7.98 20.92
3 7.69 20.66 7.65 20.62 7.67 20.63
4 7.98 20.1 7.95 20.05 7.96 20.07
5 7.54 20.88 7.56 20.9 7.6 20.9
6 7.54 20.88 7.56 20.9 7.6 20.9

∑ 𝑃𝑖
𝑃(𝑎𝑣𝑔) =
𝑛
∑ 𝑃𝑋𝑖
𝑃𝑥(𝑎𝑣𝑔) =
𝑛
𝑃𝑥1 (𝑎𝑣𝑔) = 20.3

𝑃𝑥2 (𝑎𝑣𝑔) = 22.585

𝑃𝑥3 (𝑎𝑣𝑔) = 20.59166667

𝑃𝑥4 (𝑎𝑣𝑔) = 20.05333333

𝑃𝑥5 (𝑎𝑣𝑔) = 20.88

𝑃𝑥6 (𝑎𝑣𝑔) = 20.87833333


∑ 𝑃𝑦𝑖
𝑃𝑦(𝑎𝑣𝑔) =
𝑛
𝑃𝑦1 (𝑎𝑣𝑔) = 7.523333333

𝑃𝑦2 (𝑎𝑣𝑔) = 7.961666667

𝑃𝑦3 (𝑎𝑣𝑔) = 7.78

𝑃𝑦4 (𝑎𝑣𝑔) = 7.96

𝑃𝑦5 (𝑎𝑣𝑔) = 7.551666667

𝑃𝑦6 (𝑎𝑣𝑔) = 7.551666667

∑ ∆𝑃2
𝐷=√
𝑛−1

∑ ∆𝑃𝑥 2
𝐷𝑥 = √
𝑛−1

𝐷𝑥1 = 1.58882𝐸 − 15

𝐷𝑥2 = 1.11218𝐸 − 14

𝐷𝑥3 = 4.76647𝐸 − 15

𝐷𝑥4 = 7.94411𝐸 − 15

𝐷𝑥5 = 0

𝐷𝑥6 = 4.76647𝐸 − 15

∑ ∆𝑃𝑥 2
𝐷𝑦 = √
𝑛−1

𝐷𝑦1 = 7.94411𝐸 − 16

𝐷𝑦2 = 2.38323𝐸 − 15

𝐷𝑦3 = 2.38323𝐸 − 15

𝐷𝑦4 = 0

𝐷𝑦5 = 7.94411𝐸 − 16

𝐷𝑦6 = 7.94411𝐸 − 16
Paralaks X

BACAAN
TITIK Jumlah Px(i) Px(avg) Jumlah Delta Px Varian-x Deviasi-x
Delta Px1 Delta Px2 Delta Px3 Delta Px4 Delta Px5 Delta Px6
1 121.8 20.3 0.17 -0.02 -0.07 -0.06 0 -0.02 -3.55271E-15 2.52E-30 1.59E-15
2 135.51 22.585 0.325 0.335 0.335 0.335 0.335 -1.665 2.4869E-14 1.24E-28 1.11E-14
3 123.55 20.591667 -0.14167 0.098333 -0.09167 0.068333 0.028333 0.038333 1.06581E-14 2.27E-29 4.77E-15
4 120.32 20.053333 -0.16333 0.046667 0.056667 0.046667 -0.00333 0.016667 1.77636E-14 6.31E-29 7.94E-15
5 125.28 20.88 -0.02 -0.04 0.02 0 0.02 0.02 0 0 0
6 125.27 20.878333 -0.01833 -0.04833 0.021667 0.001667 0.021667 0.021667 -1.06581E-14 2.27E-29 4.77E-15
Paralaks Y

BACAAN
TITIK Jumlah Py(i) Py(avg) Jumlah Delta Py Varian-y Deviasi-y
Delta Py1 Delta Py2 Delta Py3 Delta Py4 Delta Py5 Delta Py6
1 45.14 7.5233333 -0.09333 -0.00333 0.046667 -0.00333 0.016667 0.036667 -1.77636E-15 6.31E-31 7.94E-16
2 47.77 7.9616667 0.098333 -0.03167 -0.06167 -0.02167 -0.00167 0.018333 5.32907E-15 5.68E-30 2.38E-15
3 46.68 7.78 0.53 -0.12 -0.08 -0.09 -0.13 -0.11 -5.32907E-15 5.68E-30 2.38E-15
4 47.76 7.96 -0.03 0.01 0.01 0.02 -0.01 0 0 0 0
5 45.31 7.5516667 -0.03167 -0.01167 -0.00167 -0.01167 0.008333 0.048333 -1.77636E-15 6.31E-31 7.94E-16
6 45.31 7.5516667 -0.03167 -0.01167 -0.00167 -0.01167 0.008333 0.048333 -1.77636E-15 6.31E-31 7.94E-16
2.3.2 Modul 1b
2.3.3 Modul 1c

Titik x y z
P1 3.7 1.7 23.14
P2 5.3 3 22.53
P3 6.5 4 22.1
P4 7.9 5 21.57
P5 9 6 21.17
P6 10.3 6.8 21.66
P7 11.6 7.5 22.14
P8 13.8 8.8 22.99
P9 3.6 4.7 21.81
P10 5.3 5.6 21.5
P11 7.5 6.6 21.34
P12 9.1 7.8 21.07
P13 11.1 9.2 21.61
P14 12.7 10.3 22.02
P15 3.6 6.3 21.22
P16 6.3 7 20.89
P17 9.2 9.8 20.95
P18 3.5 8 20.6
P19 7 8.6 21.06
P20 11.5 12 20.99
P21 5.8 10 20.59
P22 9.4 11.6 20.78
P23 12.2 12.8 21.38
P24 3.5 9.9 21.03
P25 7.5 11.3 20.59
P26 10.1 13.4 20.83
P27 5.8 11.8 21.02
P28 8.2 12.7 20.91
P29 11.7 15.2 20.73
P30 3.5 12.4 21.59
P31 6.2 14 21.07
P32 8.5 15.3 20.64
P33 11.1 15.9 20.65
P34 11.9 16.8 20.61
P35 2.7 15.4 23.15
P36 5.8 15.4 21.81
P37 7.5 16.1 21.44
P38 3.2 13.7 22.27
P39 9.3 17 21.06
P40 12.1 18.3 20.49
Hasil penggambaran kontur dengan menggunakan software Surfer 10.1
2.3.2 Arizal Achmad Fauzi (15114027)

A. Pengamatan Paralaks x (Px) dan Paralaks y (Py)

Gambar 4. Data pengamatan paralaks y (Py)

Gambar 5. Data pengamatan paralaks x (Px)

Keterangan daftar rumus :


∑ 𝑃𝑖
𝑃𝑎𝑣𝑔 =
𝑛

∆𝑃 = 𝑃𝑖 − 𝑃𝑎𝑣𝑔
∑ ∆𝑃2
𝐷= √
𝑛−1

B. Plotting 3D Planimetris

Gambar 6. Hasil plotting 3D planimetris


C. Creat Kontur dengan DEM / Surfer
Gambar 7. Data pengamatan ketinggian beserta interpolasinya

Gambar 8. Nilai koordinat 30 titik hasil pengamatan dan


interpolasi

Gambar 9. Peta kontur dari 30 titik hasil pengamatan dan interpolasi (kringing)
2.3.3 Mohamad Zavaraldo Renaldhy (15114064)
 Modul 1A
Tabel pengamatan Paralaks

PENGAMATAN PARALAKS
PENGAMATAN Py
Seri 1 2 3 4 5 6
Py ∆Py ∆Py^2 Py ∆Py ∆Py^2 Py ∆Py ∆Py^2 Py ∆Py ∆Py^2 Py ∆Py ∆Py^2 Py ∆Py ∆Py^2
1 14.79 -0.03 0.0011 14.29 0 0 14.4 0.09 0.0081 14.26 0.0975 0.0095 16.19 -0.073 0.0053 17.03 0.2125 0.045156
2 14.71 0.05 0.0023 14.29 0 0 14.44 0.05 0.0025 14.37 -0.012 0.0002 16.18 -0.063 0.0039 17.33 -0.0875 0.007656
3 14.75 0.01 6E-05 14.28 0.01 1.E-04 14.56 -0.07 0.0049 14.4 -0.043 0.0018 16 0.1175 0.0138 17.3 -0.0575 0.003306
4 14.78 -0.02 0.0005 14.3 -0.01 14.56 -0.07 0.0049 14.4 -0.043 0.0018 16.1 0.0175 0.0003 17.31 -0.0675 0.004556
∑Py 59.03 0.0034 57.16 1E-04 57.96 0.0155 57.43 0.0115 64.47 0.023 68.97 0.056119
Py avg 14.76 14.29 14.49 14.36 16.12 17.24
∑Py^2 3485 3267 3359 3298 4156 4757
Sd 0.0335 0.0058 0.0719 0.0618 0.0875 0.136771

PENGAMATAN PARALAKS
PENGAMATAN Px
Seri 1 2 3 4 5 6
Px ∆Px ∆Px^2 Px ∆Px ∆Px^2 Px ∆Px ∆Px^2 Px ∆Px ∆Px^2 Px ∆Px ∆Px^2 Px ∆Px ∆Px^2
1 8.45 0.04 0.0016 8.45 0.035 0.0012 8.59 0.005 3E-05 8.59 0 0 8.61 -0.012 0.0002 8.31 -0.02 0.0004
2 8.48 0.01 1E-04 8.59 -0.105 0.011 8.59 0.005 3E-05 8.59 0 0 8.6 -0.002 6E-06 8.24 0.05 0.0025
3 8.55 -0.06 0.0036 8.45 0.035 0.0012 8.6 -0.005 2E-05 8.59 0 0 8.59 0.0075 6E-05 8.31 -0.02 0.0004
4 8.48 0.01 1E-04 8.45 0.035 0.0012 8.6 -0.005 2E-05 8.59 0 0 8.59 0.0075 6E-05 8.3 -0.01 0.0001
∑Px 33.96 0.0053 33.94 0.0135 34.38 8E-05 34.36 0 34.39 0.0002 33.16 0.0033
Px avg 8.49 8.485 8.595 8.59 8.598 8.29
∑Px^2 1153 1152 1182 1181 1183 1100
Sd 0.042 0.067 0.005 0 0.0085 0.033166
 Modul 1B
Dalam modul ini dihasilkan Gambar :
 Modul 1C
Data hasil pengamatan paralaks x dan hasil interpolasinya
1 2.5 3.5 18.3
2 13.8 5.5 17.5
3 6.1 8.5 17.6
4 10.7 10.2 17.99
5 5.4 14.9 15.5
6 11.9 17.6 15.77
7 3.5 19.5 16.92
8 9.5 21.5 14.81
9 8 27.1 14.51
10 14.9 27.5 14.22
11 11.5 27.3 14.37
12 8.8 24.4 14.66
13 5.5 23.3 15.72
14 5.9 22 15.79
15 6.3 20.6 15.87
16 4.3 17.2 16.21
17 5.8 17.7 15.69
18 10.7 19.8 15.29
19 7.4 18.3 15.16
20 8 17.3 15.4
21 8.2 16.1 15.64
22 5.6 13.3 16.03
23 5.9 10.1 17.08
24 5.7 11.7 16.55
25 11.3 13.9 16.88
26 10.6 15.1 16.64
27 9.4 13.1 16.82
28 8.2 11 17.21
29 8.4 9.4 17.8
30 13.4 22.5 14.99
Hasil ploting data di surfer:
2.3.4 Alif Algifari (15114086)

A. Pengamatan Paralaks x dan y


B. Plotting Planimetris foto udara
C. Menggambar Garis kontur
Berdasar kan nilai paralaks x pada 10 titik yang telah diamati dengan stereoskop
sebelunya, diinterpolasi sebanyak 21 titik lagi. Nilai paralaks x mewakilli nilai koordinat
tinggi (Z). Lalu dibuat koordinat (X,Y) lokal pada kertas millimeter blok

Kontur
2.3.5 Kezia Charlotta (15114059)

2.3.5.1 Modul 1A – Paralaks x dan Paralaks y

Berikut ini adalah table pengolahan data paralaks x dan paralaks y, dengan ketentuan
Σ𝑃
𝑃𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = Δ𝑃 = 𝑃𝑖 − 𝑃𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑛

ΣΔ𝑃 2
𝐷 = √ 𝑛−1 𝑛 = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖; 𝐷 = 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖
2.3.5.2 Modul 1B – Plotting 3D Planimetris
Berikut adalah gambaran dari hasil plotting 3D planimetris di bidang persegi panjang
berukuran 15cm x 10cm. Pada gambar di bawah ini, saya selaku pengamat hanya
berhasil menginterpretasikan beberapa objek seperti bangunan, sungai, dan jalan.

Gambar 1. Plotting 3D Planimetris

Sungai

Jalan
2.3.5.3 Modul 1C – Menggambar Kontur dengan Surfer
Plot titik pada millimeter blok
Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan 40 titik yang nantinya akan di plot
konturnya. Sumbu tegak mewakili sumbu y, sumbu datar mewakili sumbu x, dan nilai
paralaks x mewakili nilai z.

Gambar 2. Plot 40 titik yang akan dibuat peta konturnya

2.3.5.4 Tabel XYZ dari 40 titik


Berikut ini adalah table yang berisi data X,Y dan Z dari 40 titik yang akan dibuat peta
konturnya

No X Y Z
1 10 160 14.56
2 31 159 14.52
3 63 157 14.46
4 115 155 14.35
5 13 125 15.22
6 30 153 14.94
7 50 146 15.31
8 70 143 14.94
9 83 150 14.83
10 90 140 14.56
11 102 147 14.46
12 112 127 14.79
13 100 120 14.89
14 76 124 15.09
15 56 126 15.47
16 32 118 15.6
17 15 90 15.88
18 39 98 15.75
19 63 106 15.62
20 87 103 15.42
21 110 99 15.22
22 46 75 15.48
23 70 83 15.35
24 93 80 15.15
25 110 73 15.79
26 19 67 16.22
27 40 70 16.7
28 23 45 16.56
29 44 48 17.04
30 71 55 16.3
31 77 60 15.08
32 94 53 15.72
33 110 47 16.35
34 88 48 16.93
35 65 50 17.51
36 23 27 17.23
37 44 29 17.7
38 67 28 17.12
39 23 9 17.89
40 38 15 17.63

2.3.5.5 Kontur pada Surfer


Berikut ini adalah hasil plot kontur dengan menggunakan software Surfer.

Gambar 3. Plot Kontur 2D

Gambar 4. Plot Kontur 3D


2.3.6 Abraham Yehuda (15114018)
Kegiatan 1 : Menentukan paralaks x dan y

Pengamatan Py

Repetisi 1 2 3 4 5 6

Py ∆Py ∆Py2 Py ∆Py ∆Py2 Py ∆Py ∆Py2 Py ∆Py ∆Py2 Py ∆Py ∆Py2 Py ∆Py ∆Py2

1.5 0.003 0.8 0.0003062 0.9


1 1.64 -0.0175 0.00030625 0.9 -0.0025 6.25E-06 8 0.06 6 1 -0.05 0.0025 1.6 -0.0175 5 8 0.02 0.0004

0.0001562 1.5 0.000 0.9 1.6 0.0001562


2 1.62 -0.0375 0.00140625 0.89 -0.0125 5 5 0.03 9 8 0.12 0.0144 3 0.0125 5 1 0.04 0.0016

0.0027562 1.5 0.000 0.7 1.7 0.0085562 0.9


3 1.71 0.0525 0.00275625 0.85 -0.0525 5 5 0.03 9 8 -0.08 0.0064 1 0.0925 5 3 -0.03 0.0009

0.0045562 0.014 0.8 1.5 0.0076562 0.9


4 1.66 0.0025 6.25E-06 0.97 0.0675 5 1.4 -0.12 4 7 0.01 1E-04 3 -0.0875 5 3 -0.03 0.0009

6.0 3.4 6.4 3.8


∑P 6.63 3.61 8 4 7 4

Prata- 1.5 0.8 1.6 0.9


rata 1.6575 0.9025 2 6 2 6

0.019
∑P2 0.004475 0.007475 8 0.0234 0.016675 0.0038

0.03862210 0.0499165 0.0812 0.0883 0.07455423 0.0355


D 1 97 4 2 1 9

1 2 3 4 5 6

Px ∆Px ∆Px2 Px ∆Px ∆Px2 Px ∆Px ∆Px2 Px ∆Px ∆Px2 Px ∆Px ∆Px2 Px ∆Px ∆Px2

16.34 0 0 19.23 -0.09 0.0081 16.64 -0.09 0.0081 16.81 -0.0625 0.00390625 16.12 -0.065 0.004225 20.89 -0.0325 0.00106

16.34 0 0 19.31 -0.01 0.0001 16.67 -0.06 0.0036 16.84 -0.0325 0.00105625 16.3 0.115 0.013225 20.84 -0.0825 0.00681

16.34 0 0 19.4 0.08 0.0064 16.78 0.05 0.0025 16.91 0.0375 0.00140625 16.19 0.005 2.5E-05 21 0.0775 0.00601

16.34 0 0 19.34 0.02 0.0004 16.83 0.1 0.01 16.93 0.0575 0.00330625 16.13 -0.055 0.003025 20.96 0.0375 0.00141

65.36 77.28 66.92 67.49 64.74 83.69

16.34 19.32 16.73 16.87 16.19 20.923

0 0.015 0.0242 0.009675 0.0205 0.01528

0 0.070711 0.08981 0.05678908 0.082664 0.07136

RUMUS

Prata - rata ΣP / 4

ΔP= P - Prata-rata

D= ΣΔP
Kegiatan 2 : Membuat plotting planimetris
Kegiatan 3 : Membuat kontur
Berikut tabel koordinat titik-titik serta interpolasinya

No X Y h 11 5.2 4.2 15.19

1 0.6 2.3 15.27 12 14 5.5 17.005


2 18.3 4.2 18.9 13 17.6 9 17.835
3 9.8 6 15.11
14 13.4 9 15.94
4 17 12 16.77
15 2.2 8.2 15.735
5 4 14 16.2
16 6.7 10 15.655
6 10 16.4 16.6
17 13.6 14.2 16.685
7 4.5 22 17.41
18 9.8 11.2 15.855
8 14.5 22 16.91
19 12.2 19.2 16.755
9 18.2 27.5 16.86
20 7.2 19.2 17.005
10 3.2 28 19.38
6
4 7

21 4 17 16.805

22 15.6 16.8 16.84

23 9.6 22 17.16

24 3.8 25 18.395

25 16.2 24.6 16.885

26 10.6 27.6 18.12

27 8.8 25 18.145

28 11.4 24.6 17.135

29 9.4 3.6 17.085

30 10 13.1 16.485
8
Keterangan warna biru menandakan 10 titik pertama yang ditentukan melalui
pengamatan foto dengan teropong. Membuat peta kontur dengan data di atas
menggunakan software Surfer

2.3.7 Mohamad Salahuddin (15114022)


 Modul 1a

 Modul 1b terlampir pada foto


 Modul 1c
x y paralaks x x y paralaks x
34 11 23.12 60 30 23.12
79.5 45 23.12 60 26 23.1168
40.5 60.5 20.48 90 44 23.1133
117.5 60 23.11 90 49 23.1172
71.5 91.5 20.51 110 57 23.1119
10 120 21.6 36 28 22.3077
119.5 120 23.01 39 52 20.8862
60 180 20.47 46 58 20.7991
117.5 184.5 21.69 66 50 21.9596
26 234.5 23.12 28 38 22.74
20 74 22.2333
50 70 20.4892
65 85 20.5037
77 60 22.3044
72.5 85 20.8363
95 72 21.8383
76 88 20.7643
13 114 21.4898
24 82.5 21.0859
65 94.5 20.6252
30.5 110 21.2367
118 70 23.085
119 100 23.035
89 96 21.4215
107 103 22.3589
65 142 20.4874
30 143.5 21.148
52 170 20.6508
115 125 22.8179
75 165 21.1103
119.5 130 23.01
118 173 22.02
15 155 22.075
24 220 22.93
100 183 21.3187
76 181 20.8095
55 188 20.8597
47 217 21.4832
97 196 22.0104
51 221 22.7293
2.3.8 Edgar V Pakpahan (15114068)

2.3.1 Menentukan Paralaks X dan paralaks Y

Paralaks X dan Y diperoleh dengan 6 kali iterasi dengan :

2.3.2 Membuat plotting planimetris


(terlampir)

2.3.3. Membuat Kontur dengan aplikasi Surfer

Data interpolasi di excel :


Hasil penggambaran kontur dengan surfer :
2.3.9 Soviani Undaristiana (15114037)

. Paralaks x dan paralaks y

1b. Plotting Planimetris


1c. Membuat Kontur
2.4 Analisis
2.4.1 Made Arya Hartawan (15114042)

2.4.1.1 Modul 1a

Pada praktikum modul 1a dilakukan pengamatan nilai paralaks x dan paralaks y


dari sepasang foto yang bertampalan dengan menggunakan alat stereotrainer. Pada
pelaksanaan praktikum modul 1a dilakukan pengamatan sebanyak 6 seri. Berdasarkan
hasil pengamatan yang didapatkan nilai paralaks untuk setiap seri baik paralaks x maupun
paralaks y mempunyai nilai yang berbeda. Namun setelah data pengamatan diolah , maka
didapatkan nilai standar deviasi untuk masing-masing titik yang diamati. Berdasarkan
pengolahan data tersebut nilai standar deviasi yang dihasilkan sangatlah kecil berkisar 0-
1.11 x10^-14 . Hal ini menunjukan bahwa data yang didapatkan mempunyai kepresisian
yang sangat tinggi.

2.4.2 Modul 1b

Pada modul 1b, yaitu praktikum plotting 3D panimetris terdapat beberapa


kesalahan yang dapat terjadi, yaitu diantaranya kesalahan pembentukan garis. Kesalahan
ini terjadi saat garis yang terbentuk pada kertas memiliki ketebalan yang berbeda dengan
garis yang sebenarnya pada foto udara yang diinterpretasikan. Hal tersebut dapat
menyebabkan perbedaan interpretasi objek. Selain itu, terdapat kesalahan pada saat
melakukan pengamatan dimana bentuk yang diplot pada kertas tidak sesuai dengan foto
yang sebenarnya. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya konsentrasi dan keterampilan
tangan dalam menggerakan tracing unit. Dalam hal ini, mata kita akan terus mengamati
citra foto dan tangan dituntut untuk bergerak sesuai

2.4.3 Modul 1c

Pada praktikum modul 1c, yaitu membuat kontur dengan DEM/Surfer ini terdapat
beberapa kendala diantaranya dalam melakukan pengolahan data dengan menggunakan
software Surfer. Hal ini disebabkan karena praktikan yang masih belum memiliki banyak
pengalaman dalam menggunakan software tersebut,sehingga sering kali banyak menemui
kesulitan dalam proccesing data elevasi titik. Interpolasi yang dilakukan dengan metode
interpolasi liner, hal ini betujuan untuk interpolasi dua buah titik dengan sebuah garis
lurus. maka titik yang ditentukan harus berada diantara dua titik yang nilai nya sudah
diketahui. Adapun model peta kontur yang dihasilkan kasar disebabkan karena sedikitnya
dalam melakukan interpolasi titik-titik tinggi. Ini tentu akan berbeda jika interpolasi
dilakukan dalam jumlah yang cukup banyak dimana akan mempengaruhi kualitas peta
kontur yang dihasilkan, artinya semakin banyak titik-titik tinggi yang diinterpolasi maka
akan semakin halus dan lebih teliti model yang dihasilkan.

2.4.2 Arizal Achmad Fauzi (15114027)


A. Pengamatan Paralaks x (Px) dan Paralaks y (Py)

Pada pengamatan paralaks kali ini menggunakan alat stereotrainer yang


hasil pengamatannya berupa Py dan Px. Secara teorinya, nilai Py dan Px untuk
setiap titik setiap kali pengamatan seharusnya menghasilkan nilai yang sama.
Namun, pada kenyataannya saat praktikum terdapat penyimpangan antara nilai
tersebut. Penyimpangan ini dapat diakibatkan karena :

1. Faktor manusia, praktikan tidak sempurna dalam menggunakan alat dan


dalam melakukan pengamatan. Kondisi fisik yang tidak sama (terutama
organ mata) yang mengakibatkan perbedaan hasil pengamatan yang berbeda
kualitasnya.

2. Faktor alat, dimana alat sudah mengalami penyusutan kualitas sehingga


hasil pengamatan tidak lagi akurat dan terdapat lensanya yang buram
sehingga menyulitkan dalam pengamatan 3D.

Dari data hasil pengamatan yang diambil dapat dilihat bahwa data Py lebih
baik dari data Px karena pergeseran Px selalu lebih besar dari pergeseran Py.
Dari data hasil pengamatan juga dapat diambil kesimpulan bahwa praktikan
sudah cukup baik dalam melakukan pengamatan karena simpangan baku hasil
pengolahan data masih masuk dalam batas toleransi.

B. Plotting 3D Planimetris

Praktikum kali ini bertujuan untuk membuat gambar dari apa yang dilihat
dari alat stereotrainer ke dalam kertas gambar dengan ukuran 15 x 10 cm. Dari
data di foto udara maka yang tergamba terdiri dari bangunan-bangunan
(pemukiman) sehingga sulit dalam melakukan penggambaran, aliran sungai
yang sangat kecil, jalan setapak, medan-medan berbukit dan juga terdapat
beberapa objek yang kurang jelas sehingga sulit untuk diidentifikasi.

Dalam proses penggambaran terdapat beberapa kesalahan atau kendala yang


dialami yaitu :

a) kesalahan pembentukan garis, kesalahan ini terjadi saat garis yang dibentuk
untuk membuat gambar memiliki tebal tipis yang berbeda dengan garis yang
ada di foto udara yang diinterpretasikan. Sehingga dapat saja bentuk gambar
berbeda dengan bentuk yang ada di foto. Selain itu terdapat garis yang
terlalu mepet pada foto udara yang menyebabkan garis tersebut saat
diplotting menjadi satu kesatuan sehingga menyebabkan perbedaan
interpretasi obyek tersebut

b) Kesalahan pengamatan, kesalahan ini terjadi karena faktor dari keterbatasan


manusia pada saat penggambaran berbeda dengan yang terdapat pada foto
untuk itu dalam melakukan proses plotting ini diperlukan kecermatan dalam
mengamati bentuk-bentuk objek pada foto. Selain itu diperlukan pula
konsentrasi dalam mempertahankan bentuk pengelihatan tiga dimensi
karena buyarnya pengelihatan tiga dimensi bisa mengakibatkan kesalahan
dalam plotting posisi objek.

C. Creat Kontur dengan DEM / Surfer

Praktikum kali ini bertujuan untuk membuat kontur melalui pengamatan


paralaks x (Px). Kami diminta untuk mencari 10 titik pada foto tersebut
kemudian digambarkan di atas kertas milimeter blok dan dicatat bacaan
paralaks X nya sehingga dari bacaan tersebut kita dapat menetukan ketinggian
suatu tempat di foto tersebut, dari 10 titik tersebut diinterpolasi lagi titik-titik
yang lain sebanyak 20 titik sehingga berjumlah 30 titik dan di tentukan
koordinat lokalnya (dari milimeter blok) dan di gambarkan garis konturnya
menggunakan program SURFER sehingga menjadi peta kontur.

Pada praktikum ini terdapat beberapa kendala diantaranya dalam melakukan


pengolahan data dengan menggunakan software Surfer. Hal ini disebabkan
karena praktikan yang masih belum memiliki banyak pengalaman dalam
menggunakan software tersebut, sehingga sering kali banyak menemui
kesulitan dalam proccesing data elevasi titik. Adapun model peta kontur yang
dihasilkan kasar disebabkan karena sedikitnya dalam melakukan interpolasi
titik-titik tinggi. Ini tentu akan berbeda jika interpolasi dilakukan dalam jumlah
yang cukup banyak dimana akan mempengaruhi kualitas peta kontur yang
dihasilkan, artinya semakin banyak titik-titik tinggi yang diinterpolasi maka
akan semakin halus dan lebih teliti model yang dihasilkan.

2.4.3 Mohamad Zavaraldo Renaldhy (15114064)


Dari pengamatan yang dilakukan pada modul 1A, data dari seitap seri memiliki
perbedaan besar paralaks x dan paralaks y yang diukur pada setiap titiknya.. Hal
ini disebabkan karena keteliatian alat yang kurang baik. Selain karena ketelitian
alat, kesalahan juga terjadi dikarenakan mata pengamat saat melihat titik di foto
tersebut.
Pada peggambaran peta planimetris dapat dilihat bahwa gambar yang dihasilkan
tidak presisi seperti foto aslinya, Hal ini dikarenakan tebal garis pensil yang
digunakan tidak dapat menggambarkan garis yang presisi, selain itu kesalahan
pengamat dalam menggerakan tracing unit juga mempengaruhi gambar yang
dihasilkan.
Pada Hasil plotting kontur dapat dilihat model 3 dimensi hasil plotting agak
sedikit berbeda dengan interpretasi pengamat terhadap foto. Hal ini dapat
dikarenakan oleh jumlah paralaks x sebagai ketinggian hanya di beberapa titik
sampel.

2.4.4 Alif Algifari (15114086)

Kemampuan mata tiap orang berbeda-beda dalam melakukan pengamatan


stereoskopik. Mata pengamat sangat berpengaruh pada saat pengamatan paralaks x
dan paralaks y. Selain itu, pada penginterpretasian citra masing-masing pengamat
juga dapat berbeda-beda. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan interpretasi foto
yang baik. Pada saat penggambaran kontur juga dapat berbeda dari objek asli
dikarenakan kurang telitinya pengamat dalam menggambar ataupun dalam melihat
objek.
2.4.5 Kezia Charlotta (15114059)

Pada modul 1A – Paralaks x dan Paralaks y, dilakukan 6 kali iterasi untuk 6 buah titik yang
sudah ditentukan. Bacaan paralaks x dan paralaks y ada yang menunjukkan nilai konstan namun
ada juga yang menunjukkan nilai yang terus berubah-ubah. Dapat dilihat bahwa nilai paralaks y
menunjukkan nilai yang relative konstan setelah iterasi ke-3, sedangkan nilai dari paralaks x
terus berubah-ubah. Ketelitan dan keakuratan saat membaca bacaan paralaks juga harus
diperhatikan karena dapat memengaruhi nilai bacaan paralaks.

Pada modul 1B – Plotting 3D Planimetris, dibutuhkan analisis dan interpretasi yang baik
mengenai objek-objek pada citra. Untuk pemula atau masyarakat awam yang baru pertama kali
menggunakan alat stereotrainer rasanya akan lebih sulit untuk menginterpretasikan objek pada
citra. Pada modul ini, pengamat harus dengan cermat menggunakan 7 kunci interpretasi agar
objek yang didefinisikan pun sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Pada modul 1C – Menggambar Kontur dengan Surfer, dibutuhkan ketelitian dalam pembacaan
nilai paralaks x dan juga ketepatan pada proses interpolasi. Ketinggian yang tergambar pada peta
kontur menggunakan interval kontur sebesar 0.2 meter, sehingga dengan perbedaan tinggi 20 cm,
sudah bisa menghasilkan satu garis kontur.

2.4.6 Abraham Yehuda (15114018)


Berdasarkan nilai paralaks x dan nilai paralaks y yang didapat, terdapat perbedaan nilai
pada satu titik yang sama setiap pengulangannya. Hal ini disebabkan kedudukan mata saat
mengamati mengalami perubahan. Selain itu, hal tersebut dapat disebabkan juga perbedaan
dalam menginterpretasikan citra masing-masing.
3
Terdapat perbedaan pula ketika melakukan penggambaran peta planimetris, yaitu
perbedaan obyek yang digambarkan dengan objek yang terdapat pada foto. Hal ini terjadi
karena kurang telitinya pengamat dalam mengamati dan menggambar obyek.

2.4.7 Mohamad Salahuddin (15114022)


 Modul 1a Paralaks
Pada modul ini, untuk menentukan nilai paralaks x dan paralaks y, posisi titik apung pada
lensa kanan dan lensa kiri haruslah sama. Sebanyak 6 titik dilihat nilai paralaks x dan
paralaks y yang dilakukan sebanyak 3 seri pengukuran. Didapatkan dari 3 seri pengukuran
tersebut, nilai paralaks x dan paralaks y setiap pengukuran memiliki nilai yang berbeda satu
sama lain. Seharusnya berdasarkan teori yang ada bahwa nilai paralaks x dan paralaks y
selalu sama. Kesalahan yang telah disebutkan diatas bisa dikarenakan oleh karena kesalahan
praktikan dan kesalahan dari alat. Kesalahan dari praktikan bisa disebabkan oleh kurangnya
ketelitian praktikan saat melakukan pengamatan yang membuat titik antara lensa kanan dan
kiri tidak sama dengan posisi titik pada pengamatan selanjutnya. Jika dilihat dari kesalahan
alat, berdasarkan yang telah dialami bahwa salah satu lensa lebih buram daripada lensa
lainnya.

 Modul 1b Plotting Planimetris


Dalam modul ini, dilakukan interpretasi foto dengan melakukan penggambaran diatas kertas
menggunakan alat stereotrainer dalam pengamatannya. Seharusnya, hasil interpretasi foto
sama dengan foto sebenarnya. Namun disini terdapat keterbatasan yang ada, yaitu kesalahan
dari praktikan. Kurangnya akan pengalaman praktikan dalam melakukan interpretasi dan
juga penggunaan alat yang masih sulit dilakukan.

 Modul 1c Kontur
Diambil nilai titik yang nilai paralaks x nya sudah diketahui dan diletakkan diatas kertas.
Lalu dilakukan pemberian koordinat secara lokal terhadap titik-titik tersebut. Dari 10 titik
yang sudah diketahui nilai koordinat dan juga paralaks x nya, dilakukan interpolasi untuk
menentukan koordinat dan juga nilai paralaks x nya. Melalui proses interpolasi ini,
diharapkan dapat menggabarkan kenampakan alam yang sebenarnya didaerah tersebut.
Namun, belum tentu nantinya hasil kontur yang dibuat akan seperti kenampakan alam
aslinya. Hal ini bisa disebabkan oleh data yang dimiliki tidak sesuai untuk dilakukan
interpolasi karena bisa saja daerah diantara dua titik yang dilakukan interpolasi tersebut
mempunyai kenampakan alam yang jauh lebih tinggi diantara keduanya. Hal lain yang
menyebabkan hal tersebut adalah metode interpolasi yang belum tentu cocok untuk
digunakan.
2.4.8 Edgar V Pakpahan (15114068)

Pada pengamatan paralaks x dan paralaks y dilakukan sebanyak 6 seri.Hal ini


dimaksudkan untuk mendapatkan ukuran lebih agar data kita mendapat koreksi. Dari
keenam seri pengamatan terdapat perbedaan nilai paralaks x dan paralaks y yang
terbaca.Hal tersebut dikarenakan ketelitian dari mata pengamat dalam
menggabungkan titik apung dari masing-masing foto (titik apung foto kanan dan titik
apung foto kiri).

Pada plotting planimetris, pembuatan peta garis kurang sesuai dengan posisi
planimetris dari objek-objek yang nampak pada model stereoskopis sehingga kurang
merepresentasikan objek/daerah yang akan digambarkan.Hal ini dikarenakan masih
kurangnya kemampuan pengamat dalam mengamati objek sekaligus
menggambarkannya serta alat yang sudah semakin tidak maksimal.

Pada pembuatan kontur 3D dengan input berupa data ketinggian titik-titik


yang telah diwakili oleh paralaks-x, daerah yang terbentuk kurang merepresentasikan
kontur asli dari foto yang diamati. Hal ini dikarenakan pengamat yang kurang teliti
dalam pengamatan titik apung kedua foto sehingga menyebabkan bacaan paralaks-x
yang terbaca kurang merepresentasikan ketinggian dari titik tersebut.

2.4.9 Soviani Undaristiana (15114037)

Pengamatan paralaks x dan paralaks y sangat dipengaruhi dengan kemampuan


mata pengamat. Dibutuhkan kemampuan interpretasi citra yang baik. Pada saat
penggambaran kontur, garis kontur yang dihasilkan berbeda dengan sebenarnya
dilapangan hal ini bisa disebabkan karena kekurang telitian pengamat saat mengamati
paralaks x ataupun saat melihat objek.
Bab 3 Kesimpulan dan Saran

3.1 Kesimpulan

Pada praktikum modul 1 ini, hasil akhir yang diharapkan adalah pembuatan peta kontur
dengan menggunakan alat stereotrainer. Dalam modul 1a, praktikan dilatih untuk menentukan
nilai paralaks x dan paralaks y dan mengetahui kesalahan apa saja yang dihinggapi pada
pengamatan tersebut. Setelah itu, dilanjut dengan modul 1b dan 1c. Modul 1b ini membuat peta
garis dengan hal yang paling pertama dilakukan adalah menentukan wakil objek seperti jalan,
bangunan, bukit ataupun perkebunan. Setelah itu dilakukan penentuan peta garis dengan posisi
planimetris. Setelah dibuat peta garis maka dilakukan penentukan titik acuan dari alat
stereotrainer. Titik acuan ini digunakan untuk menginterpolasi titik-titik yang lain dengan nilai
paralaks titik acuan yang sudah diketahui. Interpolasi titik dilakukan dengan metode interpolasi
liner, penentuan nilai satu titik dari dua titik yang segaris. Setelah didapat data titik-titik
interpolasi, maka semua data tersebut diproses dengan menggunakan aplikasi surfer dan
kemudian dapat terbentuk kontur dari titik-titik yang ada.

3.2 Saran

Dalam pelaksanaan praktikum dengan menggunakan alat stereotrainer, seharusnya


stereotrainer memiliki tingkat ketelitian yang tinggi agar dapat mengurangi kesalahan. Selain itu,
kerusakan pada bagian-bagian stereotrainer seharusnya dapat diperbaiki agar hasil latihan
menggunakan stereotrainer menjadi maksimal. Untuk mendapatkan hasil interpretasi yang lebih
baik, sebaiknya dilakukan juga survey langsung di lapangan tempat dilakukannya pemotretan
agar hasil interpretasi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Daftar Pustaka

Wolf, Paul R dan Dewwit, Bon A. 2004. Elements of Photogrammetry with Applications in

GIS 3rd edition. The McGraw-Hill Companies.

http://geografi-geografi.blogspot.co.id/2011/09/garis-kontur-sifat-dan-interpolasinya.html

http://emjee11.blogspot.co.id/2011/01/ilmu-ukur-tanah.html

http://solusi-pemabangunan.blogspot.co.id/p/ilmu.html
Lampiran
Bacaan 1 Bacaan 2 Bacaan 3
Titik
Py Px Py Px Py Px

1 7.43 20.47 7.52 20.28 7.57 20.23

2 8.06 22.91 7.93 22.92 7.9 22.92

3 8.31 20.45 7.66 20.69 7.7 20.5

4 7.93 19.89 7.97 20.1 7.97 20.11

5 7.52 20.86 7.54 20.84 7.55 20.9

6 7.52 20.86 7.54 20.83 7.55 20.9

Bacaan 4 Bacaan 5 Bacaan 6


Titik
Py Px Py Px Py Px
1 7.52 20.24 7.54 20.3 7.56 20.28
2 7.94 22.92 7.96 22.92 7.98 20.92
3 7.69 20.66 7.65 20.62 7.67 20.63
4 7.98 20.1 7.95 20.05 7.96 20.07
5 7.54 20.88 7.56 20.9 7.6 20.9
6 7.54 20.88 7.56 20.9 7.6 20.9
Titik x y z
P1 3.7 1.7 23.14
P2 5.3 3 22.53
P3 6.5 4 22.1
P4 7.9 5 21.57
P5 9 6 21.17
P6 10.3 6.8 21.66
P7 11.6 7.5 22.14
P8 13.8 8.8 22.99
P9 3.6 4.7 21.81
P10 5.3 5.6 21.5
P11 7.5 6.6 21.34
P12 9.1 7.8 21.07
P13 11.1 9.2 21.61
P14 12.7 10.3 22.02
P15 3.6 6.3 21.22
P16 6.3 7 20.89
P17 9.2 9.8 20.95
P18 3.5 8 20.6
P19 7 8.6 21.06
P20 11.5 12 20.99
P21 5.8 10 20.59
P22 9.4 11.6 20.78
P23 12.2 12.8 21.38
P24 3.5 9.9 21.03
P25 7.5 11.3 20.59
P26 10.1 13.4 20.83
P27 5.8 11.8 21.02
P28 8.2 12.7 20.91
P29 11.7 15.2 20.73
P30 3.5 12.4 21.59
P31 6.2 14 21.07
P32 8.5 15.3 20.64
P33 11.1 15.9 20.65
P34 11.9 16.8 20.61
P35 2.7 15.4 23.15
P36 5.8 15.4 21.81
P37 7.5 16.1 21.44
P38 3.2 13.7 22.27
P39 9.3 17 21.06
P40 12.1 18.3 20.49
Lampiran plotting planimetris. Edgar V. Pakpahan

(15114068)
Lampiran Penggambaran kontur dengan surfer

Edgar V. Pakpahan (15114068)

Anda mungkin juga menyukai