GD3103 FOTOGRAMETRI I
MODUL 1 : STEREOTRAINER
Dosen :
Mengingat banyaknya kebutuhan tenaga kerja professional dalam bidang pemetan, maka salah
satu metoda pemetaan secara fotogrametri dibutuhkan keahlian secara khusus, untuk dapat
menghasilkan tenaga kerja professional memerlukan latiha yang khusus pula. Dimana salah satu latihan
yang diperlukan ialah latihan pada alat stereotrainer.
Yang dimaksud latihan pada alat stereotrainer ialah, melatih seseorang untuk dapat terbiasa
melihat bentuk stereoskopis (pandangan tiga dimensi) dari sepasang foto udara berupa dias (dia positif)
yang terpasang pada alat tersebut sedemikian rupa hingga seorang praktikan (operator) , dapat terlatih
matanya untuk selalu mengamati bentuk stereoskopis secara terus meneus dan teliti.
Untuk dapat mengetahui ketelitian dari operator, alat ini dilengkapi dengan pembacaan hasil
latihan yang berpedoman pada kedua ploatting mark (titik apung). Juga dengan alarm sistem pada tuas
pemutar. Berhubung setiap operator kebanyakan belum tahu sama sekali akan hal ini, maka alat ini
digunakan untuk dapat melatih operator sedemikian rupa hingga mengerti akan pedoman pemetaan
secara fotogrametri.
Pada praktikum kali ini kami menggunakan alat stereotrainer untuk melakukan pengamatan
terkait paralaks x dan y serta melakukan restitusi foto udara dengan menghilangkan paralaks y tersebut.
Setelah itu, kami dapat menggambarkan planimetris dari foto stereo yang terlihat. Kemudian, kami juga
dapat membuat kontur dengan DEM/surfer dari beberapa titik yang telah diinterpolasi.
Fotogrametri atau aerial surveying adalah teknik pemetaan melalui foto udara. Hasil pemetaan
secara fotogrametrik berupa peta foto dan tidak dapat langsung dijadikan dasar atau lampiran
penerbitan peta. Pemetaan secara fotogrametrik tidak dapat lepas dari referensi pengukuran secara
terestris, mulai dari penetapan ground controls (titik dasar kontrol) hingga kepada pengukuran batas
tanah. Batas-batas tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di lapangan. Fotogrametri
adalah suatu seni, ilmu dan teknik untuk memperoleh data-data tentang objek fisik dan keadaan di
permukaan bumi melalui proses perekaman, pengukuran, dan penafsiran citra fotografik. Citra
fotografik adalah foto udara yang diperoleh dari pemotretan dari udara yang menggunakan pesawat
terbang atau wahana terbang lainnya. Hasil dari proses fotogrametri adalah berupa peta foto atau
peta garis.
Stereoskop ialah suatu alat yang digunakan untuk dapat melihat sepasang gambar/foto secara
stereoskopis. Menurut Paine (1993) Stereoskopi adalah ilmu pengetahuan tentang stereoskop yang
menguraikan penggunaan penglihatan binocular untuk mendapatkan efek tiga dimensi (3D).
Stereoskop biasanya digunakan untuk melihat bentuk tiga dimensi pasangan foto udara. Fungsinya
adalah mengatur agar mata kiri hanya melihat pasangn foto sebelah kiri dan mata kanan hanya
melihat pasangan foto sebelah kanan. Stereoskop memiliki berbagai jenis, diantaranya:
Salah satu jenis stereoskop yang paling sederhana adalah steroskop saku. Ukuran foto yang
dapat dilihat bentuk tiga dimensinya terbatas sekitar 6 cm x 10 cm stereoskop saku
mempunyai lensa positif. Lensa-lensanya biasanya mempunyai perbesaran 2,5 kali.
Stereoskop ini memiliki kelemahan yang sama seperti pemakaian mata telanjang, yaitu jarak
antar titik yang berpasangan tak boleh melebihi panjang basis mata (basis mata rata rata =
64 mm).
Selain stereoskop saku, terdapat pula jenis stereoskop lainnya, antara lain steroskop cermin
. Memiliki ukuran yang lebih besar daripada stereoskop saku otomatis bisa melihat foto
udara dengan ukuran yang lebih besar pula. Daerah yang dapat dilihat secara stereoskop
lebih luas jika dibandingkan dengan menggunakan stereoskop lensa. Namun, karena
bentuknya agak besar maka agak lebih sukar dibawa ke lapangan .
Stereoskop kembar, memiliki dua lensa di sisi kanan kirinya sehingga pengamatan dapat
dilakukan oleh dua orang. Bagian – bagian dari stereoskop ini adalah dua set lensa pada
bagian kanan dan kirinya, tiang penyangga. Kelebihan dari stereoskop ini adalah
pengamatan dapat dilakukan oleh dua orang secara bersamaan, daerah pengamatan besar.
Sedangkan kekurangan dari stereoskop ini adalah tidak praktis, perbesarannya tidak cukup
besar karena hanya 1,5 kali hingga 3 kali.
Stereoskop prisma tunggal, hanya dilengkapi oleh lensa prisma tunggal. Bagian bagian dari
stereoskop ini adalah tiang penyangga, lembaran penyangga, lensa cembung dan prisma.
Kelebihan dari stereoskop ini adalah dapat melihat gambar yang perpisahannya besar dari
jarak interocular. Sedangkan kekurangannya adalah perbesarannya kurang.
Stereoskop mikroskopik, mempunyai perbesaran yang sangat besar dan hampir sama
dengan mikroskop. Stereoskop ini dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Stereoskop zoom, lensanya dapat diganti – ganti untuk perbesaran yang berbeda – beda. Bagian
– bagian stereoskop ini adalah sepasang cermin/prisma, sepasang lensa, cermin pada tiap kaki.
Kelebihan stereoskop ini adalah perbesaran sangat besar, pasangan foto stereonya dapat diputar
sejauh 360°, dan bila terkena cahaya akan lebih memperjelas gambar. Sedangkan kekurangan dari
stereoskop ini adalah bila tidak terkena cahaya gambar yang dihasilkan akan tidak kelihatan.
2) Interpretoskop, yaitu stereoskop modern yang sudah menggunakan komputer. Kelebihan dari
interpretoskop adalah hasil lebih akurat karena terkomputerisasi. Kekurangan pada interpretoskop
adalah ukurannya yang besar dan membutuhkan listrik disaat pemakaiannya.
2.1.2 Paralaks
Paralaks Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang bertampalan
yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralaks ini disebut juga dengan paralaks
absolut atau paralaks total. Lebih jauh dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah
perbedaan aljabar yang diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari sumbu y ke arah titik
bersangkutan yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa
masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi terbang yang sama. Nilai
paralaks absolutnya merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah absolutnya
(tanpa tanda negatifnya).
Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang
sama. Kontur ini dapat memberikan informasi relief, baik secara relatif, maupun secara absolute.
Informasi relief secara relatif ini, diperlihatkan dengan menggambarkan garis-garis kontur secara
rapat untuk daerah terjal, sedangkan untuk daerah yang landai dapat di perlihatkan dengan
menggambarkan garis-garis tersebut secara renggang. Garis kontur merupakan garis khayal
dilapangan yang menghubungkan titik dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis
kontinyu diatas peta yang memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang sama.
Nama lain garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan garis tinggi horizontal. Garis kontur +
25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama + 25 m
terhadap tinggi tertentu. Garis kontur disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya
keadaan permukaan tanah. DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk
permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari
permukaan dengan algoritma yang mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan
koordinat (Tempfli, 1991).
2.3.1.1 Modul 1a
∑ 𝑃𝑖
𝑃(𝑎𝑣𝑔) =
𝑛
∑ 𝑃𝑋𝑖
𝑃𝑥(𝑎𝑣𝑔) =
𝑛
𝑃𝑥1 (𝑎𝑣𝑔) = 20.3
∑ ∆𝑃2
𝐷=√
𝑛−1
∑ ∆𝑃𝑥 2
𝐷𝑥 = √
𝑛−1
𝐷𝑥1 = 1.58882𝐸 − 15
𝐷𝑥2 = 1.11218𝐸 − 14
𝐷𝑥3 = 4.76647𝐸 − 15
𝐷𝑥4 = 7.94411𝐸 − 15
𝐷𝑥5 = 0
𝐷𝑥6 = 4.76647𝐸 − 15
∑ ∆𝑃𝑥 2
𝐷𝑦 = √
𝑛−1
𝐷𝑦1 = 7.94411𝐸 − 16
𝐷𝑦2 = 2.38323𝐸 − 15
𝐷𝑦3 = 2.38323𝐸 − 15
𝐷𝑦4 = 0
𝐷𝑦5 = 7.94411𝐸 − 16
𝐷𝑦6 = 7.94411𝐸 − 16
Paralaks X
BACAAN
TITIK Jumlah Px(i) Px(avg) Jumlah Delta Px Varian-x Deviasi-x
Delta Px1 Delta Px2 Delta Px3 Delta Px4 Delta Px5 Delta Px6
1 121.8 20.3 0.17 -0.02 -0.07 -0.06 0 -0.02 -3.55271E-15 2.52E-30 1.59E-15
2 135.51 22.585 0.325 0.335 0.335 0.335 0.335 -1.665 2.4869E-14 1.24E-28 1.11E-14
3 123.55 20.591667 -0.14167 0.098333 -0.09167 0.068333 0.028333 0.038333 1.06581E-14 2.27E-29 4.77E-15
4 120.32 20.053333 -0.16333 0.046667 0.056667 0.046667 -0.00333 0.016667 1.77636E-14 6.31E-29 7.94E-15
5 125.28 20.88 -0.02 -0.04 0.02 0 0.02 0.02 0 0 0
6 125.27 20.878333 -0.01833 -0.04833 0.021667 0.001667 0.021667 0.021667 -1.06581E-14 2.27E-29 4.77E-15
Paralaks Y
BACAAN
TITIK Jumlah Py(i) Py(avg) Jumlah Delta Py Varian-y Deviasi-y
Delta Py1 Delta Py2 Delta Py3 Delta Py4 Delta Py5 Delta Py6
1 45.14 7.5233333 -0.09333 -0.00333 0.046667 -0.00333 0.016667 0.036667 -1.77636E-15 6.31E-31 7.94E-16
2 47.77 7.9616667 0.098333 -0.03167 -0.06167 -0.02167 -0.00167 0.018333 5.32907E-15 5.68E-30 2.38E-15
3 46.68 7.78 0.53 -0.12 -0.08 -0.09 -0.13 -0.11 -5.32907E-15 5.68E-30 2.38E-15
4 47.76 7.96 -0.03 0.01 0.01 0.02 -0.01 0 0 0 0
5 45.31 7.5516667 -0.03167 -0.01167 -0.00167 -0.01167 0.008333 0.048333 -1.77636E-15 6.31E-31 7.94E-16
6 45.31 7.5516667 -0.03167 -0.01167 -0.00167 -0.01167 0.008333 0.048333 -1.77636E-15 6.31E-31 7.94E-16
2.3.2 Modul 1b
2.3.3 Modul 1c
Titik x y z
P1 3.7 1.7 23.14
P2 5.3 3 22.53
P3 6.5 4 22.1
P4 7.9 5 21.57
P5 9 6 21.17
P6 10.3 6.8 21.66
P7 11.6 7.5 22.14
P8 13.8 8.8 22.99
P9 3.6 4.7 21.81
P10 5.3 5.6 21.5
P11 7.5 6.6 21.34
P12 9.1 7.8 21.07
P13 11.1 9.2 21.61
P14 12.7 10.3 22.02
P15 3.6 6.3 21.22
P16 6.3 7 20.89
P17 9.2 9.8 20.95
P18 3.5 8 20.6
P19 7 8.6 21.06
P20 11.5 12 20.99
P21 5.8 10 20.59
P22 9.4 11.6 20.78
P23 12.2 12.8 21.38
P24 3.5 9.9 21.03
P25 7.5 11.3 20.59
P26 10.1 13.4 20.83
P27 5.8 11.8 21.02
P28 8.2 12.7 20.91
P29 11.7 15.2 20.73
P30 3.5 12.4 21.59
P31 6.2 14 21.07
P32 8.5 15.3 20.64
P33 11.1 15.9 20.65
P34 11.9 16.8 20.61
P35 2.7 15.4 23.15
P36 5.8 15.4 21.81
P37 7.5 16.1 21.44
P38 3.2 13.7 22.27
P39 9.3 17 21.06
P40 12.1 18.3 20.49
Hasil penggambaran kontur dengan menggunakan software Surfer 10.1
2.3.2 Arizal Achmad Fauzi (15114027)
∆𝑃 = 𝑃𝑖 − 𝑃𝑎𝑣𝑔
∑ ∆𝑃2
𝐷= √
𝑛−1
B. Plotting 3D Planimetris
Gambar 9. Peta kontur dari 30 titik hasil pengamatan dan interpolasi (kringing)
2.3.3 Mohamad Zavaraldo Renaldhy (15114064)
Modul 1A
Tabel pengamatan Paralaks
PENGAMATAN PARALAKS
PENGAMATAN Py
Seri 1 2 3 4 5 6
Py ∆Py ∆Py^2 Py ∆Py ∆Py^2 Py ∆Py ∆Py^2 Py ∆Py ∆Py^2 Py ∆Py ∆Py^2 Py ∆Py ∆Py^2
1 14.79 -0.03 0.0011 14.29 0 0 14.4 0.09 0.0081 14.26 0.0975 0.0095 16.19 -0.073 0.0053 17.03 0.2125 0.045156
2 14.71 0.05 0.0023 14.29 0 0 14.44 0.05 0.0025 14.37 -0.012 0.0002 16.18 -0.063 0.0039 17.33 -0.0875 0.007656
3 14.75 0.01 6E-05 14.28 0.01 1.E-04 14.56 -0.07 0.0049 14.4 -0.043 0.0018 16 0.1175 0.0138 17.3 -0.0575 0.003306
4 14.78 -0.02 0.0005 14.3 -0.01 14.56 -0.07 0.0049 14.4 -0.043 0.0018 16.1 0.0175 0.0003 17.31 -0.0675 0.004556
∑Py 59.03 0.0034 57.16 1E-04 57.96 0.0155 57.43 0.0115 64.47 0.023 68.97 0.056119
Py avg 14.76 14.29 14.49 14.36 16.12 17.24
∑Py^2 3485 3267 3359 3298 4156 4757
Sd 0.0335 0.0058 0.0719 0.0618 0.0875 0.136771
PENGAMATAN PARALAKS
PENGAMATAN Px
Seri 1 2 3 4 5 6
Px ∆Px ∆Px^2 Px ∆Px ∆Px^2 Px ∆Px ∆Px^2 Px ∆Px ∆Px^2 Px ∆Px ∆Px^2 Px ∆Px ∆Px^2
1 8.45 0.04 0.0016 8.45 0.035 0.0012 8.59 0.005 3E-05 8.59 0 0 8.61 -0.012 0.0002 8.31 -0.02 0.0004
2 8.48 0.01 1E-04 8.59 -0.105 0.011 8.59 0.005 3E-05 8.59 0 0 8.6 -0.002 6E-06 8.24 0.05 0.0025
3 8.55 -0.06 0.0036 8.45 0.035 0.0012 8.6 -0.005 2E-05 8.59 0 0 8.59 0.0075 6E-05 8.31 -0.02 0.0004
4 8.48 0.01 1E-04 8.45 0.035 0.0012 8.6 -0.005 2E-05 8.59 0 0 8.59 0.0075 6E-05 8.3 -0.01 0.0001
∑Px 33.96 0.0053 33.94 0.0135 34.38 8E-05 34.36 0 34.39 0.0002 33.16 0.0033
Px avg 8.49 8.485 8.595 8.59 8.598 8.29
∑Px^2 1153 1152 1182 1181 1183 1100
Sd 0.042 0.067 0.005 0 0.0085 0.033166
Modul 1B
Dalam modul ini dihasilkan Gambar :
Modul 1C
Data hasil pengamatan paralaks x dan hasil interpolasinya
1 2.5 3.5 18.3
2 13.8 5.5 17.5
3 6.1 8.5 17.6
4 10.7 10.2 17.99
5 5.4 14.9 15.5
6 11.9 17.6 15.77
7 3.5 19.5 16.92
8 9.5 21.5 14.81
9 8 27.1 14.51
10 14.9 27.5 14.22
11 11.5 27.3 14.37
12 8.8 24.4 14.66
13 5.5 23.3 15.72
14 5.9 22 15.79
15 6.3 20.6 15.87
16 4.3 17.2 16.21
17 5.8 17.7 15.69
18 10.7 19.8 15.29
19 7.4 18.3 15.16
20 8 17.3 15.4
21 8.2 16.1 15.64
22 5.6 13.3 16.03
23 5.9 10.1 17.08
24 5.7 11.7 16.55
25 11.3 13.9 16.88
26 10.6 15.1 16.64
27 9.4 13.1 16.82
28 8.2 11 17.21
29 8.4 9.4 17.8
30 13.4 22.5 14.99
Hasil ploting data di surfer:
2.3.4 Alif Algifari (15114086)
Kontur
2.3.5 Kezia Charlotta (15114059)
Berikut ini adalah table pengolahan data paralaks x dan paralaks y, dengan ketentuan
Σ𝑃
𝑃𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = Δ𝑃 = 𝑃𝑖 − 𝑃𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑛
ΣΔ𝑃 2
𝐷 = √ 𝑛−1 𝑛 = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖; 𝐷 = 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖
2.3.5.2 Modul 1B – Plotting 3D Planimetris
Berikut adalah gambaran dari hasil plotting 3D planimetris di bidang persegi panjang
berukuran 15cm x 10cm. Pada gambar di bawah ini, saya selaku pengamat hanya
berhasil menginterpretasikan beberapa objek seperti bangunan, sungai, dan jalan.
Sungai
Jalan
2.3.5.3 Modul 1C – Menggambar Kontur dengan Surfer
Plot titik pada millimeter blok
Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan 40 titik yang nantinya akan di plot
konturnya. Sumbu tegak mewakili sumbu y, sumbu datar mewakili sumbu x, dan nilai
paralaks x mewakili nilai z.
No X Y Z
1 10 160 14.56
2 31 159 14.52
3 63 157 14.46
4 115 155 14.35
5 13 125 15.22
6 30 153 14.94
7 50 146 15.31
8 70 143 14.94
9 83 150 14.83
10 90 140 14.56
11 102 147 14.46
12 112 127 14.79
13 100 120 14.89
14 76 124 15.09
15 56 126 15.47
16 32 118 15.6
17 15 90 15.88
18 39 98 15.75
19 63 106 15.62
20 87 103 15.42
21 110 99 15.22
22 46 75 15.48
23 70 83 15.35
24 93 80 15.15
25 110 73 15.79
26 19 67 16.22
27 40 70 16.7
28 23 45 16.56
29 44 48 17.04
30 71 55 16.3
31 77 60 15.08
32 94 53 15.72
33 110 47 16.35
34 88 48 16.93
35 65 50 17.51
36 23 27 17.23
37 44 29 17.7
38 67 28 17.12
39 23 9 17.89
40 38 15 17.63
Pengamatan Py
Repetisi 1 2 3 4 5 6
Py ∆Py ∆Py2 Py ∆Py ∆Py2 Py ∆Py ∆Py2 Py ∆Py ∆Py2 Py ∆Py ∆Py2 Py ∆Py ∆Py2
0.019
∑P2 0.004475 0.007475 8 0.0234 0.016675 0.0038
1 2 3 4 5 6
Px ∆Px ∆Px2 Px ∆Px ∆Px2 Px ∆Px ∆Px2 Px ∆Px ∆Px2 Px ∆Px ∆Px2 Px ∆Px ∆Px2
16.34 0 0 19.23 -0.09 0.0081 16.64 -0.09 0.0081 16.81 -0.0625 0.00390625 16.12 -0.065 0.004225 20.89 -0.0325 0.00106
16.34 0 0 19.31 -0.01 0.0001 16.67 -0.06 0.0036 16.84 -0.0325 0.00105625 16.3 0.115 0.013225 20.84 -0.0825 0.00681
16.34 0 0 19.4 0.08 0.0064 16.78 0.05 0.0025 16.91 0.0375 0.00140625 16.19 0.005 2.5E-05 21 0.0775 0.00601
16.34 0 0 19.34 0.02 0.0004 16.83 0.1 0.01 16.93 0.0575 0.00330625 16.13 -0.055 0.003025 20.96 0.0375 0.00141
RUMUS
Prata - rata ΣP / 4
ΔP= P - Prata-rata
D= ΣΔP
Kegiatan 2 : Membuat plotting planimetris
Kegiatan 3 : Membuat kontur
Berikut tabel koordinat titik-titik serta interpolasinya
21 4 17 16.805
23 9.6 22 17.16
24 3.8 25 18.395
27 8.8 25 18.145
30 10 13.1 16.485
8
Keterangan warna biru menandakan 10 titik pertama yang ditentukan melalui
pengamatan foto dengan teropong. Membuat peta kontur dengan data di atas
menggunakan software Surfer
2.4.1.1 Modul 1a
2.4.2 Modul 1b
2.4.3 Modul 1c
Pada praktikum modul 1c, yaitu membuat kontur dengan DEM/Surfer ini terdapat
beberapa kendala diantaranya dalam melakukan pengolahan data dengan menggunakan
software Surfer. Hal ini disebabkan karena praktikan yang masih belum memiliki banyak
pengalaman dalam menggunakan software tersebut,sehingga sering kali banyak menemui
kesulitan dalam proccesing data elevasi titik. Interpolasi yang dilakukan dengan metode
interpolasi liner, hal ini betujuan untuk interpolasi dua buah titik dengan sebuah garis
lurus. maka titik yang ditentukan harus berada diantara dua titik yang nilai nya sudah
diketahui. Adapun model peta kontur yang dihasilkan kasar disebabkan karena sedikitnya
dalam melakukan interpolasi titik-titik tinggi. Ini tentu akan berbeda jika interpolasi
dilakukan dalam jumlah yang cukup banyak dimana akan mempengaruhi kualitas peta
kontur yang dihasilkan, artinya semakin banyak titik-titik tinggi yang diinterpolasi maka
akan semakin halus dan lebih teliti model yang dihasilkan.
Dari data hasil pengamatan yang diambil dapat dilihat bahwa data Py lebih
baik dari data Px karena pergeseran Px selalu lebih besar dari pergeseran Py.
Dari data hasil pengamatan juga dapat diambil kesimpulan bahwa praktikan
sudah cukup baik dalam melakukan pengamatan karena simpangan baku hasil
pengolahan data masih masuk dalam batas toleransi.
B. Plotting 3D Planimetris
Praktikum kali ini bertujuan untuk membuat gambar dari apa yang dilihat
dari alat stereotrainer ke dalam kertas gambar dengan ukuran 15 x 10 cm. Dari
data di foto udara maka yang tergamba terdiri dari bangunan-bangunan
(pemukiman) sehingga sulit dalam melakukan penggambaran, aliran sungai
yang sangat kecil, jalan setapak, medan-medan berbukit dan juga terdapat
beberapa objek yang kurang jelas sehingga sulit untuk diidentifikasi.
a) kesalahan pembentukan garis, kesalahan ini terjadi saat garis yang dibentuk
untuk membuat gambar memiliki tebal tipis yang berbeda dengan garis yang
ada di foto udara yang diinterpretasikan. Sehingga dapat saja bentuk gambar
berbeda dengan bentuk yang ada di foto. Selain itu terdapat garis yang
terlalu mepet pada foto udara yang menyebabkan garis tersebut saat
diplotting menjadi satu kesatuan sehingga menyebabkan perbedaan
interpretasi obyek tersebut
Pada modul 1A – Paralaks x dan Paralaks y, dilakukan 6 kali iterasi untuk 6 buah titik yang
sudah ditentukan. Bacaan paralaks x dan paralaks y ada yang menunjukkan nilai konstan namun
ada juga yang menunjukkan nilai yang terus berubah-ubah. Dapat dilihat bahwa nilai paralaks y
menunjukkan nilai yang relative konstan setelah iterasi ke-3, sedangkan nilai dari paralaks x
terus berubah-ubah. Ketelitan dan keakuratan saat membaca bacaan paralaks juga harus
diperhatikan karena dapat memengaruhi nilai bacaan paralaks.
Pada modul 1B – Plotting 3D Planimetris, dibutuhkan analisis dan interpretasi yang baik
mengenai objek-objek pada citra. Untuk pemula atau masyarakat awam yang baru pertama kali
menggunakan alat stereotrainer rasanya akan lebih sulit untuk menginterpretasikan objek pada
citra. Pada modul ini, pengamat harus dengan cermat menggunakan 7 kunci interpretasi agar
objek yang didefinisikan pun sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Pada modul 1C – Menggambar Kontur dengan Surfer, dibutuhkan ketelitian dalam pembacaan
nilai paralaks x dan juga ketepatan pada proses interpolasi. Ketinggian yang tergambar pada peta
kontur menggunakan interval kontur sebesar 0.2 meter, sehingga dengan perbedaan tinggi 20 cm,
sudah bisa menghasilkan satu garis kontur.
Modul 1c Kontur
Diambil nilai titik yang nilai paralaks x nya sudah diketahui dan diletakkan diatas kertas.
Lalu dilakukan pemberian koordinat secara lokal terhadap titik-titik tersebut. Dari 10 titik
yang sudah diketahui nilai koordinat dan juga paralaks x nya, dilakukan interpolasi untuk
menentukan koordinat dan juga nilai paralaks x nya. Melalui proses interpolasi ini,
diharapkan dapat menggabarkan kenampakan alam yang sebenarnya didaerah tersebut.
Namun, belum tentu nantinya hasil kontur yang dibuat akan seperti kenampakan alam
aslinya. Hal ini bisa disebabkan oleh data yang dimiliki tidak sesuai untuk dilakukan
interpolasi karena bisa saja daerah diantara dua titik yang dilakukan interpolasi tersebut
mempunyai kenampakan alam yang jauh lebih tinggi diantara keduanya. Hal lain yang
menyebabkan hal tersebut adalah metode interpolasi yang belum tentu cocok untuk
digunakan.
2.4.8 Edgar V Pakpahan (15114068)
Pada plotting planimetris, pembuatan peta garis kurang sesuai dengan posisi
planimetris dari objek-objek yang nampak pada model stereoskopis sehingga kurang
merepresentasikan objek/daerah yang akan digambarkan.Hal ini dikarenakan masih
kurangnya kemampuan pengamat dalam mengamati objek sekaligus
menggambarkannya serta alat yang sudah semakin tidak maksimal.
3.1 Kesimpulan
Pada praktikum modul 1 ini, hasil akhir yang diharapkan adalah pembuatan peta kontur
dengan menggunakan alat stereotrainer. Dalam modul 1a, praktikan dilatih untuk menentukan
nilai paralaks x dan paralaks y dan mengetahui kesalahan apa saja yang dihinggapi pada
pengamatan tersebut. Setelah itu, dilanjut dengan modul 1b dan 1c. Modul 1b ini membuat peta
garis dengan hal yang paling pertama dilakukan adalah menentukan wakil objek seperti jalan,
bangunan, bukit ataupun perkebunan. Setelah itu dilakukan penentuan peta garis dengan posisi
planimetris. Setelah dibuat peta garis maka dilakukan penentukan titik acuan dari alat
stereotrainer. Titik acuan ini digunakan untuk menginterpolasi titik-titik yang lain dengan nilai
paralaks titik acuan yang sudah diketahui. Interpolasi titik dilakukan dengan metode interpolasi
liner, penentuan nilai satu titik dari dua titik yang segaris. Setelah didapat data titik-titik
interpolasi, maka semua data tersebut diproses dengan menggunakan aplikasi surfer dan
kemudian dapat terbentuk kontur dari titik-titik yang ada.
3.2 Saran
Wolf, Paul R dan Dewwit, Bon A. 2004. Elements of Photogrammetry with Applications in
http://geografi-geografi.blogspot.co.id/2011/09/garis-kontur-sifat-dan-interpolasinya.html
http://emjee11.blogspot.co.id/2011/01/ilmu-ukur-tanah.html
http://solusi-pemabangunan.blogspot.co.id/p/ilmu.html
Lampiran
Bacaan 1 Bacaan 2 Bacaan 3
Titik
Py Px Py Px Py Px
(15114068)
Lampiran Penggambaran kontur dengan surfer