Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN UKM

UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN (F2)

TUBERKULOSIS PARU

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh


Program Dokter Internship
Puskesmas Ungaran

OLEH :
dr. Octavia Intan Imanisa

PUSKESMAS UNGARAN
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Octavia Intan Imanisa


Topik : Upaya Kesehatan Lingkungan (F2)
Judul : Tuberkulosis Paru
Tanggal Pengesahan :

Ungaran, 2016
Mengetahui,

Kepala Puskesmas Ungaran Pendamping,

dr. Nugraha dr. Astri Aninda Niagawati


NIP 19651108 200212 1 003 NIP 19741005 200701 2 017
BAB I
PENDAHULUAN

WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk
dunia ini telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga
menyatakan bahwa TB sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara
berkembang cukup tinggi, di Asia jumlah penderita TB paru berkisar 110 orang
penderita baru per 100.000 penduduk. Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun
2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per
100.000 penduduk. Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia
dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1. wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah
160 per 100.000 penduduk, 2. wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110
per 100.000 penduduk, 3. wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per
100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68
per 100.000 penduduk. Berdasar pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan
penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya (anggara,
2013)
Angka kejadian TB di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak di dunia
setelah India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru
dengan kematian sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009
adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif (15-
50 tahun). (Iseman, 2008)
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992, tuberkulosismerupakan
penyebab kematian kedua tertinggi di Indonesia setelah penyakit kardiovaskuler
(Surjanto, Eddy dkk, 1997). Pada tahun 1995, WHO memperkirakan bahwa di Indonesia
setiap tahunnya terjadi 500.000 kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar
175.000 (Reviono dkk, 2001).
Menyadari begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan TB Paru di
Indonesia, maka Depkes RI menetapkan suatu program penemuan kasus TB Paru BTA
(+) dengan target dalam pencapaian penemuan kasus BTA (+) yaitu sebesar 70 % dari
perkiraan jumlah pender ita paru BTA (+) (Depkes RI, 2005).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis menyerang paru, tetapi
dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik
yang ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi
hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis
yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan
pengobatan yang efektif (Fauci dkk, 2008)

Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang diserang kuman


Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru). Sedangkan tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru misalnya, pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-
lain. (Baliga, 2007)

Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah dengan
penderita atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular.
Sumber penularannya adalah pasien TB paru dengan BTA positif terutama pada waktu batuk
atau bersin, dimana pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada disitu dalam waktu yang lama
(PDPI, 2013).

B. RUMAH

Definisi Rumah Sehat

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman,


perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Menurut
Wicaksono, rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari manusia. Rumah menjadi tempat
berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar, menyatukan sebuah keluarga,
meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya
hidup manusia. Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi
seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya dapat
berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar dari faktorfaktor yang
dapat merugikan kesehatan (Hindarto, 2007).

Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung, bernaung, dan tempat untuk
beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun
sosial (Sanropie dkk., 1989).

Kriteria Rumah Sehat

Kriteria rumah sehat yang diajukan oleh dalam Entjang (2000) dan Wicaksono (2009)
yang dikutip dari Winslow antara lain:

1. Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis


2. Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis
3. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan
4. Harus dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit
Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public Health
Asociation (APHA), yaitu:

1. Memenuhi kebutuhan dasar fisik

Sebuah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan dasar fisik, seperti:

a. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau
dipertahankan temperatur lingkungan yang penting untuk mencegah bertambahnya
panas atau kehilangan panas secara berlebihan. Sebaiknya temperatur udara dalam
ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4°C dari temperatur udara luar untuk
daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C - 30°C sudah cukup segar.

b. Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan atas cahaya


matahari (penerangan alamiah) serta penerangan dari nyala api lainnya
(penerangan buatan). Semua penerangan ini harus diatur sedemikian rupa sehingga
tidak terlalu gelap atau tidak menimbulkan rasa silau.
c. Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara
segar dapat terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai
ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)
minimum 5% luas lantai sehingga jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai
ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan
tidak terlalu sedikit.

d. Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang
berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik langsung maupun
dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul antara lain
gangguan fisik seperti kerusakan alat pendengaran dan gangguan mental seperti
mudah marah dan apatis.

e. Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk
anakanak dapat bermain. Hal ini penting agar anak mempunyai kesempatan
bergerak, bermain dengan leluasa di rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih
baik, juga agar anak tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan atau tempat lain
yang membahayakan.

2. Memenuhi kebutuhan dasar psikologis

Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar
psikologis penghuninya, seperti:

a. Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni Adanya ruangan khusus
untuk istirahat bagi masing-masing penghuni, seperti kamar tidur untuk ayah dan
ibu. Anak-anak berumur di bawah 2 tahun masih diperbolehkan satu kamar tidur
dengan ayah dan ibu. Anak-anak di atas 10 tahun laki-laki dan perempuan tidak
boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas 17 tahun mempunyai kamar tidur
sendiri.

b. Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana anak-
anak sambil makan dapat berdialog langsung dengan orang tuanya.

c. Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki
tingkat ekonomi yang relatif sama, sebab bila bertetangga dengan orang yang lebih
kaya atau lebih miskin akan menimbulkan tekanan batin.
d. Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai menghalangi lalu
lintas dalam ruangan

e. W.C. (Water Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan terpelihara
kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau gelisah bila terasa ingin buang air
besar tapi tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di W.C. orang lain atau
harus buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.

f. Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman hias, tanaman bunga


yang kesemuanya diatur, ditata, dan dipelihara secara rapi dan bersih, sehingga
menyenangkan bila dipandang.

3. Melindungi dari penyakit


Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi
penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit atau zat-zat yang membahayakan
kesehatan. Dari segi ini, maka rumah yang sehat adalah rumah yang di dalamnya tersedia
air bersih yang cukup dengan sistem perpipaan seperti sambungan atau pipa dijaga jangan
sampai sampai bocor sehingga tidak tercemar oleh air dari tempat lain. Rumah juga harus
terbebas dari kehidupan serangga dan tikus, memiliki tempat pembuangan sampah,
pembuangan air limbah serta pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan.
4. Melindungi dari kemungkinan kecelakaan
Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari
kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan. Termasuk dalam persyaratan ini antara
lain bangunan yang kokoh, tangga yang tidak terlalu curam dan licin, terhindar dari
bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan keracunan gas
bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya (Azwar, 1990;
CDC, 2006; Sanropie, 1989).

Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat

Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002), lingkup penilaian


rumah sehat dilakukan terhadap kelompok komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku
penghuni.

1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur,
jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan
pencahayaan.
2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, saluran
pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.
3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela kamar tidur, membuka jendela
ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi dan balita ke
jamban, membuang sampah pada tempat sampah.

Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah sebagaimana


yang tercantum dalam Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan.

1. Bahan bangunan

Syarat bahan bangunan yang diperbolehkan antara lain:

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat membahayakan
kesehatan, seperti debu total tidak lebih dari 150 µg/m3 , asbes bebas tidak melebihi
0,5 fiber/m3 /4 jam, dan timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg.
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat memungkinkan tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis seperti berikut:

a. Lantai yang kedap air dan mudah dibersihkan.


Menurut Sanropie (1989), lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi, sebab bila
musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap
penghuninya. Oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti
disemen, dipasang tegel, keramik, teraso dan lain-lain. Untuk mencegah masuknya air
ke dalam rumah, sebaiknya lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah.
b. Dinding, dengan pembagian:
1) Untuk di ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk
pengaturan sirkulasi udara;
2) Untuk di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.
Berdasarkan Sanropie (1989), fungsi dinding selain sebagai pendukung atau
penyangga atap, dinding juga berfungsi untuk melindungi ruangan rumah dari
gangguan, serangga, hujan dan angin, juga melindungi dari pengaruh panas dan
angin dari luar. Bahan dinding yang paling baik adalah bahan yang tahan api,
yaitu dinding dari batu.
a. Langit-langit

Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

d. Bubungan rumah yang memiliki tinggi 10 m atau lebih harus dilengkapi dengan
penangkal petir

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga,
ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, dan ruang bermain anak.
Menurut Sanropie (1989), banyaknya ruangan di dalam rumah biasanya tergantung
kepada jumlah penghuni. Banyaknya penghuni dalam suatu rumah akan menuntut
jumlah ruangan yang banyak terutama ruang tidur. Tetapi pada umumnya jumlah
ruangan dalam suatu rumah disesuaikan dengan fungsi ruangan tersebut, seperti:

1) Ruang untuk istirahat/tidur (ruang tidur)

Rumah yang sehat harus mempunyai ruang khusus untuk tidur. Ruang
tidur ini biasanya digunakan sekaligus untuk ruang ganti pakaian, dan
ditempatkan di tempat yang cukup tenang, tidak gaduh, jauh dari tempat bermain
anak-anak. Diusahakan agar ruang tidur mendapat cukup sinar matahari. Agar
terhindar dari penyakit saluran pernafasan, maka luas ruang tidur minimal 9 m2
untuk setiap orang yang berumur diatas 5 tahun atau untuk orang dewasa dan 4 ½
m2 untuk anak-anak berumur dibawah 5 tahun. Luas lantai minimal 3 ½ m2
untuk setiap orang, dengan tinggi langit-langit tidak kurang dari 2 ¾ m.

2) Ruang tamu

Ruang tamu yaitu suatu ruangan khusus untuk menerima tamu, biasanya
diletakkan di bagian depan rumah. Ruang tamu sebaiknya terpisah dengan ruang
duduk yang dapat dibuka/ditutup atau dengan gorden, sehingga tamu tidak dapat
melihat kegiatan orang-orang yang ada di ruang duduk.

3) Ruang duduk (ruang keluarga)

Ruang duduk harus dilengkapi jendela yang cukup, ventilasi yang


memenuhi syarat, dan cukup mendapat sinar matahari pagi. Ruang duduk ini
sebaiknya lebih luas dari ruang-ruang lainnya seperti ruang tidur atau ruang tamu
karena ruang duduk sering digunakan pula untuk berbagai kegiatan seperti tempat
berbincang-bincang anggota keluarga, tempat menonoton TV, kadang-kadang
digunakan untuk tempat membaca/belajar dan bermain anak-anak. Selain itu
ruangan ini juga sering digunakan sekaligus sebagai ruang makan keluarga.

4) Ruang makan

Ruang makan sebaiknya mempunyai ruangan yang khusus, ruangan


tersendiri, sehingga bila ada anggota keluarga sedang makan tidak akan
terganggu oleh kegiatan anggota keluarga lainnya. Tetapi untuk suatu rumah
yang kecil/sempit, ruang makan ini boleh jadi satu dengan ruang duduk.

5) Ruang dapur

Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena asap dari hasil


pembakaran dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan. Ruang dapur
harus memiliki ventilasi yang baik agar udara/asap dari dapur dapat teralirkan
keluar (ke udara bebas). Luas dapur minimal 4 m2 dan lebar minimal 1,5 m. Di
dapur harus tersedia alat-alat pengolahan makanan, alat-alat memasak, tempat
cuci peralatan serta tempat penyimpanannya. Tersedia air bersih yang memenuhi
syarat kesehatan dan mempunyai sisitem pembuangan air kotor yang baik, serta
mempunyai tempat pembuangan sampah sementara yang baik/tertutup. Selain itu
dapur harus tersedia tempat penyimpanan bahan makanan atau makanan yang
siap disajikan. Tempat ini harus terhindar dari gangguan serangga (lalat) dan
tikus. Oleh karena itu ruangan harus bebas serangga dan tikus.

6) Kamar mandi/W.C

Lantai kamar mandi dan jamban harus kedap air dan selalu terpelihara
kebersihannya agar tidak licin. Dinding minimal setinggi 1 ½ m dari lantai.
Setiap kamar mandi dan jamban yang letaknya di dalam rumah, diusahakan salah
satu dindingnya yang berlubang ventilasi harus berhubungan langsung dengan
bagian luar rumah. Bila tidak, ruang/kamar mandi dan jamban ini harus
dilengkapi dengan alat penyedot udara untuk mengeluarkan udara dari kamar
mandi dan jamban tersebut keluar, sehingga tidak mencemari ruangan lain (bau
dari kamar mandi dan W.C.) Jumlah kamar mandi harus cukup sesuai dengan
jumlah penghuni rumah. Selain itu kebersihannya harus selalu terjaga. Jamban
harus berleher angsa dan 1 jamban tidak boleh dipergunakan untuk lebih dari 7
orang.

7) Gudang

Gudang berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat-alat atau bahan-bahan


lainnya yang tidak dapat ditampung di ruangan lain, seperti alat-alat untuk
memperbaiki rumah (tangga, dan lain–lain).

f. Ruang dapur harus dilengkapi sarana pembuangan asap.


3. Pencahayaan

Pencahayaan dalam ruangan dapat berupa pencahayaan alami dan atau buatan, yang
secara langsung ataupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan. Intensitas minimal
pencahayaan dalam ruangan adalah 60 lux dan tidak menyilaukan.

4. Kualitas udara

Kualitas udara dalam ruangan tidak boleh melebihi ketentuan sebagai berikut:

a. Suhu udara nyaman berkisar 18° sampai 30° C


b. Kelembapan udara berkisar antara 40% sampai 70%
c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara (air exchange rate) = 5 kaki kubik per menit per penghuni
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam
f. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3
5. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.
Menurut Sanropie (1989), ventilasi sangat penting untuk suatu rumah tinggal. Hal ini
karena ventilasi mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai lubang masuk udara
yang bersih dan segar dari luar ke dalam ruangan dan keluarnya udara kotor dari dalam
keluar (cross ventilation). Dengan adanya ventilasi silang (cross ventilation) akan
terjamin adanya gerak udara yang lancar dalam ruangan. Fungsi kedua dari ventilasi
adalah sebagai lubang masuknya cahaya dari luar seperti cahaya matahari, sehingga
didalam rumah tidak gelap pada waktu pagi, siang hari maupun sore hari. Oleh karena itu
untuk suatu rumah yang memenuhi syarat kesehatan, ventilasi mutlak harus ada.
Suatu ruangan yang tidak memiliki sistem ventilasi yang baik akan menimbulkan
keadaan yang merugikan kesehatan, antara lain:

a. Kadar oksigen akan berkurang, padahal manusia tidak mungkin dapat hidup tanpa
oksigen dalam udara.

b. Kadar karbon dioksida yang bersifat racun bagi manusia, akan meningkat.

c. Ruangan akan berbau, disebabkan oleh bau tubuh, pakaian, pernafasan, dan mulut.

d. Kelembapan udara dalam ruangan akan meningkat disebabkan oleh penguapan


cairan oleh kulit dan pernafasan (Azwar,1990).

Berdasarkan Azwar (1990), ada dua cara yang dapat dilakukan agar ruangan
mempunyai sistem aliran udara yang baik, yaitu

a. Ventilasi alamiah, yaitu ventilasi yang terjadi secara alamiah dimana udara masuk
melalui jendela, pintu, ataupun lubang angin yang sengaja dibuat untuk itu. Proses
terjadinya aliran udara ialah karena terdapatnya perbedaan suhu, udara yang panas
lebih ringan dari pada udara yang dingin.
b. Ventilasi buatan, ialah ventilasi berupa alat khusus untuk mengalirkan udara,
misalnya penghisap udara (exhaust ventilation) dan air condition.
6. Binatang penular penyakit
Di dalam rumah tidak boleh ada tikus yang bersarang.
7. Air
a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/hari/orang.
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air minum
sesuai perundang-undangan yang berlaku.
8. Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman.
9. Limbah
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan
bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap
permukaan tanah, serta air tanah.
10. Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 9 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua
orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun.
11. Atap
Fungsi atap adalah untuk melindungi isi ruangan rumah dari gangguan angin, panas
dan hujan, juga melindungi isi rumah dari pencemaran udara seperti: debu, asap, dan lain-
lain. Atap yang paling baik adalah atap dari genteng karena bersifat isolator, sejuk
dimusim panas dan hangat di musim hujan (Sanropie, 1989).
12. Sarana Sanitasi Rumah
Dilihat dari aspek sanitasi, maka beberapa sarana lingkungan yang berkaitan dengan
perumahan sehat adalah sebagai berikut:
a) Sarana air bersih dan air minum

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan No.416/MENKES/PER/IX/1990 (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Air minum adalah air yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum dan berasal dari penyediaan air minum sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002 (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Sarana air bersih adalah semua sarana yang
dipakai sebagai sumber air bagi penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan
sehari-hari. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sarana air bersih antara lain

1) jarak antara sumber air dengan sumber pengotoran (seperti septik tank, tempat
pembuangan sampah, air limbah) minimal 10 meter,
2) pada sumur gali sedalam 10 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air dengan
pembuatan cincin dan bibir sumur,
3) penampungan air hujan pelindung air, sumur artesis atau terminal air atau
perpipaan/kran atau sumur gali terjaga kebersihannya dan dipelihara rutin.

Ada 3 syarat utama yang harus dipenuhi agar air layak dikonsumsi sebagai air minum,
antara lain:

1) Syarat fisik
Syarat fisik air minum yaitu air yang tidak berwarna, tidak berbau, jernih
dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sehingga menimbulkan rasa nyaman.
2) Syarat kimia
Air minum yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh
zat-zat kimia ataupun mineral, terutama yang berbahaya bagi kesehatan.
3) Syarat bakteriologis
Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Sebagai petunjuk bahwa
air telah dicemari oleh faeces manusia adalah adanya E.coli karena bakteri ini
selalu terdapat dalam faeces manusia baik yang sakit, maupun orang sehat serta
relatif lebih sukar dimatikan dengan pemanasan air (Entjang, 1997).

b) Saluran Pembuangan Air Limbah


Air limbah atau air kotor atau air bekas ialah air yang tidak bersih dan
mengandung pelbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia, hewan
dan lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia.
Pada dasarnya pengolahan air limbah bertujuan untuk:
1) Melindungi kesehatan anggota masyarakat dari ancaman berbagai
penyakit. Ini disebabkan karena limbah sering dipakai sebagai tempat
berkembang-biaknya berbagai macam bibit penyakit.
2) Melindungi timbulnya kerusakan tanaman, terutama jika air limbah
tersebut mengandung zat organik yang membahayakan kelangsungan
hidup.
3) Menyediakan air bersih yang dapat dipakai untuk keperluan hidup sehari-
hari, terutama jika sulit ditemukan air bersih.

c) Jamban/kakus
Kakus atau jamban adalah tempat yang dipakai manusia untuk melepaskan
hajatnya. Adapun syarat-syarat dalam mendirikan kakus atau jamban menurut Azwar
(1990) ialah:
1) Harus tertutup, dalam arti bangunan tersebut terlindung dari pandangan orang lain,
terlindung dari panas atau hujan, serta terjamin privacy-nya. Dalam kehidupan
sehari-hari, syarat ini dipenuhi dalam bentuk mengadakan ruangan sendiri untuk
kakus di rumah ataupun mendirikan rumah kakus di pekarangan.
2) Bangunan kakus ditempatkan pada lokasi yang tidak sampai mengganggu
pandangan, tidak menimbulkan bau, serta tidak menjadi tempat hidupnya perbagai
binatang.
3) Bangunan kakus memiliki lantai yang kuat, mempunyai tempat berpijak yang
kuat, syarat ini yang terutama harus dipenuhi jika mendirikan kakus model
cemplung.
4) Mempunyai lobang kloset yang kemudian melalui saluran tertentu dialirkan pada
sumur penampungan atau sumur rembesan.
5) Menyediakan alat pembersih seperti air atau kertas yang cukup, sehingga dapat
segera dipakai setelah membuang kotoran.

Berdasarkan Azwar (1990) jenis-jenis kakus atau jamban dilihat dari


bangunan jamban yang didirikan, tempat penampungan, pemusnahan kotoran dan
penyaluran air kotor, seperti:
1) Kakus cubluk (pit privy), ialah kakus yang tempat penampungan tinjanya
dibangun dekat dibawah tempat injakan atau dibawah bangunan kakus. Menurut
Entjang (1997), kakus ini dibuat dengan menggali lubang ke dalam tanah dengan
diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Lama pemakaiannya antara 5-15 tahun.
Pada kakus ini harus diperhatikan
a) jangan diberi desinfektan karena mengganggu proses pembusukan sehingga cubluk
cepat penuh,
b) untuk mencegah bertelurnya nyamuk, tiap minggu diberi minyak tanah,
c) agar tidak terlalu bau diberi kapur barus.
2) Kakus empang (overhung latrine), ialah kakus yang dibangun di atas empang,
sungai atau rawa. Kakus model ini kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya
kotoran tersebut langsung dimakan ikan, atau ada yang dikumpul memakai saluran
khusus yang kemudian diberi pembatas seperti bambu, kayu dan lain sebagainya
yang ditanam melingkar ditengah empang, sungai atau rawa.
3) Kakus kimia (chemical toilet), kakus model ini biasanya dibangun pada
tempattempat rekreasi, pada alat transportasi dan lain sebagainya. Di tempat ini,
tinja didisenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda, dan sebagai
pembersihnya dipakai kertas (toilet paper). Kakus kimia sifatnya sementara, oleh
karena itu kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang lagi. Ada dua macam kakus
kimia, yaitu (i) tipe lemari (commode type) dan (ii) tipe tanki (tank type).
4) Kakus dengan “angsa trine” ialah, kakus dimana leher lubang kloset berbentuk
lengkungan, dengan demikian akan selalu terisi air yang penting untuk mencegah
bau serta masuknya binatang-binatang kecil. Kakus model ini biasanya dilengkapi
dengan lubang atau sumur penampung/sumur resapan yang disebut septi tank.
Kakus model ini adalah yang terbaik dan dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.
d) Tempat Sampah
Usaha yang diperlukan agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia
adalah perlunya dilakukan pengelolaan terhadap sampah, seperti penyimpanan
(storage), pengumpulan (collection), dan pembuangan (disposal). Tempat sampah
tiap-tiap rumah, isinya cukup 1 meter kubik. Tempat sampah sebaiknya tidak
ditempatkan di dalam rumah atau di pojok dapur, karena akan menjadi gudang
makanan bagi tikus-tikus dan rumah menjadi banyak tikusnya. Tempat sampah yang
baik harus memenuhi kriteria, antara lain
1) terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah rusak,
2) harus mempunyai tutup sehingga tidak menarik serangga atau binatang-binatang
lainnya, dan sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup
tanpa mengotori tangan,
3) ditempatkan di luar rumah. Bila pengumpulannya dilakukan oleh pemerintah,
tempat sampah harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga karyawan
pengumpul sampah mudah mencapainya (Entjang, 1997).

Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang berespons terhadap


lingkungannya sebagai determinan kesehatan manusia sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya. Perilaku ini antara lain mencakup :

a) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat,


dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

b) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi


higiene, pemeliharaan, teknik, dan penggunaannya.

c) Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair, termasuk
didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak
pembuangan limbah yang tidak baik.

d) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan,
lantai, dan sebagainya.

e) Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk ( vektor ), dan


sebagainya.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya
perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pegetahuan,


sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2) Faktor-faktor pendukung (enabling faktor), yang terwujud dalam lingkungan fisik


tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3) Faktor-faktor pendorong (reforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.

Letak rumah juga merupakan salah satu faktor yang penting artinya bagi kesehatan
penghuni. Sebagai contoh adalah, sebuah rumah seharusnya tidak didirikan di dekat tempat
dimana sampah dikumpulkan atau dibuang, dengan pertimbangan karena di tempat
pembuangan sampah tersebut akan banyak lalat, serangga maupun tikus yang akan membawa
kuman penyakit kedalam lingkungan rumah (WHO, 1995).

Perlu diperhatikan juga letak sebuah bangunan hendaknya menyerong dari arah
lintasan matahari yaitu arah utara–selatan untuk mencegah penyinaran yang terus-menerus
pada satu bagian rumah. Di bangun dengan lubang bukaan maksimal pada arah utara, arah
selatan, dan arah timur, serta seminimal mungkin pada arah barat. Lubang bukaan pada arah
utara-selatan diharapkan sebanyak mungkin memasukan sinar matahari dari kubah langit.
Sementara lubang pada arah timur untuk memasukan sinar matahari pagi yang dapat
meningkatkan kesehatan.

Kurangnya cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah menyebabkan rumah terasa
sumpek, pengap, panas, dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan penghuni. Selain berguna
untuk penerangan sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk atau
serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab penyakit tertentu, misalnya untuk
membunuh bakteri adalah cahaya pada panjang gelombang 4000 A sinar ultra violet (Azwar,
1996).
BAB III

DESKRIPSI KASUS

Berikut hasil pemeriksaan lingkungan rumah pasien pada dengan identitas :

Nama : Ny S
Usia : 65 tahun
Alamat : Gintungan, Gogik
Tanggal berobat : 23 Januari 2016

Dan berikut adalah hasil penilaian Rumah Sehat dengan menggunakan

Blangko Instrumen Penilaian Rumah Sehat :

NO KOMPONEN RUMAH KRITERIA


YANG DINILAI NILAI

I KOMPONEN RUMAH 31 (bobot)

1. Langit-langit a. Tidak ada 0

b. Ada, kotor sulit di


bersihkan dan rawan 1
kecelakaan

c. Ada, bersih dan tidak


2
rawan kecelakaan

2. Dinding a. Bukan tembok (terbuat


dari anyaman bamboo/ 1
ilalang)

b. Semi permanen/setengah
tembok/pasangan bata atau
batu yang tidak di 2
plester/papan yang tidak
kedap air

c. Permanen (tembok/ 3
pasangan bata atau batu yang
di plester/papan kedap air)

3. Lantai a. Tanah 0

b. Papan/anyaman bamboo
dekat dengan tanah/plester 1
yang retak/berdebu

c. Diplester/ubin/keramik/pap
2
an (rumah panggung)

4. Jendela kamar tidur a. Tidak ada 0

b. ada 1

5. Jendela ruang keluarga a. tidak ada 0

b. ada 1

6 Ventilasi a. tidak ada 0

b. ada, luas ventilasi


permanent < 10% dari luas 1
lantai

c. ada, luas ventilasi


permanent > 10% dari luas 2
lantai

7. Lubang asap dapur a. tidak ada 0

b. ada, luas ventilasi


permanent < 10% dari luas 1
dapur

c. ada, luas ventilasi


permanent > 10% dari luas
dapur (asap keluar dengan
2
sempurna) atau ada exhauster
fan ada peralatan lain yang
sejenis

8. Pencahayaan a. tidak terang, tidak dapat


0
digunakan untuk membaca

b. kurang terang, sehingga 1


kurang jelas untuk
membaca normal

c. terang dan tidak silau,


sehingga dapat digunakan
2
untuk membaca dengan
normal

II SARANA SANITASI 25 (bobot)

1. Sarana Air Bersih


a. tidak ada
0
(SGL/SPT/PP/KU/PAH)

b. ada, bukan milik sendiri


dan tidak memenuhi syarat 1
kesehatan

a. ada, milik sendiri dan tidak


2
memenuhi syarat

b. ada, bukan milik sendiri


3
dan memenuhi syarat

c. ada, milik sendiri dan


4
memenuhi syarat

2 Jamban(sarana a. Tidak ada


0
pembuangan kotoran)

b. Ada, bukan leher angsa,


tidak tutup, disalurkan ke 1
sungai /kolam

c. Ada, bukan leher angsa


dan ditutup (leher angsa), 2
disalurkan ke sungai/kolam

d. Ada, bukan leher angsa ada


3
tutup, septictank

e. Ada, leher angsa, septictank 4

3 Sarana Pembuangan Air


a. Tidak ada, sehingga
Limbah (SPAL) tergenang tidak teratur di 0
halaman rumah

b. Ada, diresapkan tetapi 1


mencemari sumber air (jarak
dengan sumber air <10m)

c. Ada, disalurkan ke selokan


2
terbuka

d. Ada, dialirkan ke selokan


tertutup (selokan kota) untuk 3
diolah lebih lanjut

4 Sarana Pembuangana. Tidak ada


0
Sampah(tempat sampah)

b. Ada, tetapi tidak kedap


1
air dan tidak tertutup

c. Ada, kedap air dan tidak


2
tertutup

d. Ada, kedap air dan tertutup 3

III PERILAKU
44(bobot)
PENGHUNI

1 Membuka Jendela
a. Tidak pernah dibuka
0
Kamar

b. Kadang-kadang 1

c. Setiap hari dibuka 2

2 Membersihkan rumah
a. Tidak pernah
0
dan halaman

b. Kadang-kadang 1

c. Setiap hari 2

3 Membuang tinja bayi a. Dibuang ke sungai/ kebun/


0
dan balita ke jamban kolam sembarangan

b. Kadang-kadang ke jamban 1

c. Setiap hari dibuang ke


2
jamban

4 Membuang sampah
a. Dibuang ke sungai/
0
pada tempat sampah kebun/ kolam sembarangan
b. Kadang-kadang dibuang ke
1
tempat sampah

c. Setiap hari dibuang ke


2
tempat sampah

TOTAL HASIL
1061
PENILAIAN

Komponen Rumah =7 x 31 = 217


Sarana Sanitasi =6 x 25 = 150
Perilaku Penghuni =6 x 44 = 264 +
SKOR TOTAL = 631
Kriteria rumah sehat adalah Skor Total ≥ 890
Dengan demikian, rumah pasien tersebut dinyatakan tidak memenuhi kriteria rumah
sehat karena memiliki skor < 890, yaitu senilai 631.

Sedangkan untuk menghitung kepa datan hunian, perlu diketahui :

1. Luas Lantai

Rumah berbentuk Kotak, dengan ukuran 6m x 10m = 60 m2

2. Jumlah Penghuni Rumah

Rumah dihuni oleh 3 orang anggota keluarga, yang terdiri dari nenek dan 2 cucu.

Jadi, kepadatan huniannya = Luas Lantai = 60

Jumlah Penghuni Rumah 3

= 20 m2/ orang (kepadatan hunian memenuhi standard)

Kepadatan hunian yang direkomendasikan adalah 9 m2/orang


BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

A. Pembahasan Kasus

Berdasarkan hasil penilaian menggunakan Blangko Instrumen Penilaian Rumah Sehat,


rumah pasien tidak memenuhi kriteria rumah sehat dengan skor 631 yang < 890. Untuk
kepadatan huniannya, rumah pasien ini terhitung tmemenuhi standard karena nilainya 20 m2 /
orang sedangkan kepadatan hunian yang direkomendasikan adalah 9 m2 / orang.

Pasien yang merupakan penderita TB Paru tentu memerlukan dukungan rumah yang sehat
dan juga lingkungan yang bersih dan bebas dari hal-hal yang kiranya dapat memperparah TB.
Oleh karena itu, setelah penilaian rumah sehat, pasien dan anggota keluarganya diberikan
edukasi mengenai kebersihan rumah.

B. Intervensi

KOMPONEN RUMAH
NO KRITERIA PENILAIAN
YANG DINILAI

I KOMPONEN RUMAH

1. Langit-langit a. Tidak ada Tidak terdapat langit


langit pada rumah pasien,
langsung genteng dan
cahaya yang masuk
kurang karena hanya
terdapat sedikit genteng
bening

b. Ada, kotor sulit di


bersihkan dan rawan
kecelakaan

c. Ada, bersih dan tidak


rawan kecelakaan

2. Dinding a. Bukan tembok (terbuat


dari anyaman bamboo/
ilalang)

b. Semi permanen/setengah Pada bagian ruang


tembok/pasangan bata atau tamu/ruang keluarga
batu yang tidak di dinding berupa tembok,
plester/papan yang tidak namun di dapur dinding
kedap air nya terbuat dari anyaman
bambu

c. Permanen (tembok/
pasangan bata atau batu yang
di plester/papan kedap air)

3. Lantai a. Tanah

b. Papan/anyaman bamboo Pada bagian ruang


dekat dengan tanah/plester tamu/ruang keluarga
yang retak/berdebu lantainya berupa plester
yg pada beberapa bagian
retak-retak, kemudian
pada dapur lantainya
masih tanah

c. Diplester/ubin/keramik/pap
an (rumah panggung)

4. Jendela kamar tidur a. Tidak ada

b. ada Kamar tidur/kasur tempat


tidur pasien berada di
ruang tamu didekat
jendela

5. Jendela ruang keluarga a. tidak ada

b. ada terdapat jendela di ruang


tamu/ruang keluarga

6 Ventilasi a. tidak ada

b. ada, luas ventilasi


Terdapat ventilasi namun
permanent < 10% dari luas
masih kurang
lantai

c. ada, luas ventilasi


permanent > 10% dari luas
lantai

7. Lubang asap dapur a. tidak ada Dapur merupakan


ruangan semi terbuka,
tidak terdapat lubang asap
dapur

b. ada, luas ventilasi


permanent < 10% dari luas
dapur

c. ada, luas ventilasi


permanent > 10% dari luas
dapur (asap keluar dengan
sempurna) atau ada exhauster
fan ada peralatan lain yang
sejenis

8. Pencahayaan a. tidak terang, tidak dapat


digunakan untuk membaca

b. kurang terang, sehingga


Cahaya yang masuk
kurang jelas untuk
kurang
membaca normal

c. terang dan tidak silau,


sehingga dapat digunakan
untuk membaca dengan
normal

II SARANA SANITASI

1. Sarana Air Bersih


a. tidak ada
(SGL/SPT/PP/KU/PAH)

b. ada, bukan milik sendiri


dan tidak memenuhi syarat
kesehatan

a. ada, milik sendiri dan tidak


memenuhi syarat

b. ada, bukan milik sendiri


dan memenuhi syarat

c. ada, milik sendiri dan


Sudah baik
memenuhi syarat

2 Jamban(sarana a. Tidak ada


pembuangan kotoran)
b. Ada, bukan leher angsa, Jamban dirumah pasien
tidak tutup, disalurkan ke terbuat dari plester dan
sungai /kolam hanya ditutupi triplek
bekas

c. Ada, bukan leher angsa


dan ditutup (leher angsa),
disalurkan ke sungai/kolam

d. Ada, bukan leher angsa ada


tutup, septictank

e. Ada, leher angsa, septictank

3 Sarana Pembuangan Air


a. Tidak ada, sehingga Air limbah tergenang di
Limbah (SPAL) tergenang tidak teratur di halaman depan dan
halaman rumah samping dapur

b. Ada, diresapkan tetapi


mencemari sumber air (jarak
dengan sumber air <10m)

c. Ada, disalurkan ke selokan


terbuka

d. Ada, dialirkan ke selokan


tertutup (selokan kota) untuk
diolah lebih lanjut

4 Sarana Pembuangana. Tidak ada


Sampah(tempat sampah)

b. Ada, tetapi tidak kedap Sampah tampak dibuang


air dan tidak tertutup di halaman depan, depan
kandang sapi

c. Ada, kedap air dan tidak


tertutup

d. Ada, kedap air dan tertutup

III PERILAKU
PENGHUNI

1 Membuka Jendela
a. Tidak pernah dibuka
Kamar
b. Kadang-kadang

c. Setiap hari dibuka Pasien selalu membuka


jendela setiap hari

2 Membersihkan rumah
a. Tidak pernah
dan halaman

b. Kadang-kadang

c. Setiap hari Pasien selalu


membersihkan rumah dan
halaman setiap hari

3 Membuang tinja bayi a. Dibuang ke sungai/ kebun/


dan balita ke jamban kolam sembarangan

b. Kadang-kadang ke jamban

c. Setiap hari dibuang ke Pasien tidak memiliki


jamban cucu bayi/balita. Pasien
dan cucunya selalu
mempergunakan jamban

4 Membuang sampah
a. Dibuang ke sungai/ Terdapat beberapa
pada tempat sampah kebun/ kolam sembarangan tumpukan sampah di
kebun depan rumah

b. Kadang-kadang dibuang ke
tempat sampah

c. Setiap hari dibuang ke


tempat sampah
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeparman dan Suparmin. 2001.Pembuangan Tinja dan Limbah Cair : Suatu


Pengantar. Jakarta : EGC.

2. Soemirat, Juli . 2011. Kesehatan Lingkungan . Jakarta : Penerbit Gadjah Mada


University Press

Anda mungkin juga menyukai