BAB 2
TIJAUA PUSTAKA
Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan
dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of
Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah cabang spesifik dalam profesi kedokteran gigi
yang bertanggung jawab pada studi dan supervisi tumbuh kembang gigi geligi dan
struktur anatomi yang berkaitan, sejak lahir sampai dewasa dan meliputi tindakan
preventif dan korektif pada ketidakteraturan letak gigi yang membutuhkan reposisi
gigi dengan piranti fungsional dan mekanik untuk mencapai oklusi normal dan
estetis.27 Masalah tumbuh kembang perlu dipelajari karena maloklusi bukan
merupakan penyakit melainkan penyimpangan tumbuh kembang.26 Sebagai contoh,
letak gigi yang berdesakan atau berjejal adalah penyimpangan yang dapat
menyebabkan maloklusi. Letak gigi yang tidak teratur dan diskrepansi rahang sangat
berpengaruh terhadap penampilan.26
Salah satu masalah pada masa tumbuh kembang gigi adalah diskrepansi ruang.
Diskrepansi ruang adalah ketidakseimbangan antara ruang yang dibutuhkan dengan
ruang yang tersedia pada lengkung gigi pada masa gigi bercampur.1,9 Yang dimaksud
dengan ruang yang dibutuhkan adalah jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus,
premolar satu dan premolar kedua yang belum erupsi serta keempat gigi insisivus.1,9
Ruang yang tersedia adalah ruang di sebelah mesial molar pertama permanen kiri
sampai mesial molar pertama permanen kanan yang akan ditempati oleh gigi-gigi
permanen pada kedudukan yang benar yang dapat diukur pada model studi.1,9 Faktor
utama penyebab diskrepansi ruang adalah adanya ketidakharmonisan antara ukuran
gigi dengan panjang lengkung alveolar.2 Ketidakharmonisan lebar mesiodistal gigi
kaninus, premolar pertama, premolar kedua dengan panjang lengkung rahang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetik, ras, nutrisi, jenis kelamin, dan sosial
ekonomi.7
Maloklusi dapat terjadi sebagai akibat dari erupsinya gigi geligi.2 Untuk
mencegah maloklusi saat dewasa diperlukan penegakan diagnosis Ortodonti agar
perawatan pencegahan dapat segera dilakukan.
(1959).7 Nance (1947) adalah orang pertama yang melakukan pengukuran besar gigi
kaninus dan molar sulung serta besar gigi kaninus dan premolar yang belum erupsi
secara radiografi. Ia menemukan kesamaan antara besar gigi yang terlihat pada
radiografi dengan standar besar mesiodistal gigi yang dikeluarkan oleh Black (1902)
(cit. Ngesa, Hucal).7,24
Pengukuran dimensi gigi dengan menggunakan metode radiografi memerlukan
kualitas gambar yang baik dan tidak kabur.27 Teknik radiografi periapikal merupakan
teknik yang sering digunakan karena perbesaran ukuran gigi yang belum erupsi dapat
disesuaikan dengan derajat perbesaran ukuran gigi yang telah erupsi.27 Ketepatan
metode pengukuran ini sangat bergantung pada teknik pengambilan gambar yaitu
jarak target film, ada tidaknya distorsi pada film, kejelasan batas mahkota, dan
overlapping. Pada gigi yang mengalami rotasi akan sulit dilakukan pengukuran secara
tepat.7,24,27 Foster dan Wylie (1958) menyatakan pengukuran gigi secara langsung
lebih bisa dipercaya dibandingkan dengan pengukuran yang diperoleh dari radiografi
intraoral dengan kualitas yang meragukan.7
Berbagai prosedur lain telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat akurasi
pengukuran. De Paula dkk., menyarankan penggunaan teknik radiografi dengan
kemiringan wajah 45o untuk memprediksi lebar mesiodistal gigi yang belum erupsi
(cit. Nourallah).11 Felicio menyimpulkan bahwa teknik Cone-Beam Computed
Tomography (CBCT) akurat untuk memprediksi lebar mesiodistal gigi yang belum
erupsi karena hasil radiografi merupakan gambaran tiga dimensi.28
sangat sederhana, memiliki systematic error yang minimal, dapat dilakukan oleh
pemula maupun ahli, dapat dilakukan dengan cepat, dapat dilakukan pada model
maupun di mulut dengan ketepatan yang baik, dan dapat digunakan untuk kedua
rahang.8,10,11 Adanya korelasi yang cukup besar antara besar gigi geligi insisivus
mandibula dengan jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar pada kedua
rahang merupakan alasan utama keempat gigi insisivus mandibula digunakan sebagai
gigi prediktor dalam memprediksi jumlah ruang yang dibutuhkan bagi gigi geligi
yang belum erupsi.11,29 Selain itu, gigi insisivus mandibula dipilih sebagai gigi
prediktor karena gigi geligi ini erupsi lebih awal pada masa geligi bercampur dan
letaknya berada di tengah-tengah lengkung gigi sehingga diperoleh akses pengukuran
yang mudah dan akurat, baik pada mulut secara langsung maupun pada model studi
gigi. Gigi insisivus mandibula juga tidak memiliki banyak variasi bentuk dan ukuran.
Dengan erupsi gigi insisivus mandibula dan gigi molar pertama permanen maka
sebagian besar pertumbuhan yang diharapkan pada lengkung mandibula telah
dicapai.7,10
Terdapat beberapa analisis non radiografi pada model berdasarkan perhitungan
regresi dan korelasi yang telah dikembangkan yaitu sebagai berikut: analisis Moyers
(1958, 1973, 1988)7,10, analisis Tanaka-Johnston (1974)9,29, analisis Sitepu (1983)9,
analisis Kuswandari-Nishino (2006)15.
maupun tabel sehingga mudah dihafal dan praktis digunakan. Analisis ini
menggunakan lebar mesiodistal keempat gigi insisivus mandibula dalam
7-9,11,24,29
perhitungannya.
Dalam analisis Tanaka-Johnston, setengah dari jumlah lebar mesiodistal
keempat gigi insisivus mandibula dihitung. Kemudian ditambahkan 10,5 mm untuk
memprediksi jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar yang akan erupsi
pada mandibula dalam satu kuadran. Pada maksila rumus ditambahkan 11,0 mm
untuk memprediksi jumlah lebar mesiodistal gigi kaninus dan premolar pada maksila
dalam satu kuadran. Setelah itu, jumlah lebar gigi pada seluruh rahang dijumlahkan
dan dibandingkan dengan ruang yang tersedia pada rahang (space available).5,8-10,27,29
Rumus analisis Tanaka-Johnston dapat dilihat pada rumus di bawah ini.
Rumus :
• Perkiraan Lebar Mesiodistal Kaninus dan Premolar Permanen Mandibula dalam
satu kuadran
= + 10,5 mm
• Perkiraan Lebar Mesiodistal Kaninus dan Premolar Permanen Maksila dalam
satu kuadran
= + 11,0 mm
untuk kebutuhan klinis karena pada level ini ada kecenderungan nilai lebar
mesiodistal yang diprediksi setara atau lebih kecil dari lebar mesiodistal yang
sebenarnya. Format tabel ini sebenarnya berfungsi untuk mencegah para klinisi
memperoleh nilai yang tidak sesuai dengan nilai lebar mesiodistal yang
sebenarnya.7,10,24,27,29
Cara menggunakan analisis moyers adalah sebagai berikut :
1. Lebar mesiodistal keempat gigi insisivus permanen mandibula diukur dan
dijumlahkan.
2. Jika terdapat gigi insisivus yang berjejal, tandai jarak antar insisivus dalam
lengkung gigi tiap kuadran dimulai dari titik kontak gigi insisivus sentralis
mandibula.
3. Ukur jarak tanda di bagian anterior (bagian distal gigi insisivus lateralis
permanen) ke tanda di permukaan mesial dari gigi molar pertama permanen (space
available). Dapat dilakukan menggunakan kawat atau dengan kaliper.
4. Jumlah lebar mesiodistal keempat gigi insisivus mandibula dibandingkan
dengan nilai pada tabel proporsional dengan tingkat kepercayaan 75% untuk
memprediksi lebar gigi kaninus dan premolar maksila dan mandibula yang akan
erupsi pada satu kuadran.
5. Bandingkan jumlah ruang yang tersedia dengan ruang yang diprediksi (dari
tabel) pada kedua rahang. Jika diperoleh nilai negatif, maka dapat disimpulkan
adanya kekurangan ruang.10,27,29,30
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Hixon dan Oldfather (1958).
Kemudian Staley memodifikasi metode ini sehingga standard error of estimate dapat
diturunkan menjadi 0,44 dan koefisien korelasinya meningkat menjadi 0,92.2,7,8,30
Cara menggunakan analisis Hixon dan Oldfather adalah sebagai berikut :
1. Lebar mesiodistal gigi insisivus sentralis dan gigi insisivus lateralis pada satu
kuadran diukur pada model studi.
2. Dilakukan pengukuran secara langsung lebar mahkota gigi premolar pertama
dan kedua yang belum erupsi pada foto radiografi.
3. Jumlahkan hasil pengukuran pada model studi dan foto radiografi.
4. Lihat pada grafik prediksi untuk menentukan gigi kaninus, premolar pertama,
dan premolar kedua yang belum erupsi.2,8,30
8
Gambar 1. Grafik Prediksi analisis Hixon & Oldfather
Ho dan Freer (cit. Hussein) menyatakan bahwa variasi ukuran gigi maksilla dan
mandibula tidak hanya terlihat antara laki-laki dan peremepuan tetapi juga terlihat
dari perbedaan ras.31
2.2.2 Ras
Seperti halnya jenis kelamin, ras juga mempengaruhi baik ukuran gigi maupun
ukuran rahang individu. Suku Batak termasuk ras Paleomongoloid atau ras Melayu
yang mendominasi populasi masyarakat di Indonesia. Ras Paleomongoloid terdiri
atas Proto-Melayu (Melayu tua) dan Deutro-Melayu (Melayu muda). Yang termasuk
suku bangsa Proto-Melayu adalah Batak, Gayo, Sasak, Nias, dan Toraja, sedangkan
yang termasuk suku bangsa Deutro-Melayu adalah Aceh, Minangkabau, Rejang
Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Manado, Sunda kecil timur dan
Melayu. Kedua kelompok suku bangsa ini memiliki perbedaan fisik maupun dimensi
gigi dan lengkung geliginya.13
Suku Batak termasuk dalam kelompok suku bangsa Proto-Melayu.13
Simanjuntak melaporkan bahwa lebar mesiodistal gigi suku Batak lebih besar dari
suku Jawa dan Madura, tetapi lebih kecil dibandingkan ras campuran Proto Melayu
dan Deutro Melayu. Selain itu, lebar dan panjang lengkung gigi suku Batak lebih
besar dibandingkan ras campuran Proto Melayu dan Deutro Melayu.33 Adanya
perbedaan latar belakang ras/etnik dapat mempengaruhi perkembangan gigi geligi
dan perkembangan oklusal seseorang.2 Hal ini dapat berpengaruh pada ketepatan dari
masing-masing analisis gigi bercampur.2 Dalam penelitian ini menggunakan sampel
suku Batak.