Anda di halaman 1dari 40

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelenjar Tiroid


2.1.1. Anatomi
Kelenjar tiroid merupakan organ berbentuk seperti kupu-kupu yang terletak di
anterior dari trakea pada cincin trakea kedua sampai ketiga. Kelenjar ini terdiri dari
dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus pada bagian tengahnya. Setiap lobus
berukuran panjang 3-4 cm, lebar 2 cm dan tebalnya hanya beberapa millimeter.
Isthmus tingginya 12-15 mm, terkadang terdapat lobus midline, superior dari isthmus.
Berat tiroid sehat hanya sekitar 25 gram dan tidak teraba dari luar.1
Kelenjar tiroid terletak di leher antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis, dan
melingkari trakea dua pertiga bahkan tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar
paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid. Arteri karotis
komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus terletak bersama didalam suatu
sarung tertutup laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum
masuk laring. Nervus frenikus dan truncus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang
antara fasia media dan prevertebralis.2
Kelenjar tiroid kaya vaskularisasi, yaitu yang berasal dari empat sumber, arteri
karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis superior kanan dan kiri, cabang
arteri karotis eksterna kanan dan kiri, dan cabang arteri brakhialis. Adapun sistem
venanya terdiri atas vena tiroidea superior, yang berjalan bersama arterinya; vena
tiroidea media yang berada di lateral dan berdekatan dengan arteri tiroidea inferior,
yang berada dalam suatu arah dengan arteri tiroidea ima (jika ada). Terdapat dua saraf
yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis), yaitu nervus rekurens dan
cabang nervus laringeus superior.2
Gambar 2.1 : Anatomi Kelenjar Tiroid
Gambar 2.2 : Vaskularisasi dan Innervasi Kelenjar Tiroid

2.1.2. Anatomi Kelenjar Paratiroid


Kelenjar paratiroid merupakan empat buah massa berbentuk oval dengan
masing-masing berukuran 3x6 mm dan berat sekitar 0.4 gram. Kelenjar ini terletak di
bagian belakang kelenjar tiroid. Kelenjar paratiroid berasal dari kantong faringeal
yang mana kelenjar superior berasal dari kantong keempat dan kelenjar inferior
berasal dari kantong ketiga. Migrasi embrionik kelenjar ini menuju ke kelenjar tiroid
yang sedang berkembang terkadang menyebabkan misdireksi sehingga jumlah dan
lokasi dari kelenjar ini sering kali bervariasi pada setiap orang. Sekitar 10% individu
dapat memiliki kelenjar paratiroid yang melekat pada timus yang mana berasal dari
kantong faringeal yang sama.3
Gambar 2.3: Anatomi dan Histologi Kelenjar Paratiroid

2.1.3. Fisiologi
Sel-sel sekretorik utama tiroid dikenal sebagai sel folikel, tersusun
membentuk bola-bola berongga yang masing-masing membentuk satu unit fungsional
yang dinamai folikel. Folikel tampak sebagai cincin sel-sel folikel mengelilingi suatu
lumen di bagian dalam yang terisi oleh koloid, bahan yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan ekstrasel untuk hormon tiroid. Konstituen utama koloid adalah suatu
molekul protein besar yang dikenal sebagai tiroglobulin (Tg), yang berikatan dengan
hormon-hormon tiroid dalam berbagai stadium sintesis. Sel folikel menghasilkan dua
hormon yang mengandung iodium yang berasal dari asam amino tirosin yaitu
tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon, yang secara
kolektif disebut hormon tiroid, adalah regulator penting laju metabolik basal (BMR)
keseluruhan. Di ruang intertisial folikel-folikel terselip sel C, tipe sel sekretorik lain
yang mengeluarkan hormon peptida kalsitonin. Hormon ini berfungsi dalam
mematabolisme kalsium serta tidak berhubungan dengan kedua hormon tiroid utama
lainnya.3,4
Iodium adalah bahan dasar yang penting untuk sintesis hormon tiroid. Iodium
yang dimakan diubah menjadi iodida dan diabsorbsi. Kelenjar tiroid
mengkonsentrasikan iodida dengan mentransport aktif iodida dari sirkulasi ke dalam
koloid. Mekanisme transport tersebut sering disebut “iodide trapping mechanism”
atau pompa iodida. Di dalam kelenjar tiroid, iodida mengalami oksidasi menjadi
iodium yang di dipicu oleh enzim tiroid peroksidase, dengan hidrogen peroksida
sebagai penerima elektron.6,7

Gambar 2.4: Tahapan Sintesis Hormon Tiroid


Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, di mana
keduanya harus diserap dari darah oleh sel folikel. Pembentukan, penyimpanan, dan
sekresi hormon tiroid melibatkan langkah-langkah berikut:4
1. Semua tahap pembentukan hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin
di dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri diproduksi oleh kompleks
Golgi/retikulum endoplasma sel folikel tiroid. Asam amino tirosin akan masuk
ke dalam molekul tiroglobulin saat tiroglobulin sedang diproduksi. Setelah
terbentuk, tiroglobulin yang sudah mengandung tirosin diekspor dari sel
folikel ke dalam koloid melalui proses eksositosis.
2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid
melalui pompa iodium-protein protein pengangkut yang kuat dan memerlukan
energi di membran luar sel folikel. Hampir semua iodium di tubuh
dipindahkan melawan gradien konsentrasi untuk disimpan di tiroid untuk
membentuk hormon tiroid. Iodium tidak memiliki fungsi lain di tubuh.
3. Di dalam koloid, iodium cepat dilekatkan ke tirosin di dalam molekul
tiroglobulin. Perlekatan satu iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin
(MIT) (langkah 4a). Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan
diiodotirosin (DIT) (langkah 4b).
4. Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin yang
telah beriodium unruk membentuk hormon tiroid. Penggabungan satu MIT
(dengan satu iodium) dan satu DIT (dengan dua iodium) menghasilkan
tiiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium) (langkah 5a). Penggabungan dua
DIT (masing-masing mengandung dua atom iodium) menghasilkan
tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat
iodium (langkah 5b). Antara dua molekul MIT tidak terjadi penggabungan.

Semua produk ini tetap melekat ke tiroglobulin. Hormon tiroid tetap tersimpan
dalam bentuk ini di koloid sampai terurai dan disekresikan. Jumlah hormon tiroid
yang tersimpan normalnya dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.
Sekresi Hormon Tiroid 4,7

Pada proses sekresi hormon tiroid, sel folikel "menggigit putus" sepotong
koloid, menguraikan molekul tiroglobulin menjadi bagian-bagiannya, dan
"meludahkan' T3 dan T4 yang telah dibebaskan ke dalam darah. Pada stimulasi yang
sesuai untuk sekresi hormon tiroid, sel-sel folikel menginternalisasi sebagian
kompleks tiroglobulin-hormon dengan memfagosit sepotong koloid. Di dalam seI,
butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang enzim-
enzimnya memisahkan hormon-hormon tiroid, yang aktif secara biologis, T3 dan T4,
serta iodotirosin yang inaktif, MIT dan DIT. Hormon tiroid, karena sangat lipofilik,
mudah melewati membran luar sel folikel dan masuk ke dalam darah. MIT dan DIT
tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung enzim mikrosom
iodotirosin deiodinase yang secara cepat mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT
sehingga iodium yang telah bebas ini dapat didaur ulang untuk membentuk lebih
banyak hormon. Enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya
dari MIT dan DIT, bukan dari T3 atau T4.
Setelah dikeluarkan ke dalam darah, molekul-molekul hormon tiroid yang
sangat lipofilik (dan karenanya tak larut air) berikatan dengan beberapa protein
plasma. Sebagian besar T3 dan T4 diangkut oleh thyroxine-binding globulin (TBG,
globulin pengikat tiroksin), suatu protein plasma yang secara selektif berikatan hanya
dengan hormon tiroid. Kurang dari 0,1% T4 dan kurang dari 1% T3 tetap berada
dalam bentuk bebas (tak terikat). Hal ini luar biasa mengingat hanya bentuk bebas
dari keseluruhan hormon tiroid, yang memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan
menimbulkan efek.
Gambar 2.5: Sintesis, Penyimpanan dan Sekresi Hormon Tiroid

Fluktuasi dalam Pengikatan

Bila terjadi peningkatan konsentrasi protein-protein pengikat tiroid dalam


plasma yang mendadak dan menetap, hormon tiroid bebas menurun. Namun,
perubahan ini sementara karena penurunan konsentrasi hormon tiroid bebas dalam
sirkulasi akan merangsang sekresi TSH, yang pada gilirannya akan menyebabkan
peningkatan pembentukan hormon tiroid bebas. Akhirnya akan terjadi keseimbangan
baru dimana kuantitas total hormon tiroid meningkat tetapi konsentrasi hormon
bebas, kecepatan metabolismenya, dan kecepatan sekresi TSH normal. Perubahan
serupa dengan arah sebaliknya juga terjadi apabila konsentrasi protein pengikat tiroid
menurun. Dengan demikian penderita yang mengalami peningkatan atau penurunan
konsentrasi-konsentrasi protein pengikat, terutama TBG, tidak mengalami hipertiroid
atau hipotoroid; yaitu mereka eutiroid.7

Tabel 1: Efek dari Berbagai Konsentrasi Protein Pengikat Hormon Tiroid di Plasma
pada Berbagai Parameter Fungsi Tiroid Setelah Keseimbangan Tercapai

Mekanisme Kerja

Hormon tiroid masuk ke dalam sel, dan T3 berikatan dengan reseptor tiroid di
inti sel. T4 juga dapat berikatan, namun tidak eratnya. Reseptor tiroid membentuk
heterodimer dengan reseptor retinoid X (RXR) pada elemen thyroid hormone spesifik
pada DNA. Saat berikatan dengan hormon tiroid, reseptor menjadi aktif dan
menginisiasi proses transkripsi. Kemudian berbagai tipe messenger RNA akan
terbentuk dalam jumlah banyak, diikuti translasi RNA di cytoplasmic ribosomes
membentuk ratusan protein intraseluler yang baru.6
Gambar 2.6: Aktivasi Hormon Tiroid pada sel target. Tiroksin (T4) dan triidotironin
(T3) bersiap berdifusi melalui membrane sel. Banyak dari T4 teridodinisasi untuk
membentuk T3, yang berinteraksi dengan reseptor hormon tiroid, membentuk ikatan
heterodimer dengan sebuah reseptor X retinoid, dari gen elemen respon hormone
tiroid. Hal ini menyebabkan peningkatan atau penurunan transkripsi gen yang
memicu pembentukan protein, sehingga memproduksi sel respon hormone tiroid.
Aksi dari hormone tiroid pada berbagai system ditunjukkan mRNA, messenger
Ribonucleic Acid.

Pengaturan Sekresi Tiroid 4,7

Thyroid-stimulating Hormone (TSH), hormon tropik tiroid dari hipofisis


anterior, adalah regulator fisiologik terpenting sekresi hormon tiroid. Hampir setiap
tahap dalam sintesis dan pelepasan hormon tiroid dirangsang oleh TSH.
Selain meningkatkan sekresi hormon tiroid, TSH juga mempertahankan
integritas struktural kelenjar tiroid. Tanpa adanya TSH, tiroid mengalami atrofi
(ukurannya berkurang) dan mengeluarkan hormon tiroid dalam jumlah sangat rendah.
Sebaliknya, kelenjar mengalami hipertrofi (peningkatan ukuran setiap sel folikel) dan
hiperplasia (peningkatan jumlah sel folikel) sebagai respons terhadap TSH yang
berlebihan.
Thyrotropin-releasing hormone (TRH) hipotalamus, meialui efek tropiknya,
"menyalakan' sekresi TSH oleh hipofisis anterior, sementara hormon tiroid, melalui
mekanisme umpan balik negatif "memadamkan" sekresi TSH dengan menghambat
hipofisis anrerior. Seperti lengkung umpan balik lainnya, mekanisme antara hormon
tiroid dan TSH ini cenderung mempertahankan kestabilan sekresihormon tiroid.
Umpan balik negatif antara tiroid dan hipofisis anterior melaksanakan regulasi
kadar hormon tiroid bebas sehari-hari, sementara hipotalamus memerantarai
penyesuaian jangka panjang. Tidak seperti kebanyakan sistem hormon lainnya,
hormon-hormon di aksis tiroid pada orang dewasa tidak mengalami perubahan
sekresi yang mendadak dan lebar. Sekresi hormon tiroid yang relatif tetap sesuai
dengan respons lambat dan berkepanjangan yang diinduksi oleh hormon ini;
peningkatan atau penurunan mendadak kadar hormon tiroid tidak memiliki manfaat
adaptif.
Satu-satunya faktor yang diketahui meningkatkan sekresi TRH (dan,
karenanya, sekresi TSH dan hormon tiroid) adalah pajanan ke cuaca dingin pada bayi
baru lahir, suatu mekanisme yang sangat adaptif.
Berbagai jenis stres menghambat sekresi TSH dan hormon tiroid, mungkin
melalui pengaruh saraf pada hipotalamus, meskipun makna adaptif inhibisi ini masih
belum jelas.
Gambar 2.7: Regulasi dari Sekresi Tiroid

Fungsi hormon tiroid antara lain:4


1. Efek pada laju metabolisme basal dan produksi panas
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal keseluruhan tubuh
karena meregulasi laju konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada
keadaan istirahat, sehingga produksi panas meningkat.
2. Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel sasaran terhadap katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin), contohnya pada sistem kardiovaskular akan
meningkatkan kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.
3. Efek pada pertumbuhan dan perkembangan
Hormon tiroid penting bagi pertumbuhan normal karena berpengaruh terhadap
hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1.

2.1.4. Histologi
Jaringan tiroid terdiri atas ribuan folikel yang mengandung bulatan berepitel
selapis dengan lumen berisikan suatu substansi gelotinosa yang disebut koloid. Pada
sediaan, sel-sel folikel berbentuk gepeng sampai silindris dan folikel mempunyai
diameter yang sangat bervariasi. Kelenjar dibungkus oleh simpai jarungan ikat
longgar yang menjulutkan septa ke dalam parenkim. Septa ini berangsur-angsur
menipis dan mencapai semua folikel yang saling terpisah oleh jaringan ikat halus tak
teratur yang trutama terdiri atas serat retikulin. Tiroid merupakan organ yang sangat
vascular, dengan jalinan kapiler darah dan kimfe di sekeliling folikel. Sel endotel
kapiler-kapiler ini bertingkap seperti pada kelenfar endokrin lain. Konfigurasi
tersebut memudahkan transport molekul antara sel-sel kelenjar dan kapiler darah.5

Gambar 2.8: Histologi Kelenjar Tiroid

Pengatur utama status anatomi dan fungsional kelenjar tiroid adalah tirotropin
yang dihasilkan hipofisis anterior. Tampilan morfologi folikel tiroid bervariasi
berdasarkan bagian kelenjat dan aktivitas fungsionalnya. Pada kelenjar yang sama,
folikel yang lebih besar penuh dengan koloid dan mempunyai epitel kuboid atau
gepeng, dan dijumpai bersebelahan dengan folikel yang dilaposi sepitel silindris.
Meskipun ada variasi ini, kelenjar dikatakan hipoaktif bila komposisi rata-rata folikel
ini berupa epitel gepeng. Tirotropin merangsang sintesis hormon tiroid sehingga epiel
folikel tersebut meninggi. Keadaan ini diikuti pengurangan jumlah koloid dan ukuran
folikel. Meskipun sel-sel folikel memiliki banyak reseptor tirotropin.5
Epitel tiroid terdapat di atas lamina basal. Epitel folikel memiliki semua ciri
sel yang secara serentak menyintesis, menyekresi, mengabsorbsi dan mencerna
protein. Basal sel-sel ini kaya akan reticulum endoplasma kasar. Kutub apical
memiliki kompleks golgi yang jelas dan granula sekresi kecil dengan ciri morfologi
koloid folikel.5
Jenis sel lain, yaitu sel parafolikel atau sel C, terdapat sebagian besar dari
epitel folikel atau sebagai kelompok tersendiri di antara folikel-folikel tiroid. Sel
parafolikel agak lebih besar dan terpulas kurang kuat (lebih pucat).dibandingkan
dengan sel folikel tiroid. Sel parafolikel mengandung sedikit mengandung sdikit
reticulum endoplasma kasar, mitokondria panjang dan kompleks Golgi besar. Cirri
yang paling mencolok dari sel ini adalah banyaknya granula kecil berisis hormon.
Sel-sel ini berfungsi membuat dan menyekresikan kalsitonin, yakni suatu hormon
yang pengaruh utamanya adalah penurunan kadar kalsium darah dengan cara
menghambat resorpsi tulang. Sekresi kalsitonin di pacu oleh peningkatan kadar
kalsium darah.5

2.2. Tumor Tiroid


2.2.1. Definisi
Nodul atau struma atau pembesaran kelenjar tiroid adalah pertumbuhan yang
berlebihan dan perubahan struktural dengan atau tanpa perubahan fungsional pada
satu atau beberapa bagian dalam jaringan tiroid normal.8 Kanker tiroid merupakan
penyakit yang menyerang sekitar 8,000 individu baru setiap tahunnya dan meningkat
tiga kali lipat selama 30 tahun terakhir. Peningkatan insidensi penyakit karsinoma
tiroid ini tergantung dari beberapa faktor yang mendasari seperti usia, jenins kelamin,
merokok, konsumsi alkohol, dan faktor risiko lain yang dapat mencetuskan terjadinya
karsinoma tiroid.9

2.2.2. Epidemiologi
Sekitar 230.000 kasus baru tiroid dilaporkan pada tahun 2012 pada
perempuan dan 70.000 pada laki-laki di dunia. Pada beberapa negara seperti Amerika
Utara dan Selatan, Italia, Jepang, dan Kepulauan Pasifik, insiden karsinoma tiroid
lebih banyak pada perempuan (sekitar 10/100.000) dibandingkan pada laki-laki.
Bahkan insidensi karsinoma tiroid meningkat dua kali lipat lebih banyak pada negara-
negara maju dibandingkan negara-negara berkembang dimana kasus karsinoma tiroid
pada perempuan dilaporkan 11,10/100.000 dan 4, 70/100.000 dan pada laki-laki
dilaporkan 3,60/100.000 dan 1,40/100,000.10
Pada tahun 2012, estimasi angka kematian akibat karsinoma tiroid 27. 000
pada perempuan dan 13.000 pada laki-laki, sesuai dengan angka mortalitas sekitar
0.6/100.000 pada perempuan dan 0.3/100.000 pada laki-laki. Pada beberapa negara,
angka insidensi terjadinya karsinoma tiroid meningkat selama dekade terakhir dan
apabila tidak ada perbaikan, karsinoma tiroid akan menjadi penyakit nomor empat di
Amerika Serikat pada tahun 2030.11

2.2.3. Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab pasti dari karsinoma tiroid belum diketahui, namun terdapat
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya karsinoma tiroid:1,12,14
1. Paparan radiasi
Paparan ke radiasi pengion, terutama selama dua dekade pertama kehidupan,
muncul sebagai salah satu faktor predisposisi terpenting timbulnya kanker tiroid.
Dahulu, terapi radiasi digunakan secara bebas pada pengobatan sejumlah lesi di
kepala dan leher pada bayi dan anak, termasuk pembesaran tonsil reaktif, akne
dan tinea kapitis. Sampai 9% orang yang mendapat terapi semacam ini selama
masa anak-anak kemudian mengidap keganasan tiroid, biasanya beberapa dekade
setelah pajanan. Selain itu, insidensi karsinoma tiroid meningkat secara
substansial pada mereka yang selamat dari bom atom di Jepang dan mereka yang
terpajan reaktor nuklir Chernobyl. Sebagian besar kanker yang muncul dalam
situasi ini adalah kanker tiroid papilaris, dan sebagian besar memperlihatkan tata
ulang gen RET.
2. Sindrom genetik
Karsinoma tiroid papiler frekuensinya meningkat pada penderita kanker
payudara, ovarium, ginjal atau sistem saraf pusat. Karsinoma meduler dann
Limfoma maligna tiroid frekuensinya meningkat pada Tiroiditis Hashimoto.
Sindroma genetik/herediter yang meningkatkan risiko karsinoma tiroid adalah:
 Werner’s syndrome (PTC, FTC, ATC, mutasi WRN)
 Familial adenomatous polyposis (PTC: inaktivasi mutasi APC)
 Gawden’s disease (FTC, mutasi PTEN)
 Carnney’s comple (PTC, FTC, mutasi PRKAR1α
 Familial medullary thyroid cancer (MTC, mutasi protoonkogen RET)
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dengan MEN 2A, MEN 2B. Kanker ini sebagian (20 %)
diturunkan secara genetik. Mutasi gen RET (rearranged during transfection)
dapat diturunkan daari orang tua ke anaknya. Hampir semua orang dengan
mutasi gen RET terjadi kanker tiroid meduler.
Multiple Endocrine Neoplasia (MEN) Tipe 2a dan 2b, yang diwarisi sebagai
autosomal dominan. Jenis MEN 2a termasuk karsinoma tiroid meduler,
Phaeochromocytoma dan neoplasia paratiroid. Jenis MEN 2b termasuk
karsinoma tiroid meduler, Phae-chromocytoma, penampilan marfanoid dengan
beberapa neuroma mukosa lidah dan bibir serta ganglion neuromas pada saluran
pencernaan. Gen terlibat adalah mutasi RET proto-onkogen.
Gejalanya bervariasi, tergantung pada apakah kankertiroid meduler adalah bagian
dari sistem endokrin. Manifestasi pertama mungkin sebuah massa nodular yang
tegas di tiroid dengan atau tanpa pembesaran kelenjar serviks. Diagnosis di
konfirmasi oleh pemeriksaan kalsitonin.Penentuan pun cak respon kalsitonin
tiroid penta gastrin menyediakan metode untuk menegakkan diagnosis karsinoma
medullari pada anggota asimtomatik dari keluarga pasien dengan MEN 2
syndrome. Studi diagnostic pheochromocytoma harus dilakukan pada semua
pasien dengan kanker tiroid meduler. Secara mikroskopis, jenis sel bervariasi dari
kecil kebulat hingga besar dan bulat telur atau polihedral. Stroma mengandung
jumlah amiloid yang berbeda.
Pentingnya faktor genetik digarisbawahi dengan adanya kasus kanker tiroid
dalam keluarga. Karsinoma tiroid medularis familial terjadi pada neoplasma
multipel tipe 2 yang berkaitan dengan mutasi protoonkogen RET di sel germ line;
baru-baru ini juga dilaporkan suatu sindrom karsinoma tiroid papilar familial,
meskipun lokus genetik untuk entitas ini belum diketahui. Baik mutasi loss-of-
function di gen APC pada poliposis adenomatosa familial maupun perubahan gen
PTEN pada penyakit Cowden (sindrom hamartona multiel), berkaitan dengan
predisposisi herediter mengidap kanker tirod. Selain kelainan kanker tiroid
familial, kelainan protoonkogen RET juga pernah dilaporkan pada beberapa
kasus karsinoma tiroid medular dan papilar sporadik. RET sering mengalami
pengaktifan pada karsinoma tiroid papilar karena letaknya yang berdekatan
dengan gen lain yang aktif secara konstitutif (produk fusi yang terbentuk dari tata
ulang somatik pada RET ini secara generik dikenal sebagai RET/PTC). Baru-baru
ini, ditemukan translokasi kromosom, t(2;3)(q13;p25) pada beberapa kasus
karsinoma folikular tiroid. Translokasi ini menyebabkan fusi gen untuk faktor
transkripsi tiroid PAX8 ke gen PPARγ1, menghasilkan sebuah protein onkogenik
baru. Meskipun tampaknya cukup spesifik untuk karsinoma folikular tiroid,
proses molekular ini hanya diekspresikan oleh 20% tumor. Mutasi inaktivasi gen
TP53 jarang ditemukan pada kanker tiroid yang berdifferensiasi (papilar atau
folikular), tetapi sering pada kanker anaplastik.
4. Kelainan tiroid jinak
Goiter, adenoma, tiroiditis. Kondisi hipertiroid dan hipotiroid tidak
meningkatkan risiko terjadinya keganasan tiroid.
5. Diet
Makanan yang banyak mengandung mentega, keju, dan daging meningkatkan
risiko sedangkan buah-buahan dan ssayuran menurunkan risiko karsinoma tiroid.
Makanan yang kurang iodium meningkatkan risiko, kadar iodium yang rendah
dapat juga terjadi karena paparan radiasi atau karena kelainan tiroid jinak.
6. Usia
Usia diatas 45 tahun. Umumnya penderita karsinoma tiroid berusia diatas 45
tahun dan umunya penderita kanker anaplastik berusia 60 tahun.

2.2.4. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis


Empat tipe dari karsinoma tiroid yang merupakan mayoritas kasus (lebih dari
90 %) yaitu PTC (papillary thyroid cancer), FTC (follicular tyhroid cancer), MTC
(medullary thyroid cancer) dan undifferentiated (anaplastic) thyroid cancer (UTC).
PTC dan FTC termasuk pada kelompok differentiated thyroid carcinoma (DTC), yang
merupakan 90% dari keganasan tiroid. DTC lebih sering terjadi pada wanita
sementara pada MTC dan UTC distribusi gendernya sama.1
1. Kanker Tiroid Papiler (PTC)
Tipe ini merupakan golongan terbesar dari karsinoma tiroid (hampir 80 %).
Uumnya tumbuh lambat, biasanya terdapat pada usia kurang dari 40 tahun dan jarang
ditemukan pada anak-anak. Termasuk golongan yang berdiferensiasi baik,
multisentris 85% dan didapatkan berbagai variant yang dapat juga menentukan
prognosis. Varian kanker tiroid meliputi papiler biasa (6-8%), varian folikuler (15-
20%), tall cell ( 5-10%) , diffuse sclerossing (1-3%), solid (1-3%) dan columnar (<
1%). Diantara varian ini tall cell mempunyai prognosis yang buruk dan cenderung
untuk rekuren dan metastasis jauh.
Gambaran makroskopis: konsistensi keras, keputihan, permukaan yang
dipotong granular dengan kemungkinan kalsifikasi. Gambaran histopatologi
karakteristik adalah ditemukannya struktur papiler dari sel–sel ganas, yang uniform
baik ukuran maupun intinya. Kadang-kadang tipe ini disertai adanya folikuler atau
psamoma bodies (40-50%) ditengah-tengah struktur yang papiler. Sel raksasa juga
sering ditemukan.
Penyebaran terutama melalui sistem kelnejar getah bening regional. Dapat
juga bermetastasis jauh ke paru-paru atau tulang. Biasanya terdapat multisentris atau
bilateral. Tumor primer atau rekurens dapat menginfiltrasi trakhea atau esofagus
hingga menimbulkan gejala obstruksi.

Gambar 2.9: Karsinoma Papilar Tiroid. Kanan Atas karsinoma papilar dengan
struktur papilar yang dapat terlihat secara kasar. Pada contoh ini merupakan papilla
yang terbebtuk baik (well-formed papillae), Kiri Bawah dibatasi dengan sel dengan
karakteristik inti tampak kosong, kadang-kadang disebut “Orphan Annie eye”. Kanan
Bawah sel yang diperoleh dari aspirasi jarum halus dari karsinoma papiler.
Karakteristiknya ada inklusi intranukleus yang tampaj pada beberapa aspirasi sel.
(Courtesy of Dr. S. Gokasalan, Department of Pathology, University of Texas
Southwestern Medical School, Dallas, Texas.)
2. Kanker Tiroid Folikuler (FTC)
Golongan terbanyak kedua setelah karsinoma papiler yakni 10% - 20% dari
keganasan tiroid. Lebih ganas dari golongan pertama. Lebih serig ditemukan di
daerah yang kekurangan iodium, dengan pemakaian garam iodium di daerah
endemik, insisdens keganasan ini menurun. Perbandingan wanita dan laki-laki 2:1.
Juga dapat ditemukan pada semua umur, tapi lebih banyak pada usia diatas 40 tahun.
Lebih sering unilateral dari pada bilateral.
Penyebaran terutama melalui sistem vaskuler (hematogen), metastasis jauh ke
tulang, alat-alat viseral seperti hati dan paru-paru dan kulit, jarang ke kelenjar getah
bening regional. Kemungkinan untuk mengalami transformasi menjadi karsinoma
anaplastik dua kali lebih besar dari tipe adenokarsinoma papiler. Diduga ada
hubungan dengan keadaan goiter endemik. Subtipe karsinoma folikuler : hurtle cell
carcinoma dan insuler carcinoma.
Histopatologi, mikroskopis tumor mengandung sel-sel folikel neoplastik, yang
secara keseluruhan mempunyai komponen solid, trabekular atau fallicular growth
patern (umumnya memproduksi microfollicle). Sel-sel folikel pada tumor ini tidak
mempunyai karakteristik yang khas seperti pada karsinoma papiler. Diagnosis jenis
kanker folikuler didasarkan pada ada tidaknya invasi sel tumor ke kapsul tiroid atau
pembuluh darah. Ada 3 macam invasi sel yaitu :
1. Invasi minimal (encapsulated) : invasi hanya pada kapsul
2. Invasi moderate : ditemukan angioinvasi
3. Invasi luas : invasi pada kapsul dan pembuluh darah
(ekstensi)
Penderita dengan adenoma folikuler benigna memerlukan pemantauan, karena
ada kemungkinan bagian yang merupakan tanda kegansan tidak terlihat pada seksi.
Gambar 2.10: Karsinoma Folikular Tiroid. Sedikit lumina glandular berisi koloid
yang dapat dikenali

3. Kanker Tiroid Meduler


Sering ditemukan pada usia tua (50-60 tahun). Insidensnya 5,1 % dari semua
keganasan tiroid. Berasal dari sel C atau para folikuler yang terletak pada bagian atas
dan tengah lobis tiroid, banyak mengandung amiloid, yang merupakan sifat khasnya.
Mikroskopis terlihat adanya hiperplastik sel C yang mengadnung
immunoreaktif kalsitonin. Kalsitoni dapat diukur dengan radioimmunoassay dapat
digunakan untuk screenning atau follow up pasien ini.
Kanker ini disebut juga karsinoma solidum karena sangat keras sepeerti batu.
Tipe ini bersifat herediter (20%) dan sporadik (80%). Tipe herediter biasanya bilateral
(multifokal), sporadik umumnya unilateral.

Gambar: Karsinoma medular tiroid. Tumor ini secara khas berisi amiloid, tampak
disini ada material ekstrasel yang homogen, berasal dari molekul kalsitonon yang
disekresikan oleh sel neoplastik
4. Kanker Tiroid Anaplastik (UTC : Undifferentiated Thyroid Carcinoma)
Kasusnya jarang yakni kurang dari 5 % keganasan tiroid. Perjalanan penyakit
ini cepat dan biasanya fatal. Penyebaran melalui sistem getah bening dan
bermetastasis jauh. Dalam beberapa minggu atau bulan sudah menyebabkan keluhan
akibat penekanan dan invasi karsinoma berupa gejala obstruksi pernafasan atau
obstruksi esofagus. Keadaan umum cepat menurun dan tumor cepat mengadakan
metastasis jauh. Pada beberapa keadaan jenis ini berasal dari karsinoma jenis papiler
yang tidak diobati atau karsinoma papiler yang sudah diobati dengan radiasi.
Subtipe kanker ini secara histopatologi terdiri dari anaplastik spindle cell,
giant cell, dan small cell. Ke-3 sel ini menunjukkan aktivitas mitosis yang tinggi,
fokus nekrosis yang luas dan infiltrasi yang nyata. Dengan pewarnaan
immnohistokimia sering menunjukkan ekspresi keratin positif dan terkadang positif
pada tiroglobulin.
5. Hurthle Cell Carcinoma
Prevalesinya 5 % dari seluruh kanker tiroid, merupakan varian dari follicular
thyroid carcinoma. Karakteristik mikroskopik berupa adanya sel –sel poligonal dan
hiperkromatik. Insiden metastasis ke kelenjar getah bening sedikit lebih tinggi pada
Hurrthle dibanding FTC. Prognosis lebih buruk dibanding PTC ataupun FTC. Hanya
10 % kasus yang meng-uptake iodium radioaktif dibanding 70 -80 % pada PTC dan
FTC.
6. Limfoma Maligna
Limfoma maligna primer di tiroid berjumlah 1 % dari semua kanker tiroid.
Limfoma dapat primer ataupun sekunder. Tipe yang dominan adalah Non-Hodgkin
limfoma umumnya terjadi pada wanita tua yang menderita tiroiditis Hashimoto.
Gambaran klinins hampir sama dengan UTC, berupa massa di leher yang tumbuh
cepat dengan gejala disfagia dan disponia. Histologik, berupa gambaran sel yang
monomorfik dan non-kohesif dengna pewarnaan yang positif untuk CD20.
7. Sarkoma
Sarkoma ada kelenjar tiroid sangat jarang. Biasanya merupakan tumor yang
sangat agresif serupa dengan karsinoma anaplastik. Sel tumor berasal dari stroma atau
vaskular dalam kelenjar. Tipe yang pernah dilaporkan adalah angiosarkoma dan
leimiosarkoma.

2.2.5. Diagnosis

Penegakan diagnosis terdiri dari:

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, keganasan dicurigai pada penderita
dengan nodul tiroid apabila ditemukan hal sebagai berikut:

Tabel 2.2: Tabel kecurigaan keganasan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik penederita
nodul tiroid
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Riwayat radiasi Nodul padat dan keras
Pertumbuhan cepat Pembesaran kelenjar getah bening
Suara serak Metastasis jauh: tulang, paru, jaringan
lunak
Riwayat keluarga positif Terfiksasi dengan jaringan sekitarnya
Riwayat keluarga dengan MEN Paralisis pita suara
Tetap membesar dengan terapi tiroksin Penyempitan jalan napas
Umur kurang dari 20 tahun atau di atas
50 tahun

Pemeriksaan Fisik13
a. Inspeksi
 Inspeksi: Pendekatan anterior
Pasien harus duduk atau berdiri dalam posisi yang nyaman dengan leher
dalam posisi netral atau sedikit ekstensi. Cahaya silang meningkatkan
bayangan, justru, meningkatkan deteksi massa. Untuk meningkatkan
visualisasi tiroid, anda dapat mengekstensikan leher, yang membentang
jaringan diatasnya. Menyuruh pasien menelan seteguk air, mengawasi gerakan
keatas dari kelenjar tiroid.
 Inspeksi : Pendekatan Lateral
Setelah menyelesaikan pemeriksaan anterior tiroid, amati leher dari samping.
Perkirakan halus, kontur langsung dari kartilago krikoidea suprasternal notch.
Mengukur keunggulan apapun di luar kontur yang dibayangkan ini, dengan
menggunakan penggaris yang ditempatkan di daerah yang menonjol.
b. Palpasi
 Palpasi: Pendekatan Anterior
Pasien diperiksa dalam posisi duduk atau berdiri. Mencoba untuk menemukan
isthmus dengan meraba tiroid antara kartilago krikoid dan suprasternal notch.
Gunakan satutangan untuk menarik sedikitotot sternokleidomastoid saat
menggunakan tangan yang lain untuk meraba tiroid. Menyuruh pasien
menelan seteguk air saat anda meraba dan meraba gerakan ke atas dari
kelenjar tiroid.
 Palpasi: Pendekatan Posterior
Pasien diperiksa dalam posisi duduk atau berdiri .Berdiri di belakang pasien
dan mencoba untuk menemukan isthmus dengan meraba tiroid antara
kartilago krikoid dan takik suprasternal. Pindahkan tangan anda kearah lateral
dan mencoba untuk merasakan di bawah sternokleidomastoid untuk menilai
keseluruhan kelenjar tiroid. Menyuruh pasien menelan seteguk air saat anda
meraba, meraba gerakan keatas dari kelenjar tiroid.

Lokasi Kelenjar Getah Bening di Kepala dan Leher


Gambar 2.11: Lokasi kelenjar getah bening (KGB) di daerah kepala dan leher.15

American Head and Neck Society and the AAO-HNS, membagi kelenjar limfe (getah
bening) menjadi 6 regio, level I – VI yaitu:16
 Level IA : Submental
 Level IB : Submandibular
 Level II : Upper Jugular
Terletak di sepanjang vena jugularis bagian atas, tepatnya dimulai dari
dasar tengkorak sampai inferior os hyoid
 Level III : Middle Jugular
Terletak dari os hyoid sampai kartilago krikoid
 Level IV : Lower Jugular
Terletak dari kartilago krikoid sampai batas atas klavikula
 Level V: Posterior Triangel Group (spinal accessory and supraclavicular
nodes)
Terletak di antara muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus
trapezius. Level VA dan VB dipisahkan oleh perpanjangan garis kartilago
krikoid.
 Lever VI: Anterior Compartment Group(pretracheal, paratracheal,
precricoid)
Dari os hyoid sampai ke regio suprasternal.
Gambar 2.12: Pembagian Level Kelenjar Getah Bening Leher

2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan fungsi kelenjar tiroid dapat membedakan keadaan hipertiroid
atau hipotiroid. Pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk membantu diagnosis
karsinoma tiroid umumnya tidak kecuali untuk karsinoma tiroid jenis meduler. Pada
karsinoma meduler, pemeriksaan kadar kalsitonin penting baik untuk diagnostic
maupun untuk pemantauan setelah terapi. Kadar serum T3, T4 dan TSH umumnya
normal pada kanker tiroid. Untuk skrining pada pasien yang tidak ada gejala
hipotiroid atau hipertiroid pemeriksaannya cukup free T4 dan TSHs aja. Pengukuran
kadar serum tiroglobulin akan bermakna pada pemantauan setelah terapi pembedahan
total tiroidektomi dari karsinoma tiroid. Apabila meningkat kadar tiroglobulin setelah
total tiroidektomi, diduga ada rekurensi dan atau metastasis.1

3. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG dapat mendeteksi nodul 2-3 mm, membedakan nodul solid
atau kistik, menentukan jumlah dan letak nodul, pembesaran kelenjar getah bening,
pengarah biopsy dan menilai respon terhadap terapi supresi, Insiden kista tiroid pad
nodul tiroid tunggal adalah 7-25% dan hanya 2-3% yang kemudian ternyata ganas.
Dengan berkembangnya tehnologi ultrasonografi, dengan mempergunakan dopler,
kecurigaan akan keganasan dapat lebih besar apabila ditemukan tanda
nonvaskularisasi didalam nodul tiroid tersebut. 1

4. Sidik Tumor Tiroid I131


Pemeriksaan ini tidak untuk membedakan jinak atau ganas secara pasti.
Dengan sifat jaringan tiroid dapat menyengat I131, maka pemeriksaan ini akan dapat
memberikan beberapa gambaran aktivitas bentuk dan besar kelenjar tiroid.1
Kegunaan pemeriksaan ini ialah untuk memperlihatkan nodul (soliter, multioel, atau
retrosternal), mencari occult neoplasma pada tiroid, mengidentifikasi sisa jaringan
tiroid setelah operasi tiroid, mengidentifikasi sisa jaringan tiroid setelah operasi tiroid
, mengidentifikasi sisa jaringan tiroid setelah operasi tiroid, mengidentifikasi ektopik
tiroid, mencari daerah metastasis setelah toral tiroidektomi. 1

5. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)


FNAB merupakan pemeriksaan yang aman, murah, dan untuk evaluasi nodul
tiroid. Akurasi FNAB dapat ditingkatkan bila diarahkan dengan USG. Ahli patologi
yang berpengalaman. Hasil yang dilaporkan dalam FNAB biasa berupa: positif ganas,
atipik mencurigakan keganasan atipik condong neoplasma jinak, lesi jinak dan tidak
representasi.1

6. Pemeriksaan Potong Beku (Frozen Section) dan Imprint


Dengan cara ini diharapkan dapat membedakan jinak atau ganas waktu
operasi berlangsung, dan sekaligus untuk menentukan tindakan operasi definitive.
Salah satu masalah yang menarik dari potong beku kelenjar tiroid adalah folikular,
karena dapat ditemukan keganasan maupun kelainan jinak. Lesi folikular adalah
nodul dengan folikel berukuran kecil tanpa pertumbuhan papiler. Istilah lesi folikuler
dipakai pada hasil potong beku tiroid bila ahli patologi anatomi tidak dapat
menentukan keganasan dalam suatu nodul. Hasil diagnose paraffin apat berupa nodul
adenomatosa, adenoma folikuler , karsinoma folikuler dengan invasi minimal dan
karsinoma papiler varian folikuler.1
Ketepatan pemeriksaan potong beku 75-83%. Kekurangan pada potong beku
kelenjar tiroid diharapkan dapat di tanggulangi dengan mengkombinasikannya
dengan pemeriksaan sitologi imprint kerena mengkombinasinya dengan pemeriksaan
sitologi imprint karena gambaran sel individual sel individual tampak lebih
jelas.Dengan kombinsi ini akurasi mencapai 90%. Pemeriksaaan sitologi imprint
karena gambaran sel individual tampak lebih jelas. Dengan kombinasi ini alurasi
mencapai 90%. Pemeriksaan sitologi imprint adalah pemeriksaan yang cepat dan
sederhana yang dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Jaringan dipotong dengan pisau yang tajam lalu permukaan jaringan dikerok
dengan lembut, kemudian dipulas ke kaca benda
b. Menekan dengan lembut permukaan jsringsn ke kaca benda, dengan cara ini
diharapkan letak sel sesuai dengan sesungguhnya di jaringan asalnya. Sediaan
kemudian di pulas dengan pewarna hematoksilin eosin.
Kriteria adekuat bila sediaan mengandung 5 sampai 6 kelompok folikel dimana
tiap kelompok mengandung 10 sel atau lebih. 1

7. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan ini adalah merupakan pemeriksaan definitive atau baku emas.
Gambaran histopatologi karakteristik untuk karsinoma papiler adalah ditemukannya
struktur papiler dari sel-sel ganas yang uniformbaik ukuran maupun intinya. Kadang-
kadang tipe ini disertai adanya folikular atau psamoma bodies ditengah-tengah
struktur yang papiler. Diagnosa karsinoma papiler varian folikular pada sediaan
paraffin ditentukan berdasarkan adanya perubahan di dalam inti sel, yaitu inti sel
menjadi besar dan jernih menyerupai dasar. 1

2.2.6 Penatalaksanaan

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul


tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek
maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus
yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan
histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi
eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel
dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).

Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat:


1. Lesi jinak
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
- Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
- Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
- Bila memungkinkan dilakukan tindakant iroidektomi total.
- Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan
dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB (Biopsi
Jarum Halus). Ada 2 kelompokhasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspekmaligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti
diatas.
2. Hasil FNAB benigna.
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian
dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila
nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan
tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong
beku maupun maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan
pemeriksaan blok parafin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti
bagan dibawah ini.
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional

Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau


inoperabel. Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi eksterna
atau dengan khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 50-60mg/m2 luas
permukaan tubuh (LPT).
Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening
terhadap jaringan sekitar.
Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total (TT) dan “Functional
RND”
Bila ada infiltrasi pada n. Ascesorius dilakukan TT + RND standar.
Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. Ascesorius
dilakukan TT + RND modifikasi 1.
Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sternocleidomastoideus dilakukan TT + RND
modifikasi 2.

Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh

Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik


atau buruk. Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin. Bila
berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131 kemudian dinilai
dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi supresi /
subtitusi.
Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah: tidak boleh ada jaringan tiroid
normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio
jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan
jaringan radioaktif .
Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin. Pada lesi metastasisnya,
bila operabel dilakukan eksisi luas.

FOLLOW UP

A. Karsinoma Tiroid Berdiferensiasi Baik

Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh.


 Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131
kemudian dilanjutkan dengan terapi substitusi/supresi dengan Thyrax sampai
kadar TSHs ≤ 0,1
 Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi substitusi/supresi.

Setelah 6 bulan terapi substitusi / supresi dilakukan pemeriksaan sidik


seluruh tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 4
minggu sebelum pemeriksaan.
 Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi internaI131 dilanjutkan terapi
substitusi/supresi.
 Bila tidak ada metastasis terapi substistusi/supresi dilanjutkan dan
pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2-3 tahun
dan bila 2 tahun berturut–turut hasilnya tetap negatif maka evaluasi cukup
dilakukan 3-5 tahun sekali.

Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin


dapat dipakai sebagai petanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya
residif tumor.

B. Karsinoma Tiroid Berdifferensiasi Baik


C. Karsinoma Tiroid Jenis Medulare

Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi total + diseksi
leher sentral, dilakukan pemeriksaan kalsitonin.
 Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan dengan observasi,
 Bila kadar kalsitonin ≥ 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI untuk
mencari rekurensi lokal atau dilakukan SVC (Selecture Versus Catheterition)
pada tempat-tempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu paru-paru dan hati.

Ada 3 rangkaian yang diteruskan:


1. Tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3 bulan
kemudian diperkirakan kadar kalsitenin
2. Terdapat residif lokal, maka harus dilakukan re eksisi
3. Terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel atau inoperabel. Bila
operabel dilakukan eksisi, bila inoperbel tindakan yang dilanjutkan hanya
paliatif.
2.2.7. Komplikasi dan Prognosis
1. Komplikasi Operasi Tiroidektomi
a. Perdarahan
Perdarahan pasca operasi merupakan komplikasi operasi tiroid yang paling
serius. Insiden perdarahan setelah operasi adalah rendah (0,3-1%), dapat terjadi
segera (immediate) atau belakangan (delayed). Immadiate hemorrhage umumnya
terjadi selama periode pasca anestetik saat endotracheal tube dicabut. Sumber
bisa dari arteri atau vena besar yang robek. Pasien mungkin batuk atau muntah
yang mengakibatkan peningkatan tekanan vena yang mengakibatkan peningkatan
tekanan vena yang mengakibatkan ligasi vena terlepas atau perdarahan minimal
menjadi massif. Delayed bleeding terjadi 2 atau 3 hari pasca operasi, umumnya
disebabkan oleh oozing dari vena-vena kecil. Perdarahan/hematom makin
membesar atau mengancam jalan napas diterapi dengan membuka luka operasi,
evakuasi hematom dan control perdarahan.1
b. Obstruksi Jalan Nafas
Obstruksi terjadi karena perdarahan, edema laring dan paralisis vocal cords.
Edema laring, vocal cords dan uvula mengakinatkan jalan napas inadekuat
umumnya disebabkan oleh hipotiroidism berat yang tidak ditrapi, namun bisa
juga disebabkan intubasi aneastiologist yang tidak tepat. Terapinya adalah
trakeostomi sampai edem reda. 1
c. Cedera Nervus Laringeus
Cedera nervus laringeus superior mempengaruhi ketegangan pita suara (vocal
cord) yang mengakibatkan fatigued voice. Perubahan timbre sehingga penderita
kesulitan bernyanyi atau bicara lama. Paralisis nervus laringeus superior bilateral
(jarang) mengakibatkan suara lemah, berat dan low-pitched voice. Bila cabang
sensoris dari nervus laringeus superior cedera akan terjadi aspirasi oleh karena
anaesthesia laring. 1
Cedera nervus laringeus inferior/recurrent merupakan komplikasi yang
lebih serius karena mengakibatkan paralisis vocal cord. Paralisis ipsilateral
mengakibatkan suara lemah dan berat (serak). Paralisis bilateral mengakibatkan
obstruksi jalan napas. Paralisis bilateral mengakibatkan obstruksi jalan napas,
Paralisis dapat sementara (sembuh dalam 6 bulan) atau permanen. 1
d. Mortalitas Pasca Operasi
Kematian pascaoperasi sangat jarang terjadi setelah tiroidektomi. Insidensinya
dibawah 1 persen. 1
e. Hipoparatiroid
Hipoparatiroid terjadi karena terangkatnya atau devaskularisasi kelenjar tiroid.
Hipoparatiroid ini mengakibatkan hipokalsemia dengan berbagai tanda dan
gejala. Hipokalsemia umumnya terjadi 48 sampai 72 jam setelah operasidan
kadang dapat terjadi lebih lambat. 1
2. Komplikasi Diseksi Leher Radikal
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh diseksi leher radikal adalah cedera
nervus asserius spinal, ligasu simultan vena jugularis interna bilateral, reseksi
muskulus sternocleidomastoideus, fistula duktus thorasikus dan disfungsu bahu
3. Komplikasi Radiasi Interna
Penggunaan ablasi dengan radiasi interna dalam pengobatan keganasan tiroid
jenis Well-differentiated dihubungkan dengan efek samping dari beberapa organ.
a. Kelenjar air liur
Berupa sialodenitis, xerotosmia, obstruksi kelenjar air liur dan kemungkinan
keganasan kelenjar air liur. Van Nostrand pada penelitiannya didapatkan gejala
tersebut timbul pada ablasi I131 dengan dosis bekisar 51-450 mCi. Kehilangan
lengkap pungsi dari kelenjar air liur terjadi pada dosis kumulatif 500 mCi.
b. Mata
Inflamasi dari kelenjar air mata, obstruksi dari saluran air mata dan
konjungtivitis. Hal ini terjadi karena 0,01 % dari dosis yang diberikan
disekresikan melalui air mata pada 4 jam pertama pemberian.
c. Hipoparatiroid
Karena partikel beta mempunyai daya tembus 2 mm, kejadian ini sering pada
paratiroid yang dekat dengan tiroid.
d. Vocal cord
Pemberian I131 pada bed tiroid dapat menyebabkan pembengkakan dari tiroid
yang akan menekan nervus laringeus
e. Fibrosis paru
Terjadi pada pasien yang ada metastasis difus pada carcinoma well-differentiated
yang diberikan dosis I131 sebesar 250 mCi.
f. Kanker kandung kencing
Dapat dihindarkan dengan pemberian caitan yang sehingga zat radioaktif tidak
lama pada kandung kencing.
g. Supresi sumsum tulang
h. Fungsi ovarium dan kesuburan pada wanita
i. Fungsi testis dan kesuburan pada laki
Efek I131 pada spermatogenesis tergantung dari dosis sebagian besar reversible
dalam jangka waktu lama. Beberapa peneliti mengatakan kembalinya
spermatogenesis setelah 26 bulan.

Anda mungkin juga menyukai