Anda di halaman 1dari 5

RORO JONGGRANG

Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan.
Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan
diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik.
Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan
Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.
Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak
menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya.
Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama
berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja
Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir
Bandung Bondowoso.
Esok harinya, Bondowoso mendekati Roro Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau
menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Roro Jonggrang. Roro Jonggrang
tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal
denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati.
“Apa yang harus aku lakukan ?”. Roro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-
putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan
keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro
Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
“Bagaimana, Roro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Roro Jonggrang
mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,” Katanya. “Apa
syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Roro
Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak
Bondowoso. “Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.” Bandung Bondowoso
menatap Roro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso
berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya.
“Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata penasehat. “Ya,
benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”
Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua
lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah aku!” teriaknya dengan suara
menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian,
pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”,
tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung Bondowoso. Para jin
segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat
bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.
Sementara itu, diam-diam Roro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui
Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”, ujar Roro Jonggrang dalam hati. Ia
mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami.
“Cepat bakar semua jerami itu!” perintah Roro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya
menumbuk lesung. Dung… dung…dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan
diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.
Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru jin. “Kita
harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari,” sambung jin yang lain. Para jin
tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat
kepanikan pasukan jin.
Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Roro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang
kau minta sudah berdiri!”. Roro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata
jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!” seru Loro Jonggrang. “Berarti tuan telah
gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan
itu. Ia menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap tajam pada
Roro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan
jarinya pada Roro Jonggrang. Ajaib! Roro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu.
Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah
dan disebut Candi Roro Jonggrang.
SANGKURIANG
Dahulu kala di tanah Pasundan, Jawa Barat, ada dewi surgawi yang indah. Namanya
Dayang Sumbi. Dia tinggal di sebuah gubuk di hutan dengan anjing setia, Tumang.
Suatu hari, sementara menenun kain, dia kehilangan salah satu alat. Menjadi lelah mencari
di mana-mana, Dayang Sumbi berkata pada dirinya sendiri, "Siapa pun yang dapat menemukan
alat yang hilang dan memberikannya kembali kepadaku, jika ia adalah seorang laki-laki, aku akan
membuatnya seorang suami dan jika dia adalah perempuan, Aku akan membuat dia kakak”
Untuk rasa kagetnya, Tumang menemukan alat dan mengembalikannya kepadanya. Mau
tidak mau, Dayang Sumbi harus memenuhi janji sendiri untuk menikahi Tumang, yang pernah
menjadi orang yang telah dikutuk oleh penyihir jahat menjadi anjing.
Kebetulan Dayang Sumbi melahirkan seorang bayi laki-laki dan menamainya
Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi remaja sehat yang suka berburu binatang di hutan.
Dayang Sumbi tidak pernah memberitahu Sangkuriang bahwa Tumang adalah ayahnya.
Suatu hari, Sangkuriang dan Tumang berburu rusa di hutan. Tak lama kemudian mereka
bertemu dengan babi hutan. Sangkuriang bertanya-tanya, "Mengapa tidak ada rusa hari ini? Tapi,
saya pikir babi hutan tidak akan membuat berbeda. "Sangkuriang berteriak Tumang," Pergilah dan
melawan babi hutan. Bunuh saja untuk saya! "
Yang mengejutkan, Tumang tidak membunuh babi hutan karena babi hutan sebenarnya ibu
Dayang Sumbi. Celeng pergi dengan aman. Hal ini membuat Sangkuriang sangat marah, ia
membunuh Tumang. Kemudian, dia mengeluarkan hati anjing dan memberikannya kepada
Dayang Sumbi.
Setelah makan hati, Dayang Sumbi bertanya kepada Sangkuriang, "Omong-omong, di
mana Tumang?
Aku belum pernah melihatnya lagi sejak kau kembali dari berburu. "
"Ibu," jawab Sangkuriang pelan. "Aku membunuh Tumang untuk ketidaktaatan. Hati yang
Anda makan benar-benar hati Tumang. "
"Kau! Kau adalah anak tak tahu diri!" Teriak Dayang Sumbi, memukul sendok sup ke
kepala Sangkuriang keras sampai kepalanya berdarah. "Keluar dari wajahku, kau pembunuh.
Beraninya kau membunuh ayahmu sendiri? Anda adalah seorang anak laki-laki tak berguna!"
Pendarahan di kepala, Sangkuriang melarikan diri ke dalam hutan dan naik ke bukit.
Bertahun-tahun berlalu, Sangkuriang berubah menjadi tampan dan pemburu terampil. Dia telah
melupakan semua masa lalu yang pahit karena ia telah kehilangan memori. Dia bahkan lupa
namanya.
Suatu hari, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita cantik di hutan dengan siapa ia
jatuh cinta. Wanita itu Dayang Sumbi, yang tidak dapat menjadi tua karena dia adalah seorang
dewi. Sangkuriang tidak mengenali ibunya sendiri, tetapi Dayang Sumbi mengenali Sangkuriang
dari bekas luka lama di kepalanya.

Mabuk cinta, Sangkuriang melamarnya untuk menikah. Untuk menghindari perkawinan


terlarang antara seorang ibu dan seorang putra, Dayang Sumbi memintanya untuk membuatkan
danau dan perahu dalam satu malam sebagai hadiah pernikahan untuknya. Dengan bantuan dari
makhluk gaib dari hutan, Sangkuriang membangun danau dan perahu. Dayang Sumbi tahu tentang
hal itu dan dia mengecoh Sangkuriang sehingga pekerjaan itu tidak sepenuhnya dilakukan.
Mengetahui hal ini, Sangkuriang sangat marah sehingga ia menendang perahu dan perahu terbalik.
Ini menjadi gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat.
CIUNG WANARA
Prabu Barma Wijaya Kusuma memerintah kerajaan Galuh yang sangat luas. Permaisurinya
2 orang. Yang pertama bernama Pohaci Naganingrum dan yang kedua bernama Dewi Pangrenyep.
Keduanya sedang mengandungPada bulan ke-9 Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra. Raja
sangat bersuka cita dan sang putra diberi nama Hariang Banga.
Hariang Banga telah berusia 3 bulan, namun permaisuri Pohaci Naganingrum belum juga
melahirkan. Khawatir kalau-kalau Pohaci melahirkan seorang putra yang nanti dapat merebut
kasih sayang raja terhadap Hariang Banga, Dewi Pangrenyep bermaksud hendak mencelakakan
putra Pohaci.
Setelah bulan ke-13 Pohaci pun melahirkan. Atas upaya Dewi Pangrenyep tak seorang
dayang-dayang pun diperkenankan menolong Pohaci, melainkan Pangrenyep sendiri.
Dengan kelihaian Pangrenyep, putra Pohaci diganti dengan seekor anjing. Dikatakannya bahwa
Pohaci telah melahirkan seekor anjing. Bayi Pohaci dimasukkannya dalam kandaga emas disertai
telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui.
Karena aib yang ditimbulkan Pohaci Naganingrum yang telah melahirkan seekor anjing,
raja sangat murka dan menyuruh Si Lengser (pegawai istana) untuk membunuh Pohaci. Si Lengser
tidak sampai hati melaksanakan perintah raja terhadap Pohaci, permaisuri junjungannya. Pohaci
diantarkannya ke desa tempat kelahirannya, namun dilaporkannya telah dibunuh. Adalah seorang
Aki bersama istrinya, Nini Balangantrang, tinggal di desa Geger Sunten tanpa bertetangga. Sudah
lama mereka menikah, tetapi belum dikarunia anak. Suatu malam Nini bermimpi kejatuhan bulan
purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu,
bahwa mereka akan mendapat rezeki. Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk
menangkap ikan.
Betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi bayi beserta telur
ayam, Mereka asuh bayi itu dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka
tetaskan, mereka memeliharanya hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa. Anak
angkat ini mereka beri nama Ciung Wanara.
Setelah besar bertanyalah Ciung Wanara kepada ayah dan ibu angkatnya. Terus terang Aki
dan Nini menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar cerita ayah dan ibu
angkatnya, tahulah Ciung Wanara akan dirinya.
Suatu hari Ciung Wanara pamit untuk menyabung ayamnya dengan ayam raja, karena
didengarnya raja gemar menyabung ayam. Taruhannya ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah ia
rela mengorbankan nyawanya. Tetapi bila ayam raja kalah, raja harus bersedia mengangkatnya
menjadi putra mahkota. Raja menerima dengan gembira tawaran tersebut.
Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok dengan anehnya, melukiskan peristiwa
benahun-tahun yang lampau tentang permaisuri yang dihukum mati dan kandaga emas yang berisi
bayi yang dihanyutkan. Raja tidak menyadari hal itu, tetapi sebaliknya Si Lengser sangat terkesan
akan hal itu.Bahkan ia menyadari sekarang Ciung Wanara yang ada di hadapannya adalah putra
raja sendiri.
Setelah persabungan, ayam baginda kalah dan ayam Ciung Wanara menang. Raja menepati
janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra mahkota. Dalam pesta pengangkatan putra
mahkota, raja membagi 2 kerajaan untuk Ciung Wanara dan Hariang Banga. Selesai pesta
pengangkatan putra mahkota Si Lengser bercerita kepada raja tentang hal yang sesungguhnya
mengenai permaisuri Pohaci Naganingrum dan Ciung Wanara.
Mendengar cerita ini raja memerintahkan pengawal agar Dewi Pehgrenyep ditangkap.
Akibatnya timbul perkelahian antara Hariang Banga dengan Ciung Wanara. Tubuh Hariang Banga
dilemparkan ke seberang sungai Cipamali yang sedang banjir besar. Sejak itulah kerajaan Galuh
dibagi menjadi 2 bagian dengan batas sungai Cipamali. Di bagian barat diperintah oleh Hariang
Banga. Orang-orangnya menyenangi kecapi dan menyenangi pantun. Sedangkan bagian timur
diperintah oleh Ciung Wanara. Orang-orangnya menyenangi wayang kulit dan tembang.
Kegemaran penduduk akan kesenian tersebut masih jelas dirasakan sampai sekarang
Pak Belalang
Pak Belalang, dengan tiga anaknya sangat miskin kehidupannya,hampir-hampir tiada apa
yang dimakan.Mengapa di sebut Pak belalang, sebab anak tertuanya bernama Belalang. Suatu hari
Ia bermaksud untuk memperoleh makanan.Disuruhnya anaknya menyembunyikan kerbau orang
yang sedang mengembala di kebun.Disuruhnya anaknya menyembunyikan kerbau tersebut, Pada
pemilik kerbau dikemukakan bahwa kalu ingin tahu dimana letak kerbau tersebut disuruh bertanya
pada ayahnya yang mengetahui tentang keberadaan kerbau tesebut.
Keberhasilan pak Belalang menebak tempat kerbau berada tersebut membuat Dia
mendapatkan imbalan beras, padi , tembakau, dan ikan sebagai hadiah. Maka masyurlah nama Pak
Belalang sebagai orang yang pandai bertenung ( meramal).Suatu peristiwa raja di dalam negeri
kehilangan tujuh biji peti yang berisi barang-barang berharga intan,emas,dan lain-lain. Pak
Belalang lalu dipanggil untuk meramal dimana harta tersebut,apabila tidak bisa menebak maka
Dia akan dibunuh.Sampai di rumah pak Belalang berbaring sambil menghitung roti yang sedang
dimasak istrinya di dapur. Dia mendengar bunyi roti kena minyak di dalam kuali, dan berkata
“satu”, sambil membilang roti.Dengan takdir Allah, pada ketika itu juga kepala pencuri masuk di
halaman pak Belalang.Tatkala Pak Belalang menghitung “Tujuh” ketujuh orang pencuri semuanya
sudah masuk ke halaman pak Belalang.Pencuri-pencuri itu ketakutan.Menurut perkiraan pencuri
tersebut, pak Belalang sudah tahu bahwa yang mencuri adalah mereka.Mereka lalu masuk
menjumpai pak Belalang dan mengaku salah. Dengan demikian Pak Belalang pun lepas dari
masalah pembunuhan atas dirinya.Atas keberhasilannya tersebut Pak Belalang mendapat hadiah
yang banyak sekali. Baginda juga menggelarinya Ahli Nujum.
Sekali lagi Pak Belalang diancam dengan ancaman bunuh, kalau dia tidak dapat menerka
apa yang digenggam baginda. Pak Belalang tidak dapat menerka.Pada perasaan hatinya, matilah
ia kali ini. Sambil menangis mengenang anaknya yang bernama di Belalang.Dia pun
berkata.Matilah aku, tinggallah,anakku,Belalang. ( yang digenggam Baginda itu kebetulan adalah
seekor belalang.)
Setelah itu pak Belalang ingin mengakhiri sandiwaranya, Pak Belalang pun pulang ke
rumahnya, dalam hatinya Ia berpikir, baiklah aku bakar rumah ini supaya dapat dilaporkan pada
Baginda bahwa surat-surat ilmunya terbakar serta supaya tenang hidupnya.Sehingga Baginda tidak
lagi mengejarnya dengan perttanyaan –pertanyaan lagi. Setelah rumahnya terbakar Pak Belalang
tidak bekerja lagi, dikaruniai oleh baginda belanja dengan secukupnya.
Dalam cerita ini Pak Belalang digambarkan sebagai orang yang cerdik, berkat
kecerdikannya ia mendapat keberuntungan Ia pun dapat terbebas dari kemiskinan.
Pak Lebai Malang
Pak Lebai adalah seorang guru agama yang tinggal ditepian sebuah sungai didaerah
Sumatra Barat. Suatu hari, ia mendapat undangan pesta dari dua orang yang sama-sama kaya. Pak
Lebai bingung, yang mana yang hendak didatanginya karena pesta itu berlangsung di waktu yang
sama, di tempat berjauhan.
Jika ia datang ke undangan yang pertama, yakni di hulu sungai, tuan rumah akan
memberinya 2 ekor kepala kerbau. Namun, masakan di sanan konon tidak enak. Lagipula, ia tak
terlalu kenal dengan tuan rumah tersebut. Jika ia datang ke undangan kedua, ia akan menerima
satu saja kepala kerbau. Namun masakannya enak. Di sana ia juga akan mendapatkan tambahan
kue-kue. Lagipula, ia kenal baik dengan tuan rumah tersebut.
Pak Lebai mulai mengayuh perahunya. Namun, ia masih belum juga bisa membuat
keputusan, undangan mana yang dipilihnya. Dengan ragu ia mulai mengayuh perahunya menuju
hulu sungai. Di tengah perjalanan, ia mengubah rencananya, lalu berbalik menuju hilir sungai.
Ketika hilir sungai sudah makin dekat, beberapa tamu terlihat sedang mengayuh perahu menuju
arah yang berlawanan. Mereka memberitahukan pada Pak Lebai.
“Kerbau yang disembelih di hilir sangat kurus, Pak Lebai!”
Pak Lebai kemudian berbalik lagi ke hulu, mengikuti orang-orang itu. Sesampai di hulu,
ah…. pesta ternyata sudah usai. Para tamu sudah tak ada. Makanan sudah habis. Pak Lebai lalu
segera mengayuh perahunya lagi menuju hilir. Di sana pun sama, pesta juga baru saja usai. Sudah
sepi, tak ada satu pun undangan yang terlihat. Pak Lebai pun lemas, juga karena kelelahan
mendayung ke hulu dan hilir. Ia mulai merasakan lapar, lalu memutuskan untuk melakukan dua
hal, yakni memancing dan berburu.
Ia lalu kembali ke rumahnya sebab untuk berburu ia perlu mengajak anjingnya. Ia juga
membawa bekal sebungkus nasi. Mulailah ia memancing. Setelah menunggu beberapa lama, ia
merasakan kailnya dimakan ikan. Pak Lebai merasa lega. Namun ketika ditarik, pancing itu susah
untuk diangkat ke atas. Pak Lebai berpikir, kail itu pasti tersangkut batu atau karang di dasar
sungai.
Kemudian ia terjun ke sungai untuk mengambil ikan itu. Berhasil. Ia keluarkan pancing
dan ikannya dari lekukan batu. Namun, ups! Begitu ia selesai melakukan hal itu, ikannya malah
terlepas. Pak Lebai merasa kecewa sekali. Ia lalu naik ke atas sungai. Sesampainya di atas air Pak
Lebai merasa lapar dan ingin memakan nasi bungkus yang dibawanya dari rumah.
Oh, ia juga mendapati nasinya sudah dimakan oleh anjignya! Benar-benar malang nasib
Pak Lebai. Kemalangan demi kemalangan didapatinya.
Sejak saat itu, ia mendapat julukan dari orang-orang sekitarnya Pak Lebai Malang.

Anda mungkin juga menyukai