Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tidak ada negara yang tidak menginginkan adanya ketertiban tatanan di dalam
masyarakat. Setiap negara mendambakan adanya ketentraman dan keseimbangan
tatanan di dalam masyarakat, yang sekarang lebih populer disebut "stabilitas
nasional'. Kepentingan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, karena
selalu terancam oleh bahaya-bahaya disekelilingnya, memerlukan perlindungan
dan harus dilindungi. Kepentingan manusia akan terlindungi apabila
masyarakatnya tertib dan masyarakatnya akan tertib apabila terdapat
keseimbangan tatanan di dalam masyarakat. Setiap saat keseimbangan tatanan
dalam masyarakat dapat terganggu oleh bahaya-bahaya di sekelilingnya.
Diperlukan aturan-aturan yang bersifat memaksa menjamin keseimbangan agar
dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam bermasyarakat pada
suatu Negara , maka Negara membuat suatu aturan hukum. Perilaku masyarakat
tidak boleh bertentagan dengan peraturan hukum yang asa pada Negara.
Setiap ada pelanggaran peraturan hukum atau pelanggaran hak, maka pada
asasnya pelaku pelanggar dapat di tegur atau di hadapkan ke muka lat
perlengkapan Negara yang memiliki tugas untuk mempertahankan hukum
tersebut. Alat Negara yang memiliki tugas untuk mempertahankan hukum itu
adalah Pengadilan. Pengadilan merupakan suatu badan yang melakukan
kekuasaan kehakiman. Dengan adanya Lembaga Institusi Hukum Pengadilan,
maka setiap ada pelanggaran hukum atau pelanggaran hak masyarakat dilarang
utuk menyelesaikan sendiri secara sewenang-wenang, tindakan seperti ini di
sebut egensichatting.
Pengadilan merupakan suatu badan yang melakukan kekuasaan kehakiman,
kekusaan untuk mempertahankan peraturan perundangan atau kekuasaan
peradilan yudikatif berada di tangan Badan Pengadilan yang terlepas dan bebas

1
dari campur tangan kekuasaan Legislatif dan Eksekutif agar dapat menjalankan
tugas dengan sebaik-baiknya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Kekuasaan absolut dari peradilan militer ?
2. Apa Kekuasaan relatife dari peradilan militer ?
3. Bagaimana Kewenangan dari peradilan militer ?
4. Apa Kekuasaan absolut dari peradilan tata usaha Negara ?
5. Apa Kekuasaan relatife dari peradilan tata usaha negara ?
6. Bagaimana Kewenangan dari peradilan tata usaha Negara ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Kekuasaan absolut dari peradilan militer
2. Untuk mengetahui Kekuasaan relatife dari peradilan militer
3. Untuk mengetahui Kewenangan dari peradilan militer
4. Untuk mengetahui Kekuasaan absolut dari peradilan tata usaha Negara
5. Untuk mengetahui Kekuasaan relatife dari peradilan tata usaha Negara
6. Untuk mengetahui Kewenangan dari peradilan tata usaha Negara

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEKUASAAN ABSOLUT PERADILAN MILITER

Kewenangan Absolut Pengadilan/Peradilan Militer adalah memeriksa ,serta


memutus perkara pidana yang dimana perkara tersebut yang menjadi terdakwanya
adalah Prajurit TNI.

B. KEKUASAAN RELATIF PERADILAN MILITER

Kewenangan Relatif Pengadilan/Peradilan Militer adalah terdapat di Pasal 9


ayat 1 Undang-Undang No 31 Tahun 1997 sebagai berikut:
Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu
melakukan tindak pidana adalah:

a) yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit


dikarenakan untuk diberlakukan ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1997
orang yang dipersamakan dengan prajurit harus diatur dengan undang-
undang
b) anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan
atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang untuk
diberlakukannya Undang-undang peradilan militer terhadap anggota
dimaksud masih diperlukan undang-undang lagi maka dikatakan sebagai
kewenangan relative dari peradilan militer
c) seseorang yang tidak masuk golongan pada pasal 1 huruf a,b,c UU No 31
tahun 1997 tetapi atas keputusan panglima dengan persetujuan Menteri
Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer.

3
d) Memeriksa,memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan
Bersenjata dikarenakan untuk diberlakukan Pasal 9 ayat 2 UU No 31
Tahun 1997 penerapannya masih diperlukan dengan Peraturan Pemerintah
e) Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang
bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat
yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan dan
sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam suatu putusan1

C. KEWENANGAN PERADILAN MILITER

1. Pengadilan militer tingkat pertama

Adapun Wewenang dan Tugas dari masing-masing Peradilan Militer yang


tertera dalam UU No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai berikut:
Pasal 9 Ayat 1 dan 2Undang-undang No 31 tahun 1997 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3713)Pengadilan Militer bertugas dan berwenang
sebagai berikut:

a) Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu
melakukan tindak pidana adalah Prajurit TNI.

b) Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan


Bersenjata.

Pasal 41 ayat1 dan 2 Undang-undang No 31 tahun 1997 (Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 3713).Pengadilan Militer Tinggi bertugas dan
wewenang sebagai berikut:

1
Fuad Hassan, Pengertian Pembentukan, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hlm. 119.

4
a) memeriksa dan memutus perkara pidana yang Terdakwanya adalah:
Prajurit atau salah satu Prajurit berpangkat Mayor keatas.

b) memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata UsahaNegara.

2. Pengadilan militer tinggi

Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus pada tingkat banding


perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah
hukumnya dimintakan banding.

3. Pengadilan militer tingkat utama

UU No 31 Tahun 1997 Peradilan Militer Pasal 42 Tugas dan Wewenang


Pengadilan Militer Utama sebagai berikut: Pasal 42 Pengadilan Militer Utama
memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata
Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh
Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding.2

D. KEKUASAAN ABSOLUT PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Kapabilitas absolut suatu badan pengadilan adalah kewenangan yang


berkaitan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek 3 UU No. 51 tahun 2009
tentang Peradilan TUN atau materi atau pokok sengketa4. Adapun yang menjadi
obyek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha
Negara (Beschikking) Yang diterbitkan oleh Badan/Pejabat TUN. Sebagaimana
disebutkan dalam pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan

2
Fuad Hassan, Pengertian Kewenangan, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hlm. 1128.

5
perbuatan Badan/Pejabat TUN lainnya baik perbuatan materiil (material daad)
maupun penerbitan peraturan (regeling) masing-masing merupakan kewenangan
Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Kapabilitas absolut Pengadilan TUN
diatur dalam pasal 1 angka 10 UU No. 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menyebutkan5:
” Sengketa tata usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau
Pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku” Selanjutnya yang
dimaksud Keputusan Tata Usaha Negara menurut ketentuan Pasal 1 angka 9 UU
No. 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua UU No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan/Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final
sehingga menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut, persyaratan keputusan TUN yang dapat
menjadi obyek di Pengadilan TUN meliputi:

a) Penetapan tertulis;
b) Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN;
c) Berisi tindakan hukum TUN;
d) Berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku;
e) Bersifat konkrit, individual dan final;
f) Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.3

Keenam persyaratan tersebut bersifat komulatif, artinya untuk dapat


dijadikan obyek sengketa di Peradilan TUN, keputusan TUN harus memenuhi
keenam persyaratan tersebut. Selain itu Kapabilitas Peradilan TUN termasuk pula

3
S.F. Marbun. Peradilan Tata Usaha Negara,Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2003, h.59

6
ketentuan yang terdapat dalam ketentuan pasal 3 UU Peratun, yaitu dalam hal
Badan/Pejabat TUN tidak mengeluarkan suatu keputusan yang dimohonkan
kepadanya sedangkan hal itu merupakan kewajibannya. Dalam praktek keputusan-
keputusan badan/ Pejabat TUN yang berpontesi menimbulkan sengketa TUN,
yaitu antara lain

E. KEKUASAAN RELATIF PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Kapabilitas relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah hukum
yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang
untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa
(Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum yang menjadi
wilayah hukum pengadilan itu. Pengadilan Tata Usaha Negara, Kapabilitas
relatifnya diatur dalam Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan UU NO. 51 tahun
2009 menyatakan: (1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. (2)
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi dan
daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia baru terdapat di 26 Propinsi dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara baru terdapat 4 yaitu PT.TUN Medan,
Jakarta,Surabaya dan Makassar sehingga wilayah hukum PTUN meliputi
beberapa kabupaten dan kota. Sedangkan PT.TUN wilayah hukumnya meliputi
beberapa provinsi, seperti PTUN Jakarta yang meliputi wilayah kota yang ada di
Daerah khusus ibu kota Jakarta Raya sedangkan PT.TUN Jakarta meliputi
beberapa Propinsi yang ada di pulau Kalimantan, Jawa Barat dan DKI. 4
Kapabilitas yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat kediaman
para pihak yang bersengketa yaitu Penggugat dan Tergugat diatur tersendiri dalam
4
Puslitbang Hukum dan Peradilan MA RI,Kumpulan Putusan Yurisprudensi TUN, Cetak Kedua,
(Jakarta, 2005), h. 12

7
pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 9 tahun 2004 dan UU No. 51 tahun 2009 yang
menyebutkan3:

a. Tempat kedudukan Tergugat;


b. Tempat Kedudukan salah satu Tergugat;
c. Tempat kediaman Penggugat diteruskan ke Pengadilan tempat kedudukan
Tergugat;
d. Tempat kediaman Penggugat, (dalam keadaan tertentu berdasarkan
Peraturan Pemerintah);
e. PTUN Jakarta, apabila tempat kediaman Penggugat dan tempat kedudukan
Tergugat berada diluar negeri;
f. Tempat kedudukan Tergugat, bila tempat kediaman Penggugat di luar
negeri dan tempat kedudukan Tergugat didalam negeri.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka pada prinsipnya gugatan diajukan ke


pengadilan TUN di tempat kedudukan Tergugat sedangkan yang bersifat
eksepsional di Pengadilan TUN tempat kedudukan Penggugat diatur kemudian
setelah ada Peraturan Pemerintah, akan tetapi sampai sekarang ini Peraturan
Pemerintah yang dimaksud belum ada sehingga belum dapat diterapkan

F. KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

1. Pengadilan tata usaha Negara tingkat pertama

Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah


lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat
Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.

8
Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan
daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten.
Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTUN dan
Wakil Ketua PTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.

2. Pengadilan tinggi tata usaha negara

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTTUN) merupakan


sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang
berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding,
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk
memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding.
Selain itu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang
untuk memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah
hukumnya.Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk melalui Undang-
Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTTUN dan Wakil Ketua
PTTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.5

5
R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia (Jakarta:
Sinar Grafika, 2002), h. 18

9
BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

1. KEKUASAAN ABSOLUT PERADILAN MILITER

Kewenangan Absolut Pengadilan/Peradilan Militer adalah memeriksa ,serta


memutus perkara pidana yang dimana perkara tersebut yang menjadi terdakwanya
adalah Prajurit TNI.

2. KEKUASAAN RELATIF PERADILAN MILITER

Kewenangan Relatif Pengadilan/Peradilan Militer adalah terdapat di Pasal 9


ayat 1 Undang-Undang No 31 Tahun 1997 sebagai berikut:
Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu
melakukan tindak pidana adalah:

3. KEWENANGAN PERADILAN MILITER

Adapun Wewenang dan Tugas dari masing-masing Peradilan Militer yang


tertera dalam UU No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai berikut:
Pasal 9 Ayat 1 dan 2Undang-undang No 31 tahun 1997 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3713)Pengadilan Militer bertugas dan berwenang
sebagai berikut:

a. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada


waktu melakukan tindak pidana adalah Prajurit TNI.
b. Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Angkatan Bersenjata.

10
4. KEKUASAAN ABSOLUT PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Kapabilitas absolut suatu badan pengadilan adalah kewenangan yang


berkaitan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek 3 UU No. 51 tahun 2009
tentang Peradilan TUN atau materi atau pokok sengketa4. Adapun yang menjadi
obyek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha
Negara (Beschikking) Yang diterbitkan oleh Badan/Pejabat TUN.

5. KEKUASAAN RELATIF PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Kapabilitas relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah hukum
yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang
untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa
(Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum yang menjadi
wilayah hukum pengadilan itu. Pengadilan Tata Usaha Negara, Kapabilitas
relatifnya diatur dalam Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan UU NO. 51 tahun
2009 menyatakan:
(1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota,
dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. (2) Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi dan daerah hukumnya
meliputi wilayah Provinsi.

6. KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah


lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat
Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Fuad Hassan, Pengertian Pembentukan, Balai Pustaka, Jakarta, 1999,

2. Fuad Hassan, Pengertian Kewenangan, Balai Pustaka, Jakarta, 1999.

3. S.F. Marbun. Peradilan Tata Usaha Negara,Penerbit Liberty, Yogyakarta,


2003

4. Puslitbang Hukum dan Peradilan MA RI,Kumpulan Putusan


Yurisprudensi TUN, Cetak Kedua, (Jakarta, 2005),

5. R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara


di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),

12

Anda mungkin juga menyukai

  • Etpol (Print)
    Etpol (Print)
    Dokumen15 halaman
    Etpol (Print)
    Muhamad Rahman Ramadan
    Belum ada peringkat
  • Gambar 3
    Gambar 3
    Dokumen2 halaman
    Gambar 3
    Muhamad Rahman Ramadan
    Belum ada peringkat
  • Amal Sholeh
    Amal Sholeh
    Dokumen13 halaman
    Amal Sholeh
    Muhamad Rahman Ramadan
    Belum ada peringkat
  • Fikih Jinayat
    Fikih Jinayat
    Dokumen16 halaman
    Fikih Jinayat
    Faris Fardian
    Belum ada peringkat
  • Cinderella Story
    Cinderella Story
    Dokumen24 halaman
    Cinderella Story
    Muhamad Rahman Ramadan
    Belum ada peringkat