Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan jenis penyakit yang paling banyak

diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Salah satu

penyebab penyakit infeksi adalah bakteri. Penularan penyakit infeksi karena

bakteri bisa terjadi melalui berbagai cara antara lain melalui udara, makanan,

minuman, tangan yang dimasukkan kedalam mulut atau menyentuh suatu media

yang terkontaminasi bakteri (Radji, 2015). Sampai saat ini orang-orang telah

banyak mengenal berbagai macam penularan penyakit serta kiat-kiat mengatasi

penularan penyakit. Namun dalam beberapa hal mungkin tidak terduga oleh

masyarakat yaitu ada beberapa lokasi atau tempat dimana penularan penyakit

kadang terabaikan oleh mereka, salah satu tempat yang memungkinkan terjadinya

penularan atau penyebaran penyakit adalah tempat yang sering disentuh secara

bergantian oleh banyak orang (Saputra, 2015). Mesin absensi fingerprint adalah

mesin untuk memberikan data kehadiran pegawai secara otomatis dan cepat yang

menggunakan sidik jari, setiap pegawai mengabsen dengan menempelkan salah

satu jari tangan di alat deteksi mesin fingerprint (Asmira, 2016). Hal ini

memungkinkan untuk penularan penyakit atau agen penyebab penyakit dari satu

individu keindividu lain.

Pada kulit tangan terdapat flora normal yang merupakan mikrooganisme

yang hidup di tubuh manusia. Mayoritas organisme yang hidup pada kulit adalah

organisme gram positif seperti Staphylococcus Epidermidis, Streptococcus Alpha

1
dan Non Hemolyticcus, Micrococcus dan bakteri Coryneform misalnya

Corynebacterium dan Proprionibacterium (Jacquelyn, dkk, 2012).

Selain flora normal, pada tangan manusia juga bisa terdapat bakteri yang

bisa menjadi patogen karena tangan merupakan bagian tubuh yang paling sering

kontak dengan dunia luar dan digunakan sehari-hari untuk melakukan aktivitas,

Hal ini sangat memudahkan terjadinya kontak dengan mikroorganisme dan

mentransfernya ke objek lain melalui tangan (Pratimi, 2013). Tangan yang

bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan

tubuh, makanan atau minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dapat

memindahkan bakteri pada orang lain yang mungkin tidak sadar bahwa dirinya

sedang tertular (Depkes RI, 2014).

Pada penelitian di Ghana, menunjukkan bahwa 75% ibu rumah tangga

mengaku telah mencuci tangan dengan sabun. Namun setelah dilakukan penelitian

secara terstruktur, ternyata hanya 3% yang benar-benar melakukannya, sementara

32% hanya mencuci tangan dengan air (Depkes RI 2014). Di negara Swaziland

pada tahun 2010, 50% keluarga perkotaan cenderung mempraktekkan cuci tangan,

dibandingkan dengan hanya 26% di daerah pedesaan. Selain itu dinegara Afrika

lainnya yaitu Rwanda, hanya 2% dari populasi mencuci tangan. Pada saat yang

sama, 96% dari rumah tangga terkaya di Mongolia mencuci tangan mereka

dengan benar, dibandingkan dengan 10% dari yang termiskin (UNICEF, 2012).

Berdasarkan analisis kecendrungan secara merata nasional, di Indonesia

terdapat peningkatan proporsi berprilaku cuci tangan secara benar pada tahun

2013 di banding pada tahun 2007 yang hanya 23,2%. Pada tahun 2013 rerata

nasional perilaku cuci tangan secara benar sebesar 47,0% dan lima Provinsi

2
terendah adalah Sumatra Barat (29,0%), Papua (29.0%), Kalimantan Barat

(32,3%), Sumatra Utara (32,9%) dan Aceh (33,6%). Untuk Provinsi Lampung

perilaku mencuci tangan dengan benar pada tahun 2013 mengalami peningkatan

yang cukup besar. Mulanya hanya 15,4% di tahun 2007 dan mengalami

peningkatan pada tahun 2013 menjadi sebesar 46,7% (Depkes RI, 2014).

Namun, Seiring dengan bertambahnya kesibukan masyarakat terutama di

perkotaan, dan banyaknya produk-produk instan yang serba cepat dan praktis,

maka muncul produk inovasi pembersih tangan tanpa air yang dikenal dengan

pembersih tangan antiseptik atau hand sanitizer. Produk hand sanitizer ini

mengandung antiseptik yang digunakan untuk membunuh kuman yang ada di

tangan (Desiyanto, dkk, 2013). Jenis produk hand sanitizer inipun juga semakin

beragam, baik komposisinya, zat pembawanya, serta telah dipasarkan produk-

produk baru yang digunakan secara meluas di masyarakat. Universitas Malahayati

merupakan institusi besar yang memiliki lebih dari 200 tenaga dosen dan tenaga

administrasi, fingerprint merupakan metode yang dipakai oleh institusi ini untuk

mengevaluasi kehadiran tenaga kerja yang ada. Penggunaan metode FingerPrint

ini tentunya menyebabkan adanya penggunaan hand sanitizer sebagai upaya

untuk menstrerilkan tangan.

Oleh karena itu berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik

untuk mengetahui daya hambat Hand Sanitizer terhadap bakteri yang terdapat

pada Absensi FingerPrint di lingkungan Universitas Malahayati Bandar Lampung

Tahun 2017.

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang

diteliti adalah bagaimanakah daya hambat atau keefektivitasan hand sanitizer

terhadap bakteri yang terdapat pada absensi fingerprint di lingkungan Universitas

Malahayati Bandar Lampung Tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui keefektivitasan hand sanitizer terhadap bakteri yang terdapat

pada absensi fingerprint di lingkungan Universitas Malahayati Bandar Lampung

Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui gambaran bakteri yang terdapat pada absensi

fingerprint di lingkungan Universitas Malahayati Bandar Lampung Tahun 2016

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

 Menambah pengetahuan peneliti dalam keterampilan bekerja di

laboratorium.

 Mempelajari metodologi dalam pembuatan suatu penelitian

 Menambah pengetahuan tentang pemakaian hand sanitizer dan efeknya

terhadap pertumbuhan bakteri.

1.4.2 Bagi Institusi

 Menambah informasi mengenai keilmuan mikrobiologi.

4
1.4.3 Bagi Keilmuan

 Dapat memberikan informasi mengenai efek antiseptik hand sanitizer

terhadap bertumbuhan bakteri

 Dapat dijadikan sumber referensi bagi praktisi lain.

1.4.4 Bagi Sosial

 Dapat memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya efek antiseptik

hand sanitizer terhadap pertumbuhan bakteri.

1.5 Ruang Lingkup

1.5.1 Judul Penelitan

Judul penelitian ini adalah efektivitas hand sanitizer terhadap bakteri yang

terdapat pada absensi fingerprint di lingkungan Universitas Malahayati Bandar

Lampung tahun 2017.

1.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari Tahun 2017 hingga

bulan Maret Tahun 2017.

1.5.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

1.5.4 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk melihat daya

hambat hand sanitizer terhadap biakan bakteri dengan metode disc difussion.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri

Bakteri merupakan organisme uniseluler yang relatif sederhana. Karena

bakteri materi genetiknya tidak diselimuti oleh selaput membran inti, sel bakteri

disebut dengan sel prokariotik dan struktur selnya lebih sederhana dibandingkan

dengan sel eukariotik. Bakteri merupakan mikroorganisme penyebab penyakit

infeksi tersering dan bakteri mempunyai bentuk serta ukuran yang sangat

beragam, yaitu sebagian besar sel bakteri memiliki diameter 0,2–2 mikron

panjang 2–8 mikron. Secara umum bentuk bakteri digolongkan menjadi tiga

golongan utama, yaitu bentuk kokus (bulat), bentuk basil (batang) dan bentuk

spriral. Dinding sel bakteri mengandung kompleks karbohidrat dan protein yang

disebut peptidoglikan. Bakteri umumnya bereproduksi dengan cara membelah diri

menjadi dua sel yang berukuran sama, ini disebut dengan pembelahan biner.

Untuk nutrisi, bakteri umumnya menggunakan bahan kimia organik yang dapat

diperoleh secara alami dari organisme hidup atau organisme yang sudah mati,

beberapa bakteri dapat membuat makanan sendiri dengan proses biosintesis,

sedangkan beberapa bakteri yang lain memperoleh nutrisi dari subtansi organik

(Radji, 2015).

Struktur sel bakteri terdiri atas tiga bagian penting, yaitu struktur ekternal

sel, struktur dinding sel dan struktur internal sel (Radji, 2015).

6
Sumber : (Irianto, 2006)

Adapun struktur Ekternal Sel Bakteri terdiri dari beberapa bagian, yaitu :

1. Glikokaliks

Beberapa bakteri biasanya mampu mengeluarkan bahan yang dapat menutupi

bagian perrmukaan selnya, yaitu glikokaliks. Glikokaliks yang bearti selubung

gula merupakan istilah umum untuk subtansi yang dapat menyelimuti permukaan

sel. Jika terstruktur dan menempel dengan kuat di seluruh permukaan dinding sel,

glikokaliks ini disebut dengan kapsul.

2. Flagel

Beberapa jenis bakteri mempunyai flagel sehingga bakteri dapat bergerak

dengan bebas dan berenang dalam cairan habitatnya. Berdasarkan pola

keberadaannya, flagel di bagi menjadi 4 jenis yaitu monotrik, amfitrik, lofotrik,

peritrik. Flagel biasanya berbentuk seperti benang dan berdiameter 12-30

nanometer dan pada umumnya mengandung protein yang disebut dengan flagelin.

7
3. Fimbria dan Pili

Beberapa bakteri mempunyai organ tambahan berbentuk benang yang lebih

pendek, lurus dan lebih kecil dari pada flagel, yang berfungsi untuk menempel

bukan untuk bergerak, yaitu pili.

Sedangkan fimbria terdapat di seluruh permukaan sel bakteri, organ ini berperan

dalam adhesi bakteri dengan sel hospes (Radji, 2015).

4. Dinding Sel

Dinding sel bakteri mempunyai struktur yang sangat kompleks yang terdiri

atas komponen kaku dan kuat serta berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan

keutuhan sel. Hampir semua sel prokariot mempunyai dinding sel, dinding sel ini

mengandung makromolekul yang disebut peptidoglikan sehingga relatif kuat dan

lentur untuk dapat menahan tekanan osmotik yang tinggi di dalam sel bakteri

(Radji, 2015).

Adapun struktur Internal Sel Bakteri terdiri dari beberapa bagian, yaitu :

1. Membran sitoplasma

Membrans sitoplasma merupakan lapisan tipis yang berada tepat di dalam

dinding sel yang melapisi sitoplasma sel. Fungsi penting membran sitoplasma

adalah sawar selektif untuk keluar masuknyasenyawa kimia dari luar dan dari

dalam sel.

2. Sitoplasma

Sitoplasma merupakan substansi yang berada di dalam membran plasma dan

mengandung 80% air. Selain itu, sitoplasma mengandung protein, enzim,

karbohidrat, lipid, ion-ion organik, dan berbagai senyawa berbobot molekul

8
rendah. Sitoplasma terdiri atas area nuckleus yang mengandung DNA, ribosom,

berbagai inklusi dan granul.

3. Area Nukleus

Area nukleus atau nukleolus sel bakteri mengandung DNA untai ganda

berbentuk melingkar yang disebut dengan kromosom. Krromosom bakteri tidak

dikelilingi oleh membran inti sel dan tidak mengandung protein histon. Selain itu

area nukleus juga mengandung plasmid yanng merupakan elemen materi genetik

ektrakromosomal yang dapat membawa gen yang menyebabkan resitensi terhadap

antibiotik.ss

4. Ribosom

Semua sel, memiliki ribosom yang berfungsi penting untuk sintesis protein.

Pengamatan dengan mikroskop elektron menunjukkan bahwa sitoplasma dipenuhi

oleh ribosom sehingga sitoplasma tampak bergranul.

5. Mesosom

Di beberapa tempat tertentu pada membran plasma, terdapat cekungan atau

lekukan ke dalam yang relatif besar yang disebut mesosom. Berfungsi sebagai

tempat kerja enzim yang terlibat dalam respirasi dan transpor elektron.

6. Inklusi

Di dalam sitoplasma, terdapat granul-granul yang mengandung berbagai

subtansi, seperti glikogen, metafosfat organik, asam polihidroksibutirat, belerang

atau senyawa yang mengandung nitrogen, biasanya digunakan sebagai cadangan

nutrisi bagi sel, subtansi cadangan tersebut dikenal sebagai inklusi (Radji, 2015).

Selain itu, beberapa genus bakteri gram-positif dapat membentuk endospora.

Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram-positif

9
dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi

kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik, dan

ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan

endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia.

Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel

bakteri (Radji, 2015).

2.2 Flora Normal Kulit

Manusia secara konstan dapat berhubunngan dengan beribu-ribu

mikroorganisme. Mikroorganisme tidak hanya redapat di lingkungan, tetapi juga

menghuni tubuh manusia, mikroorganisme yang secara alamiah menghuni tubuh

manusia disebut flora normal. Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh

manusia, oleh sebab itu di kulit banyak terdapat mikroorganisme, yang sebagian

besar tidak berbahaya atau bahkan bermanfaat untuk hostnya. Flora normal yang

menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal atau mikroorganisme

sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme tetap (resident

microorganism). Karena paparan konstan dan kontak dengan lingkungan, kulit

sangat cenderung mengandung transient microorganisme (Trampuz, dkk, 2004 &

Jawetz dkk., 2013).

Flora transient terdiri atas mikroorganisme non-patogen atau potensial

patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari,

atau minggu), ada kemungkinan berasal dari lingkungan yang terkontaminasi.

Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas

rendah) dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Pada kondisi terjadi

10
perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit (Jawetz

dkk, 2013).

Tabel 2.1 Flora Normal Kulit

Tempat Predileksi Mikroorganisme

Staphylococcus Epidermidis

Staphylococcus Aureus (dalam jumlah sedikit)

Spesies mirococcus

Spesies neisseria non patogen

Kulit Sterptococcus Alpha-hemolytic, non hemolytic

Diptheroids

Spesies Propionbacterium

Spesies Peptostreptococcus

Dan yang lainnya (candida, ancinobacter dll)

Sumber : (Jawetz, dkk, 2013)

2.3 Siklus Penularan Penyakit Infeksi

Mikroorganisme hidup di mana-mana di lingkungan kita, Manusia

biasanya membawanya pada kulit, saluran pernapasan atas dan genetalia. Pada

penyebarannya jika organisme bersentuhan dengan kulit, resiko terinfeksinya

rendah. Sedangkan jika organisme bersentuhan dengan selaput lendir atau kulit

yang terkelupas, resiko infeksi meningkat dan resiko infeksi bertambah besar

ketika mikroorganisme bersentuhan dengan bagian tubuh yang streril, walaupun

hanya sedikit organisme yang masuk dapat menyebabkan penyakit.

Menurut (Tietjen, dkk, 2010), suatu penyakit infeksi memerlukan keadaan

tertentu untuk dapat menyebar atau ditransmisikan kepada orang lain, yaitu :

11
- Harus ada agen, sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit (virus, bakteri,

dan lain-lain).

- Agen ini mempunyai tempat untuk dapat hidup (sebagai inang). Banyak

mikroorganisme yang menimbulkan penyakit pada manusia (organisme

patogen) berlipat ganda dalam tubuh manusia dan ditularkan dari satu

orang ke orang lain.

- Agen itu harus punya lingkungan yang cocok di luar inang untuk dapat

hidup. Setelah mikroorganisme meninggalkan inangnya, harus ada

lingkungan yang cocok untuk dapat hidup sampai menginfeksi orang lain.

- Harus ada orang yang dapat terjangkit penyakit (inang yang rentan).

Manusia terpapar kepada agen penyebab penyakit setiap hari, tetapi tidak

selalu menjadi sakit. Alasan utama kebanyakan orang tidak tertular

penyakit adalah karena mereka sebelumnyatelah terpapar oleh agen

tersebut dan sistem kekebalan tubuhnya sekarang sudah mampu

menghancurkan agen yang masuk kedalam tubuhnya.

- Agen harus punya jalan untuk berpindah dari inangnya untuk menulari

inang berikutnya yang rentan. Penyakit infeksius tersebar terutama melalui

cara berikut ini :

 Melalui udara ; melekat melalui saluran pernapasan

 Darah atau cairan tubuh ; jika darah atau cairan tubuh yang

terkontaminasi bersinggungan dengan orang lain, seperti melalui

tusukan jarum, orang itu dapat terinfeksi.

 Kontak ; sentuhan atau cara kontak lainnya dengan luka terbuka atau

pustul yang pecah.

12
 Fekal-Oral ; memasukkan jari kedalam mulut setelah memegang

benda-benda yang terkontaminasi tanpa mencuci tangan sebelumnya.

 Melalui makan : minuman atau makan makanan yang

terkontaminasi.

 Melalui binatang atau serangga ; kontak dengan binatang atau

serangga yang terinfeksi melalui gigitan, cakaran, ludah atau

kotorannya (Tietjen, dkk, 2010).

Banyak bakteri ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui tangan.

Seseorang pada lubang hidung anteriornya terdapat S. aureus saat menggosok-

gosok hidungnya, membawa Staphilococcus pada tangannya, dan menyebarkan

bakteri ke bagian lain pada tubuhnya atau ke orang lain, dan mengakibatkan

infeksi. Banyak patogen oportunistik yang menyebabkan infeksi nosokomial

ditularkan dari satu pasien ke pasien lain melalui tangan petugas rumah sakit.

Oleh karena itu, mencuci tangan merupakan komponen penting dalam

pengendalian infeksi (Jawetz, dkk, 2013).

Tempat masuk bakteri patogen ke dalam tubuh yang paling sering adalah

daerah pertemuan membran mukosa dengan kulit, saluran pernapasan (saluran

atas dan bawah), saluran pencernaan (terutama mulut), genital dan saluran kemih.

Daerah abnormal membran mukosa dan kulit (misalnya luka terbuka, luka bakar,

dan luka lainnya) juga sering menjadi tempat masuk bakteri. Kulit dan membran

mukosa yang normal memberikan pertahanan primer terhadap infeksi. Untuk

menimbulkan penyakit, bakteri patogen harus menembus pertahanan primer

tersebut (Jawetz, dkk, 2013).

13
2.4 Media Perbenihan

Media adalah suatu substansi yang komposisinya terdiri dari nutrisi

tertentu yang diperlukan untuk menumbuhkan dan mempelajari sifat-sifat bakteri.

Semua beentuk kehidupan mulai dari mikroorganisme samapai kepada manusia

mempunyai persamaan dalam persyaratan nutrisi tertentu dalam bentuk zat-zat

kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan fungsinya yanng normal. Di

laboratorium mikrobiologi untuk menumbuhkan dan mempelajari sifat-sifat

bakteri diperlukan suatu subtansi yang sudah diatur komposisi nutisinya yaitu

media. Untuk melakakukan hal ini harus diketahui jenis-jenis nutrisi yang

disyaratkan oleh bakteri tersebut. Selain lingkungan fisik yang menyediakan

kondisi optimum bagi pertumbuhannya banyak macam media tersedia dan dikenal

untuk isolasi, identifikasi dan pemeliharaan bakteri. Namun demikian tidak semua

media dapat mendorong pertumbuhan bakteri. Bakteri amat beragam baik dalam

persyaratan nutrisinya maupun fisiknya. Beberapa bakteri ada yang yang

mempunyai persyaratan nutrisi yang sederhana ada pula yang mempunyai

persyaratan yang cukup rumit (Sutarman, 2000)..

Secara umum kultur media bakteri harus mengandung sumber karbon,

nitrogen, sulfur, fosfat, vitamin atau bahan-bahan yang dapat mendorong

pertumbuhan bakteri seperti ekstrak daging atau ragi. Ekstrak daging mengandung

pepton dan asam amino. Pepton dipakai dalam kultur media sebagai sumber

nitrogen. Banyak senyawa nitrogen sederhana terkandung dalam pepton sehingga

mudah dilepas unsur nitrogennya. Selain itu bakteri juga ada yang membutuhkan

penyubur darah, serum serta logam dari garam-garam anorganik sebagai “trace

elements” mikro seperti Ca, Mn, Mg, Zn, Co, Fe, Cu (Sutarman, 2000)..

14
Dari berbagai macam media yang sudah ada baik yang diramu maupun

dalam bentuk siap pakai untuk keperluaan isolasi, identifikasi dan pemeliharaan

bakteri, dapat dibedakan bahan-bahan nutrisinya sebagai berikut.

1. Energi

Untuk keperluaan pertumbuhan bakteri pada media diperlukan energi yang

diperoleh dan oksidasi senyawa organik yang terkandung dalam media

tersebut seperti karbohidrat dan protein.

2. Sumber karbon (C)

Sumber C bisa diperoleh dari senyawa organik protein dan karbohidrat.

Protein diperoleh misalnya dari ekstrak daging atau pepton, sedangkan

karbohidrat misalnya glukosa, laktosa, sukrosa.

3. Nitrogen (N)

Sumber N untuk kebutuhan nutrisi ada 2 yaitu : N berasal dari nitrogen

anorganik dan N dari nitrogen organik. Kebutuhan N dari nitrogen anorganik

biasanya dipakai amomumnitrat (NH4NO3) atau amonium sulfat (NH4)2SO4

sedangkan N dari nitrogen organik diperoleh dari protein / pepton atau asam-

asam amino.

4. Belerang (S)

Sumber S untuk kebutuhan nutrisi ada 2 yaitu S yang berasal dari senyawa

anorganik dan S dari senyawa organik. Kebutuhan S dari senyawa anorganik

biasanya dipakai amoniumsulfat (NH4)2SO4, sedangkan kebutuhan S dari

senyawa organik diperoleh dalam molekul protein/pepton atau asam-asam

amino.

15
5. Fosfat

Fosfat dipakai biasanya dalam bentuk garam seperti kalium dihidrogen fosfat

(KH2PO4), dikaliumhidrogenfosfat (K2HPO4), natrium dihidrogen fosfat

(NaH2PO4) dan dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4).

6. Unsur Logam Anorganik

Beberapa spesies bakteri ada yang memerlukan unsur loga tertentu, unsur-

unsur ini diperlukan dan berguna untuk mengaktifkan enzim agar rekasi

biokimiawi dalam sel berjalan lancar. Unsur logam ini pemakainnya sedikit

sekali dan merupakan elemen mikro.

7. Vitamin

Vitamin diperlukan untuk mengaktifkan enzim. Banyak spesies bakteri yang

dapat mensintesis sendiri vitamin yang dibutuhkannya, beberapa vitamin

yang biasa/sering digunakan adalah vitamin B, vitamin B6, vitamin C dan

vitamin B komplek.

8. Penyubur

Untuk menumbuhkan bakteri yang sulit ditumbuhkan perlu ditambahkan

penyubur kedalam media penyubur yang biasa dipakai antara lain :darah,

serum ayam/sapi/kuda dan suplemen tertentu.

9. NaCl

Selain sebagai elemen mikro, garam NaCl diperlukan untuk menaikkan

tekanan osmosa dan keseimbangan fisikokhemis sel bakteri yang tumbuh

dalam media tertentu.

16
10. Agar-agar

Untuk media bentuk padat / semi padat ditambahkan agar-agar sebagai

pemadat.

11. Air

Air mutlak diperlukan selain sebagai pelarut bahan media. Umumnya bakteri

senang / lebih subur tumbuhnya dengan kandungan air, biasanya digunakan

air suling (aquadest).

Selain bahan-bahan nutrisi yang disyaratkan bagi pertumbuhan bakteri ada

pula pada medi tertentu ditambahkan bahan-bahan kimia / antibiotik tertentu

dengan maksud untuk menghambat / membunuh bakteri atau jamur yang

tidak diinginkan, terutama pada waktu isolasi serta penambahan zat

penunjuk (indikator) untuk mempelajari atau mendeteksi misalnya

fermentasi karbohidrat yang terdapat dalam media. Bahan-bahan

penghambat yang biasa dipakai antara lain : kristal violet, brilian green, bile

salt, natrium selenit, berbagai macam antibiotik dan antijamur. Sedangkan

zat petunjuk yang sering dipakai adalah : fenol red, neural red dan

bromthimol blue. Selain persyaratan nutrisi dan penambahan bahan

penghambat ada pula beberapa kondisi fisik yanng dapat mempengaruhi

pertumbuhan bakteri seperti suhu, keadaan udara dan erajat keasaman

(Sutarman, 2000).

17
Kondisi fisik yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri dapat di lihat pada tabel

berikut :

Tabel 2.2 kondisi fisik yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri :

Kondisi
Kondisi Fisik Tipe Bakteri Biakan / Inkubasi
Suhu Psikrofil 0-300C
Mesofil 25-470C
Termofil Obligat 45-750C
Termofil Fakultatif 25-550C
Oksigen Aerob Obligat O2 bebas mutlak perlu
Anaerob Obligat Mati bila ada o2 bebas
Anaerob Fakultatif Tumbuh baik ada o2 atau
tidak ada
Anaerob Aerotoleran Tidak mati dengan adanya
O2
Miroaerofilik Tubuh baik dengan sedikit
O2 bebas
pH Bakteri Patogen pH optimum 7,2-7,6
Cahaya Foto Sintetik Harus ada sumber cahaya
Sumber : Sutarman Kultur Media Bakteri, 2000

- Klasifikasi Media Pebenihan

Di tinjau dari sudut keperluan atau penggunaan dan sifat-sifatnya dari lebih 90

macam media yanng telah dibuat, dapat digolongkan menjadi 6 klasifikasi

berdasarkan : sumber nutrisinya, bentuk fisik kompisisi kimia, perbedaan

pertumbuhan bakterinya, dapat tidaknya menyeleksi atau menghambat bakteri

yang tak diinginkan serta dapat tidaknya menumbuhkan bakteri yang sulit

tumbuh dikondisi yang tidak optimum.

18
Klasifikasi media perbenihan bakteri dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Klasifikasi Media

Dasar
Klasifikasi Sifat Media Contoh

Sumber Nutrisi - Alamiah - Susu, Telur, kentang


- Buatan - Nutrien Agar, Tryptic Soy
Agar, Heart Infusion Agar
Bentuk fisik - Cair - Nutrien broth, Triptonn
cair broth
- Setengah padat - Amies Transport Medium,
- Padat Stuart Transport Medium
- Nutrien Agar, Triptosa
Agar

Komposisi - Komplek - Meuller Hinton Agar,


kimia Nutrien Agar
Perbedaan - Sintetik - Dorset Henley, Eosin
Pertumbuhan membedakan Methilene Blue Agar, Mac
Seleksi (diferensial) Conkey Agar
- memilih - Briliant Green Agar,
(selektif) Salmonella Shigella Agar,
Bismuth Sulfite Agar
Rewel - Diperkaya - Blood Agar, Serum Agar
(Fastidious)
Sumber : Sutarman Kultur Media Bakteri, 2000

19
Beberapa contoh jenis media yang digunakan khususnya pada isolasi

bakteri dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2.4 Contoh Jenis Media

Media Bakteri

Blood Agar Heamophilus, Pasteurella, Staphylococcus,


Streptococcus, Antrax, Clostridium
Mac Conkey Agar E.coli, Proteus, Pseudomonas, Shigella,
Salmonella
Eosin Methilene Blue Proteus, Pseudomonas, Coliform, Salmonella,
Agar Shigella
Briliant Greean Agar Salmonella
Trypte Soy Agar Brucella, Listeria, Pasteurella, Prostests,
Pseudomonas, Staphylococcus
Nutrien Agar Staphylococcus
Salmonella Shigella Agar Antrax, Staphylococcus
Cooked Meat Medium Salmonella, Shigella
Triptose Agar Clostridium
Sumber : Sutarman Kultur Media Bakteri, 2000

2.5 Antimikroba

Antimikroba adalah suatu metabolit yang diperoleh atau dibentuk oleh

berbagai jenis mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu

menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Antimikroba memengang

penting dalam mengkontrol populasi mikroba di dalam tanah, air, limbah dan

lingkungan. Dari berbagai antimikroba yang ditemukan, hanya beberpa golongan

yang dapat digunakan dalam pengobatan. Penemuan antimikroba merupakan

langkah keberhasilan dalam upaya penanggulangan penyakit infeksi. Temuan

penting yang telah merombak cara pengobatan penyakit infeksi adalah protonsil

20
pada tahun 1935, yang dapat menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh

steptokokus (Radji, 2015).

Antimikroba pada dasarnya memiliki dua mekanisme kerja yaitu

Bakteriostatik dan Bakterisida, namun secara terperinci mekanisme kerjanya

antimikroba digolongkan sebagai berikut :

- Antimikroba yang dapat menghambat sintesis dinding sel mikroba

- Antimikroba yang dapat menggangu atau merusak membran sel

- Antimikroba yang dapat mengganggu biosintesis asam nukleat

- Antimikroba yang dapat menghambat sintesis protein.

 Penggunaan Antiseptik

Yang dimaksud Antiseptik pada umumnya adalah bahan-bahan yang dapat

mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme, khususnya yang

berkontak dengan tubuh tanpa mengakibatkan kerusakan besar pada jaringan

(Irianto, 2006). Antiseptik umumnya lebih efektif terhadap bakteri Gram-positif

daripada terhadap bakteri Gram-negatif, faktor penting dari sifat resitensi tersebut

adalah lapisan lipopolisakarida eksternal yang terdapat pada bakteri Gram-negatif.

Ketepatan kerja antiseptik yang digunakan sangat penting diketahui dalam

pengawasan dan pengendalian mikroorganisme. Efektivitas antiseptik umumnya

dapat dipastikan jika antiseptik tersebut dapat merusak atau mengubah struktur sel

miroba. Kelainan struktur tersebut antara lain kerusakan pada dinding sel,

perubahan permeabilitas sel, kerusakan pada membran sitoplasma, dan perubahan

struktur molekul protein dan asam nukleat mikroba (Radji, 2015).

21
2.6 Hand Sanitizer

Hand sanitizer adalah cairan atau gel antiseptik yang digunakan untuk

mencuci tangan tanpa perlu air untuk membilasnya, hand sanitizer dapat

menghilangkan kuman kurang dari 30 detik (Ardianti, dkk, 2011). Pembersih

tangan atau hand sanitizer digunakan untuk membunuh bakteri yang telah

terakumulasi di tangan tanpa harus dibilas dengan air. Antiseptik tidak

dimaksudkan untuk masuk ke dalam jaringan tubuh, melainkan hanya bekerja di

permukaan tubuh saja, seperti halnya untuk pemakaian di kulit tangan kita. Dalam

pembuatan pembersih tangan ini digunakan alkohol, karena alkohol mempunyai

potensi sebagai antiseptik yang cukup optimal pada kadar 70%. Hand sanitizer

adalah cairan dengan berbagai kandungan yang sangat cepat membunuh

mikroorganisme yang ada di kulit tangan (Ramadhan, 2015).

Hand sanitizer banyak digunakan karena alasan kepraktisan, mudah

dibawa dan cepat digunakan tanpa perlu menggunakan air. Hand sanitizer

digunakan ketika dalam keadaan darurat di mana kita tidak bisa menemukan air.

Kelebihan ini diutarakan menurut US Food and Drug Administration (FDA) dapat

membunuh kuman dalam waktu kurang lebih 30 detik. Hand sanitizer memiliki

berbagai macam zat yang terkandung. Secara umum mengandung alkohol 60-

90%. Menurut Center for Disease Control (CDC) hand sanitizer terbagi menjadi

dua yaitu mengandung alkohol dan tidak mengandung alkohol Hand sanitizer

dengan kandungan alkohol antara 60-95% memiliki efek anti mikroba yang baik

dibandingkan tanpa kandungan alkohol (Ramadhan, 2015). Berdasarkan

Penelitian yang dilakukan (Amy, dkk, 2013) di kenya menunjukkan penyediaan

hand sanitizer ke sekolah-sekolah diperkotaan dengan akses air terbatas nyata

22
memperbaiki praktik kebersihan tangan. Dengan adanya hand sanitizer angka

sadar membersihkan tangan secara signifikan naik lebih tinggi, terutama setelah

menggunakan toilet dan sebelum makan siang. ini dapat mencegah terkontaminasi

bakteri patogen serta mencegah transfer dari tangan ke mulut.

2.7 Pengujian Antimikroba

Uji kepekaan bakteri terhadap antimikroba dilakukan pada isolat yang

mungkin merupakan penyebab infeksi. Metode uji kepekaan antimikroba dan

pemelihan jenis antibiotik yang diuji maupun cara interprestasinya diatur dalam

standar yang disusun oleh negara. Pada umumnya laboratorium mikrobiologi di

Indonesia menggunakan standar Clinical and Laboratory Standards Institut (CLSI)

yang disusun di Amerika Serikat dan Selalu direvisi setiap tahunnnya.

Uji dapat dilakukan dengan metode difusi cakram atau dilusi tabung.

Metode dilusi dapat memberikan hasil Konsentrasi Hambat Minimal (KHM =

Minimum Inhibitory Concentration / MIC), sedangkan metode difusi cakram akan

memberikan hasil sensitif, intermediate atau resisten berdasarkan diameter zona

hambat. Metode difusi lebih banyak digunakan secara rutin karena biaya

operasional yang jauh lebih murah. Hasil dari kedua metode tersebut dapat

membantu klinisi untuk menentukan penobatan.

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji kepekaan, antara lain

ketebalan media, kekeruhan suspensi bakteri yang digunakan, konsentrasi

antibiotik yanng digunakan, suhu dan lama inkubasi. Hasil dibaca dengan

mengukur diameter zona inhibisi yang terjadi setelah masa inkubasi (Penuntun

Praktikum mikrobiologi FKUI, 2012).

23
a. Metode difusi cakram (Disk Diffusion Method)

Prinsip Pemeriksaan :

Pada metode dilusi ini dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu

- Metode Disc Diffusion

Metode ini merupakan cara paling sering digunakan untuk menentukan

kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada metode ini

bertujuan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Blank Disc yang berisi

agen antimikroba diletakkan pada media agar. Area jernih mengindikasikan ada

nya zona hambat pertumbuhan bakteri oleh agen antimikroba pada permukaan

media agar. Pada cara ini digunakan cakram kertas saring (blank disc) yang

berfungsi sebagai penampung zat antimikroba. kertas saring tersebut kemudian

diletakkan pada lempengagar yang telah diinokulasi mikroba kemudian diinkubasi

pada waktu dan suhu tertentu sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba yang

diuji. Pada umumnya hasil yang dapat bisa diamati setelah diinkubasi selama 18-

24 jam dengan suhu 370C. Hasil pengamatan adalah adanya zona hambat

pertumbuhan bakteri yang terlihat dari terbentuknya area bening disekeliling

kertas saring (Turnidge, 2008)

Tabel 2.2 Diameter Zona Hambat

Diameter Zona Hambat Respon Hambat Pertumbuhan


>20 mm Kuat
16-20 mm Sedang
10-15 mm Lemah
<10 mm Tidak ada
Sumber : (Greenwood, 1995)

24
- Metode Parit

Suatu lempeng agar yang telah diinokulasi dengan bakteri yang diuji dibuat

sebidang parit. Parit tersebut teerisi zat antimikroba kemudian diinkubasi pada

waktu dan suhu optimum yang sesuai untuk mikroba yang diuji. Hasil

pengamatan yang akan diperoleh berupa ada tidaknya zona hambat yang terbentuk

disekitar parit (Bonang, 1992).

- Metode Cup Plate Technique

Pada lempeng agar yang telah diinokulasikan denngan bakteri yang diuji

dibuat suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba. Kemudian

setiap lubang itu diisi dengan zat yang diuji, setelah diinkubasi pada suhu dan

waktu yang sesuai dengan mikroba yang diuji dilakukan pengamatan dengan

melihat pada ada atau tidaknya zona hambat di sekeliling lubang (Bonang,G.,

1992).

b. Metode Dilusi Tabung (Tube Dilution Method)

Prinsip Pemeriksaan :

Pada metode ini dilakukan pengenceran antibiotik atau antimikroba dalam

tabung-tabung reaksi untuk menentukan konsentrasi antibiotik terendah yang

masih dapat mennghambat pertumbuhan bakteri atau yang disebut sebagai

Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau MIC (Minimal Inhibitory

Concentration).

25
Interpretasi hasil

 Tabung dengan pertumbuhan bakteri akan terlihat keruh, bila terjadi

hambatan medium di dalam tabung akan terlihat jernih.

 MIC adalah konsentrasi antibiotik terkecil yang masih dapat menghambat

pertumbuhan bakteri.

 Interprestasi hasil uji kepekaan (resisten, intermediate atau sensitif)

mengikuti tabel yang dibuat oleh CLSI (Penuntun Praktikum mikrobiologi

FKUI, 2012)

26
2.8 Kerangka Teori

Tempat perkembang
biakan bakteri, sebagai
contoh fingerprint

Bakteri tersebar &


Melalui jari tangan masuk ke tubuh
berpindah keindividu lain melalui

- Fekal-Oral :
Perkembang Biakan memasukkan jari
Bakteri kedalam mulut
setelah memegang
benda-benda yang
terkontaminasi
Proses sterilisasi tanpa mencuci
tangan menggunakan tangan sebelumnya
hand sanitizer
- Kontak :
sentuhan atau cara
Penghambatan Bakteri kontak lainnya
dengan luka
terbuka atau
pustul yang pecah

Sumber : (Tietjen, dkk, 2010)

2.9 Kerangka Konsep

Terbentuk
zona hambat
Biakan bakteri
Hand Sanitizer Hasil swab
pada fingerprint
Tidak terbetuk
zona hambat

27
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental disc difussion, untuk

melihat daya hambat hand sanitizer terhadap hasil biakan bakteri yang berasal

dari alat deteksi absensi fingerprint di lingkungan Universitas Malahayati Bandar

Lampung.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Peneltian ini dilakukan pada bulan Februari Tahun 2017 sampai bulan

Maret Tahun 2017 di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematikan dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

3.3 Bahan yang Diuji

Bahan yang diuji pada penelitian ini merupakan Hand sanitizer yang

mudah ditemukan di indonesia, yang dibeli di daerah Bandar Lampung.

3.4 Sample Bakteri

Sampel bakteri yang dipakai pada penelitian merupakan sample bakteri

yang berasal dari hasil swab yang dilakukan pada alat deteksi dimesin absensi

fingerprint Universitas Malahayati Bandar Lampung, yang dibudayakan di media

dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C.

28
3.5 Identifikasi Variabel

3.5.1. Variable Bebas

Variable bebas pada penelitian ini adalah hand sanitizer yang mudah

ditemukan di wilayah Bandar Lampung.

3.5.2. Variable Terikat

Variable terikat pada penelitian ini adalah Petumbuhan bakter di media

Triptone Soya Agar (TSA), diukur dengan diameter zona hambat yang terbentuk

dalam milimeter.

3.6 Alat dan Bahan Penlitian

3.6.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Autoclave, mikro pipet,

bunsen, korek api, ose, cawan petri, paper disc, jangka sorong, swab steril,

erlenmayer, label, pinset, alkohol.

3.6.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Triptic Soya Agar

(TSA), Brain Heart Infusion Broth (BHIB), paper disc yang masih kosong, hand

sanitizer yang akan di uji, tabel standar interprestasi zona hambat.

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Sterilisasi Alat dan Bahan

Seluruh alat yang akan digunakan penelitian dicuci dan kemudian

disterilisasi menggunakan autoclave selama 20 menit pada suhu 1210 dengan

tekanan 1,5 atm.

29
3.7.2 Pembiakan Bakteri Hasil Swab

Langkah pertama adalah pembuatan media agar sebagai tempat untuk

perkembang biakan bakteri. TSA sebanyak 10 gram dilarutkan dalam 250 ml

BHB (BHIB dibuat dengan cara 9,25 gram BHIB dilarutkan dalam 250 ml

aquades). Selanjutnya larutan TSA dalam BHIB disterilkan menggunakan

autoclave, kemudian Larutan agar yang sudah steril dituangkan dalam cawan petri

dan dibiarkan hingga membentuk gel. Setelah media agar siap, Goreskan swab

steril pada alat deteksi absensi fingerprint lalu usapkan pada media agar yang

telah dibuat. Setelah proses penggoresan selesai, inkubasi pada suhu optimum

yaitu 370C selama 24 jam.

3.7.3 Pengujian aktifitas daya hambat handsanitizer terhadap

pertumbuhan bakteri

Pengujian efektivitas handsanitizer dilakukan dengan motde disc-

diffusion, dengan cara berikut :

Basuh paper disc kosong dengan hand sanitizer, letakkan paper disc yang telah

mengandung hand sanitizer pada media agar yang telah disiapkan untuk

perkembang biakan bakteri hasil swab pada alat fingerprint yang sebelumnya

telah di goreskan hasil swab dari alat deteksi fingerprint. kemudian inkubasi pada

suhu 370C selama 24 jam, Setelah diinkubasi selama 24 jam lihat hasil zona

hambat yang terbentuk dan diukur menggunakan penggaris atau jangka sorong.

30
3.8 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

NO Variable Definisi opersional Alat Ukur Hasil Ukur

1 Zona Hambat Daerah bening yang Jangka Sorong Diameter


Biakan bakteri terbentuk tanpa ada
pertumbuhan dari Zona Hambat
bakteri yang berasal
dari hasil swab
fingerprint ditanam
di media TSA

2 Hand Sanitizer Bahan pensteril


tangan yang
digunakan tenaga - -
pengajar dan staff
adiministrasi
Universitas
Malahayati

3.9 Alur Penelitian

Pengambilan sampel bakteri /


mikroorganisme pada alat fingerprint
Universitas Malahayati

Pembuatan biakan bakteri dengan media TSA

Basuh disc difussion dengan hand sanitizer

Tahap pengujian pertumbuhan bakteri

Pengukuran zona hambat yang terbentuk

31

Anda mungkin juga menyukai