U. Kulsum, S. E Nugroho
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang,
Indonesia, 50229
Alamatkorespondensi: ISSN 2252-6935
Gedung D7 Lantai 2 Kampus UNNES,Semarang, 50229
E-mail: culfisika.unnes@gmail.com
U. Kulsum ,dkk/ Unnes Physic Education Journal 3 (2) (2014)
74
U. Kulsum ,dkk/ Unnes Physic Education Journal 3 (2) (2014)
meningkatkan kemampuan membaca dan menulis kelas sampel, tahap pelaksanaan, meliputi
ilmiah dan keterampilan belajar sains (Levy et al., pelaksanaan pembelajaran menggunakan model
2008). Temuan Rusnaeni (2011) menyatakan model Cooperative Problem Solving yang berorientasi
pembelajaran fisika menganalisis dan memecahkan pemecahan masalah pada pokok bahasan
persoalan secara sistematik dapat meningkatkan keseimbangan benda tegar. Pembelajaran dengan
kemampuan komunikasi ilmiah siswa. Tujuan yang model ini, siswa diminta membentuk kelompok dan
ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk melakukan diskusi kelompok berdasarkan LDS.
mengetahui apakah model pembelajaran Cooperative Komunikasi ilmiah diamati melalui observasi
Problem Solving dapat meningkatkan kemampuan selama pembelajaran berlangsung, setelah
pemahaman konsep dan komunikasi ilmiah siswa. pembelajaran selesai dilaksanakan posttest untuk
mengetahui pemahaman konsep siswa,
METODE Analisis data meliputi analisis pemahaman
Penelitian ini merupakan penelitian konsep dan analisis komunikasi ilmiah siswa.
eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemahaman diukur dari skor pretest dan posttest
seluruh kelas XI IPA SMAN 8 Semarang dan siswa, kemudian skor tersebut diuji dengan uji t dan
menggunakan desain True Experimental Design jenis normal gain untuk mengetahui perbedaan antara
Control Group Pretest Posttest. Uji homogenitas dengan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Skor komunikasi
uji kesamaan dua varians dan uji normalitas dengan ilmiah siswa diperoleh melalui observasi, kemudian
chi kuadrat digunakan untuk menunjukkan bahwa diuji dengan persentase keberhasilan siswa tiap
obyek penelitian dalam keadaan homogen dan indikator untuk mengetahui perbedaan persentase
terdistribusi normal. hasil skor komunikasi ilmiah siswa kelas eksperimen
Pemahaman konsep yang dimaksud dalam dan kelas kontrol.
penelitian ini adalah pengaitan antara skemata yang
telah dimiliki oleh seseorang dengan langkah- HASIL DAN PEMBAHASAN
langkah pemecahan masalah. Langkah-langkah Hasil penelitian ini berupa pemahaman
Polya dalam pemecahan masalah meliput: (1) konsep dan komunikasi ilmiah siswa. Penilaian
memahami masalah; (2) membuat rencana; (3) pemahaman konsep pada siswa berdasarkan hasil
melaksanakan rencana; (4) melihat kembali. post test pada akhir pembelajaran, baik pada kelas
Alur penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu: eksperimen maupun kelas kontrol. Pemahaman
tahap persiapan sebelum melaksanakan penelitian, konsep dan komunikasi ilmiah siswa sebelum dan
meliputi membuat instrumen penelitian, menguji setelah pembelajaran untuk pokok bahasan
coba instrumen penelitian, menentukan populasi dan keseimbangan benda tegar pada kelas eksperimen
sampel. Tahap pendahuluan, menguji homogenitas dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel. 1 Pemahaman konsep dan komunikasi ilmiah siswa kelas eksperimen dan kontrol pokok bahasan
keseimbangan benda tegar
Hasil Hasil Normal
Kelas Indikator thitung ttabel Keterangan
Pretest Postest Gain
Skor tertinggi 60.00 96.00
Pemahaman Skor 0.71
26.00 64.00 3.82 2.00 Signifikan
Konsep terendah (tinggi)
Eksperimen
Rata-rata 38.93 82.33
Komunikasi 74.12 %
ilmiah (Baik)
Skor tertinggi 62.00 92.00
Pemahaman Skor 0.63
20.00 68.00 3.82 2.00 Signifikan
Konsep terendah (sedang)
Kontrol
Rata-rata 39.93 77.67
Komunikasi 64.82 %
ilmiah (Baik)
75
U. Kulsum ,dkk/ Unnes Physic Education Journal 3 (2) (2014)
Pemahaman Konsep siswa Pokok Bahasan siswa hanya terampil melakukan perhitungan dan
Keseimbangan Benda Tegar bisa menjawab soal-soal fisika yang sudah pernah
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada contohnya, tetapi kurang mengerti makna
pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan konsep yang dipelajari. siswa kurang termotivasi
keseimbangan benda tegar di kelas eksperimen yang dalam memahami konsep, siswa lebih tertarik
menggunakan model pembelajaran Cooperative mengahafal rumus daripada memahami arti fisisnya.
Problem Solving lebih baik daripada kelas kontrol Model pembelajaran Cooperative Problem
yang menggunakan model pembelajaran Cooperative Solving merupakan model esensial yang menyeleksi
learning. Peningkatan pemahaman konsep siswa informasi yang relevan, informasi tersebut berupa
dengan model pembelajaran Cooperative Problem permasalahan yang akan dicari penyelesaiannya
Solving disebabkan oleh beberapa hal. Model sangat berpengaruh untuk meningkatkan
pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada kemampuan analisis siswa khususnya konsep
siswa untuk memperoleh pengetahuannya dengan keseimbangan benda tegar yang bersifat matematis.
cara menemukan sendiri konsep yang dipelajari Temuan Subratha (2007) menyatakan bahwa
melalui diskusi pemecahan masalah. Diskusi penerapan pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan teknik pemecahan masalah yang pendekatan problem solving dapat meningkatkan
bertujuan agar siswa dapat menemukan konsep dari pemahaman konseptual fisika dan prestasi belajar
hasil analisis pemikiran mereka sendiri. Teori siswa. Temuan (Anggara dkk, 2014) juga
problem solving yang berdasarkan teori menyatakan bahwa melalui pembelajaran model
konstruktivistik, menekankan pada pemahaman Cooperative Problem Solving dapat meningkatkan
serta memecahkan persoalan dalam konteks kognitif siswa, dapat dilihat dari hasil analisis data
pemaknaan yang dimiliki siswa. Polya (1985) secara bahwa ada peningkatan kognitif dari tiap siklus
teoritis, problem solving dipercaya dapat pembelajaran. Persentase kognitif siswa 41,67%
mengembangkan higher-order-thinking skills. Siswa pada siklus I, dan meningkat pada siklus II yaitu
difasilitasi untuk menerapkan their existing knowledge kognitif siswa menjadi 75%.
melalui problem solving, pengambilan keputusan,
mendesain penemuan, serta menyajikan konsep Komunikasi Ilmiah siswa Pokok Bahasan
dalam representasi matematis. Keseimbangan Benda Tegar
Gagne (1977), sebagaimana dikutip oleh Tabel1. menunjukkan persentase
Rifa’I (2010: 92) menyatakan bahwa landasan keterampilan komunikasi ilmiah siswa kelas
filosofis proses psikologis pembelajaran pemecahan eksperimen dan kelas kontrol. Skor rata-rata
masalah adalah belajar bukanlah sekedar menghafal kemampuan komunikasi ilmiah siswa kelas
tetapi melalui proses mengkonstruksi pengalaman. eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata
Melalui pembelajaran Cooperative Problem Solving, kemampuan komunikasi ilmiah kelas kontrol.
siswa mengkonstruksi makna atau pengertian Model pembelajaran Cooperative Problem Solving telah
berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para
mengintegrasikan pengetahuan yang baru kedalam siswa secara berkelompok/ bekerjasama untuk
skema yang telah ada dalam pemikiran siswa mengembangkan dan mengintegrasikan suatu
sendiri. Lembar Diskusi Siswa (LDS) dilengkapi permasalahan fisika. Keterampilan berkomunikasi
dengan soal-soal pemahaman konsep mengajak baik melalui lisan maupun tulisan siswa dapat
siswa untuk menganalisis dan memahami konsep mempresentasikan apa yang telah dipelajari.
dengan benar, soal seperti ini dapat mengurangi Keterampilan komunikasi ilmiah dirancang untuk
kebiasaan siswa menghafal rumus-rusmus fisika. meningkatkan kemampuan membaca dan menulis
Sementara itu pemahaman konsep siswa pada kelas ilmiah dan keterampilan belajar sains (Levy et al.,
kontrol termasuk dalam kategori sedang. Pencapaian 2008).
indikator yang tergolong sedang disebabkan guru Pembelajaran Cooperative Problem Solving
berperan aktif dalam pembelajaran. Keterlibatan membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri
guru dalam pembelajaran akan membuat siswa pengetahuannya melalui diskusi pemecahan
menjadi pasif. Diskusi yang dilakukan siswa kelas masalah, sehingga siswa lebih memahami konsep
kontrol hanya bertujuan untuk membuktikan teori serta mampu mengkomunikasikan pemikirannya
atau materi yang telah disampaikan, sehingga siswa baik dengan guru, teman maupun terhadap materi
masih mempunyai ketergantungan pada guru. Guru fisika itu sendiri. Guru hanya sebagai fasilitator,
menjelaskan materi dan contoh soal, akibatnya partisipan, bahkan sebagai seorang sahabat di kelas.
76
U. Kulsum ,dkk/ Unnes Physic Education Journal 3 (2) (2014)
Temuan Heliyah (2011) menyatakan bahwa Menurut Piaget, sebagaimana dikutip oleh
penerapan strategi pembelajaran yang dilakukan Rifa’I (2010: 225) menyatakan bahwa problem solving
dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan berbagai dikembangkan konstruktivis-kognitif, yang
permasalahan dapat meningkatkan keterampilan melandasi teori ini adalah belajar konstruktivistik,
komunikasi ilmiah. Temuan Alam (2012) juga kegiatan pembelajaran dimulai dengan
menyatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan mengekploitasi, mengkonstruksi pemahaman, dan
komunikasi ilmiah antara siswa yang mengikuti proses bertanya. Siswa dapat menjadi pemikir yang
pembelajaran interaktif dengan siswa yang handal dan mandiri. Mereka dirangsang untuk
mengikuti pembelajaran konvensional. Sementara menjadi seorang inventor (mengembangkan ide),
itu keterampilan komunikasi ilmiah siswa pada kelas pengujian baru yang inovatif, pengambil keputusan,
kontrol termasuk dalam kategori sedang. Pencapaian dan sebagai komunikator (mengembangkan metode
indikator yang tergolong sedang disebabkan guru dan teknik untuk bertukar pendapat dan
berperan aktif dalam pembelajaran. Keterlibatan berinteraksi). Temuan Rusnaeni (2011) menyatakan
guru dalam pembelajaran membuat siswa menjadi model pembelajaran fisika menganalisis dan
pasif. Keberanian siswa dalam menyatakan maupun memecahkan persoalan secara sistematik dapat
menanggapi pendapat masih kurang hanya beberapa meningkatkan kemampuan komunikasi ilmiah
siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru. siswa.
77
U. Kulsum ,dkk/ Unnes Physic Education Journal 3 (2) (2014)
78