Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah
kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan sevikal, dan
kehamilan abdominal primer atau sekunder. 1,2,3
Pada perkembangannya, kehamilan ektopik yang berlokasi pada tuba biasanya tidak
dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke 6 sampai minggu ke 12, dan
yang paling sering antara minggu ke 6 sampai minggu ke 8. Kehamilan ektopik ini
merupakan kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun ruptur tuba. Abortus
dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum abdominalis yang bila cukup
banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau syok. Bila tidak atau terlambat mendapat
penanganan yang tepat penderita akan meninggal akibat kehilangan darah yang sangat
banyak.1,3,4,5
Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita antara
20 - 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi
pada wanita dengan usia 20 - 30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah.6
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di
Amerika Serikat pada tahun 1983 angka kejadian mencapai1,4% untuk setiap kehamilan.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik
pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4.007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan. Pada
tahun 1970, The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan kejadian
kehamilan ektopik sebesar 17.800 kasus dan pada tahun 1992, meningkat menjadi 108.800
kasus. Pada tahun 2010 insiden kehamilan ektopik terganggu di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado mencapai 85 kehamilan7,14,24
Kehamilan ektopik terjadi pada tempat-tempat seperti pada tuba fallopi: ampula
(80-90%), isthmus (5-10%), fimbria (5%), cornu (1-2%), abdomen (1-2%), ovarium (1%),
dan serviks (1%).4Penelitian dari Callen tahun 2000 serta Bouyer dan rekan-rekannya tahun
2003 didapatkan bahwa lokasi kehamilan ektopik di ampula (70%), isthmus (12%), fimbria
(11%), cornu/interstitial (2-3%), abdomen (1%), ovarium (3%), dan servik s (<1%).8

1
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai usia kehamilan cukup bulan, biasanya berakhir
pada minggu ke 6-12, dan yang tersering pada minggu ke 6 - 8. Berakhirnya kehamilan
tuba ada 2 cara, yaitu abortus tuba dan ruptur tuba. Abortus tuba terjadi karena telur
bertambah besar dan menembus endosalping (selaput lendir tuba), masuk ke lumen tuba dan
dikeluarkan ke arah infundibulum. Perdarahan timbul karena abortus keluar dari ujung tuba
dan mengisi kavum douglas sehingga terjadilah hematokel retrouterin. Ruptur tuba terjadi
apabila telur menembus lapisan otot tuba ke arah kavum peritoneum.9
Sebagian besar penyebab dari kehamilan ektopik tidak diketahui. Setelah sel telur
dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan perjalanan sel telur ke dalam rongga
rahim memungkinkan kehamilan tuba.10
Kehamilan ektopik yang telah memberikan gejala-gejala yang jelas dan khas jika
sudah terganggu ataupun mengalami proses pengakhiran disebut sebagai kehamilan ektopik
terganggu (KET).11 Gejala yang khas yaitu adanya riwayat terlambat haid, rasa nyeri di
sebelah kiri atau kanan pada perut bagian bawah, amenore yang diikuti oleh perdarahan
pervaginam yang tidak banyak tetapi berlangsung cukup lama.2,10
Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan ginekologi didapatkan tanda abdomen
tegang terdapat pada 80% kasus KET, nyeri goyang serviks terdapat pada 75% kasus.12
Diagnosis kehamilan ektopik dapat ditegakkan berdasarkan temuan pada anamnesis
yaitu riwayat terlambat haid atau amenore, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau
tidak perdarahan pervaginam, ada nyeri perut kanan atau kiri bawah dan ada tanda akut
abdomen.13 Pemeriksaan penunjang diagnostik, pemeriksaan urine HCG (+),dan USG.14
Komplikasi yang utama dari kehamilan ektopik adalah akibat yang ditimbulkan oleh
perdarahan yaitu anemia, syok, dan kematian.15

2
BAB II
PEMBAHASAN

Sebagian besar penyebab dari kehamilan ektopik tidak diketahui. Setelah ovum
mengalami fertilisasi di ampula tuba, maka setiap hambatan perjalanan ovum ke dalam
kavum uteri memungkinkan kehamilan tuba.2,3,5,8 Keadaan patologi pada tuba merupakan
faktor etiologi tersering pada kehamilan ektopik. Kerusakan tuba dapat merupakan akibat dari
pembedahan tuba, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, penyakit menular seksual yang
tidak diobati, dan infeksi panggul. Konsumsi rokok dan pemakaian AKDR dengan
progesteron dan kontrasepsi dengan progesteron tunggal dapat mempengaruhi motilitas
tuba.2,3,16
Terdapat trias klasik kehamilan ektopik terganggu, yakni nyeri perut, amenorea, dan
perdarahan jalan lahir.8 Kehamilan ektopik sering bermanifestasi sebagai nyeri perut bagian
bawah yang dapat bersifat persisten dan berat, sering unilateral serta menjalar hingga kebahu.
Perdarahan jalan lahir sering terjadi setelah nyeri perut terjadi. Sinkop dan kelemahan dapat
dirasakan.2,3

DIAGNOSIS
Kehamilan ektopik terganggu merupakan salah satu kegawatdaruratan medis di
bidang obstetri dan ginekologi yang menjadi salah satu penyebab kematian maternal yang
tergolong ke dalam komplikasi obstetrik. Perlu dilakukan diagnosis dini yang tepat.1
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu dapat ditegakkan melalui anamnesis yang
tepat, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan penunjang yang
dapat membantu menegakkan diagnosis. Ada 3 tanda khas (cardinal sign) pada kehamilan
ektopik terganggu, yaitu nyeri perut bagian bawah, perdarahan dari jalan lahir, serta riwayat
terlambat haid.1, 2
Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40 tahun dengan
umur rata-rata 30 tahun.17 Menurut Linardakis (1998) 40% dari kehamilan ektopik terjadi
antara umur 20-29 tahun.18
Pada inspeksi biasanya terlihat perut tidak membesar (datar), ataupun terdapat sedikit
pembesaran yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Bila uterus dapat diraba maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas

3
yang sukar ditentukan. Pada palpasi ditemukan adanya nyeri tekan abdomen. Nyeri abdomen
merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat unilateral atau bilateral, pada
abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya dibagian atas abdomen. Umumnya
diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik,
disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata
terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu - satunya sebab timbul nyeri. Darah
yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan
menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.3,19
Pasien dengan kehamilan ektopik terganggu pada perabaan kavum douglasi
ditemukan adanya penonjolan pada forniks posterior yang menandakan adanya
hematokelretrouterina bila terjadi perdarahan yang masif.
Pada pemeriksaan bimanual terdapatnyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak
rata di samping uterus. Baik abortus tuba maupun ruptur tuba gerakan pada serviksakanterasa
nyeri sekali (nyeri goyang portio).7
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu tes kehamilan, pemeriksaan
laboratorium, dan USG.Pada pasien dengan KET dilakukan tes kehamilan dengan
menggunakan pregnancy test yang dicelupkan ke dalam urin selama 1 menit dan didapatkan
hasil positif (2 garis merah). Semua pasien usia produktif yang datang dengan keluhan nyeri
perut bagian bawah atau perdarahan pervaginam, harus dilakukan tes kehamilan. Yang
dimaksud dengan tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk mengetahui ada
atau tidaknya hormon human chorionic gonadotropin (HCG) dalam urin. Jaringan trofoblas
kehamilan ektopik menghasilkan kadar HCG dalam kadar yang lebih rendah daripada
kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat
sensitifitas yang lebih tinggi. Hasil positif pada tes kehamilan dapat membantu diagnosis
khususnya terhadap tumor-tumor adneksa. Namun bisa pula didapatkan hasil negatif palsu.
Hal ini terjadi karena pada waktu dilakukan tes kehamilan mudigah telah meninggal beberapa
hari sebelumnya.8,9
Pemeriksaan haemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna membantu
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda
perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis yang tidak mendadak biasanya ditemukan
anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan haemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.1,2
Perhitungan leukosit biasanya normal atau meningkat.

4
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) terlihat cavum uteri agak membesar dan
didapatkan adanya cairan bebas pada kavum douglasi yang terlihat sebagai massa
anekhoik.Pemeriksaan USG dilakukan untuk melihat kavum uteri, menilai ketebalan
endometrium, adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum douglasi berisi
cairan. Kesalahan bisa terjadi jika dalam kavum uteri ditemukan kantung gestasi palsu
(pseudosac). Pada kehamilan ektopik terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi
ektopik. Gambaran yang tampak ialah cairan bebas dalam rongga peritoneum terutama di
kavum douglasi. Dapat pula dijumpai hematokel pelvik yang dalam gambar ultrasonografik
akan tampak sebagai suatu masa ekhogenik di adneksa yang dikelilingi daerah kistik
(sonolusen) dengan batas tepi yang tidak tegas.10,11
Kuldosentesis adalah satu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.3,25Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik
belum terganggu.5
Untuk melakukan kuldosentesis penderita ditidurkan pada meja ginekologi dengan
posisi litotomi dan pinggang penderita lebih rendah daripada dadanya, dengan demikian
darah mengalir ke dalam kavum Doglas. Sepasang spekulum dimasukkan ke dalam vagina
agar serviks terlihat jelas. Serviks ditarik dengan tenakulum lalu dilakukan pungsi dengan
jarum No.18 pada forniks posterior tanpa menggunakan anestesi. Pada kehamilan ektopik
terganggu darah mula-mula mengalami pembekuan kemudian terjadi fibrinolisis sehingga
pada akhirnya darah tersebut cair kembali. Oleh karena itu jika pada aspirasi keluar darah
cair, segera lakukan laparotomi karena darah cair itu berasal dari perdarahan dalam rongga
perut. Jika dengan kuldosetesis terdapat hasil yang meragukan kerjakan uji coba lain untuk
kepastian diagnosis.26

Gambar 1. Teknik kuldosentesis

5
PENATALAKSANAAN
Penanganan utama yang dilakukan adalah mengatasi kegawatan (emergency
treatment), yakni mengamankan airway, breathing dan circulation. Setelah diagnosis
kehamilan ektopik terganggu ditegakkan, tatalaksana adalah direncanakan dilakukan surgical
treatment yang dimaksudkan untuk menutup perlukaan yang terjadi, yakni dengan melakukan
laparotomi cito. Sebelum tindakan operatif dilakukan, stabilisasi terhadap keadaan klinis
pasien yaitu pemberian cairan dan injeksi ceftriakson untuk menstabilkan kondisi pasien.
Laparatomi cito dilakukan dengan maksud untuk mencari dan menghentikan sumber
perdarahan dengan segerahingga mencapai suatu keadaan homeostasis dan penderita tidak
jatuh ke dalam komplikasi yang lebih lanjut.14,15,20 Pada laparatomi didapati ruptur tuba pars
ampularis dekstra.
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba
yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik
terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam
pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, di mana
integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan.
Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan
salpingotomi.21
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)
2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif
3) terjadi kegagalan sterilisasi
4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya
5) pasien meminta dilakukan sterilisasi
6) perdarahan berlanjut pasca salpingotomi
7) kehamilan tuba berulang
8) kehamilan heterotopik
9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat
menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah
sempit. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem,
digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika

6
diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari
mesosalping.21
Selama melakukan pembedahan tidak ditemukan adanya kesulitan yang berarti,
hingga pembedahan terlaksana dengan baik.Setelahpembedahan, penanganan selanjutnya
adalah membantu proses penyembuhan (supporative treatment).

PROGNOSIS
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca
penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami kehamilan
ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi
pada tuba sisi yang lain.22
Apabila saluran tuba ruptur (pecah) akibat kehamilan ektopik dan diangkat melalui
operasi, seorang wanita akan tetap menghasilkan ovum (sel telur) melalui saluran tuba
sebelahnya namun kemungkinan hamil berkurang sebesar 50 %.
Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh karena perlekatan) maka terdapat
kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami gangguan juga. Hal ini dapat
menurunkan angka kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka kehamilan ektopik
selanjutnya.23
Dengan melihat manajemen penanganan dari penderita mulai dari diagnosis, tindakan
sampai follow up semua dilaksanakan dengan tepat. Maka pada penderita ini dapat dikatakan
mempunyai prognosis yang baik. Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung
menurun dengan diagnosis dini dan penanganan yang cepat dan tepat.

7
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Diagnosis yang tepat didapatkan dari ditemukannya trias kehamilan ektopik
terganggu saat anamnesis,adanya tanda kehamilan pada pemeriksaan fisik, hematokel
retrouterina kavum douglasi pada pemeriksaan ginekologi, dan hasil tersebut dikonfirmasi
dengan test kehamilan dan USG. Diagnosis pasti kehamilan ektopik terganggu didapatkan
setelah dilakukan laparotomi cito sehingga ditindak lanjuti dengan penanganan salpingektomi
pada tuba pars ampullaris dekstra.

B. SARAN
Mengingat kehamilan ektopik dapat terjadi berulang, untuk itu disarankan kepada
penderita agar dapat menjaga pola hidup yang bersih dan sehat. Juga kepada penderita supaya
sedapat mungkin memeriksakan diri secara teratur di pusat-pusat pelayanan kesehatan
terdekat saat mengetahui dirinya hamil supaya dapat mengenali faktor-faktor resiko yang
dimiliki terhadap suatu penyakit, khususnya dalam hal ini kehamilan ektopik terganggu.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam: Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi


Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2009;58-9,323-33
2. Prawirohardjo S, Winkjosastro H, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2009;25-63.
3. Rachimhadhi Trijatmo. Kehamilan Ektopik. Dalam: Winkjosastro H, eds. Ilmu Bedah
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2007;198-210.
4. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Ectopic Pregnancy. Dalam: Obstetric and
Gynecology an illustrated colour text.Churchill Livingstone;2003.h.98-9
5. Cunningham FG, MacDonald PG, Gant NF. Kehamilan ektopik Dalam Ronardy D
editor. Obstetri Williams Edisi 18. Jakata: Penerbit buku kedokteran EGC; 1995:599-623
6. Wibowo B. 2007. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
7. Achadiat CM. Kehamilan Ektopik. Bab 25. Dalam: Prosedur Tetap Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: EGC, 2004;100-4.
8. Wirakusumah FF. Kelainan tempat kehamilan. Dalam: Sulaiman S, et al. Obstetri
Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Ed 2. Jakarta: EGC, 2005;16-27.
9. Cunningham GF, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Obstetri Williams. Ed 21. Jakarta: EGC, 2005;963-1001.
10. Cook J, Sankaram B, Wasunna A. Pecahnya Kehamilan Ektopik. Dalam: Penatalaksaan
Bedah Obstetri, Ginekologi, Ortopedi dan Traumatologi di Rumah Sakit. Ahli bahasa:
Syamsir HM. Jakarta: EGC, 2003;51-3.
11. Widjanarko Bambang. Kehamilan Ektopik. [access on 2017 February 20]. Available
From: http://www.authorstream.com/Presentation/dodo.w-237245-kehamilan-ektopik-
entertainment-ppt-powerpoint.html
12. Manuaba IBG. Ginekologi Umum. Dalam: Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin
Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC, 2001 : 594–7.
13. Cunningham F. G. Mac Donald, Gant: Ectopic Pregnancy. In Williams Obstetrics 21st.
ed. Prentice Hall International. Inc. USA. 2001 : 883-89
14. Saifiddin AB, Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam: Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Editor Affandi B, Waspodo B.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002; 15-20

9
15. Jones HW. Ectopic Pregnancy. In: Novak’s Text Book of Gynecology. 3rd Edition.
Balltimore: William and Wilkins. 1997; 883-05
16. Sepilian VP, Wood E, Casey FE, Rivlin ME, Barnes AD, Talavera F, et al. Ectopic
Pregnancy. MedScape. 2014. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com
17. Wiknjosastro H, 1999. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta.
18. Manuaba IBG, 1999. Operasi Kebidanan, Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Dokter Umum. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
19. Marpaung, C., 2007. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggudi RS St.
Elisabeth Medan tahun 1999-2006. Skripsi FKM-USU.
20. Rospida Bangun: Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) Di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2003 – 2008. USU
Repository. 2009
21. Cunningham FG. Ectopic Pregnancy. Williams Obstetrics. 21st ed. New York: McGraw-
Hills. 2001.p.883-910.
22. Anthonius BM. Kehamilan Ektopik. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2001.324-67
23. Lozeau AM, Potter B. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy. American
Academy of Family Physician.2005.p.1707-14

10
11

Anda mungkin juga menyukai