PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Virus herpes pada manusia meliputi virus herpes hominis ( herpes
simpleks ), virus sitomegalo ( cytomegalovirus ), virus varicella – zoster dan
virus Epstein – Barr. Virus ini selain menyebabkan infeksi yang aktif , dapat
juga menetap hidup dalam sel pejamu, menghasilkan infeksi laten yang pada
suatu saat dapat mengalami reaktifasi. Telah diketahui bahwa sebagian besar
manusia pernah mengalami infeksi virus herpes selama hidupnya. Virus herpes
yang menyebabkan infeksi umum pada mulut dan genital disebut virus herpes
simpleks. Virus herpes simpleks merupakan virus yang paling banyak
dipelajari dibandingkan virus herpes lainnya.1
Dua tipe virus herpes simpeks yang diketahui menyebabkan infeksi pada
kulit dan lapisan mukosa adalah virus herpes simpleks tipe – 1 yang masuk
melalui oral dan virus herpes simpleks tipe – 2 yang masuk melalui genital.
Virus varicella – zoster menyebabkan chicken pox ( varisela ) dan herpes
zoster. Virus sitomegalo menyebabkan hepatitis, pneumonia dan infeksi
kongenital yang serius. Virus Epstein – Barr dikenal merupakan penyebab
mononucleosis infeksiosa, tetapi virus ini juga dikatakan terlihat pada kanker
tertentu pada manusia. Suatu virus herpes ke-6 yang disebut human
herpesvirus tipe – 6, ditemukan pada tahun 1986 tetapi masih sedikit
pengetahuan tentang penyakit yang ditimbulkan. Beberapa laporan menyatakan
bahwa virus herpes tipe – 6 menyatakan eksantema subitum. Human herpes
virus tipe – 7 diidentifikasi pada tahun 1990 tetapi masih belum diketahui
penyakit apa yang ditimbulkan virus ini.1
Insiden antibodi virus herpes simpleks yang tinggi ditemukan pada
masyarakat dengan sosio ekonomi yang rendah. Yang hidup dalam lingkungan
yang berdesakan. Epidemiologi kedua virus herpes simpleks bebbeda.
Pengkajian serologi telah dilakukan hanya hanya pada masyarakat
berpenghasilan rendah. Pada kelompok ini, kebanyakan bayi memperlihatkan
adanya antibody melalui plasenta selama kurang lebih 6 bulan pertama
kehidupan. Mulai usia 1 – 4 tahun terdapat kenaikan tajam terhadap tipe – 1,
1
kecepatan yang lambat tampak pada usia 5 – 14 tahun. Setelah 14 tahun
terdapat lagi kenaikan yang tajam antibodi terhadap virus herpes simpleks
terutama tipe – 2, hingga 60 % dari kalangan orang dewasa. Insidens antibodi
tipe – 2 pada kelompok masyarakat sosial ekonomi yang lebih baik kurang
lebih sebesar 10 %. Sekali terinfeksi maka sebagian besar orang akan terus
membawa virus tersebut dalam keadaan laten dan mempertahankan kadar
antibody yang beredar secara konstan. Karier penyakit ini dapat menyebarkan
virus tanpa manifestasi apapun. Virus herpes simpleks dapat diisolasi didaerah
faring pada sekitar 5 % orang dewasa yang asimtomatik.1
1.2 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas case bagian ilmu kesehatan anak
2. Mengetahui lebih rinci tentang herpes genitalia dan penanganan dari
herpes genitalia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
3
Gambar 2. HSV-14
2.3 Transmisi
Infeksi oleh satu atau lebih virus herpes mungkin terjadi dengan
segera atau dikemudian hari pada kehidupan manusia. Virus herpes tipe -1
sering menyebar melalui ciuman atau pemindahan saliva. Sebagian besar
anak tertular virus tersebut, tetapi bila mereka terhindar mereka akan
terinfeksi setelah terdapat aktivitas seksual baik melalui kontak oral – oral
atau oral – genital. Dua – pertiga sampai tiga – perempat orang dewasa
memiliki antibody terhadap virus herpes simpleks tipe – 1, hal ini
menunjukan adanya adanya infeksi sebelumnya. Virus herpes simpleks
tipe – 2 juga tersebar melalui kontak oral – oral dan oral – genital, tetapi
terutama menyebar melalui kontak genital – genital. Infeksi virus ini
jarang terjadi sebelum adolesens, tetapi prevalensi infeksi muncul dengan
cepat dengan adanya aktivitas sosial. Kira – kira seperenam sampai
seperempat dari semua orang dewasa telah mengalami infeksi dengan
virus ini, tergantung dari frekuensi aktivitas seksual mereka. Sebagian
besar infeksi virus herpes simpleks bersifat asimtomatik. Mungkin hanya
sepertiga dari individu yang terinfeksi virus tersebut dikenali gejalanya.
4
Secara klinis bukti infeksi dengan virus herpes tipe – 2 meningkat,
perkiraan kasar menunjukan peningkatan kira – kira 10 kali lipat dari
tahun 1965 sampai 1985.1
Virus herpes sangat rapuh dan peka terhadap kekeringan dan dapat
inaktif akibat panas, detergen dan pelarut ringan. Virus herpes dapat
menimbulkan infeksi pada manusia melalui berbagai jalur yang berbeda.
Membran mukosa mulut , mata, genital, saluran nafas dan anus adalah
tempat yang paling siap untuk diinfeksi virus herpes simpleks. Pertahanan
pertama yang kita miliki terhadap infeksi virus ini adalah kulit.
Tampaknya ketebalan kulit, lapisan kilut tanduk kulit mencegah masuknya
virus. Membran mukosa tidak memiliki barier yang seperti itu sehingga
mudah terinfeksi.1
2.4 Epidemiologi
Insiden antibodi virus herpes simpleks yang tinggi ditemukan pada
masyarakat dengan sosio ekonomi yang rendah. Yang hidup dalam
lingkungan yang berdesakan. Epidemiologi kedua virus herpes simpleks
bebbeda. Pengkajian serologi telah dilakukan hanya hanya pada
masyarakat berpenghasilan rendah. Pada kelompok ini, kebanyakan bayi
memperlihatkan adanya antibody melalui plasenta selama kurang lebih 6
bulan pertama kehidupan. Mulai usia 1 – 4 tahun terdapat kenaikan tajam
terhadap tipe – 1, kecepatan yang lambat tampak pada usia 5 – 14 tahun.
Setelah 14 tahun terdapat lagi kenaikan yang tajam antibodi terhadap virus
herpes simpleks terutama tipe – 2, hingga 60 % dari kalangan orang
dewasa. Insidens antibodi tipe – 2 pada kelompok masyarakat sosial
ekonomi yang lebih baik kurang lebih sebesar 10 %. Sekali terinfeksi
maka sebagian besar orang akan terus membawa virus tersebut dalam
keadaan laten dan mempertahankan kadar antibody yang beredar secara
konstan. Karier penyakit ini dapat menyebarkan virus tanpa manifestasi
apapun. Virus herpes simpleks dapat diisolasi didaerah faring pada sekitar
5 % orang dewasa yang asimtomatik.1
5
2.5 Patogenesis
Bila seorang terpajan HSV, maka infeksi dapat terbentuk episode I
infeksi primer (inisial), episode I non infeksi primer, infeksi rekurens,
asimptomatik atau tidak terjadi infeksi sama sekali. Pada episode I infeksi
primer, virus yang berasal dari luar masuk kedalam tubuh hospes.
Kemudian terjadi penggabungan dengan DNA hospes didalam tubuh
hospes tersebut dan mengadakan multiplikasi atau replikasi serta
menimbulkan kelainan pada kulit. Pada waktu itu hospes sendiri belum
ada antibodi spesifik, ini bisa mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah
yang luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar
melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional ( ganglion
sakralis) dan berdiam disana serta bersifat laten.2
Pada episode I non infeksi primer, infeksi sudah lama berlangsung
tetapi belum menimbulkan gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat anti
sehingga pada waktu terjadinya episode I ini kelainan yang timbul tidak
seberat episode I dengan infeksi primer.2
Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus
akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kemballi sehingga terjadilan
infeksi rekurens. Pada saat ini didalam tubuh hospes sudah ada antibodi
spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak
seberat pada waktu infeksi primer. Trigger factor tersebut antara lain
adalah trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan,
stres emosi, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, obat-obatan
(imunosupresif, kortikosteroid) dan pada beberapa kasus sukar diketahui
dengan jelas penyebabnya. Ada beberapa pendapat mengenai terjadinya
infeksi rekurens:2
1. Faktor pencetus akan mengakibatkan reaktivasi virus dalam ganglion
dan virus akan turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang
dipersarafinya dan disana akan mengalami replikasi dan multiplikasi
serta menimbulkan lesi.
6
2. Virus secara terus menerus dilepaskan ke sel-sel epitel dan adanya
faktor pencetus ini menyebabkan kelemahan setempat dan
menimbulkan lesi rekurens.
7
Infeksi rekuren dapat terjadi dengan cepat atau lambat, sehingga
gejala yang timbul biasanya lebih ringan, karena telah ada antibodi
spesifik dan penyembuhan juga akan lebih cepat. Sebagaimana telah
disebutkan diatas, infeksi inisial dan rekurens selain disertai gejala klinis
dapat juga tanpa gejala. Hal ini dapat dibuktikan ditemukannya antibodi
terhadap HSV-2 pada orang yang tidak ada penyakit herpes genitalis
sebelumnya. Adanya antibodi terhadap HSV-1 menyebabkan infeksi
HSV lebih ringan. Hal ini memungkinkan infeksi inisisal HSV-2 berjalan
asimptomatik pada penderita yang pernah mendapat HSV-1.2
Tempat predileksi pada pria biasanya di preputium, glans penis,
batang penis, dapat juga diuretra dan daerah anal (pada homoseks),
sedangkan daerah skrotum jarang terkena. Lesi pada wanita dapat
ditemukan didaerah labia mayor atau minor, klitoris, introitus vaginae,
serviks, sedangkan pada daerah perianal, bokong dan mons pubis jarang
ditemukan. Infeksi pada wanita sering dihubungkan dengan servisitis,
karena itu perlu pemeriksaan sitologi secara teratur.2
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah akibat penyakit ini pada
bayi yang baru lahir. Herpes genitalis pada permulaan kehamilan bisa
menimbulkan abortus atau malformasi kongenital berupa mikroensefali.
Pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita herpes genitalis pada
waktu kehamilan dapat ditemukan kelainan berupa hepatitis, infeksi
berat, ensefalitis, keratokonjungtivitis, erupsi kulit berupa vesikel
herpetifomis dan bahkan bisa lahir mati.2
Pada orang tua hepatitis karena HSV jarang ditemukan sedangkan
meningitis dan ensefalitis pernah dilaporkan. Pada orangtua meningitis
herpetika biasanya disebabkan HSV-2 sedangkan ensefalitis oleh HSV-1.
Disamping itu juga ditemukan hipersensitivitas terhadap virus, sehingga
timbul reaksi pada kulit berupa eritema eksudativum multiforme. Dapat
juga timbul ketakutan dan depresi terutama bila terjadi salah penanganan
pada penderita.2
8
Gambar 3. Herpes neonatus5
9
monoklonal misalnya teknik pemeriksaan dengan imunofluoresensi,
imunoperoksidase dan ELISA( enzyme linked immunosorbent assays).
Deteksi antigen secara langsung dari spesimen sangat potensial, cepat dan
dapat merupaka deteksi paling awal pada infeksi HSV .2
Pemeriksaan imunoperoksidase tak langsung dan imunofluoresensi
langsung memakai antibodi poliklonal memberikan kemungkinan hasil
positif palsu dan negatif palsu. Dengan memakai antibodi monoklonal
pada pemeriksaan imunofluoresensi, dapat ditentukan tipe virus.
Pemeriksaan imunofluoresensi memerlukan tenaga yang terlatih dan
mikroskop khusus. Pemeriksaan antibodi monoklonal dengan cara
mikroskopik imunofluoresensi tak langsung dari kerokan lesi,
sensitifitasnya 78% sampai 88%.2
Pemeriksaan dengan cara ELISA ( enzyme linked immunosorbent
assays)adalah pemeriksaan untuk menentukan antigen HSV. Pemeriksaan
ini sensitifitasnya 95% dan sangat spesifik, tapi dapat berkurang jika
spesimen tidak segera diperiksa. Tes ini memerlukan waktu 4,5 jam. Tes
ini juga dapat dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadap HSV dalam
serum penderita. Tes ELISA ini merupakan tes alternatif yang terbaaik
disamping kultur karena mempunyai beberapa keuntungan seperti hasilnya
cepat dibaca dan tidak memerluka tenaga terlatih.2
2.9 Penatalaksaan
Setelah diagnosis ditegakkan, baik secara klinis, dengan maupun
tanpa pemeriksaan penunjang, maka langkah selanjutnya adalah
10
memberikan pengobatan. Pengobatan dapat dibagi menjadi 3 kategori,
yaitu profilaksis, pengobatan non spesifik dan pengobatan spesifik.2
1. Tindakan profilaksis 2
a. Penderita diberi penerangan tentang sifat penyakit yang dapat
menular terutama bila sedang terkena serangan, karena itu
sebaiknya melaksanakan abstinensia.
b. Proteksi individual. Digunakan dua macam alat perintang, yaitu
busa spermisidal dan kondom. Kombinasi tersebut, bila diikuti
dengan pencucian alat kelamin memakai air dan sabun pasca
koitus, dapat mencegah transmisi herpes genitalis hampir 100%.
c. Factor-faktor pencetus sedapat mungkin dihindari.
d. Konsultasi psikiatrik dapat membantu karena factor psikis
mempunyai peranan untuk timbulnya serangan.
3. Pengobatan spesifik
11
a. Asiklovir
Asiklovir merupakan obat anti virus yang spesifik terhadap
virus herpes, dapat diberikan pada penderita dengan infeksi
mukotan disertai defisiensi imunitas. Obat ini hanya bekerja
terhadap sel-sel yang terkena infeksi. Tidak mempunyai efek
teratogenik. Toleransi obat baik, tidak ada toksisitas akut dan tidak
menimbulkan penekanan sumsum tulang, hati dan ginjal. Tetapi
walaupun demikian pernah dilaporkan efek samping seperti kolik
ginjal, kenaikan kadar ureum / kreatinin dalam serum, reaksi
setempat pada suntikan nausea dan vomitus.2
Asiklovir dapat diberikan secara intravena, oral dan topical.
Cara pemberian intravena harus perlahan-lahan dan perlu
pengawasan. Oleh karena itu sebaiknya diberikan di rumah sakit.
Dosis setiap kali pemberian adalah 5 mg/kgBB, dengan interval
setiap 8 jam. Pengobatan asiklovir secara intravena pada herpes
genital episode pertama, yang memerlukan waktu selama 5-10 hari,
ternyata tidak dapat mengurangi rekurensi (Corey dkk, 1985). Bila
secara oral obat diberikan dengan dosis 200 mg 5 kali sehari
selama 5-10 hari.Seperti secara intravena, pengobatan per oral
mengurangi viral shedding secara dramatis.2
Asiklovir yang diberikan IV (5-10 mg/kg/dosis yang diberikan
selama 1 jam setiap 8 jam selama 14-21 hari) merupakan
pengobatan pilihan untuk infeksi HSV pada hospes yang terganggu
sistem imun nya. Dosis yang lebih besar digunakan untuk infeksi
berat dan sistemik. Dosis yang lebih rendah dapat digunakan untuk
penyakit mukokutan lokal. Pada neonatus, semua bentuk HSV
diobati dengan dosis tinggi (10-20 mg/kg/dosis setiap 8 jam)
asiklovir selama 14-21 hari.7
Banyak yang berpendapat bahwa pada infeksi primer sebaiknya
diberi asiklovir secara intravena dan pada infeksi rekurens
diberikan secara oral. Pemberian obat oral juga tidak menjamin
tidak timbul rekurensi. Kinghorn dkk (1986) telah membuktikan
12
bahwa asiklovir 200 mg lima kali sehari peroral ditambah
kotrimoksazol (160 mg trimetropin dan 800 mg sulfametoksazol)
dua kali sehari selama 7 hari memperpendek waktu penyembuhan
lesi secara bermakna dibandingkan dengan pengobatan asiklovir
saja.2
Penanganan infeksi rekurens menurut Moreland dkk (1990)
dapat ditempuh dengan 4 cara :2
1) Tidak diberi terapi spesifik (terutama pada infeksi yang
ringan).
2) Asiklovir per oral secara episodic dengan dosis 5 x 200 mg
/ hari selama 5 hari. Cara ini diberikan pada penderita
dengan riwayat lesi multiple atau serangan yang lama (7
hari).
3) Supresi kronis asiklovir, dapat dipertimbangkan bila
seseorang mengalami keadaan sebagai berikut :
a) Rekurensi lebih dari 8 kali pertahun.
b) Rekurensi lebih dari 1 kali dalam sebulan.
c) Bila terapi dirasakan lebih bermanfaat dibandingkan
biaya untuk penderita tersebut.
13
nyeri dan gatal. Karena hasilnya kurang efektif dibandingkan
dengan pemberian secara oral, maka pemakaiannya hanya untuk
mengurangi keparahan dan lamanya episode rekurens.2
b. Valasiklovir
Obat ini merupakan derivate ester L-valil dari asiklovir. Bahan
aktif antivirusnya ialah asiklovir, sehingga kemanjuran dan
spesifitasnya berhubungan dengan cara kerja asiklovir. Setelah
diabsorbsi, valasiklovir dengan cepat dan hampir seluruhnya,
diubah menjadi asiklovir dan L-valin.Bioavailabilitasnya 3-5 kali
lebih tinggi daripada yang dapat dicapai oleh asiklovir oral dosis
tinggi. Kadar dalam plasma setelah valasiklovir oral 1000 mg
mendekati kadar yang dapat dicapai oleh asiklovir yang diberikan
secara intravena.2
Pada uji klinik yang membandingkan valasiklovir 2 x 500 –
1000 mg per hari, dengan asiklovir oral 5 x 200 mg/hari, dan
placebo dalam waktu 24 jam setelah timbulnya keluhan dan gejala
klinis pertama episode herpes genitalis rekurens menunjukkan
bahwa terapi valasiklovir secara bermakna mengurangi rasa nyeri
dan mempercepat masa viral shedding. Efek samping yang paling
sering dilaporkan ialah nyeri kepala dan mual.2
c. Famsiklovir
Obat antivirus baru lain ialah famsiklovir (famciclovir), yang
merupakan derivate diasetil-6-deoksi pensiklovir. Sedangkan
famsiklovir sendiri merupakan golongan antivirus dengan
komponen guanine, yang dapat diberikan secara topical dan
intravena. Famsiklovir, dikembangkan untuk pengobatan infeksi
virus herpes, dengan cara pemberian per oral. Cara kerja
famsiklovir sama seperti asiklovir, yaitu menghambat sintesis
DNA.2
Pada penderita herpes genitalis episode pertama, pemberian
famsiklovir 3 kali 500 mg per hari selama 5 hari, ternyata
mempersingkat viral shedding dan waktu penyembuhan,
14
dibandingkan placebo. Bila dibandingkan dengan pengobatan
asiklovir 5 kali 200 mg/hari selama 5 hari, pemberian famsiklovir 3
kali 750 mg per hari dalam waktu yang sama, secara statistik tidak
menujukkan perbedaan dalam lamanya viral shedding, waktu
menghilangnya vesikel dan ulkus, serta terjadinya krustasi dan
hilangnya rasa sakit.2
Pada pengobatan herpes genitalis rekurens, pemberian
famsiklovir 3 kali 500 mg selama 5 hari dibandingkan asiklovir 5
kali 200 mg per hari selama 5 hari, tidak berbeda dalam hal
mempersingkat waktu viral shedding. Dari hasil-hasil tersebut di
atas, pengobatan dengan famsiklovir ternyata sama efektivitasnya
dengan asiklovir pada kasus herpes genitalis, namun frekuensi
pemberiannya lebih jarang.2
15
identifikasi lesi kulit sangat penting untuk menentukan
ada/tidaknya infeksi HSV pada neonatus.2
2.10 Prognosis
16
Meskipun kematian yang disebabkan oleh infeksi virus HSV-2
jarang terjadi, akan tetapi selama belum ada pengobatan yang efektif,
perkembangan penyakit sulit diramalkan. Infeksi primer dini yang segera
diobati mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya
dapat dibatasi frekuensi kambuhnya.2
17
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : ZA
Suku : Minang
No. RM : 510610
Keluhan Utama :
- Nyeri pada kemaluan yang meninkat sejak 4 hari SMRS. Awalnya nyeri
sudah dirasakan lebih kurang 15 hari, dan makin meningkat dalam 4 hari
SMRS. Nyeri disertai dengan adanya gelembung berair dengan kulit
kemerahan. Awalnya berupa bintik merah dikemaluan kemudian
membesar menjadi gelembung berair, terasa panas dan gatal. Pasien
18
menggaruk kemaluan sehingga menimbulkan luka pada kemaluan. Luka
tersebut makin lama makin banyak, melebar dan terasa nyeri.
- Pasien juga mengeluhkan keputihan sejak ± 2 minggu SMRS. Keputihan
berjumlah banyak , warna putih kekuningan, tidak berbau, disertai gatal.
- Pasien sudah dikonsulkan ke bagian kulit dan kelamin tanggal 17
November 2018 dan diberi obat acyclovir tablet 5 x 200 mg p.o ( 7 hari )
dan asam mefenamat 3 x 500 mg p.o.
- Pasien juga di konsul ke bagian kebidanan tanggal 21 November 2018
karena robekan pada kemaluan dan di tatalaksana dengan rawat luka
dengan ganti verban 2 x sehari.
- Demam 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit, demam mendadak tinggi
dirasakan terus menerus, disertai menggigil dan berkeringat di pagi
harinya.
- Nyeri kepala 5 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri di seluruh kepala,
muncul tanpa pencetus.
- Nyeri otot dan sendi 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
- BAK terasa nyeri, warna biasa, jumlah biasa, riwayat BAK seperti berbusa
dan berpasir tidak ada.
- Riwayat pelecehan seksual ± 1 bulan yang lalu
- Mimisan dan pendarahan pada gusi tidak ada.
- BAB warna biasa, konsistensi biasa.
- Ruam di kulit tidak ada
- Nyeri perut tidak ada.
- Batuk tidak ada
- Kejang tidak ada
- Sesak nafas tidak ada
- Mual dan muntah tidak ada
- Riwayat haid pertama umur 12 tahun, haid teratur tiap bulan, 5-7 hari,
nyeri saat haid tidak ada.
- Pasien mengganti pakaian dalam 2 kali sehari.
19
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. 5 hari sebelum masuk
RS, pasien sudah berobat ke puskesmas dengan keluhan demam sejak 1 hari dan
dirawat selama 1 hari. Pasien mendapat terapi infus dan 2 jenis obat, parasetamol
dan antibiotik namun pasien lupa namanya. Kemudian pasien dirujuk ke RS
Lubuk Sikaping dengan keluhan demam dan nyeri pada kemaluan, dirawat selama
3 hari kemudian dirujuk ke RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi.
Tidak ada anggota keluarga dan tetangga pasien yang menderita penyakit
seperti ini sebelumnya.
Riwayat Psikososial
Riwayat Persalinan
● Pasien anak keempat, lahir pervaginam dengan bidan, lahir cukup bulan,
BBL 3400 gr, langsung menangis kuat.
ASI : 0 bulan
20
Daging : 1 kali/minggu
Ikan : 2 kali/minggu
Telur : 1 kali/minggu
Sayur : 7 kali/minggu
Buah : - kali/minggu
Riwayat Imunisasi :
21
Haemofilus influenza B :
1. 2 bulan 18 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
Tertawa : 3 bulan
Miring : 3 bulan
Merangkak : 7 bulan
Lari : 15 bulan
22
Pemeriksaan fisik :
Keadaan Umum
Tanda vital
Nadi : 68x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,9º C
Thorax : Normochest
23
Cor
Pulmo
Perkusi : Sonor
Abdomen
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, Hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Status Dermatologikus
24
Status Venerologikus
25
Perhitungan Status Gizi (secara antropometris)
BB : 38 kg
TB : 150 cm
Status gizi :
BB/U : 82,6 %
TB/U : 94,9 %
BB/TB : 95 %
Pemeriksaan Laboratorium :
Laboratorium :
Hematokrit : 27,2 %
Trombosit : 40.000/mm3
Laboratorium :
Hematokrit : 29,1 %
Trombosit : 18.000/mm3
26
Tanggal 17 November 2018
Laboratorium :
Hematokrit : 26,9 %
Trombosit : 22.000/mm3
Laboratorium :
Hematokrit : 28 %
Trombosit : 22.000/mm3
Laboratorium :
Hemoglobin : 10 gr%
Hematokrit : 31,8 %
Trombosit : 38.000/mm3
HbSAg : positif
27
Anti HbSAg : Non Reaktif
Diagnosis Kerja:
- Herpes Vaginalis
Pemeriksaan Anjuran :
- Tzank test
- Kultur jaringan
Terapi :
Follow Up :
S/ Nyeri pada kemaluan masih ada, Demam tidak ada, muntah dan kejang tidak
ada, pasien sadar penuh, BAB (-), BAK (+)
O/ KU : Sakit Sedang
Suhu : 36,5 0C
28
Thoraks : Cor dan pulmo dalam batas normal, retraksi tidak
ada
A/ - Herpes Genitalis
P/ : - Diet ML
S/ Nyeri pada kemaluan masih ada, Demam tidak ada, muntah dan kejang tidak
ada, pasien sadar penuh. BAB (-), BAK (-)
O/ KU : Sakit Sedang
Suhu : 36,9 0C
29
Thoraks : Cor dan pulmo dalam batas normal, retraksi tidak
ada
A/ - Herpes Genitalis
30
BAB IV
DISKUSI
31
Terapi profilaksis pada pasien berupa edukasi tentang penyakit pasien
dimana penyakit ini merupakan suatu penyakit menular dan memiliki
kecendrungan untuk berulang. Pasien juga disarankan untuk istirahat yang cukup
dan makan makanan yang bergizi. Dalam tatalaksan herpes genitalis diperlukan
pemahaman dan strategi yang holistic untuk menegakan diagnosis, terapi sesuai
tanda dan gejala yang muncul, serta dampak psikologis yang dapat dan sering
muncul pada pasien herpes vaginalis.
32
DAFTAR PUSTAKA
33