Anda di halaman 1dari 10

Materi 1: Penggabungan Usaha dan Teori Konsolidasi

A. Pengertian Penggabungan Usaha (Business Combination)

Penggabungan usaha adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas
ekonomi, karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan
operasi perusahaan lain.

B. Alasan Penggabungan Usaha

Ada beberapa alasan mengapa dilakukannya penggabungan usaha sebagai alat perluasan suatu perusahaan,
yaitu :

1. Manfaat Biaya (Cost Advantage)

Sering kali lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas yang dibutuhkan melalui penggabungan
dibandingkan melalui pengembangan. Hal ini benar, terutama pada periode inflasi.

2. Resiko Lebih Rendah (Lower Risk)

Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih kecil risikonya dibandingkan dengan
mengembangkan produk baru dan pasarnya. Penggabungan usaha kurang beresiko terutama ketika tujuannya
adalah diverifikasi.

3. Berkurangnya Penundaan Operasi (Fewer Operating Delays)

Fasilitas-fasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat diharapkan untuk segera
beroperasi dan memenuhi peraturan yang berhubungan dengan lingkungan dan peraturan pemerintah
lainnya. Membangun fasilitas perusahaan yang baru mungkin menimbulkan sejumlah penundaan dalam
pembangunannya, karena diperlukannya persetujuan pemerintah untuk memulai operasi.

4. Mencegah Pengambilalihan (Avoidance of Takeovers)

Beberapa perusahaan bergabung untuk diakuisisi oleh perusahaan lain. Karena perusahaan-perusahaan yang
lebih kecil cenderung lebih mudah diserang untuk diambil-alih, beberapa di antara mereka memakai strategi
pembeli yang agresif sebagai pertahanan terbaik melawan usaha pengambilalihan oleh perusahaan lain.
Perusahaan-perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas yang tinggi biasanya bukan merupakan calon
pengambil alih yang menarik.

5. Akuisisi Harta Tidak Berwujud (Acquisition of Intangible Assets)

Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak berwujud maupun berwujud.Maka,
akuisisi atas hak paten, hak atas mineral, database pelanggan, atau keahlian manajemen mungkin menjadi
faktor utama yang memotivasi suatu penggabungan usaha. Dibandingkan bentuk perluasan usaha yang lain,
perusahaan-perusahaan mungkin memilih penggabungan usaha untuk memperoleh manfaat dari segi pajak,
untuk manfaat pajak penghasilan perseorangan dan pajak atas bangunan, dan untuk alasan-alasan pribadi. Ego
dari manajemen perusahaan dan ahli pengambilalihan juga memainkan peranan yang penting pada beberapa
penggabungan usaha.

C. Sifat Penggabungan Usaha

Meskipun tujuan utama dari penggabungan usaha harus meningkatkan profitabilitas, keberatan yang menolak
adanya penggabungan usaha harus dipertimbangkan, yang diperhatikan terlebih dahulu dari penggabungan usaha
adalah memperoleh efisiensi operasi melalui integrasi operasi secara horizontal atau vertikal atau
mendiversifikasikan resiko usaha melalui operasi konglomerat.
Integritas horizontal adalah penggabungan perusahaan-perusahaan dalam lini usaha atau pasar yang sama.
Integrasi vertikal adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan dengan operasi yang berbeda, secara berturut-
turut, tahapan produksi dan/atau distribusi.

Konglomerasi adalah penggabungan perusahaan-perusahaan dengan produk dan/atau jasa yang tidak saling
berhubungan dan bermacam-macam. Suatu perusahaan melakukan diversifikasi untuk mengurangi risiko yang ada
pada lini usaha tertentu, atau untuk menstabilkan penghasilan yang berfluktuasi.

Struktur Organisasi dan Pelaporan Keuangan

Ketika perusahaan meluaskan usahanya atau mengubah struktur organisasinya dengan mengakuisisi
perusahaan lain atau melalui divisi internal, struktur baru harus diteliti untuk menentukan prosedur pelaporan
akuntansi yang sesuai. Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan, tergantung pada kondisi yang ada :

1) Merger. Penggabungan usaha di mana aktiva dan kewajiban dari perusahaan yang diakuisisi digabungkan
dengan aktiva dan kewajiban perusahaan pengakuisisi tidak menimbulkan tambahan komponen organisasi.
Dengan demikian, pelaporan keuangan berdasarkan struktur organisasi awal.
2) Kepemilikan kendali (controlling ownership). Penggabungan usaha di mana perusahaan yang diakuisisi
tetap sebagai entitas legal terpisah dengan mayoritas kepemilikan sahamnya dimiliki oleh perusahaan
pengakuisisi menimbulkan hubungan induk – anak perusahaan.
3) Kepemilikan minoritas (minority interest) atau kepemilikan non pengendali (noncontrolling ownership).
Pembelian kepemilikan kurang dari 50% di perusahaan lain tidak mengakibatkan timbulnya penggabungan
usaha atau situasi pengendalian.
4) Kepemilikan menguntungkan lainnya (other beneficial interest) Suatu perusahaan dapat memiliki
kepemilikan pada entitas lain walaupun tanpa ada kepemilikan langsung pada entitas tersebut. Kepemilikan
terseut timbul karena adanya perjanjian yang dibuat oleh entitas tersebut atau melalui perjanjian operasi
atau keuangan.
3. Jenis / Sifat Penggabungan Usaha

1. Integrasi Horizontal : penggabungan perusahaan-perusahaan dalam lini usaha atau pasar yang sama.
Penggabungan usaha antara Chevron dan Texaco, Exxon dan Mobil, Citigroup dan Citizens serta Charter
One.
2. Integrasi Vertikal : penggabungan dua atau lebih perusahaan dengan operasi yang berbeda, secara
berturut-turut, tahapan produksi dan atau distribusi. Briggs & Stratton corporation mengumumkan
kesepakatan untuk mengakusisi simplicity Manufacturing, Inc. senilai $227,5 juta. Briggs
3. Konglomerasi adalah penggabungan perusahaan-perusahaan dengan produk atau jasa yang tidak saling
berhubungan dan bermacam-macam. Pada November 1977, Texas Utilities Company mengakuisisi Lufkin-
Conroe Communications Company, sebuah telepon lokal, untuk mendiversifikasi ke bisnis telekomunikasi.
Awal tahun 1990-an, perusahaan tembakau Philip Morris Company mengevaluasi produsen makanan Kraft
dalam penggabungan yang mencakup lebih dari $11 miliar untuk goodwill saja.

D. Bentuk Penggabungan Usaha (Business Combination)


Penggabungan usaha dapat mempunyai beberapa bentuk, yaitu :

1. Merger

Dilakukan ketika sebuah perusahaan mengambil-alih semua operasi dari entitas usaha lain dan entitas yang
diambil alih tersebut dibubarkan. Contohnya, Perusahaan A membeli Aktiva dari Perusahaan B secara langsung
secara tunai, dengan aktiva lainnya atau dengan surat berharga Perusahaan A (saham, obligasi, atau wesel)
dan Perusahaan B dibubarkan.

2. Konsolidasi

Dilakukan ketika sebuah perusahaan yang abru dibentuk untuk mengambil alih aktiva-aktiva dan operasi dari
dua atau lebih entitas usaha yang terpisah, dan entitas-entitas yang terpisah tersebut dibubarkan. Contohnya,
Perusahaan D sebuah perusahaan yang baru dibentuk, memperoleh aktiva bersih dari perusahaan E dan F
dengan mengeluarkan saham secara langsung kepada Perusahaan E dan F, dan Perusahaan E dan F dibubarkan.

3. Akuisisi Saham

Dilakukan ketika sebuah perusahaan mengakuisisi saham berhak suara dari perusahaan lain dan kedua
perusahaan tersebut tetap beroperasi sebagai entitas hukum yang terpisah, tetapi timbul hubungan induk-
anak, dan Perusahaan E dan F dibubarkan.

4. Konsep Metode Akuntansi dari Penggabungan Usaha

Konsep akuntansi untuk penggabungan usaha menurut GAAP :


Penggabungan usaha (Business Combinations) terjadi apabila suatu perusahaan digabungkan dengan satu atau
lebih perusahaan lain dalam satu entitas akuntansi. Entitas tunggal tersebut tetap melanjutkan aktivitas
perusahaan yang sebelumnya terpisah secara independen.

Pada bulan Juni 2001, Financial Accounting Standard Board (FASB) menegaskan kembali konsep tersebut,
dengan mengeluarkan FASB Statement No. 141. Definisi yang diberikan FASB agak berbeda dari yang diberikan oleh
APB dalam Opinion No. 16 :

Untuk tujuan penerapan statement ini, penggabungan usaha terjadi apabila satu entitas memperoleh aktiva bersih
yang membentuk suatu bisnis atau mengakuisisi kepemilikan ekuitas dari satu atau lebih entitas lain dan
memperoleh kendali atas entitas tersebut.

Perusahaan yang sebelumnya terpisah secara bersama-sama membentuk satu entitas apabila sumber daya
dan operasi bisnisnya berada dibawah kendali tim manajemen tunggal. Pengendalian semacam itu dalam suatu
entitas bisnis terbentuk dalam penggabungan usaha dimana :

1. Satu atau lebih perusahaan menjadi anak perusahaan


2. Satu perusahaan mentransfer aktiva bersihnya ke perusahaan lain, atau
3. Setiap perusahaan mentransfer aktiva bersihnya ke perusahaan baru yang dibentuk.
Suatu perusahaan menjadi perusahaan anak (subsidiary) ketika perusahaan lain memperoleh mayoritas
(lebih dari 50%) sahak berhak suara yang beredar. Jadi, satu perusahaan tidak perlu memperoleh semua saham
perusahaan lain untuk melakukan penggabungan usaha. Dalam penggabungan usaha dimana kurang dari 100%
saham yang berhak suara milik perusahaan lain yang digabung diperoleh, perusahaan-perusahaan yang digabung
tetap memiliki identitas hukum yang juga terpisah dan catatan akuntansi yang juga terpisah meskipun telah
menjadi satu entitas untuk tujuan pelaporan utamanya.

Penggabungan usaha dimana satu perusahaan mentransfer aktiva bersihnya ke perusahaan lain dapat
diwujudkan dalam berbagai cara, tetapi dalam setiap kasus perusahaan pengakuisisi harus memperoleh semua
aktiva bersih. Dengan cara lain, setiap perusahaan yang bergabung dapat mentransfer aktiva bersihnya ke
perusahaan baru yang dibentuk. Karena perusahaan baru tidak mempunyai aktiva bersih sendiri, perusahaan
tersebut mengeluarkan sahamnya kepada perusahaan lain yang bergabung atau kepada para pemegang saham
atau pemiliknya.
1. Metode Penyatuan Kepemilikan (Pooling of Interest Method) : kepemilikan perusahaan-perusahaan yang
bergabung adalah satu kesatuan dan secara relatif tetap tidak berubah pada entitas akuntansi yang baru. Aktiva
dan kewajiban dicatat sebesar nilai bukunya.
2. Metode Pembelian (Purchase Method) : penggabungan usaha merupakan suatu transaksi yang memungkinkan
suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan-perusahaan. Aktiva dan kewajiban dicatat sebesar
nilai wajarnya. Biaya perolehan dialokasikan pada aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi sesuai dengan
nilai wajarnya pada tanggal penggabungan. Setiap kelebihan biaya perolehan atas nilai wajar aktiva bersih yang
diperoleh dialokasikan ke goodwill dan diamortisasi maksimum 20 tahun menurut PSAK No. 19. Di Amerika,
goodwill tidak diamortisasi, tetapi setiap akhir periode goodwill dievaluasi untuk melihat ada tidaknya
penurunan nilai (impairment) dan apabila ada melakukan write off atas goodwill sebesar penurunan nilai
tersebut). Goodwill diamortisasi dan dibukukan sebagai beban secara sistematis selama masa manfaatnya.
Amortisasi ini menunjukkan bahwa goodwill mengalami penurunan kemampuan dalam memberikan kontribusi
laba perusahaan di masa mendatang.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengestimasi masa manfaat goodwill meliputi :

a. Ramalan umur bisnis atau industri yang bersangkutan


b. Pengaruh keusangan produk, perubahan dalam permintaan dan faktor ekonomi lainnya
c. Ekspektasi sisa masa kerja para manajer, atau kelompok karyawan yang menjalani tugas penting
d. Antisipasi tindakan para pesaing atau calon pesaing
e. Ketentuan hukum peraturan yang berlaku
5. Latar Belakang Singkat Akuntansi untuk Penggabungan Usaha

Secara historis, kebanyakan kontroversi tentang akuntansi untuk penggabungan usaha berkisar pada
metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest method), yang diterima secara umum pada tahun 1950 ketika
Committee on Accounting Procedure menerbitkan Accounting Research Bulletin (ARB) No.40. Meskipun terdapat
kesulitan konseptual pada metode penyatuan ini, masalah mendasar yang muncul pada ARB No.40 adalah
diperkenalkannya metode alternatif untuk penggabungan usaha (penyatuan vs pembelian). Berbagai kepentingan
keuangan terlibat dalam penggabungan usaha dan prosedur akuntansi alternatif mungkin tidak netral terhadap
berbagai kepentingan yang berbeda tersebut. Artinya, kepentingan keuangan individu dan rencana akhir
penggabungan dipengaruhi oleh metode akuntansi.

Sampai tahun 2007, persyaratan akuntansi untuk penggabungan usaha telah ada dalam AOB Opinion
No.16, yang mengakui baik metode akuntansi penyatuan kepemilikan maupun pembelian untuk penggabungan
usaha. Pada bulan Agustus 1999, FASB menerbitkan laporan yang mendukung keputusan yang diusulkan untuk
mengeliminasi penyatuan kepemilikan. Alasan-alasan utama yang dikemukakan mencakup hal-hal berikut :

Penyatuan kepemilikan memberikan informasi yang kurang relevan kepada pemakai laporan
Penyatuan kepemilikan mengabaikan pertukaran nilai ekonomi dalam transaksi dan membuat evaluasi kinerja
selanjutnya menjadi tidak mungkin.
Membandingkan perusahaan-perusahaan dengan menggunakan metode alternatif sulit dilakukan oleh nvestor.
Metode penyatuan kepemilikan menciptakan masalah-masalah tersebut karena menggunakan nilai buku
historis untuk mencatat penggabungan, bukan mengakui nilai wajar aktiva bersih pada tanggal transaksi. Prinsip-
prinsip akuntansi yang diterima umum (GAAP) umumnya mensyaratkan pencatatan akuisisi aktiva pada nilai
wajarnya.

Lebih lanjut, FASB percaya bahwa pengertian ekonomi dari metode penyatuan kepemilikan jarang ada
dalam penggabungan usaha. Secara lebih realistis, semua penggabungan jelas adalah akuisisi, dimana satu
perusahaan memperoleh kendali atas yang lainnya.

FASB Statement No.141 mengeliminasi mengeliminasi metode akuntansi penyatuan kepemilikan untuk
semua transaksi yang dimulai sejak tanggal 30 Juni 2001. Penggabungan yang dimulai setelah tanggal tersebut harus
menggunakan metode pembelian. Standar yang baru ini juga membuat perubahan lain pada akuntansi untuk
penggabungan usaha.

Karena standar yang baru melarang penggunaan metode penyatuan kepemilikan hanya pada
penggabungan yang dimulai setelah penerbitan standar yang direvisi, penggabungan sebelumnya yang
diperhitungkan dengan metode penyatuan kepemilikan akan tetap diberlakukan; yaitu baik metode pembelian
maupun penyatuan kepemilikan akan terus digunakan sebagai praktik pelaporan keuangan yang dapat diterima
untuk penggabungan usaha yang lalu.

Penghapusan metode penyatuan kepemilikan oleh FASB membuat GAAP AS lebih konsisten dengan standar
akuntansi internasional. International Accounting Standard Board (IASB) mengeluarkan International Financial
Reporting Standard 3 (IFRS3) ”Business Combination” pada tanggal 31 Maret 2004, yang mengharuskan
penggabungan usaha dengan menggunakan metode pembelian. IFRS 3 secara khusus melarang metode penyatuan
kepemilikan. Dalam memperkenalkan standar baru, Ketua IASB, Sir David Tweedie, menyatakan:

Akuntansi untuk penggabungan usaha sangat berbeda antara yurisdiksi satu dengan yang lain. IFRS 3
menilai langkah yang signifikan menuju standar kualitas yang tinggi dalam akuntansi untuk penggabungan usaha,
dan akhirnya mencapai konvergensi internasional pada area ini.

Syarat wajib laporan konsolidasi hrus disusun adalah saat salah satu entitas yang bergabung mempunyai kendali
atas entitas usaha (perusahaan) lain.

Perusahaan investor atau yang bisa disebut sebagai acquirer (perusahaan induk) adalah yang menyusun-nya.

Pengendalian atas perusahaan investeediperoleh jika salah satu entitas usaha yang bergabung memiliki lebih dari
50 persen hak suara pada perusahaan yang lain

Kecuali jika bisa dibuktikan sebaliknya bahwa tidak terdapat pengendalian walaupun kepemilikan lebih dari 50 %.

Laporan tersebut harus didasarkan pada substansi dari peristiwa ekonomi dan tidak menyesatkan pihak yang
berkepentingan. Apabila saham yang dibeli seluruhnya (100%), maka laporan keuangan konsolidasi mudah saja
disusun.
Kita hanya menggabungkan saja kedua atau lebih hasil operasional perusahaan, guna menghasilkan 1 laporan
keuangan, (skema perusahaan induk - perusahaan cabang).

TEORI-TEORI KONSOLIDASI

Teori Induk Perusahaan

Teori induk perusahaan didasarkan pada asumsi bahwa laporan keuangan konsolidasi
adalah perluasan dari laporan perusahaan induk dan harus dibuat dari sudut pandang pemegang
saham perusahaan induk. Dalam teori ini, laporan keuangan konsolidasi dibuat untuk kepentingan
pemegang saham perusahaan induk, namun pemegang saham minoritas tidak diharapkan
mengambil manfaat dari laporan tersebut. Laba bersih konsolidasi dalam teori induk ini merupakan
ukuran laba bagi pemegang saham perusahaan induk serta masalah-masalah tertentu dan ketidak
konsistenan prosedur akuntansi muncul dalam hal kepemilikan pada perusahaan anak kurang dari
100%.

Teori Entitas

Teori entitas menggambarkan pandangan lain dari konsolidasi. Teori ini dikemukakan oleh
Prof. Maurice Moonitz dan dipublikasikan oleh Asosiasi Akuntansi Amerika (American Accounting
Association) pada tahun 1944 dengan judul “The Entity Theory of Consolidated Statements”. Hal
paling utama dari teori entitas adalah bahwa laporan konsolidasi merefleksikan sudut pandang
keseluruhan entitas usaha, yang menilai secara konsisten seluruh sumber daya yang dikendalikan
entitas.

Dalam teori entitas, laba kepemilikan minoritas merupakan distribusi total laba konsolidasi
dan kepemilikan pemegang saham minoritas merupakan bagian dari ekuitas pemegang saham
konsolidasi. Teori entitas mensyaratkan bahwa laba dan ekuitas perusahaan anak ditentukan
terhadap seluruh pemegang saham, sehingga jumlah totalnya dapat dialokasikan kepada
pemegang saham mayoritas dan minoritas secara konsisten. Hal ini dapat dicapai dalam teori
entitas dengan menggunakan nilai total untuk perusahaan anak dengan dasar harga yang
dibayarkan perusahaan induk untuk kepemilikan mayoritasnya. Selisih lebih nilai total perusahaan
anak atas nilai buku aktiva bersih perusahaan anak dialokasikan pada aktiva yang dapat
diidentifikasi dangoodwill.

Teori Kontemporer

Teori kontemporer adalah refleksi dari dua teori, yaitu teori perusahaan induk dan teori
entitas. Teori kontemporer ini berkembang dari praktik akuntansi, dan bukan merupakan
pendekatan yang konsisten dalam membuat laporan keuangan konsolidasi
. Aplikasi Metode Penyatuan Kepemilikan
Asumsikan akun ekuitas pemegang saham PT Dian dan PT Lingga sebelum penyatuan kepemilikan adalah
sebagai berikut :

PT Dian PT Lingga Total


Common Stock @ Rp20.000 200.000 100.000 300.000
Additional Paid in Capital 20.000 40.000 60.000
Total Paid in Capital 220.000 140.000 360.000
Retained Earnings 100.000 60.000 160.000
Net Assets and Equity 320.000 200.000 520.000

Metode 1 : Aktiva dan kewajiban suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain dan perusahaan yang
melakukan pengalihan tersebut dibubarkan (merger)

Kasus 1 : PT Dian menerbitkan 5.000 lembar saham untuk memperoleh aktiva bersih PT Lingga  Common stock
5.000 lmbr x Rp 20.000 = Rp 100.000

Net Assets 200.000

Common Stock 100.000

Add PIC 40.000

Retained Earnings 60.000

Total Common stock = Rp 200.000+(5.000 lembar x Rp 20.000) = Rp 300.000

Kasus 2 : PT Dian menerbitkan 4.000 lembar saham untuk memperoleh aktiva bersih PT Lingga

Net Assets 200.000

Common Stock 80.000

Add PIC 60.000

Retained Earnings 60.000


Kasus 3 : PT Dian menerbitkan 7.000 lembar saham untuk memperoleh aktiva bersih PT Lingga

Net Assets 200.000

Common Stock 140.000

Add PIC -

Retained Earnings 60.000

Kasus 4 : PT Dian menerbitkan 9.000 lembar saham untuk memperoleh aktiva bersih PT Lingga

Net Assets 200.000

Add PIC 20.000

Common Stock 180.000

Retained Earnings 40.000

Metode 2 : aktiva dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan ke perusahaan baru dan kedua
perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan (konsolidasi).

Kasus 1 : PT Smart menerbitkan 15.000 lembar saham untuk memperoleh aktiva bersih PT Dian dan PT Lingga

Net Assets 520.000

Common Stock 300.000

Add PIC 60.000

Retained Earnings 160.000

Kasus 2 : PT Smart menerbitkan 14.000 lembar saham untuk memperoleh aktiva bersih PT Dian dan PT Lingga

Net Assets 520.000

Common Stock 280.000

Add PIC 80.000

Retained Earnings 160.000


Kasus 3 : PT Smart menerbitkan 17.000 lembar saham untuk memperoleh aktiva bersih PT Dian dan PT Lingga

Net Assets 520.000

Common Stock 340.000

Add PIC 20.000

Retained Earnings 160.000

Kasus 4 : PT Smart menerbitkan 19.000 lembar saham untuk memperoleh aktiva bersih PT Dian dan PT Lingga

Net Assets 520.000

Common Stock 380.000

Add PIC

Retained Earnings 140.000

Anda mungkin juga menyukai