Anda di halaman 1dari 61

INTERNAL AUDITOR

PROFESI YANG MEMBANGGAKAN

SRIHADI WINARNINGSIH
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya penulis dapat menyelesaikan buku referensi terkait bidang ilmu internal
auditing ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus
berupa ajaran membaca atau “iqra” yang sempurna dan menjadi anugrah
terbesar bagi seluruh alam semesta. Semoga kebiasaan membaca selalu menjadi
fenomena di dalam kehidupan bermasyarakat.
Buku Referensi Internal Auditing Profesi Yang Membanggakan ini berisi
kumpulan riset dalam satu bidang ilmu Internal Auditing yang diharapkan dapat
memberikan gambaran menyeluruh dan terintegrasi bagi para praktisi dan
akademisi yang mempelajari Internal Auditing.
Penulis sangat bersyukur karena pada akhirnya dengan berbagai kesibukan
dan kurangnya waktu dapat menyelesaikan buku referensi ini, semoga buku
referensi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan. Disamping itu,
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu secara sukarela selama penulisan berlangsung hingga penerbitan.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
buku referensi ini agar kedepannya dapat diperbaiki. Karena kami sadar, buku
referensi ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Bandung, 2018
Penulis

Daftar Isi
2
BAB 1 Perbedaan Internal dan Eksternal Auditor Halaman

BAB 2 Perkembangan Internal Auditing di 4


Indonesia

BAB 3 Common Body of Knowledge Internal 11


Auditing

BAB 4 Peran Internal Auditor dalam Implementasi 25


Konsep Governance

BAB 5 Internal Auditor dan Value Added 37


Organisasi

BAB 6 Dampak Konflik Peran Terhadap Kinerja 49


Internal Auditor

BAB 7 Sertifikasi Profesi Internal Auditor 52

BAB 8 Standar Profesi Internal Auditor 61

3
BAB I
Perbedaan Internal dan Eksternal Auditor

Diantara auditor internal dan auditor eksternal memiliki kesamaan, keduanya merupakan

profesi yang mempunyai peranan penting dalam tata kelola organisasi atau perusahaan/lembaga

serta memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal laporan

keuangan. Profesi Keduanya memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis, keuangan, industri,

dan risiko strategis yang dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas,

keduanya juga memiliki kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh institusi

profesional masing-masing yang harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan independensi

dari kegiatan yang mereka audit.

Perbedaan organisasional Auditor Internal merupakan bagian integral dari organisasi di

mana klien utama mereka adalah manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris untuk

entitas perusahan atau badan pengurus dan badan pengawas untuk entitas lembaga, termasuk

komite-komite yang ada. Biasanya auditor internal merupakan karyawan organisasi yang

berasngkutan. Meskipun dalam perkembangannya pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan

outsourcing atau co-sourcing internal auditor, namun sekurang-kurangnya penanggung jawab

aktivitas audit internal tetaplah bagian integral dari organisasi. Sebaliknya, auditor eksternal

merupakan pihak ketiga alias bukan bagian dari organisasi. Mereka melakukan penugasan

berdasarkan kontrak yang diatur dengan ketentuan perundang-udangan maupun standar

profesional yang berlaku untuk auditor eksternal. Perbedaan Pemberlakuan Secara umum, fungsi

audit internal tidak wajib bagi organisasi. Namun demikian untuk perusahaan yang bergerak di

industri tertentu, seperti perbankan, dan juga perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek

Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Perusahaan-perusahaan milik negara

4
(BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Begitu halnya dipemerintahan seperti

BPK, BPKP, Bawasda dan Inspektorat.

Pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit eksternal lebih luas dibandingkan audit

internal. Perusahaan, lembaga, badan-badan sosial, hingga partai politik dalam keadaan-keadaan

tertentu diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan untuk dilakukan audit eksternal,

Perbedaan Fokus dan Orientasi Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu

kejaidan-kejadian yang diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki dampak positif (peluang)

maupun dampak negatif (risiko), serta bagaimana organisasi bersiap terhadap segala

kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan auditor eksternal terutama berfokus pada

akurasi dan bisa dipahaminya kejadian-kejadian historis sebagaimana terefleksikan pada laporan

keuangan organisasi. Perbedaan Kualifikasi Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor

internal tidak harus seorang akuntan, namun juga teknisi, personil marketing, insinyur produksi,

serta personil yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lainnya tentang operasi organisasi

sehingga memenuhi syarat untuk melakukan audit internal.

Auditor Eksternal harus memiliki kualifikasi akuntan yang mampu memahami dan

menilai risiko terjadinya errors dan irregularities, mendesain audit untuk memberikan

keyakinan memadai dalam mendeteksi kesalahan material, serta melaporkan temuan

tersebut. Pada kebanyakan negara, termasuk di Indonesia, auditor perusahaan publik harus

menjadi anggota badan profesional akuntan yang diakui oleh ketentuan perundang-undangan

yang berlaku. Perbedaan mendasar Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas

organisasi secara berkelanjutan, sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara periodik

biasa satu tahun pajak.

Lebih lanjut Audit Internal merupakan kegiatan assurance dan konsultasi yang

independen dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan

5
kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya

melalui pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan

efektivitas pengelolaan resiko, pengendalian, dan proses governance

Sesuai dengan definisi dari The Institute of Internal Auditor (IIA), sebagai suatu profesi

ciri utama auditor internal adalah kesedian menerima tanggungjawab terhadap kepentingan

pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengemban tanggungjawab ini secaraefektif, auditor

internal perlu memelihara standar perilaku yang tinggi.

Auditor Internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam

melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya. Auditor Internal harus

menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun

demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang

menyimpang atau melanggarhukum. Auditor Internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam

tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau

mendiskreditkanorganisasinya.

Auditor Internal harus menahandiri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan

konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan

prasangka, yang meragukan kemampuannnya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi

tanggung jawabprofesinya secaraobjektif. Auditor Internal tidak boleh menerima sesuatu dalam

bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitrabisnis organisasinya,

yang dapat, atau patut diduga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.

Auditor Internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan

menggunakan kompetensi professional yang dimilikinya. Auditor Internal harus mengusahakan

berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal, Auditor Internal harus

bersikap hati- hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam

6
pelaksanaantugasnya. Auditor Internal tidak boleh menggunakan informasirahasia; untuk

mendapatkan keuntungan Pribadi, secara melanggar hukum, atau yang dapat menimbulkan

kerugian terhdap organisasinya.

Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkap akan semua

fakta- fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat;

mendistorsi laporan atas kegiatan yang direview, atau menutupi adanya praktik-praktik yang

melanggar hukum. Auditor Internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektifitas

dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan professional

berkelanjutan.

Disamping itu tugas pokok antara Auditor Internal dan Auditor Eksternal relatif sama

yaitu temuan pemeriksaan/penyimpangan, kecurangan, kelemahan pengendalian Intern, saran

Perbaikan/Rekomendasi kepada manajemen atau yang klien. Audit internal sebagai perantara

untuk meningkatkan keefektifitasan dan keefesienan suatu organisasi dengan menyediakan

wawasan dan rekomendasi berdasarkan analisis dan dugaan yang bersumber dari data dan proses

usaha. para auditor internal dikenal sebagai karyawan yang dibentuk untuk melakukan audit

internal.

Pengertian audit intern menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) dalam SPAP (Standar

Profesional Akuntan Publik) adalah : “Suatu aktivitas penilaian yang independen dalam suatu

organisasi untuk menguji dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas organisasi sebagai pemberi

bantuan bagi manajemen”. (1998 ; 322). Definisi Audit Eksternal adalah review dari laporan

keuangan atau laporan dari suatu entitas, biasanya pemerintah atau bisnis, oleh seseorang tidak

berafiliasi dengan perusahaan atau lembaga. Audit eksternal memainkan peran utama dalam

pengawasan keuangan perusahaan dan pemerintah karena mereka dilakukan oleh individu di luar

7
dan karena itu memberikan pendapat tidak memihak. Audit eksternal biasanya dilakukan secara

berkala oleh bisnis, dan biasanya diperlukan tahunan oleh hukum bagi pemerintah.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kegiatan audit bertujuan untuk menilai layak dipercaya

atau tidaknya laporan pertanggung jawaban manajemen. Penilaian yang baik adalah yang

dilakukan secara obyektif oleh orang yang ahli (kompeten) dan cermat (due care) dalam

melaksanakan tugasnya. Untuk menjamin obyektivitas penilaian, pelaku audit baik secara

pribadi maupun institusi harus independen terhadap pihak yang diaudit (auditee), dan untuk

menjamin kompetensinya, seorang auditor harus memiliki keahlian dibidang auditing dan

mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bidangyang diauditnya. Sedangkan kecermatan

dalam melaksanakan tugas ditunjukkan oleh perencanaan yang baik, pelaksanaan kegiatan sesuai

standar dan kodeetik, supervisi yang diselenggarakan secara aktif terhadap tenaga yang

digunakan dalam penugasan, dan sebagainya.

Secara umum audit dapat diartikan sebagai aktivitas pengumpulan dan pengujian data,

yang dilakukan oleh pihak yang kompeten dan independen, dalam rangka menentukan

kesesuaian informasi yang diaudit dengan standar/kriteria yang telah ditetapkan, untuk

disampaikan kepada para pihak yang berkepentingan. Kegiatan audit tersebut dapat dilakukan

oleh auditor eksternaldan internal. Audit internal sektor publik adalah audit yang dilakukan

auditor internal organisasi/lembaga yang bergerak di bidang penyediaan barang dan jasa publik.

Sebenarnya peran auditor internal tidak hanya semata-mata sebagai auditor, untuk meningkatkan

nilai tambah keberadaannya, auditor internal dapat pula berperan sebagai konsultan bagia

uditinya. Namun peran tersebut tidak boleh mengurangi independensinya terhadap auditinya

tersebut. Untuk mendapat hasil audit yang baik maka orang yang menjadi auditor internal harus

memenuhi berbagai persyaratan, yaitu memiliki kompetensi(memiliki keahlian di bidang

auditing dan mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bidang yang diauditnya),

8
independen terhadap auditi, baik dalam kenyataan (in fact) dan dalam penampilan (in

appearance), serta cermat dalam melaksanakan tugasnya.

Hubungan antara Auditor Internal dan Auditor Eksternal

Hubungan auditor eksternal dan auditor internal mengatur persyaratan-

persyaratantertentu pada area mana dan sampai sejauh apa, auditor eksternal dapat

menggunakanpekerjaan auditor internal dalam mencapai tujuan penugasannya. Auditor eksternal

harus menentukan apakah pekerjaan auditor internal bisadigunakan, dengan mengevaluasi sejauh

mana status organisasi,kebijakan maupun prosedur yang cukup guna mendukung obyektif

auditor internal, tingkat kompetensi auditor internal, apakah fungsi audit internal menerapkan

pendekatan yang sistematik dan teratur,termasuk menerapkan pengendalian kualitas. Apabila

ketiga hal tersebut tidak dipenuhi, auditor eksternal tidak diperbolehkan menggunakan hasil dari

pekerjaan audit internal.

Sedangkan beberapa hal yang dapat menciptakan terjalinnya kerjasama dari kedua jenis

auditor ini adalah tingkat pemahaman dari masing-masing auditor internal dan auditor eksternal

itu sendiri. Kompetensi dari kedua jenis auditor, pemberian maksud tujuan audit dari auditor

eksternal kepada auditor internal, serta pelaporan langsung kepada auditor internal dan

obyektivitas dari internal auditor

Apabila dari hasil evaluasi eksternal auditor dapat menggunakan pekerjaan auditor

internal, maka mereka diharuskan menentukan bagian mana pekerjaan internal auditor yang bisa

digunakan. Untuk itu, eksternal auditor juga harus mempertimbangkan relevansi audit internal,

tujuan dan kompetensi auditor internal, pengujian efektivitas dari audit internal, strategi dan

rencana audit, utamanya dalam mempertimbangkanpenggunaan judgement , menilai risiko salah

saji merancang prosedur, serta bukti yang perlu dikumpulkan, agar pekerjaan auditorinternal dan

9
auditor eksternal dapat mendukung opini audit.Dalam hal auditor eksternal menggunakan

pekerjaan auditor internal, maka langkahyang akan diambil adalah mendiskusikannya dengan

auditor internal untuk koordinasi lebih lanjut.

Membaca laporan internal audit yang berkaitan dengan pekerjaan audit yang akan

digunakan untuk mendapatkan pemahaman sifat dan luasnya prosedur yang telahdilakukan,

beserta temuan-temuan yang terkait. Auditor eksternal juga akan menilai apakah pekerjaan

auditor internal telah direncanakan, diawasi, review, dan didokumentasikan dengan baik.

Penilaian juga akan dilakukan untuk memastikan bahwa bukti yang memadai telah diperoleh

untuk menjadi dasar bagi auditor eksternal menarik kesimpulan yang wajar, serta kesimpulan-

kesimpulan yang dibuat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Laporan Tahunan Periode

Akuntansi. Biasanya bulan Desember atau akhir setiap tahun adalah musimnya audit mengaudit

atau pemeriksaan terhadap suatu entitas, lembaga dan perusahaan dimana satu periode akuntansi

atau satu tahun pajak setiap laporan keuangan harus diaudit untuk berbagai tujuan. Utamanya

adalah untuk tujuan perpajakan. Dimana pada formulir (SPT tahunan) pajak tertera jelas apakah

suatu laporan keuangan diaudit atau tidak, inilah yang mengharuskan setiap satu tahun pajak,

laporan keuangan harus di audit, disamping untuk tujuan lainnya bagi manajemen dan pimpinan

perusahaan, lembaga atau perbankan, atau bisa disebut laporan tahunan.

Laporan tahunan disebut sebagai laporan keuangan eksternal disebabkan oleh secara

umum, perusahaan atau lembaga menerbitkan laporan tahunan untuk memberikan informasi

kepada pengguna luar (pihak ketiga). Oleh karena itu, tidak salah jika laporan keuangan disebut

sebagai alat komunikasi. Laporan keuangan perusahaan atau lembaga yang diterbitkan utamanya

dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasi dari pengguna-pengguna laporan

tersebut dan untuk mematuhi permintaan akuntabilitas perusahaan (Gaffikin, Dagwell, Wines

and Smith, 1998). Secara jelas, dengan laporan keuangan, perusahaan dapat berkomunikasi

10
dengan pihak-pihak luar tentang hal-hal yang berkaitan dengan operasi perusahaan. Akan tetapi,

informasi yang diberikan oleh manajemen perusahaan harus dikomunikasikan dengan cara

dimana para pemegang saham dan para pihak lain pahami. Tata dan jenis bahasa serta cara

interpretasi dari laporan tahunan harus mengikuti standar kode akuntansi untuk menghindari

kesalahpahaman dan salah interpretasi akan laporan tahunan tersebut. Sangat tidak mudah bagi

pihak-pihak luar untuk mendapatkan informasi tentang perusahaan terutama laporan keuangan.

Alasan yang mendasari hal tersebut adalah di picu oleh ketakutan dari perusahaan bahwa

informasi akan laporan keuangannya untuk pihak luar akan membawa kepada competitive

disadvantage. Maka dari itu, sangat penting untuk mempersiapkan laporan keuangan bagi

pengguna-pengguna luar dengan hanya memperlihatkan informasi yang sepantasnya yang

memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasional dari para pengguna luar atau pihak ketiga.

Laporan tahunan yang juga dikenal sebagai laporan keuangan eksternal perusahaan didesain

untuk memuaskan permintaan informasi secara umum dari berbagai tipe kelompok. Tujuan dan

maksud dari laporan keuangan eksternal adalah untuk menyediakan laporan kepada penyedia

modal dalam rangka menfasilitasi evaluasi mereka terhadap fungsi stewardship dari manajemen

(Whittred, Zimmer and Taylor, 1997). Lebih lanjut, tujuan dari laporan ini dapat disebut

sebagai corporate accountability untuk disposisi invetasi dan aset yang ditanam ke perusahaan

dan corporate communication kepada para pihak luar. Oleh karena itu, manajemen dari entitas

pelaporan harus menampilkan laporan keuangan eksternal dengan maksud mendukung

terlaksananya corporate accountability, seperti halnya Bank Aceh dan Bank Aceh Syariah yang

sering memuat di sebuah harian lokal di Aceh tentang laporan tahunan publikasi.

Dalam mendukung informasi yang relevan untuk kebutuhan para pengguna, laporan keuangan

eskternal seharusnya menampilkan informasi yang relevan untuk penilaian kinerja, posisi

keuangan, pembiayaan dan investasi, serta informasi tentang pemenuhan permintaan yang

11
ditentukan secara eksternal. Laporan eksternal mempunyai tujuan lain dalam menyediakan

informasi yang berguna untuk para investor saat ini dan para potensial investor serta kreditor

yang berhubungan dengan menilai jumlah, waktu dan ketidakpastian dari arus kas dan total aset

dimasa mendatang.

BAB II
Perkembangan Internal Auditing di Indonesia

A. PENDAHULUAN
Perkembangan profesi internal auditing, dewasa ini melaju sangat cepat seiiring
dengan perkembangan jaman pada era globalisasi. Definisi / pengertian internal
auditing juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
1. Pengertian Menurut Sawyer
“ Internal auditing is an independent appraisal function establised
within an organization to examine and evaluate its activities as a service
to organization”

(Internal audit adalah suatu fungsi penilaian independen yang dibentuk


dalam suatu organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas
organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi).
2. Pengertian Menurut Institute of internal Auditor
“ Internal auditing is an independent , objective assurance and
consulting activity designed to add value and improve an organization’s
operations. It helps an organization accomplish its objective by bringing
a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the
effectiveness of risk management, control and governance process”.
(Internal audit adalah suatu aktivitas independen, yang memberikan
jaminan keyakinan serta konsultasi yang dirancang untuk memberikan
suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Internal
auditing membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya dengan
cara memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk
mengevaluasi dan meningkatkan keefektivan manajemen resiko,
pengendalian dan proses pengaturan dan pengelolaan organisasi).
12
B. PARADIGMA BARU INTERNAL AUDIT
Bertolak dari definisi tersebut diatas, dalam perkembangannya penekanan dan
mekanisme internal audit telah bergeser (berubah). Pada masa lalu fokus utama
peran internal auditor adalah sebagai ‘watchdog’ dalam perusahaan, sedangkan
pada masa kini dan mendatang proses internal auditing modern telah bergeser
menjadi ‘konsultan intern’ (internal consultant) yang memberi masukan
berupa pikiran-pikiran untuk perbaikan (improvement) atas sistem yang telah

13
ada serta berperan sebagai katalis (catalyst). Fungsi internal auditor sebagai
‘watchdog’ membuat perannya “kurang disukai” kehadirannya oleh unit
organisasi lain. Hal ini mungkin merupakan konsekuensi logis dari profesi
internal auditor yang tugasnya memang tidak dapat dilepaskan dari fungsi audit
(pemeriksaan), bahwa antara pemeriksa (auditor) dan pihak yang diperiksa
(auditee) berada pada posisi yang saling berhadapan.
Fungsi konsultan bagi internal auditor merupakan peran yang relatif baru.
Peran konsultan membawa internal auditor untuk selalu meningkatkan
pengetahuan baik tentang profesi auditor maupun aspek bisnis, sehinga dapat
membantu manajemen dalam memecahkan suatu masalah. Kemampuan untuk
merekomendasikan pemecahan suatu masalah (problem solver) bagi internal
auditor dapat diperoleh melalui pengalaman bertahun-tahun melakukan audit
berbagai fungsi di perusahaan.
Pada saat ini, konsultasi internal merupakan aktivitas yang sangat dibutuhkan
oleh manajemen yang perlu dilakukan oleh internal auditor. Selain sebagai
konsultan, internal auditor harus mampu berperan sebagai katalisator. Katalis
adalah suatu zat yang berfungsi untuk mempercepat reaksi namun tidak ikut
reaksi. Peran auditor internal sebagai katalisator yaitu memberikan jasa kepada
manajemen melalui saran-saran yang bersifat konstruktif dan dapat
diaplikasikan bagi kemajuan perusahaan namun tidak ikut dalam aktivitas
operasional di perusahaan.
Ruang lingkup (scope) kegiatan audit semakin luas, pada saat ini tidak sekedar
audit keuangan (financial audit) dan audit ketaatan (compliance audit), tetapi
perhatian lebih ditujukan pada semua aspek yang berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan dan pengendalian manajemen serta memperhatikan aspek resiko
bisnis / manajemen. Perubahan orientasi audit dari teknik-teknik pengendalian
intern ke arah pengendalian bisnis perusahaan yang didasarkan atas risiko
bisnis (business risk) atau rmanajemen risiko (risk management) ini akan terus
berjalan seiring dengan kebutuhan perusahaan yang semakin kompleks di masa
mendatang. Oleh karena itu saat ini berkembang pendekatan teknik audit dalam
internal auditing yang berbasiskan risiko (risk based internal auditing).

14
Perbedaan antara paradigma lama dan paradigma baru internal auditor sebagai
berikut :
TABEL 1

INTERNAL AUDITOR : PARADIGMA LAMA VS PARADIGMA BARU

NO. URAIAN PARADIGMA LAMA PARADIGMA BARU


1 Fungsi  ‘Watchdog’  ‘Watchdog’, konsultan dan
katalisator
 Mengungkap temuan  Memecahkan masalah
 Mengganggu obyek
 Reaktif  Proaktif

2 Sifat Audit /  Post audit  Post audit dan Pre audit


Rekomendasi  Korektif  Korektif, Preventif, Prediktif

3 Sikap  Kaku  Fleksibel dan konstruktif


 Pasif  Aktif dan komunikatif

4 Pendekatan  Subyek - Obyek  Subyek - Subyek


 Menang - Kalah  Menang - Menang

5 Type Staf  Setengah – setengah  Tuntas / Paripurna

6 Organisasi  Pelengkap / memenuhi  Tools management


persyaratan  Pusat keunggulan

7 Ukuran Sukses  Jumlah temuan  Jumlah bantuan / manfaat


 Pencapaian tingkat Good
Corporate Governance (GCG)

C. STANDAR
The Standards for The Professional Practice of Internal Auditing (SPPIA)
tahun 2002 yang ditetapkan oleh The institute of Internal Auditors mulai berlaku
efektif pada tanggal 1 Januari 2002 merupakan revisi dari Standar Profesi
Auditor Internal tahun 1999.

15
TABEL 2

STANDARDS PROFESSIONAL PRACTICE OF INTERNAL AUDITING

ATTRIBUTE STANDARDS

1000 Purpose, Authority &


Responsibility

1100 Independence & 1110 Organizational Independence


Objectivity 1120 Individual Objectivity
1130 Impairments to Independence or Objectivity

1200 Professional Proficiency & 1210 Proficiency


Due Professional Care 1220 Due Professional Care
1230 Continuing Professional Development

1300 Quality Assurance & 1310 Quality Program Assesments


Improvement Program 1320 Reporting on the Quality Program
1330 Use of “Conducted in Accordance with the Standards”
1340 Disclosure of Non compliance
PERFORMANCE STANDARDS

2000 Managing the Internal 2010 Planning


Audit Activity 2020 Communication & Approval
2030 Resource Management
2040 Policies & Procedures
2050 Coordination
2060 Reporting to the Board & Senior Management

2100 Nature of Works 2110 Risk Management


2120 Controls
2130 Governance

2200 Engagament Planning 2201 Planning Consideration


2210 Engagament Objectives
2220 Engagament Scope
2230 Engagament Resources Allocation
2240 Engagament Work Program

2300 Performing the 2310 Identifying Information


Engagament 2320 Analysis & Evaluation
2330 Recording Information
2340 Engagement Supervision

2400 Communication Results 2410 Criteria for Communication


2420 Quality of Communication
2430 Engagement Disclosure of Noncompliance
With the Standards
2440 Disseminating Results

2500 Monitoring Progress

2600 Management’s Acceptance


of Risks

16
Tujuan dari standar SPPIA adalah :
 Menggambarkan dengan jelas bahwa prinsip dasar dari pelaksanaan
internal audit diterapkan.
 Menyiapkan kerangka pelaksanaan dan promosi aktivitas internal audit
yang lebih luas dengan nilai tambah.
 Menetapkan basis pengukuran pada pelaksanaan internal audit.
 Membantu perkembangan organisasi dalam proses dan operasinya.
Auditor internal merupakan suatu profesi yang memiliki peranan tertentu yang
menjunjung tinggi standar terhadap mutu pekerjaannya. Kepatuhan terhadap
SPPIA adalah sangat penting supaya terdapat kesamaan dalam wewenang,
fungsi dan tanggungjawab para internal auditor.
Konsorsium Orgainsasi Profesi Audit Internal pada tanggal 12 mei 2004 telah
menetapkan Standar Profesi Audit Internal dan wajib diterapkan semua
anggota organisasi profesi yang tergabung dalam konsorsium dan mulai
berlaku tanggal 1 Januari 2005. Konsorsium merekomendasikan anggota IIA
Indonesia Chapter, FK SPI BUMN/BUMD, YPIA, Dewan Sertifikasi QIA dan
PAII agar segera memasukkan (mengadopsi) jiwa yang terdapat dalam butir-
butir standar ini kedalam Audit Charter, pedoman, kebijakan serta prosedur
audit internal yang ada pada organisasi masing-masing.

D. KODE ETIK
Selain standar, profesi internal auditing juga memiliki kode etik profesi yang
harus ditaati dan dijalankan oleh segenap auditor. Kode etik memuat standar
perilaku sebagai pedoman bagi seluruh auditor internal. Standar perilaku
tersebut membentuk prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan praktik auditor
internal. Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal (2004) telah
menetapkan kode etik bagi para auditor internal yang terdiri dari 10 hal sebagai
berikut :
1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, obyektivitas dan
kesanggupan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab
profesinya.

17
2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau
terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak
boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau
melanggar hukum.
3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau
kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau
mendiskreditkan organisasinya.
4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat
menibulkan koflik dengan kepentingan organisasinya atau kegiatan-
kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan
kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi
tanggungjawab profesinya secara obyektif.
5. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari
karyawan, klien, pelanggan, pemasok ataupun mitra bisnis organisasinya,
yang dapat atau patut diduga dapat mempengaruhi pertibangan
profesionalnya.
6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesikan dengan
menggunakan kompetensi professional yang dimilikinya.
7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa
memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam
menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya.
Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk
mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hokum, (iii) yang
dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.
9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus
mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-
fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi laporan atas kegiatan
yang direview, atau (ii) menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar
hukum.

18
10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta
efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib
mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.

E. RUANG LINGKUP AUDIT.


Ruang lingkup atau cakupan (scope) pekerjaan internal audit adalah seluas
fungsi manajemen, sehingga cakupannya meliputi bidang finansial dan non
finansial.
1. Audit Finansial
Audit finansial merupakan jenis audit yang lebih berorientasi (focus) pada
masalah keuangan. Sasaran audit keuangan adalah kewajaran atas laporan
keuangan yang telah disajikan manajemen. Pada saat ini orientasi internal
auditor tidak pada masalah audit keuangan saja, namun titik berat lebih
difokuskan pada audit operasional di perusahaan. Hal tersebut disebabkan
audit atas laporan keuangan perusahaan telah dilakukan oleh eksternal
auditor pada waktu audit umum (general audit) tahunan. General audit
dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) atau Badan
pengawasan keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).
2. Audit Operasional
Istilah lain dari Audit Operasional adalah audit manajemen (management
audit) atau audit kinerja (performance auditing).

Sasaran dari audit operasional adalah penilaian masalah efisiensi,


efektivitas dan ekonomis (3E). Pada saat ini dan kemudian hari, audit
operasional (audit manajemen) semakin penting perannya bagi organisasi
usaha. Bagi perusahaan, yang penting dari hasil audit bukan semata-mata
masalah kebenaran formal, tetapi manfaatnya untuk meningkatkan kinerja
organisasi. Selain internal auditor, audit operasional juga dapat dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan pengawasan keuangan
dan Pembangunan (BPKP).

19
3. Compliance Audit
Audit ketaatan / kepatuhan (compliance audit) adalah suatu audit yang
bertujuan untuk menguji apakah pelaksanaan / kegiatan telah sesuai
dengan ketentuan / peraturan yang berlaku. Paraturan / ketentuan yang
dijadikan kriteria dalam compliance audit antara lain :
 Peraturan / Undang-undang yang ditetapkan oleh Instansi Pemerintah
atau Badan / Lembaga lain yang terkait.
 Kebijakan / Sistem & Prosedur yang ditetapkan oleh manajemen
perusahaan (Direksi).
Selain internal auditor, compliance audit juga dapat dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan pengawasan keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Bagi perusahaan yang telah mendapatkan ISO
19000 dan sejenisnya, compliance audit perlu dilakukan oleh auditor ISO
dalam rangka mempertahankan sertifikat ISO yang telah diraih perusahaan
tersebut.

4. Fraud Audit
Audit kecurangan (Fraud audit) adalah audit yang ditujukan untuk
mengungkap adanya kasus yang berindikasi Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) yang merugikan perusahaan / negara dan
menguntungkan pribadi maupun kelompok (organisasi) atau pihak ketiga.
Istilah lain dari fraud audit adalah audit khusus atau audit investigasi
(investigative audit). Dalam fraud audit, internal auditor perlu membuat
bagan arus (flow chart) serta modus operandi berupa uraian tentang cara-
cara melakukan tindak kejahatan (tindak pidana korupsi). Perkembangan
Fraud audit pada saat ini cukup pesat, misalnya untuk mengungkap adanya
fraud dibidang keuangan diperlukan ilmu mengenai akuntansi forensik
(forensic accounting) dalam kejahatan keuangan di perusahaan, seperti
halnya dalam ilmu kedokteran terdapat bedah forensik untuk mengungkap
penyebab terjadinya kematian seseorang. Saat ini telah berkembang juga
forensic audit, hal ini terkait dengan upaya pemenuhan bukti audit yang
akan dipakai untuk kepentingan sidang di Pengadilan sehingga bukti audit
tersebut dapat berkekuatan hukum.

20
F. INTERNAL AUDIT VS EKSTERNAL AUDIT
Secara jujur harus diakui bahwa profesi auditor internal jauh tertinggal apabila
dibandingkan dengan profesi eksternal auditor, seperti akuntan publik ataupun
auditor pemerintah.
1. Jenis-jenis Auditor Eksternal
a. Akuntan Publik
Akuntan publik telah memiliki organisasi profesi yang dikenal sebagai
IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) sejak tahun 1957. Akuntan Publik
dalam melaksanakan tugas profesinya berdasarkan Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) serta Standar Akuntansi keuangan (SAK)
yang ditetapkan oleh IAI. Akuntan Publik biasanya berpraktek melalui
Kantor Akuntan Publik (KAP) yang secara organisatoris berada
dibawah koordinasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Kompartemen
Akuntan Publik serta pengawasan dari Direktorat Akuntan & Jasa
Penilai Departemen Keuangan.
b. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK merupakan eksternal auditor bagi Pemerintah yang dibentuk
berdasarkan UUD 45. Berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945 pasal
23E pada Sidang Umum MPR tahun 2002, dinyatakan :
1). Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang
keuangan negara diadakan suatu BPK yang bebas dan mandiri.
2). Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sesuai dengan
kewenangannya.
3). Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga
perwakilan dan / atau badan sesuai dengan undang-undang.
c. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
BPKP yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 31 tahun 1983,
merupakan internal auditor bagi Pemerintah serta eksternal auditor
bagi BUMN/BUMD dan Instansi Pemerintah. Kepres tersebut telah

21
diperbaharui dengan keluarnya Kepres No. 103 tahun 2001.
Berdasarkan ketentuan tersebut tugas BPKP adalah melaksanakan
tugas pemerintahan dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi BPKP antara lain :
1). Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang
pengawasan keuangan dan pembangunan.
2). Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
keuangan dan pembangunan.
3). Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP.
4). Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap
kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan.
5). Penyelenggaraan, pembinaan dan pelayanan administrasi umum di
bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan
tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persediaan,
perlengkapan dan rumah tangga.
d. Perbedaan
Terdapat beberapa perbedaan pokok antara audit internal dan audit
eksternal. Apabila diperbandingkan antara profesi audit internal dengan
audit eksternal dari berbagai aspek pelayanan menurut Barlow (1995) akan
nampak sebagai berikut :

TABEL 3
PERBEDAAN ANTARA INTERNAL AUDIT DAN EKSTERNAL AUDIT

NO. ASPEK INTERNAL AUDIT EKSTERNAL AUDIT


1 Konsumen Manajer (manager) / Pemegang saham
Komite Audit (Audit committee) (Stock holder)
2 Fokus Risiko usaha (Business Risk) Risiko laporan keuangan
(Financial statement risk)
3 Orientasi Saat ini dan yang akan datang Yang lalu sampai saat ini
(current & future oriented) (Historical to current)
4 Pengendalian Langsung (Direct) Tidak langsung (Indirect)
5 Kecurangan Langsung (Direct) Tidak langsung (Indirect)
6 Kebebasan Obyektivitas (Objectivity) Berdasarkan status
7 Kegiatan Proses yang sedang berjalan Tiap periode akuntansi
(On going process) (Accounting period)

22
G. SERTIFIKASI INTERNAL AUDITOR
1. Tingkat Nasional
Sertifikasi internal auditor tingkat nasional dilakukan oleh Dewan Standar
Qualified Internal Auditor yang berhak mengeluarkan gelar QIA bagi
auditor yang telah memiliki persyaratan tertentu. Gelar QIA dapat
diperoleh oleh seorang auditor setelah menjalani serangkaian pelatihan /
ujian sertifikasi yang dilaksanakan oleh Institut Pendidikan Audit
Manajemen / Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA) yang terdiri dari
3 (tiga) jenjang, sebagai berikut :
 Pelatihan Audit Intern Tingkat Dasar I & II
 Pelatihan Audit Intern Tingkat Lanjutan I & II
 Pelatihan Audit Intern Tingkat Manajerial.
Setiap jenjang pendidikan akan dilakukan ujian-ujian dan bagi peserta
yang lulus dijenjang pelatihan tersebut akan memperoleh sertifikat.
Khusus pada Tingkat Manajerial selain auditor harus menempuh ujian
komprehensif serta wajib membuat paper (makalah) yang dipresentasikan
dihadapan Dewan Penguji dari dewan sertifikasi QIA. Apabila peserta
telah berhasil lulus untuk ketiga jenjang yang disyaratkan tersebut, maka
yangbersangkutan berhak memperoleh gelar QIA (Qualified Internal
Auditor).
Apabila setelah 3 tahun sejak internal auditor tersebut memperoleh gelar
QIA, namun belum memenuhi perolehan / kewajiban PPL minimal 180
jam, maka gelar QIA tersebut dapat dicabut kembali oleh Dewan
Sertifikasi QIA.
Ketentuan tentang Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) diatur oleh
Dewan sertifikasi QIA sebagai berikut :
 Kredit PPL untuk memenuhi kewajiban tersebut dapat diperoleh
nelalui 3 (tiga) jalur kegiatan sebagai berikut :
a. Pendidikan / pengajaran : kuliah pada lembaga pendidikan tinggi,
peserta seminar / konferensi / pelatihan / workshop, moderator /

23
pembicara, pengajar pelatihan bidang auditing, kegiatan pembinaan
dan pengembangan auditor di kantor sendiri (inhouse).
b. Publikasi : penulisan artikel, makalah / diktat (modul) / buku ,
penterjemahan buku, editor / penyunting penulisan buku.
c. Praktisi : praktek sebagai auditor dalam 1 (satu) tahun penuh sesuai
jam penugasan (maksimum kredit 30 jam per tahun).
 Kredit PPL tersebut dapat diperoleh melalui keanggotaan dan
partisipasi pada organisasi profesi, partisipasi dalam riset serta
kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh YPIA, Perguruan Tinggi
ataupun lembaga-lembaga lain yang diakui mutunya oleh Dewan
sertifikasi QIA.
 Kredit PPL diberikan pada kegiatan yang berkaitan dengan bidang
audit, manajemen, bisnis, keuangan dan sejenisnya.
 Setiap pemegang QIA diwajibkan melaporkan pengumpulan kredit
PPL-nya kepada Dewan Sertifikasi QIA pada setiap akhir tahun.
 Dewan Sertifikasi QIA secara periodik mengadakan rapat untuk
menilai kredit PPL yang diperoleh masing-masing QIA.

2. Tingkat internasional
Sertifikat yang dapat diperoleh oleh para internal auditor pada tingkat
internasional antara lain sebagai berikut :
a. Certified Internal Auditor (CIA)
CIA merupakan gelar profesi internal auditor yang dikeluarkan oleh
Institute of Internal Auditors. Seorang internal auditor yang telah lulus
ujian sertifikasi CIA berhak memperoleh gelar CIA.
b. Certified Information System Auditor (CISA)
Gelar tersebut diberikan kepada auditor yang mengkhususkan pada
bidang audit Sistem Informasi / EDP audit yang telah lulus dalam ujian
sertifikasi.
c. Certified Fraud Examiner (CFE)
Gelar CFE diberikan kepada auditor yang telah lulus sertifikasi
dibidang fraud audit dan telah lulus ujian sertifikasi.

24
d. Certified Bank Auditor (CBA)
Gelar CBA diberikan kepada auditor yang mengkhususkan di bidang
audit perbankan dan telah lulus ujian sertifikasi.
H. ORGANISASI PROFESI.
1. Tingkat Nasional
a. Forum Komunikasi SPI
Organisasi profesi auditor internal dilingkungan BUMN / BUMD ini
baru muncul pada tahun 1985 dengan dibentuknya FKSPI (Forum
Komunikasi Satuan Pengawasan Intern) BUMN / BUMD . Angota
dari FKSPI BUMN/BUMD adalah para internal auditor yang bekerja
di Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN maupun BUMD. Saat ini
organisasi tersebut berubah menjadi Forum Komunikasi Satuan
pengawasan Intern (FK SPI) karena anggotanya bukan hanya internal
auditor yang bekerja di BUMN/BUMD, namun termasuk internal
auditor yang bekerja di perusahaan swasta dan perusahaan multi
nasional / perusahaan asing.
b. Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII)
PAII (Perhimpunan Internal Auditor Indonesia) baru dibentuk pada
tahun 1999. Pembentukan wadah ini untuk menampung /
mengorganisasikan para pemegang gelar QIA yang berasal dari
berbagai perusahaan.
2. Tingkat internasional
Organisasi profesi internal auditor tingkat internasional adalah Institute of
Internal Auditors (IIA). Anggota IIA tersebar di beberapa negara dan
masing-masing negara dibentuk IIA Chapter. Indonesia juga memiliki IIA
Chapter yaitu IIA Indonesian Chapter. IIA secara periodik mengadakan
pertemuan / kongres / konferensi tingkat dunia yang tempatnya di suatu
negara secara bergantian. Pada waktu kongres / konferensi tersebut dapat
berkumpul lebih dari 1000 anggota IIA di seluruh dunia dan biasanya
sekaligus diadakan seminar ilmiah yang membahas tentang perkembangan
profesi internal audit serta current issues seputar internal audit.

25
I. PERAN INTERNAL AUDITOR DI ERA GLOBAL
Globalisasi yang membawa liberalisasi pada segala bidang, termasuk liberalisasi
ekonomi mendorong profesi internal audit untuk lebih responsif terhadap
kebutuhan manajemen dalam rangka meningkatkan keunggulan kompetitif di
pasar bisnis. Di era globalisasi, auditor internal akan menghadapi tantangan
yang lebih berat terutama adanya perkembangan yang pesat dalam bidang
teknologi informasi serta lingkungan yang turbulensi.
Menurut Hery (2004), berbagai penilaian dan persepsi negatif sering ditujukan
terhadap fungsi internal audit. Auditee sering kali merasa bahwa keberadaan
Divisi Internal Audit hanya akan mendatangkan cost yang lebih besar
dibandingkan benefit yang akan diterima. Auditor internal dianggap masih jauh
peranannya untuk dapat menjadi seorang konsultan internal (yang merupakan
ekspresi tertinggi dalam peran pengawas internal). Seringkali usulan perubahan
atau rekomendasi dari audit internal masih dianggap menyulitkan dan
merugikan bagi auditee, bahkan terkesan formalitas dan cenderung
mengabaikan tingkat kesulitan atau kendala yang akan dihadapi auditee
nantinya atas pelaksanaan saran dari bagian audit internal tersebut.
Terdapat 2 (dua) hal yang dapat dilakukan oleh Internal Auditor agar dapat
berperan dalam peningkatan kinerja perusahaan, yaitu :
1. Value Added Internal Auditing
Pada awal abad 21, perkembangan profesi internal auditing sangat pesat.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya peran internal auditor dalam assurance
& consulting activity. Salah satu hal yang cukup penting yang terkait
dengan peran tersebut adalah adanya control self assesment (CSA). Selain
itu saat ini internal auditor telah melakukan pendekatan audit secara
sistematis & multi disiplin (systematic & multydiciplined approach) serta
melakukan evaluasi & menilai efektivitas risk management , control &
governance processes. Adanya peran tersebut diatas, maka keberadaan
internal auditor dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi
organisasi (perusahaan). Value added auditing adalah suatu audit dalam
rangka meningkatkan profitabilitas serta kepuasan pelanggan (customer
satisfaction).

26
Internal auditor perlu membangun & menjaga hubungan baik
(relationship) dengan pihak auditee melalui monitoring tindak lanjut serta
menerima umpan balik (feedback) yang dilakukan oleh auditee. Ruang
lingkup dari value added internal auditing meliputi :
1. Audit sistem informasi (Information System Audit).
2. Audit kepatuhan (Compliance audit).
3. Audit laporan keuangan & pengendalian (Financial reporting & control
audit).
4. Audit program & kinerja (Program & performance audit).
Agar internal auditor dapat berfungsi sebagai auditor yang bernilai
tambah, maka para internal auditor hendaknya dapat melakukan assesment
atas :
1. Operational & quality efectiveness.
2. Business risk.
3. Business & process control.
4. Process & business efficiencies.
5. Cost reduction opportunities.
6. Waste elimination opportunities.
7. Corporate governance efectiveness.
Tujuan dari value added audit adalah agar internal auditor dapat :
a. Memberikan analisis operasional secara obyektif & independen.
b. Menguji berbagai fungsi, proses dan aktivitas suatu organisasi serta
external value chain.
c. Membantu organisasi dalam merancang strategi bisnis yang obyektif.
d. Melakukan assesment secara sistematis dengan pendekatan
multidisiplin.
e. Melakukan evaluasi & menilai efektivitas risk management , control
& governance processes.
2. Risk Based Internal Auditing
Pola audit yang didasarkan atas pendekatan risiko (risk based audit
approach) yang dilakukan oleh internal auditor lebih difokuskan terhadap
masalah parameter risk assesment yang diformulasikan pada risk based

27
audit plan.Berdasarkan risk assesment tersebut dapat diketahui risk
matrix, sehingga dapat membantu internal auditor untuk menyusun risk
audit matrix. Manfaat yang akan diperoleh internal auditor apabila
menggunakan risk based audit approach, antara lain internal auditor akan
lebih efisien & efektif dalam melakukan audit, sehingga dapat
meningkatkan kinerja Departemen / Bagian Internal Audit.
Terdapat tiga aspek dalam Risk Based Auditing, yaitu penggunaan faktor
risiko (risk factor) dalam audit planning, identifikasi independent risk &
assesment dan partisipasi dalm inisiatif risk management & processes.

Cakupan dari risk based internal audit termasuk dilakukannya identifikasi


atas inherent business risks dan control risk yang potensial. Departemen
Internal Audit dapat melakukan review secara periodik tiap tahun atas risk
based internal audit dikaitkan dengan audit plan. Manajemen puncak
(Board of Director) dan Komite Audit dapat melakukan assessment atas
kinerja (performance) dari risk based internal audit untuk mengetahui
realibilitas, keakuratan dan obyektivitasnya. Profil risiko (Risk profile)
atas risk based internal audit didokumentasikan dalam audit plan yang
dibuat oleh Departemen Internal Audit. Risk profile tersebut dapat
digunakan untuk melakukan evaluasi apakah metodologi risk assesment
telah rasional. Manfaat diterapkannya pendekatan risk based internal audit
antara lain dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas internal auditor
dalam melakukan audit, sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan kinerja Departemen Internal audit. Penjelasan lebih lanjut
tentang Risk Based Internal Auditing, dapat dibaca artikel penulis pada
Media Akuntansi, Edisi April 2003.

J. INTERNAL AUDIT DI PERGURUAN TINGGI


Mulai era tahun 1990-an di beberapa Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia
sudah mulai dimasukkan mata kuliah internal auditing pada kurikulum
pendidikan S1 Akuntansi, misalnya Universitas Pajajaran Bandung, Universitas
Indonesia Jakarta. Selain itu di beberapa perguruan tinggi lain, misalnya UGM
Yogyakarta, Universitas Airlangga Surabaya juga sudah memasukkan mata
kuliah internal auditing, meskipun masih berupa mata kuliah pilihan.

28
Baru pada awal abad 21 sebagian besar perguruan tinggi baik negeri maupun
swasta telah memasukkan pemeriksaan intern (internal auditing) sebagai mata
kuliah wajib pada program studi S1 Jurusan Akuntansi. Pengajaran materi
tentang internal auditing menjadi penting, karena pengetahuan mengenai ilmu
internal auditing perlu diketahui oleh para mahasiswa secara dini, sehingga pada
saat lulus dan bekerja di perusahaan sudah memahami profesi internal audit).
Pada saat ini hampir seluruh perusahaan baik swasta, asing maupun
BUMN/BUMD memerlukan tenaga internal auditor dalam rangka membantu
kerja Top Management dalam bidang pengendalian / pengawasan perusahaan,
sehingga kebutuhan tenaga auditor dapat dipastikan cukup besar. Selain itu
instansi Pemerintah juga memerlukan tenaga internal auditor, misalnya di Badan
pengawasan Keuangan dan pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal
Departemen atau Unit Pengawasan Lembaga / Badan Pemerintah serta Badan
Pengawasan Daerah (Bawasda). Oleh karena itu diharapkan perguruan tinggi
dapat mempersiapkan lulusannya siap pakai atau terdapat link & match antara
dunia usaha / Pemerintahan dengan kalangan perguruan tinggi.

K. KESIMPULAN & SARAN


1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa profesi internal audit
abad 21 di Indonesia sudah cukup pesat, antara lain ditunjukkan dengan :
1. Terbentuknya beberapa organisasi profesi yang menghimpun para
internal auditor, yaitu Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern
(FKSPI), Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII) serta
Institute of Internal Auditors (IIA) Indonesian Chapter.
2. Para internal auditor pada saat ini sedang berupaya untuk menuju
paradigma baru serta bernilai tambah (value added) bagi peningkatan
kinerja perusahaan.
3. Respon dari kalangan perguruan tinggi terhadap perkembangan internal
audit juga cukup baik, internal auditing saat ini sudah menjadi mata
kuliah wajib pada kurikulum Program S1 Akuntansi.

29
2. Saran
1. Organisasi profesi internal auditor (FK SPI, PAII dan IIA Indonesia
Chapter) agar secara rutin melakukan kegiatan Lokakarya / Seminar
untuk selalu meningkatkan profesionalisme para anggotanya.
2. Mengingat abad 21 merupakan era globalisasi , maka diharapkan para
internal auditor agar selalu meningkatkan pengetahuan dan
profesionalisme melalui pendidikan profesi berkelanjutan (PPL).
3. Kalangan Perguruan Tinggi agar selalu melakukan updating atas
Satuan Acara Perkuliahan (SAP) mata kuliah Internal Auditing
disesuaikan dengan perkembangan praktik di perusahaan /
pemerintahan.

30
BAB III
Common Body of Knowledge Internal Auditing
Common Body of Knowledge (CBOK) 2006 merupakan studi yang terbesar dan

terlengkap terhadap profesi internal audit. CBOK ini dibuat oleh IIA research foundation

(IIARF) sebagai database komprehensif mengenai profesi internal audit secara global.

Tujuan dibuatnya IIA CBOK ini adalah:

1. Mengedukasi internal auditor mengenai peran dan tanggung jawab profesinya

2. Menjadi standar untuk mengukur kinerja internal audit

3. Mengembangkan profesi internal auditing

Beberapa fakta tentang IIA CBOK:

1. Dilakukan dengan metode survei oleh 15 peneliti dari Amerika Utara, Eropa, Afrika

dan Australia

2. Responden survei sebanyak 9,366 internal auditor dari 91 negara dan 89 perwakilan

IIA (IIA Chapters) di seluruh dunia

3. Responden survei terdiri dari para CAE (Chief Audit Executives), praktisi internal

audit dengan beragam level pengalaman, dan para IIA Chapters leaders

4. Diterjemahkan secara resmi ke dalam 17 bahasa, termasuk Indonesia!

Menurut IIA, terbitnya CBOK ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profesi

internal audit. Misalnya, menjadi dasar untuk melakukan revisi atas The International

Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, sebagai bahan ujian CIA,

menjadi materi edukasi untuk internal auditor, dasar proses Internal Audit Quality

Assessment, bahan materi publikasi IIA dan IIARF, penyusunan rencana strategis IIA, dll.

Apa aja yang ada dalam IIA CBOK?

1. Gambaran global mengenai profesi internal audit

2. Kepatuhan internal auditor terhadap The International Standards for the Professional

Practice of Internal Auditing

31
3. Status internal audit saat ini dalam organisasi

4. Jenis audit yang dilakukan

5. Tools dan teknik yang digunakan internal auditor

6. Internal audit staffing dan pengembangan profesional

7. Keahlian dan kecakapan internal auditor

8. Peran internal auditor yang semakin berkembang di masa mendatang

Beberapa hasil survey IIA CBOK:

1. Sebanyak 82 persen internal auditor mengikuti standar internal audit

2. 80 persen internal auditor akan lebih banyak bekerja di area manajemen resiko

3. 63 persen internal auditor akan lebih banyak bekerja di area governance

BAB V
Internal Auditor dan Value Added Organisasi

Organisasi beroperasi dalam konteks lingkungan yang saling terkait. Kelangsungan

hidup dan kinerja organisasi seringkali sangat bergantung pada hubungan antara organisasi

dan lingkungan. Perguruan tinggi swasta sebagai salah satu organisasi yang memberikan jasa

pendidikan, menghadapi tantangan atas perubahan lingkungan umum dan lingkungan industri

yang merupakan bagian dari lingkungan eksternal organisasi.

Lingkungan internal organisasi merupakan sumber daya organisasi yang akan

menentukan kekuatan dan kelemahan organisasi. Untuk dapat mempertahankan keunggulan

bersaing, organisasi harus mampu mengoptimalkan penggunaan sumber daya, baik sumber

daya manusia, sumber daya organisasi, maupun sumber daya phisik. Audit internal, sebagai

suatu fungsi yang independen diharapkan dapat secara optimal menjalankan perannya

sebagai watchdog, consultant, dan catalyst dalam organisasi.

Institusi pendidikan tinggi swasta, tidak ubahnya dengan organisasi bisnis yang selalu dihadapkan

32
pada persaingan dan tekanan dari berbagai pelaku pasar. Tekanan utama akan datang dari para

pesaing dalam industri pendidikan. Persaingan tidak hanya datang dari sesama perguruan tinggi

swasta di dalam negeri, namun juga dari perguruan tinggi negeri, sebagai implikasi penerapan status

Badan Hukum Milik Negara (BHMN), perguruan tinggi swasta yang berafiliasi dengan perguruan

tinggi dari luar negeri, dan perguruan tinggi dari luar negeri sendiri.

Sejalan dengan perubahan dan perkembangannya, masyarakat sebagai konsumen dari

perguruan tinggi, semakin memahami haknya, sehingga memiliki harapan dan tuntutan

terhadap perguruan tinggi untuk dapat memberikan jasa

BAB VI
Dampak Konflik Peran Terhadap Kinerja Internal Auditor

Tema tentang independensi dalam profesi auditor memiliki pemahaman yang sangat

penting dan mendalam demi tercapainya tujuan organisasi. Sorotan masyarakat terhadap

profesi auditor sangatlah besar sebagai dampak beberapa skandal perusahaan besar dunia

seperti Enron dan WorldCom (Verrechia, 2003). Sorotan tajam diarahkan pada perilaku

auditor dalam berhadapan dengan klien yang dipersepsikan gagal dalam menjalankan

perannya sebagai auditor independen.

Independensi adalah cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian,

evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit perusahaan (Arens et al., 1996).

Dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik (2001) seksi 220 PSA No 04 Alinea 02

disebutkan bahwa auditor harus bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi,

karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal

berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada

kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis seorang auditor,

33
jika ia kehilangan sikap tidak memihak, maka ia tidak dapat mempertahankan kebebasan

pendapatnya.

Dalam lingkup Pemerintahan Daerah, independensi auditor internal sangat dibutuhkan

untuk menjalankan fungsi pengawasan serta fungsi evaluasi terhadap

34
kecukupan dan efektivitas kerja sistem pengendalian manajemen yang diselenggarakan

Satuan Kerja Perangkat Daerah. Auditor internal bertanggung jawab untuk dapat

mempertahankan independensinya dalam kondisi apapun, sehingga pendapat, kesimpulan,

pertimbangan, serta rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak memihak

dan dipandang tidak memihak terhadap pihak manapun. Sebagaimana hasil penelitian

yang dilakukan Lubis (2004), disebutkan bahwa independensi akuntan sebagai perilaku

profesional berpengaruh terhadap kualitas opini audit yang diberikan oleh akuntan

tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Mautz dan Sharaf (1993, h.246) yang

mengatakan bahwa jika akuntan tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak

akan memberikan tambahan apapun.

Kedudukan dasar dari peran auditor internal tersebut dapat menciptakan

sebuah tantangan bagi mereka untuk menjaga independensi (Ahmad dan Taylor,

2009). Pertama, adanya kondisi yang kompleks dan perubahan dalam lingkungan

operasional auditor internal, termasuk kompleksitas dan perubahan peraturan dan

teknologi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ambiguitas peran (Ahmad

dan Taylor, 2009). Kahn et al. (dalam Beauchamp et al., 2004) mendefinisikan

ambiguitas peran sebagai suatu keadaan di mana informasi yang berkaitan dengan

suatu peran tertentu kurang atau tidak jelas. Sawyer dan Dittenhofer (dalam

Ahmad dan Taylor, 2009) juga menjelaskan penyebab terjadinya ambiguitas peran

dalam lingkungan auditor internal adalah bahwa auditor internal mungkin

melakukan investigasi internal dengan kondisi proses operasional yang belum

dikenali, kompleks, dan semakin meluas, serta individu yang berada dalam objek

35
pemeriksaan berbicara dalam bahasa dan menggunakan istilah yang asing bagi

pemahaman auditor internal.

Ambiguitas peran mengurangi tingkat kepastian apakah informasi yang

diperoleh dalam pemeriksaan telah objektif dan relevan. Ambiguitas peran dapat

menyebabkan auditor internal mengalami tekanan (Schuller et al. dalam

Koustelios, 2004) dan penurunan kepuasan kerja (Jackson dan Schuller, Perreault,

Beehr et al. dalam Koustelios, 2004). Maka dapat disimpulkan bahwa, ambiguitas

peran juga dapat mengurangi kemampuan auditor internal untuk tetap bersikap

independen (Ahmad dan Taylor, 2009).

Kedua, peran auditor internal mengandung konflik (Ahmad dan Taylor,

2009). Menurut Mohr dan Puck (2003) konflik peran merupakan suatu pikiran,

pengalaman, atau persepsi dari pemegang peran (role incumbent) yang

diakibatkan oleh terjadinya dua atau lebih harapan peran (role expectation) secara

bersamaan, sehingga timbul kesulitan untuk melakukan kedua peran tersebut

dengan baik dalam waktu yang bersamaan.

Konflik peran dalam lingkungan auditor internal dapat berasal dari

pertentangan yang berasal dari peran dalam melakukan audit dan peran dalam

memberikan jasa konsultasi. Dalam peran audit, auditor internal harus menjaga

independensi dengan tidak mendasarkan pertimbangan auditnya pada objek

pemeriksaan. Namun dalam peran konsultasi, auditor internal harus bekerja sama

dan membantu objek pemeriksaan (Ahmad dan Taylor, 2009).

36
Konflik peran yang dijumpai oleh auditor internal berhubungan dengan

kedudukan auditor internal itu sendiri dalam organisasi profesinya. Dengan

37
demikian, konflik peran yang dialami oleh auditor internal mungkin mengakibatkan

auditor rentan terhadap tekanan dari objek pemeriksaan. Hal tersebut mengakibatkan

rusaknya independensi auditor internal (Koo dan Sim, 1999).

Penelitian mengenai pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran

terhadap auditor internal pernah dilakukan sebelumnya oleh Ahmad dan Taylor

(2009). Penelitian tersebut menggunakan sampel auditor internal yang diperoleh

dari database Institute of Internal Auditors Malaysia. Tujuan dari penelitian

tersebut adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran konsep komitmen

independensi, konflik peran, dan ambiguitas peran dalam konteks lingkungan

kerja auditor internal, dengan maksud untuk memberikan bukti empiris mengenai

pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran beserta dimensinya terhadap

komitmen independensi auditor internal. Skala yang digunakan merupakan skala

yang dikembangkan dari ukuran komitmen organisasi yang berasal dari literatur

perilaku organisasi. Instrumen pengukuran komitmen organisasi yang

dikembangkan oleh Porter et al. (1974, dalam Ahmad dan Taylor, 2009)

merupakan basis untuk pengembangan ukuran konsep komitmen independensi.

Sedangkan fokus penelitian sekarang adalah menguji kembali variabel-

variabel tersebut dengan menggunakan instrumen pengukuran komitmen

independensi yang sama, namun dalam lingkup kerja yang berbeda, yaitu auditor

internal Pemerintah Daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengembangkan ukuran-ukuran konsep komitmen independensi, konflik peran,

dan ambiguitas peran dalam lingkup kerja auditor internal Pemerintah Daerah,

38
dengan maksud untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh konflik

peran dan ambiguitas peran beserta dimensinya terhadap komitmen independensi

auditor internal Pemerintah Daerah.

Banyaknya skandal akuntansi, seperti dalam kasus Enron, WorldCom, dan lain-lain,

disebabkan karena auditor internal hanya bertindak secara pasif dan berorientasi pada audit

kepatuhan sehingga kurang mempertimbangkan sistem pengendalian internal perusahaan.

Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu peran yang memungkinkan auditor dapat bertindak

sebagai konsultan bisnis yang berfungsi sebagai pemberi deteksi dini dalam

mengidentifikasi risiko usaha dan berorientasi pada kinerja perusahaan secara keseluruhan

(Sardjono, 2007). Peran tersebut dilakukan oleh suatu fungsi auditor internal yang

membantu pihak manajemen untuk memastikan bahwa sistem pengendalian internal

perusahaan telah dikembangkan dengan tepat dan seluruh operasi perusahaan telah

dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis (Haron et al., 2004).

Akan tetapi, kedudukan mendasar dari peran auditor internal cenderung menimbulkan

suatu tantangan bagi mereka dalam menjaga komitmen untuk bersikap independen

(Ahmad dan Taylor, 2009). Pertama, peran auditor internal mengandung konflik. Konflik

peran dapat berasal dari pertentangan yang berasal dari peran mereka ketika melakukan

jasa audit dan jasa konsultasi manajemen yang keduanya mengandung perbedaan antara

peraturan yang berasal dari profesi auditor internal dan harapan dari manajemen

perusahaan. Konflik peran juga

39
dapat disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara nilai-nilai personal yang diyakini

oleh auditor internal dan harapan yang berasal dari manajemen dan organisasi profesi.

Konflik peran dapat menimbulkan tekanan pada auditor, sehingga auditor cenderung

rentan terhadap tekanan dari klien.

Kedua, lingkungan perusahaan yang semakin kompleks dan meningkatnya perubahan

dalam lingkungan operasional auditor internal, termasuk kompleksitas dan perubahan

peraturan dan teknologi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ambiguitas peran

(Ahmad dan Taylor, 2009). Kompleksitas dan perubahan seperti itu dapat mengakibatkan

auditor internal kesulitan dalam melaksanakan tugas atau menerapkan standar profesi

dengan benar. Ambiguitas peran dapat menimbulkan ketegangan kerja yang dapat

mengurangi kemampuan auditor internal untuk tetap bersikap independen (Ahmad dan

Taylor, 2009). Dengan demikian, adanya konflik peran dan ambiguitas peran dapat

memperlemah komitmen auditor internal dalam menjaga independensi mereka.

Penelitian yang menghubungkan komitmen independensi auditor internal pemerintahan

dengan koflik peran dan ambiguitas peran belum banyak dilakukan, terutama di level

Pemerintah Daerah. Banyaknya tuduhan kasus kecurangan yang menimpa aparat

pemerintahan di Indonesia secara tidak langsung mengindikasikan rendahnya komitmen

independensi auditor internal pemerintahan dalam menjalankan perannya sebagai mitra

kerja Pemerintah Daerah yang memberikan pandangan atau rekomendasi secara obyektif

dan independen, serta memberikan jasa konsultasi untuk meningkatkan nilai dan kinerja

dari Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan untuk

40
menemukan bukti empiris tentang pengaruh dari konflik peran dan ambiguitas peran

terhadap komitmen independensi auditor internal Pemerintah Daerah dengan melakukan

studi empiris pada Inspektorat Kota Bandung. Inspektorat Kota Bandung oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadikan sebagai percontohan di antara Inspektorat

Pemerintah Daerah lainnya terkait pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan

publik pemerintahan, hal ini dibuktikan dengan berbagai undangan yang diterima

Inspektorat Kota Bandung untuk memberikan paparan pada Rapat Evaluasi Supervisi

Peningkatan Pelayanan Publik dan Seminar Anti Korupsi yang diselenggarakan di

Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, serta Kalimantan Timur (Cahyo Bintarum

2011, komunikasi personal, 8 September). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini

dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai beikut: (1)Apakah konflik peran

berpengaruh terhadap komitmen independensi aparat Inspekt, (2) Apakah ambiguitas

peran berpengaruh terhadap komitmen independensi aparat Inspektorat?

1
pelayanan pendidikan tinggi terbaik dengan biaya yang terjangkau. Pendidikan tinggi sebagai

suatu industri, juga menarik minat dari para investor untuk ikut mendirikan perguruan tinggi

baru dengan menggandeng mitra dari perguruan tinggi dalam maupun luar negeri.

Berkembangnya trend pendidikan jarak jauh, semakin mempersempit pasar dari

pendidikan tinggi dan ikut memperbesar tingkat persaingan dalam industri. Hanya perguruan

tinggi yang mampu untuk memberikan jasa pendidikan dengan kualitas premium saja yang

dapat berkembang dan bertahan di pasar.

Wright et.al (1996:52) mengemukakan bahwa lingkungan internal perusahaan

merupakan sumber daya perusahaan (the firm's resources) yang akan menentukan

kekuatan dan kelemahan perusahaan. Sumber daya perusahaan ini meliputi : sumber

daya manusia (human resources) ; sumber daya organisasi (organizational

resources) ; dan sumber daya phisik (physical resources). Jika perusahaan dapat

mengoptimalkan penggunaan sumber daya tersebut maka, perusahaan akan dapat

mempertahankan keunggulan bersaing (sustained competitive advantage).

Audit internal merupakan kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan

objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi

organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu

pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas

pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance (SPAI, 2004: 9 )

Makalah ini bertujuan untuk menggambarkan pentingnya peran audit internal bagi

institusi pendidikan tinggi swasta pada bidang keuangan dan pembelajaran, dengan tujuan

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, keunggulan bersaing, serta kepuasan konsumen

sebagai upaya menjamin keberlangsungan hidup insitusi pendidikan tinggi swasta.

1
BAB VIII
Dampak Konflik Peran Terhadap Kepuasan Kerja Internal Auditor

A. Pendahuluan
Setiap institusi didirikan untuk mencapai tujuan tertentu, apakah
institusi itu berupa perusahaan yang profit motive maupun organisasi yang
tujuan utamanya bukan untuk mencari laba (not for profit organization).
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka organisasi harus memiliki
suatu sistem pengendalian yang dapat bekerja dengan baik. Pengendalian
ini dapat membantu manajemen untuk mengetahui apakah tujuan organisasi
dapat dicapai dengan kriteria “triple E”, Ekonomis, Efisien, dan Efektif.
Agar konsep triple E dapat berjalan dengan baik di dalam seluruh aktifitas
organisasi maka diperlukan sekelompok profesional yang mempunyai
independensi dan objectivity tinggi untuk melakukan pemeriksaan internal
organisasi, yang kemudian dikenal dengan internal auditor. Sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan organisasi maka setiap organisasi
membentuk suatu fungsi audit internal dalam satu departement tersendiri
yang biasa dikenal dengan istilah satuan pengawas internal atau internal
auditing departement. Departemen ini akan melaksanakan proses
pemeriksaan internal sesuai dengan standards for the professional practice
of internal auditor

B. Landasan Teori

Peran secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian rumusan yang


membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan
tertentu. Misalnya seorang direktur harus memimpin perusahaan, seorang guru harus
mendidik, peran ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi
penilaian, memberi sangsi dan lain-lain (Chan, 2011). Peran (role) adalah perilaku
yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang
2
tergabung dan terkait pada satu status ini dinamakan perangkat peran (role set).
Dalam kerangka organisasi peran ditentukan oleh hakekat (nature) sesuai dengan
tugas masing-masing mengacu pada job description masing-masing.
Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari
seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang
sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin
berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan (Tang, 2003). Peran
juga didefinisikan sebagai sesuatu yang kompleks mengenai pengharapan manusia
terhadap cara seorang individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu
berdasarkan status dan fungsinya di dalam organisasi ( Burney, 2007).
Konflik Peran (role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang
sejumlah peran yang berbeda macamnya . Menurut Broadweel, 1983 konflik peran
merupakan tidak adanya kesesuaian harapan peran.

Menurut Kozier Barbara peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah
bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.

Peran adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita siapa. Peran menjadi bermakna
ketika dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosial atau politik. Peran adalah kombinasi
adalah posisi dan pengaruh.

Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah serangkaian rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.
Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi
anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi dan lain-lain.

Menurut Horton dan Hunt [1993], peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari
seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu
status ini oleh Merton [1968] dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka besar,
organisasi masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat
(nature) dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta distribusi
sumberdaya yang langka di antara orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang
berbeda merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan (reward) terhadap
aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki
struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang
diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku
3
yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin
berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan. Sedangkan, Abu Ahmadi
[1982] mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap
caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan
fungsi sosialnya.

Daftar Pustaka
Aghghaleh, SF, Mohamed, ZM & Ahmad, A.2014. The Effects of Personal and
Organizational Factors on Role Ambiguity amongst Internal Auditors. International
Journal of Auditing, vol. 18, pp. 105-114.

Ahmad, Z & Taylor, D. 2009. Commitment to Independence by Internal Auditors: The


Effects of Role Ambiguity and Role Conflict. Managerial Auditing Journal, vol.
24, no. 9, pp. 899-925.

Arena, M & Azzone, G. 2009. Identifying Organizational Drivers of Internal Audit


Effectiveness. International Journal of Auditing, vol. 13, pp. 43-60.

Bakotić, Danica.,Babić, Tomislav. (2013). Relationship between Working Conditions and


Job Satisfaction: The Case of Croatian Shipbuilding Company. International Journal of
Business and Social Science, 4 (2), 206-213.

Batool, Maria.,Ulah, Raza. (2013). Impact of Job Satisfaction on Organizational


Commitment in Banking Sector: Study of Commercial Banks in District Peshawar.
International Review of Basic and Applied Sciences, 1 (2), 12-24.

Bamber, E. M., and V. M. Iyer (2007). Auditors’ identification with their clients and its
effect
on auditors’ objectivity. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 26(2), 1-24.

Bamber, E. Michael (2009), The Effect of auditing “tone at the top” on auditors job
autonomy, organizational-professional conflict, and Job Satisfaction, International Journal
of Accounting Information Management, Vol. 17. P. 136-150

Burney, L & Widener, SK. 2007. Strategic Performance Measurement Systems, Job-
Relevant Information, and Managerial Behavioral Responses—Role Stress and
Performance. Behavioral Research in Accounting, vol. 19, pp. 43-69.

Brough, P. and Frame, R (2004). Predicting job satisfaction, work well-being, and
turnover intentions: The role of social support and police organisational variables.
New Zealand Journal of Psychology, 33, 8-18.

Cooper, DR & Schindler, PS. 2011. Business Research Methods, 11th ed. McGraw Hill,
Singapore

4
Chan, S. H., & Qiu, H. H. (2011). Loneliness, job satisfaction, and organizational
commitment of migrant workers: Empirical evidence from China. The International Journal
of Human Resource Management, 22(5), 1109–1127

Chen, J.-C., & Silverthorne, C. (2008). The impact of locus of control on job stress, job
performance and job satisfaction in Taiwan. Leadership & Organization Development
Journal, 29, 572-58

Dennis M. Patten, (2005). An analysis of the impact of locus-of-control on internal auditor


job performance and satisfaction. Managerial Auditing Journal, Vol. 20 No. 9, 1016-1029

Dole, C., and R. G. Schroeder (2001). The impact of various factors on the personality, job
satisfaction and turnover intentions of professional accountants. Managerial Auditing
Journal, 16(4), 234-245.

Douglas, P. C., R. A. Davidson, and B. N. Schwartz (2001). The effect of organizational


culture and ethical orientation on accountants’ ethical judgments. Journal of Business
Ethics, 34(2), 101-121

Ernst & Young, 2006. Trends in Australian and New Zealand Internal Auditing, Third
Annual
Benchmarking Survey 2006 (Ernst & Young, Australia).

Ernst & Young, 2008. Escalating the Role of Internal Audit. Ernst & Young Global Limited.
Internal Audit Survey. Retrieved from: www.ey.com/businessrisk, pp: 34.

Fadzil, F.H., H. Haron and M. Jantan, 2005. Internal auditing practices and internal control
system. Management Audit Journal, 20(8): 844-866.

Fisher, R. T. (2001). Role stress, the type A behavior pattern, and external auditor job
satisfaction and performance. Behavioral Research in Accounting, 13(1), 143-170.

Flesher, D.L. and J.S. Zanzig, 2000. Management accountants express a desire for change in
the
functioning of internal audit. Manage. Audit. J., 15(7): 331-337

Fogarty, TJ, Singh, J, Rhoads, GK & Moore, RK. 2000. Antecedents and Consequences
of Burnout in Accounting: Beyond the Role Stress Model. Behavioral Research in
Accounting, vol. 12, pp. 31-67.

Fogarty, TJ & Kalbers, LP. 2006. Internal Auditor Burnout: An Examination of


Behavioral Consequences. Advances in Accounting Behavioral Research, vol. 9, pp.
51-86.

Gaudine, A., and L. Thorne (2001). Emotion and ethical decision-making in organizations.
Journal of Business Ethics, 31(2), 175-187.

5
Gazioglu, S., & Tansel, A.(2006). Job satisfaction in Britain: Individual and job related
factors.
Applied Economics, 38(10), 1163–1171.

Gilley, J. and A. Maycunich, 2000. Beyond the Learning Organization. Perseus. Cambridge,
MA. Glascock, K.L., 2002. Auditees or clients? Internal Auditor, 59(4): 84-85.

Glover, S.M., D.F. Prawitt and D.A. Wood, 2008. Internal audit sourcing arrangement and
the external auditor’s reliance decision. Contemporary Accounting., 25: 193- 213.

Gramling, A., M. Maletta, A. Schneider and B. Church, 2004. The role of the internal audit
function in corporate governance: A synthesis of the extantinternal auditing literature and
directions for future research. Journal of Accounting. 23: 194-244.

Hearthfield, S. M. (2012). Keys to Employee Satisfaction: What You Can Do to Increase


Employee Satisfaction,http://humanresources.about.com/od/employeesatisfaction /
a/employee_satisfaction.htm

Hyatt, T.A. and Prawitt, D.F. (2001). ―Does congruence between audit structure and
auditors locus-of-control affect job performance ?, The Accounting Review, Vol. 76 No. 2,
263-274

Jaramillo, F, Mulki, JP & Solomon, P. 2006. The Role of Ethical Climate on Salesperson's
Role Stress, Job Attitudes, Turnover Intention, and Job Performance. The Journal of
Personal Selling and Sales Management, vol. 26, no. 3, pp. 271-282.

Judge, T. A., C. J. Thoresen, J. E. Bono, and G. K. Patton (2001). The job satisfaction-job
performance relationship: A qualitative and quantitative review. Psychological Bulletin,
127(3), 376-407

Kadous, K., S. J. Kennedy, and M. E. Peecher (2003). The effect of quality assessment and
directional goal commitment on auditor’s acceptance of client-preferred accounting
methods. The Accounting Review, 78(3), 759-778.

Kalbers, LP & Cenker, WJ. 2008. The Impact of Exercised Responsibility, Experience,
Autonomy, and Role Ambiguity on Job Performance in Public Accounting. Journal
of Managerial Issues, vol. 20, no. 3, pp.
327-347.

Kinjerski, Val and Skrypnek, Berna J. (2006). Creating organizational conditions that foster
employee spirit at work. Leadership & Organization Development Journal Vol. 27, No. 4,
280-
295

Kreitner, Robert.,Kinicki, Angelo. (2012). Organizational Behavior, 10th edition.McGraw


Hill.

6
Larson, LL. 2004. Internal Auditors and Job Stress. Managerial Auditing Journal, vol.
19, no. 9, pp. 1119-1130.
Lee, Y. J., & Sabharwal, M. (2014). Education–job match, salary, and job satisfaction
across the public, non-profit, and for-profit sectors: Survey of recent college
graduates.Public Management Review, DOI: 10.1080/14719037.2014.957342

Lui, S. S., Ngo, H. Y., & Tsang, A. W. N. (2003). Socialized to be a professional: A study of
the professionalism of accountants in Hong Kong. International Journal of Human Resource
Management, 14, 1192-1205.

Mehboob, Farhan., Bhutto, Niaz. A. (2012). Job satisfaction as a Predictorof Organizational


Citizenship Behavior a Study of Faculty Members at Business Institutes. International
Conference on Business, Economics, Management and Behavioral SciencesPapers presented
at Dubai, 7-8 January (pp. 552-556)
Mintz, S. (2011). “Responsibilities of the organization, supervisors and employees to
enhance
job satisfaction”. Work Ethics and Job Satisfaction. viewed 9 July 2012. available at:
http://www.workplaceethicsadvice.com/2011/08/work-ethics-job-satisfaction.html

Mohammad, Jehad.,Habib, F.Q., Alias, Mohmad. A. (2011), Job Satisfaction and


Organizational citizenship behaviour: an Empirical Study at Higher Learning Institution.
Asian Academy of Management Journal, 16 (2), 149–165

Mort, D., 2001. Reengineering the internal audit organization. Management Audit
Journal., 16(8): 458-468.

Moore, D. A., G. Loewenstein, L. Tanlu, and M. H. Bazerman (2002). Auditor


independence,
conflict of interest, and the unconscious intrusion of bias. Discussion paper, The Academy of
Management, Denver, Colorado.

Moore, D. A., and G. Loewenstein (2004). Self-interest, automaticity and the psychology of
conflict of interest. Social Justice Research, 17(2), 189-202.

Moore, D. A., P. E. Tetlock, L. Tanlu, and M. H. Bazerman (2006). Conflicts of interest and
the case of auditor independence: Moral seduction and strategic issue cycling. The Academy
of Management Review, 31(1), 10-29.

Munoz de Bustillo Llorente, R., and E. Fernandez Macias (2005). Job satisfaction as an
indicator of the quality of work. Journal of Socio-Economics, 34(5), 656-673.

Rahim, MA. 2001. Managing Conflict in Organizations. Greenwood Publishing


Group, Inc, United States of America, viewed 20 December 2014. http://books.
google.co.id/books/about/Managing_Conflict_in_Organizations.html?id=c7ydIBWar-
4C&redir_esc=y
Roussy, M. 2013. Internal Auditors’ Roles: From Watchdogs to Helpers and Protectors
7
of The Top Manager. Critical Perspectives on Accounting, vol. 24, pp. 550–571.

Solli-Sæther, H. 2011. Transplants' Role Stress and Work Outcome in IT Outsourcing


Relationships. Industrial Management & Data Systems, vol. 111, pp. 227-245.

Spira, L.F. and M. Page, 2003. Risk management: The reinvention of internal control and
the changing role of internal audit. Accounting Journal., 16: 640-661

Sweeney, A., T. Hohenshil and J. Fortune, 2002. Job satisfaction among employee
assistance
professionals: A national study. Journal of Employment Couns., 39: 50-60

Tang, T. L. P., and R. K. Chiu (2003). Income, money ethic, pay satisfaction, commitment,
and unethical behavior: Is the love of money the root of evil for Hong Kong employees?.
Journal of Business Ethics, 46(1), 13-30.

Ussahawanitchakit, P. 2008. Building Job Satisfaction of Certified Public Accountants


(CPAs) in Thailand: Effects of Role Stress through Role Conflict, Role Ambiguity, and
Role Overload. Journal of Academy Business and Economics, vol. 8, pp. 12-23.

Wolf, K., & Kim, H. J. (2013).Emotional intelligence, job satisfaction, and job tenure
among hotel managers. Journal of Human Resources in Hospitality & Tourism, 12(2), 175–
191

8
Keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan misinya tidak terlepas dari pengaruh

lingkungan tempat perusahaan tersebut berada. lingkungan organisasi dapat dikelompokkan atas

lingkungan internal dan lingkungan eksternal.

Lingkungan internal yang mempengaruhi kehidupan dan pengembangan perusahaan

terdiri dari struktur (structure), budaya (culture) dan sumber daya (resources) (Wheelen dan

Hunger, 2006 : 11).

Berkaitan dengan lingkungan internal, Wright et.al (1996:52), mengemukakan

bahwa : Lingkungan internal perusahaan merupakan sumber daya perusahaan (the firm's

resources) yang akan menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Sumber daya

perusahaan ini meliputi : sumber daya manusia (human resources) seperti pengalaman

(experiences), kemampuan (capabilities), pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan

pertimbangan (judgment) dari seluruh pegawai perusahaan ; sumber daya organisasi

(organizational resources) seperti proses dan sistem perusahaan, termasuk strategi

perusahaan, struktur, budaya, manajemen pembelian material, produksi/ operasi, keuangan,

riset dan pengembangan, pemasaran, sistem informasi, dan sistem pengendalian ; dan sumber

daya phisik (physical resources) seperti pabrik dan peralatan, lokasi geografis, akses

terhadap material, jaringan distribusi dan teknologi. Jika perusahaan dapat mengoptimalkan

penggunaan sumber daya tersebut maka, perusahaan akan dapat mempertahankan

keunggulan bersaing (sustained competitive advantage).

Wheelen dan Hunger (2006 : 73), mengklasifikasi lingkungan eksternal menjadi dua

kategori, yaitu lingkungan sosial (societal environment) dan lingkungan kerja (task

environment) atau disebut juga dengan industri. Lingkungan umum merupakan kekuatan

yang tidak secara langsung menyentuh kegiatan perusahaan dalam jangka pendek, tetapi

dapat mempengaruhi keputusan-keputusan perusahaan dalam jangka panjang, seperti

9
demografis (demographic), ekonomi (economic), politik/ hukum (political/ legal),

sosiokultural (sociocultural), teknologi (tecnological), dan global (global)

Lingkungan industri merupakan serangkaian faktor-faktor yang secara langsung

mempengaruhi perusahaan. Institusi pendidikan tinggi swasta, tidak

10
ubahnya dengan organisasi bisnis, yang selalu dihadapkan pada persaingan dan tekanan dari
berbagai pelaku pasar (Gambar 2.1).

Pendatang Baru
yang Potensial

Kekuatan
Ancaman Pendatang Baru
dari
serikat,
pemerinta Pesaing Industri
Stakeholders h, dan Kekuatan
dsbnya Penawara
n Pembeli Pembeli
Kekuatan

Penawara
n
Pemasok
Pemasok
Ancaman produk
atau
Persaingan di antara
jasa pengganti
perusahaan yang ada
Produk Pengganti
(Subsitusi)

Gambar 2.1.

Kekuatan yang Memacu Persaingan Industri

Sumber : Porter (1985: 6) dan Wheelen dan Hunger (2006: 86)

Menurut Porter (1985: 6), situasi persaingan dalam suatu industri ditentukan
oleh lima kekuatan persaingan yaitu: (1) Ancaman masuknya pesaing baru (Threat
of new entrants); (2) Persaingan di antara perusahaan yang ada (Rivalry among
existing firm); (3) Ancaman produk pengganti (Threat of substitute products); (4)
Kekuatan tawar-menawar pembeli (Bargaining power of buyer); dan (5) Kekuatan
tawar menawar pemasok (Bargaining power of suppliers). Wheelen dan Hunger
(2006: 86) menambahkan kekuatan yang keenam dalam daftar Porter, yaitu
berbagai kelompok stakeholders. Kekuatan persaingan tersebut secara bersama-
sama menentukan intensitas persaingan dan kemampulabaan dalam industri.

1
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS

Vol. 7No. 1/ Maret 2007

Stakeholders di Perguruan Tinggi Swasta

Freman (1984) dalam Azhar maksum dan Azizul Kholis (2003) mendefinisikan
stakeholders sebagai “Any group or individual who can affect or is acffected by the
achievement of the organization`s objectives” Berdasarkan definisi yang
dikemukakan oleh Freman, dapat dipahami bahwa stakeholders merupakan
kelompok ataupun individu yang mempengaruhi atau sangat berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan perusahaan, sehingga secara eksplisit dapat disimpulkan bahwa
stakeholders dapat mempengaruhi kelangsungan hidup (going corncern)
perusahaan. Sedangkan Wheelen dan Hunger (2006: 86) mengemukakan kelompok
stakeholder terdiri dari pemerintah, serikat kerja, komunitas lokal, kreditur, asosiasi
perdagangan, kelompok kepentingan khusus, dan pemegang saham. Weiss (2003)
menggambarkan stakeholders dari suatu organisasi bisnis, aplikasinya pada

Kelompok Stakeholders Sekunder

Masyarakat Pemakai Lulusan/ Media Massa


Luas Alumni

Kelompok Stakeholders Primer


Yayasan Konsumen

Perguruan Tinggi Swasta

Pemasok Karyawan

Kelompok Pemerhati Lembaga Perlindungan


Pendidikan Konsumen

Gambar 2.1.
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 5
Weiss (2003) Stakeholders Perguruan Tinggi Swasta 7
perguruan tinggi (Gambar 2.1).
Bab V

Setiap organisasi bisnis akan memiliki stakeholders yang berbeda-beda, tergantung


pada jenis organisasi dan industrinya. Pengelompokan stakeholders menjadi primer dan
sekunder, bukan didasarkan pada tingkat prioritas kepentingan, namun didasarkan pada
kedekatan atau keintensifan dari masing-masing kelompok berinteraksi dengan suatu
perguruan tinggi swasta. Pengelompokkan menjadi primer dan sekunder, bertujuan untuk
memberikan perhatian yang sama dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan dari kedua
kelompok stakeholders tersebut.
Perlu kiranya untuk diperhatikan bahwa konsumen dari perguruan tinggi pada
dasarnya dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu konsumen yang langsung menerima jasa
dari perguruan tinggi, dalam hal ini mahasiswa, dan kelompok yang tidak langsung
menerima jasa pendidikan, yaitu orang tua/ wali mahasiswa dan anggota masyarakat yang
bertindak sebagai pengguna dari alumni yang merupakan output dari proses pembelajaran.
Dengan memahami kelompok stakeholders dari auditee-nya, auditor internal dapat
membantu pihak manajemen auditee untuk memfasilitasi berbagai pelayanan dan
peningkatan kualitas jasa pendidikannya kepada stakeholders-nya secara lebih terarah dan
spesifik pada kebutuhan mereka masing – masing.

Pengendalian Internal
Pengendalian internal (internal control) menurut Committee of Sponsoring
Organizations the Treadway Commission (COSO) adalah : Pengendalian internal adalah
suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, direksi, atau top manajemen, personil-
personil lainnya, dimaksudkan untuk menyajikan keyakinan yang semestinya berkenaan
dengan pencapaian tujuan-tujuan : 1) efektivitas dan efisiensi kegiatan; 2) keandalan atau
dapat dipercayanya laporan keuangan; 3) Ketaatan pada undang-undang dan peraturan yang
telah ditetapkan.
Pengendalian internal dimaksudkan untuk melindungi perusahaan terhadap
penyelewengan keuangan dan hukum, serta untuk mengidentifikasi dan menangani risiko
dengan tujuan untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya perusahaan secara efektif
dan efesien, dalam upaya mencapai sasaran-saranan perusahaan.
Bab V

Perusahaan perlu memiliki pedoman perilaku (code of conduct) yang berlaku bagi seluruh
jajaran perusahaan baik dewan komisaris, direksi, maupun seluruh karyawan. Pengendalian
internal yang efektif dimulai dengan kepatuhan terhadap standar- standar etika yang berlaku
di perusahaan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Tidak adanya pemeriksanaan atau
pengawasan yang efektif dapat melemahkan pengendalian intern perusahaan. Demikian pula
pengaruh atau kekuatan yang terlalu besar pada satu pihak tertentu, misalnya direksi, dapat
menarik perusahaan ke suatu kepentingan tertentu yang berpotensi merugikan perusahaan.
Oleh sebab itu diperlukan adanya mekanisme check and balance yang efektif . Mekanisme
ini menghendaki diterapkannya praktik pengecekan yang efektif dan keharusan adanya
pembagian kekuasaan yang seimbang dan saling melengkapi di antara berbagai unsur dalam
perusahaan (Mas Achmad, 2005:158).

Audit Internal
Menurut IIA Board of Directors dalam Sawyer (2003: 9) : Internal Auditing is
an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value
and improve an organization`s operation. It helps an organization accomplish its
objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve
the effectiveness of risk management, control, and governance processes.

Berdasarkan definisi dari IIA Board of Directors, dapat diartikan bahwa audit
internal merupakan aktivitas independen, untuk memberikan keyakinan yang objektif serta
pemberian saran perbaikan demi peningkatan nilai tambah operasi suatu entitas. Audit
internal akan membantu pencapaian tujuan suatu entitas dengan cara-cara yang sistematis,
dan dengan pendekatan yang disiplin dengan melakukan evaluasi dan meningkatkan
keefektifan manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola organisasi.
Bab V

Ruang Lingkup Aktivitas Audit Internal


Berikut ini sebagian misi dari aktivitas audit internal menurut Sawyer
(2003:841-842) :
1. Menilai internal organisasi suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu;
2. Menentukan tingkat kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian akuntansi
dan operasi organisasi;
3. Menilai keandalan dan dapat dipercayanya informasi keuangan dan operasi serta
perangkat yang digunakan;
4. Menilai sistem-sistem yang telah ditetapkan;
5. Menilai perangkat keekonomian dan efisiensi atas sumber daya yang telah
digunakan.
6. Menilai tingkat keekonomisan dan efisiensi atas sumber daya yang telah
digunakan;
7. Menilai operasi dan program untuk memastikan apakah hasil-hasil yang
diperoleh konsisten dengan tujuan yang telah ditetapkan dan apakah operasi atau
program telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan;
8. Memberikan tindak lanjut yang cukup untuk meyakinkan bahwa koreksi yang
telah disarankan telah dilaksanakan secara efektif.
Misi dari aktivitas audit internal, dapat dirangkum menjadi ruang lingkup audit
(audit scope) yang bertujuan untuk (Sawyer, 2003:223) :
1. Menilai keandalan dan integritas informasi yang dihasilkan organisasi;
2. Memeriksa tingkat kepatuhan pelaksanaan operasi perusahaan atau organisasi
terhadap kebijakan-kebijakan, rencana-rencana, prosedur-prosedur, hukum, dan
peraturan-peraturan.
3. Memeriksa tingkat pengamanan harta kekayaan perusahaan;
4. menilai tingat keekonomisan dan efisiensi sumber daya perusahaan yang
digunakan;
5. Menilai tingkat pencapaian tujuan dan program perusahaan yang telah
ditetapkan.
Bab V

Peran Auditior Internal


Peran dari auditor internal dewasa ini telah mengalami pergeseran, dari sekedar
pihak yang melakukan pemerikasaan atas segala sesuatu yang telah dilakukan oleh pihak
auditee (watchdog) hingga ditambah menjadi rekan bagi manajemen auditee, yaitu dengan
bertindak sebagai consultant dan catalyst (Soekardi, (2007).
1) Sebagai Watchdog
Sebagai Watchdog Peran utama dari auditor internal adalah mencermati/ memantau
kegiatan operasional serta memberikan peringatan jika terjadi penyelewengan atau praktik
yang tidak berjalan dengan baik. Peran sebagai watchdog meliputi kegiatan observasi,
perhitungan, dan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan operasional
dari suatu organisasi telah sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku, serta mentaati
kebijakan dan Standard Operating Prosedures (SOP) dari manajemen. Jadi auditor internal
lebih berperan sebagai hakim garis pada pertandingan sepak bola yang bertugas untuk
memastikan bahwa bola tidak keluar arena pertandingan dan bersiap-siap memberi tanda jika
terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pemain terhadap peraturan pertandingan.
Proses audit yang sering dilakukan adalah compliance audit, yaitu focus pada
berbagai penyimpangan terhadap SOP dan kebijakan manajemen, yang meliputi error,
omissions, delays, dan fraud. Sebagai watchdog berarti selalu membandingkan kegiatan
operasioanal organisasi dengan the best practices, sehingga selalu terdapat ruang untuk
melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Meskipun peran tradisional dari auditor internal,
namun masih tetap relevan hingga saat ini, sehingga masih tetap harus dilaksanakan dan
ditambah dengan peran baru yaitu sebagai consultant dan catalyst.
2) Sebagai Consultant
Sebagai konsultan (Consultant), peran dari auditor internal adalah memberikan saran
untuk perbaikan dan ikut berpartisipasi secara aktif membantu manajemen melakukakan
berbagai tindakan perbaikan, sehingga lebih berperan sebagai mitra bagi pihak manajemen
dan auditee. Scope dari pekerjaan auditor
Bab V

internal adalah memastikan bahwa seluruh kegiatan telah berjalan secara efektif, efisien, dan

menggunakan sumber daya yang dimiliki secara ekonomis. Fokus utama dari auditor internal

adalah melakukan konservasi terhadap sumber daya organisasi sehingga dapat dimanfaatkan

seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan organisasi dan membantu pihak manajemen

dalam mengelola organisasinya. Sebagai konsultan, auditor internal harus secara aktif

bertindak sebagai fasilitator pihak auditee dalam rangka mendiskusikan the best possible

choice untuk pemecahan masalah yang dihadapi auditee, dengan tetap mendasarkan pada

prinsip efisien, efektif, dan ekonomis dalam penggunaan sumber daya perusahaan.

3) Sebagai Catalyst

Sebagai catalyst, auditor internal memotivasi, mengarahkan, dan menggerakkan

seluruh bagian dari organisasi dalam scope seperangkat kebijakan yang telah dibuat oleh

manajer senior serta memastikan tidak terjadi pelanggaran atau bertentangan dengan segala

aturan atau kebijakan perusahaan dan perundang- undangan yang berlaku. Fungsi catalyst ini

pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan pengaruh jangka panjang pada organisasi

dengan memfokuskan diri pada nilai-nilai jangka panjang dari organisasi auditee. Peran

catalyst ini membutuhkan komitmen dari auditee dan auditor internal, karena pembentukan

nilai, moral, dan budaya organisasi tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek.

Untuk menentukan hirarki dari ketiga peran auditor internal dapat dilihat pada

Gambar 2.2 (Soekardi, 2007) berikut ini :


Bab V

High

Watchdog Catalyst
Consultant & Catalyst Consultant
Watchdog

low High

Watchdog Catalyst & Consultant


Consultant Watchdog

Catalyst
low

Gambar 2.2.

Hirarki Peran Auditor Internal Sesuai Kondisi Perusahaan

Sumber : Soekardi (2007)


Gambar 2.2. mendeskripsikan adanya perbedaan penekanan serta hirarki dari ketiga
peran auditor internal tergantung pada kondisi yang ada pada suatu organisasi. jika kondisi
efektivitas dan efisiensi yang tinggi dimiliki organisasi, maka peran utama (dominan) yang
dilakukan oleh auditor internal adalah catalyst, karena kegiatan operasional telah
berlangsung secara efektif dan efisien, sedangkan peran kedua yang dilakukan adalah
sebagai consultant, dan peran terakhir yang dilakukan sebagai watchdog. Tentunya kondisi
ini yang dianggap sebagai kondisi ideal bagi setiap organisasi.
Jika kondisi dari suatu organisasi menunjukkan rendahnya tingkat efektivitas dan
efisiensi kegiatan operasional, maka auditor internal harus melakukan ketiga peranya secara
interns dan dengan perhatian secara optimal pada ketiga peran tersebut. Hal ini sangat
penting mengingat kegiatan operasional organisasi pada tingkat efektivitas dan efisiensi yang
rendah.
Bab V

Sedangkan kedua posisi lainnya, merupakan posisi yang paling banyak terjadi di
organisasi, sehingga hirarki berdasarkan intensitas peran yang harus dilakukan oleh auditor
internal mempunyai kondisi relatif antara satu peran dengan peran lainnya, tergantung pada
situasi dan kondisi masing-masing auditee.

PENUTUP
Organisasi beroperasi dalam konteks lingkungan yang saling terkait. Kelangsungan
hidup dan kinerja organisasi seringkali sangat bergantung pada hubungan antara organisasi
dan lingkungan. Perguruan tinggi swasta sebagai salah satu organisasi yang memberikan jasa
pendidikan, menghadapi tantangan atas perubahan lingkungan umum dan lingkungan
industri yang merupakan bagian dari lingkungan eksternal organisasi.
Lingkungan internal organisasi merupakan sumber daya organisasi yang akan
menentukan kekuatan dan kelemahan organisasi. Untuk dapat mempertahankan keunggulan
bersaing, organisasi harus mampu mengoptimalkan penggunaan sumber daya, baik sumber
daya manusia, sumber daya organisasi, maupun sumber daya phisik.
Stakeholders merupakan kelompok ataupun individu yang mempengaruhi atau
sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan, sehingga dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup (going corncern) organisasi.
Audit internal, sebagai suatu fungsi yang independen diharapkan dapat secara
optimal menjalankan perannya dalam organisasi. Sebagai watchdog, auditor internal harus
mampu memantau dan memperingatkan auditee akan berbagai penyimpangan dan praktik
yang tidak sesuai dengan kebijakan manajemen. Sebagai consultant, auditor internal
berperan sebagai penasehat, dan memberikan rekomendasi dan solusi guna membantu
manajemen dalam proses operasional dengan fokus perbaikan menuju efesien, efektif, dan
ekonomis dalam penggunaan sumber daya yang ada. Sebagai catalyst, auditor internal harus
ikut memberikan inspirasi, membimbing, dan menggerakkan manajemen, serta seluruh
anggota organisasi untuk melakukan berbagai perbaikan.
Bab V

DAFTAR PUSTAKA
Azhar Maksum & Azizul Kholis. 2003. Analisis Tentang Pentingnya Tanggung Jawab dan
Akuntansi Sosial Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VI.

Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. 2004. Standar Profesi Internal Audit.

Jakata : Yayasan Pendidikan Internal Audit.

Mas Achmad Daniri. 2005. Good Gorporate Governance. Jakarta : Rai Indonesia Sawyer, B.

Lawrence.,Mortimer A Dittenhofer., and James H. Scheiner. 2003.


Sawyer`s Internal Auditing- The Practice of Modern Internal Auditing. Fifth
Edition, The Institut Internal Auditing. Florida.

Soekardi Hoesodo. 2007. Arah Perkembangan Peran Auditor Internal. Jakarta :


Yayasan Pendidikan Internal Audit.

Wheelen, Thomas L. & J. David Hunger. 2006. Startegic Management and Business
Policy. Tenth Edition. New Jersey: Pearson Edition Inc. Prentice Hall.

Wright, Peter., Charles D. Pringle, and Mark J. Kroll. 1996. Strategic Management : Text
and Cases. Boston: Allyn and Bacon.

Anda mungkin juga menyukai