Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1. Defenisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal
tahap akhir. CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
Irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan
uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer
dan Bare, 2001).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat
pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah
dipakai sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun
sekarang kita sadari bahwa gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh
retensi urea dalam darah (Sibuea, Panggabean, dan Gultom, 2005).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD
adalah penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh
secara total seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang
dapat disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit,
yang menyebabkan uremia.
2. Etiologi
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan
Wilson (2006) diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan,
penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan
kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati
obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti : pielo nefritis kronik dan
refluks nefropati
2. Penyakit peradangan seperti : glomerulonefritis
3. Penyakit vaskular seperti : hipertensi, nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan ikat seperti : lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, dan seklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti : penyakit ginjal
polikistik, dan asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik seperti : diabetes militus, gout, dan
hiperparatiroidisme, serta amiloidosis. Nefropati toksik seperti
penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah

3. Manifestasi Klinis
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
c. Manifestasi klinik lain, antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan

dan natrium dari aktivitas sistem renin - angiotensin – aldosteron),


gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis akibat iriotasi pada lapisan pericardial
d. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
· Hipertensi
· Pitting edema
· Edema periorbital
· Pembesaran vena leher
· Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
· Krekel
· Nafas dangkal
· Kusmaull
· Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
· Anoreksia, mual dan muntah
· Perdarahan saluran GI
· Ulserasi dan pardarahan mulut
· Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
· Kram otot
· Kehilangan kekuatan otot
· Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
· Warna kulit abu-abu mengkilat
· Pruritis
· Kulit kering bersisik
· Ekimosis
· Kuku tipis dan rapuh
· Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
· Amenore
· Atrofi testis
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah
akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga
terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga
menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga
menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren
kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya
glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum akan
meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti
steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada
retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol
dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
seharihari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh
yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal
mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3)
dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat
dan asam organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga
menyebabkan produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai
sesak napas, angina dan keletian. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat
memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
 Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,
protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
6. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri,
tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi,
hipokalsemia)
7. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostate
8. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography,
Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan,
MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen
tulang, foto polos abdomen

9. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang
mengalami CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari
penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan
penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
a. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24
jam atau dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam
ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai
dengan penjumlahan tersebut.
b. Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein
tidak cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida
mengandung alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus
diberikan dengan makanan.
d. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan
control volume intravaskuler.
e. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa
gejala dan tidak memerlukan penanganan, namun demikian
suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan
untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan
gejala.
f. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang
adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat
terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun
intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang – kadang
kayexelate sesuai kebutuhan.
g. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen
(eritropoetin manusia rekombinan). Epogen diberikan secara
intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
h. Transplantasi ginjal.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan
hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam
sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium.
Natrium dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.

3. Penatalaksanaan Diet
a. Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya
katabolisme protein
c. Lemak diberikan bebas.
d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin,
niasin dan asam folat.
e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil
pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara
cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal.
Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti
telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

10. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD antara lain adalah:
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata
bolisme, dan masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang
abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan
nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia

B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian
CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama
dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola makan yang tidak
sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pengkajian pola fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini
sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari
larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan
khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya seperti ini
meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB
dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual,
muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
c. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan
input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi,
terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya
antara tekanan darah dan suhu.
d. Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah,
serta pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah
aktifitas dibantu.
e. Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat
kantung mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
f. Pola persepsi dan kognitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah
penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat
berkomunikasi dengan jelas.
g. Pola hubungan dengan orang lain.
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga
diri sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih
menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
h. Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan
kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido,
keletihan saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
i. Pola persepsi diri
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki
menjadi edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan
fisik, perubahan peran, dan percaya diri.
j. Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
k. Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa
bersalah meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak
dapat melakukan kegiatan agama seperti biasanya.
4. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
5. Pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan Laboratorium :
 Urin
a) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau
urine tidak ada (anuria).
b) Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat,
sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah,
miglobin, dan porfirin.
c) Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
d) Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
 Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
 Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak
mampu mereabsorbsi natrium
 Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus bila sel darah merah
(SDM)
dan fregmen juga ada.
 Darah
a) Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
Kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah
yaitu 5).
b) Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya
anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
c) SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada
Defisiensi eritropoetin seperti pada azotemia.
d) GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis
Metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksekresi hidrogen dan
amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat
menurun PCO2 menurun.
e) Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan
Natrium atau normal (menunjukkan status dilusi
hipernatremia).
f) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
Dengan perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran
jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir , perubahan
EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau
lebih besar. Magnesium terjadi peningkatan fosfat, kalsium
menurun. Protein (khuusnya albumin), kadar serum
menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau
penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering
sama dengan urine.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran
urin dan retensi cairan dan natrium
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia mual muntah.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta: EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
UntukPerancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-prosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai