Anda di halaman 1dari 15

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) atau drainage basin adalah suatu daerah

yang terhampar di sisi kiri dan kanan dari suatu aliran sungai, dimana semua anak

sungai bermuara ke dalam suatu sungai induk. Seluruh hujan yang terjatuh di

dalam suatu drainage basin, semua airnya akan mengisi sungai yang terdapat di

dalam DAS tersebut. Oleh sebab itu, areal DAS juga merupakan daerah tangkapan

air yang mengalir melalui sungai bergerak meninggalkan daerah tangkapan sungai

dengan atau tanpa memperhitungkan jalan yang ditempuh sebelum mencapai

limpasan (runoff). (Mulyo,2004)

2.1.1 Morfometri daerah aliran sungai

Morfometri merupakan ukuran kuantitatif karakteristik yang terkait

dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Morfometri Daerah Aliran Sungai

adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan jaringan air sungai

secara kuantitatif. Karakteristik ini terkait dengan proses pengatusan drainase air

hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter keadaan yang dimaksud untuk analisis

aliran sungai antara lain meliputi: luas DAS, panjang dan lebar, gradien sungai,

orde sungai, kerapatan sungai, kemiringan sungai dan bentuk DAS

a. Luas DAS

Luas daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut

pada peta topogafi. Garis batas antara DAS memisahkan dan membagi air hujan

ke masing-masing DAS. Garis batas tersebut ditentukan berdasarkan perubahan

kontur dari peta topogafi, sedangkan luas DAS nya dapat diukur dengan alat

4
5

planimeter. Skala peta yang digunakan akan mempengaruhi ketelitian perhitungan

luasnya. Dalam penginderaan jauh dapat digunakan dengan menginterpretasi

batas DAS berdasarkan kontur yang kemudian dapat dihitung nilai luasnya

menggunakan plugin carculate terdapat didalamnya.

b. Panjang dan Lebar

Panjang DAS adalah sama dengan jarak datar dari muara sungai ke arah

hulu sepanjang sungai induk. Sedangkan lebar DAS adalah perbandingan antara

luas DAS dengan panjang sungai induk.

Lebar = Luas DAS/ Panjang sungai Induk

c. Kemiringan atau Gradien Sungai

Kemiringan sungai merupakan hubungan antara elevasi dasar sungai dan

jarak yang diukur sepanjang sungai mulai dari ujung hulu sampai muara.

Kemiringan sungai utama dapat digunakan untuk memperkirakan kemiringan

DAS. Air bergerak ke hilir karena pengaruh gaya gravitasi, sehingga semakin

besar kemiringan semakin besar pula kecepatan aliran, dan sebaliknya waktu

aliran menjadi semakin pendek.

d. Orde Sungai

Alur sungai dalam suatu DAS dapat dibagi dalam beberapa orde sungai.

Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap

induk sungai di dalam suatu DAS. Dengan demikian semakin banyak jumlah orde

sungai akan semakin luas pula DAS nya dan akan semakin panjang pula alur

sungainya. Tingkat percabangan sungai (bifurcation ratio) adalah angka atau

indeks yang ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu orde. Untuk

menghitung tingkat percabangan sungai dapat digunakan rumus :


6

Rb = Nu/Nu+1

Keterangan :
Rb = Indeks tingkat percabangan sungai
Nu = jumlah alur sungai untuk orde ke-u
Nu+1 = jumlah alur sungai untuk orde ke u+1

e. Kerapatan Sungai

Kerapatan sungai adalah satu angka indeks yang menunjukkan banyaknya

anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut diperoleh dengan persamaan

sebagai berikut: Dd= L/A

Keterangan:
Dd = Indeks kerapata sungai (km/km2)
L = jumlah panjang sungai termasuk anak-anak sungainya
A = Luas DAS (km2)
Kemiringan sungai dapat diukur dalam parameter-parameter tertentu.

Berikut parameter pengukuran tingkat kerapatan sungai disajikan pada Tabel 2.1
7

Tabel 2.1
Parameter Tingkat Kerapatan Sungai
No Dd Kelas Keterangan
(km/km2) Kerapatan

1 <0,25 Rendah Alur sungai melewati Batuan dengan resestensitas


keras maka angkutan sedimen yang terangkut aliran
sungai yang melewati batuan dengan resestensitas
yang lebih lunak, apabila kondisi lain yang
mempengaruhi sama.
2 0,25- 10 Sedang Alur sungai melewati batuan dengan resestensitas
yang lebih lunak, sehingga angkutan sedimen yang
tersangkut aliran akan lebih besar.
3 10-25 Tinggi Alur sungai melewati batuan dengan resestensitas
yang lunak sehingga angkutan sedimen yang
tersangkut akan lebih besar.
4 >25 Sangat Alur sungai melewati batuan yang kedap air.
Tinggi Keadaan ini akan menunjukkan bahwa air hujan
yang menjadi aliran akan lebih besar jika
dibandingkan dengan suatu daerah Dd rendah
melewati batuan yang permeabilitas besar
(Sumber :Soewarno,1991)

f. Kemiringan Sungai

Kemiringan sungai merupakan hubungan antara elevasi dasar sungai dan

jarak yang diukur sepanjang sungai mulai dari ujung hulu sampai muara.

Kemiringan sungai utama dapat digunakan untuk memperkirakan kemiringan

DAS. Air bergerak ke hilir karena pengaruh gaya gravitasi, sehingga semakin

besar kemiringan semakin besar pula kecepatan aliran, dan sebaliknya waktu

aliran menjadi semakin pendek.


8

g. Bentuk Daerah Aliran Sungai

Pola sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk DAS mempunyai arti

penting dalam hubugannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap

kecepatan terpusat aliran. Menentukan bentuk DAS dapat diketahui dengan

terlebih dahulu menentukan nilai Rc nya.

𝟒𝛑𝐀
RC =
𝐏𝟐
Keterangan:
Rc = Basin circularity P = Keliling (m)
A = Luas DAS (m2) 𝜋 = 3,14

2.1.2 Kondisi fisik daerah aliran sungai

Kondisi fisik daerah aliran sungai adalah kondisi lingkungan daerah aliran

sungai yang memberikan masukan atau ikut berkontribusi dalam daerah aliran

sungai. Adapun kondisi fisik DAS antara lain: penggunaan lahan dan jenis tanah

a. Penggunaan Lahan

Pengaruh penggunaan lahan terhadap aspek hidrologi erat kaitannya

dengan fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang

dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Di samping itu secara fisik vegetasi akan

menahan aliran permukaan dan meningkatkan simpanan permukaan (depression

storage) sehingga menurunkan besarnya aliran permukaan dan pada akhirnya

menurunkan besarnya aliran yang masuk ke sungai (Widyaningsih, 2008).

Apabila terjadi proses alih fungsi lahan dari hutan ke fungsi lainnya

(pemukiman), maka kondisi hidrologi pada DAS tersebut akan berubah secara

drastis. Hal ini dikarenakan hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting,
9

antara lain sebagai penyimpan sumber genetik dan pengatur kesuburan tanah

(Soemarwoto, 2004). Vegetasi yang lebat, seperti hutan lebat, mampu menahan

laju derasnya air hujan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan tanah.

Pembukaan hutan (clearing) yang membuat lapisan top soil hilang dapat merusak

struktur dan tekstur tanah, memperbesar jumlah dan kecepatan aliran permukaan

akibat daya serap (infiltrasi) berkurang atau terhambat (Widyaningsih, 2008).

Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah adalah penghambat aliran

permukaan. Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah dengan rapat tidak

hanya memperlambat aliran permukaan, tetapi juga mencegah pengumpulan air

secara cepat (Arsyad, 2010). Jika daerah hutan ini dijadikan daerah pembangunan,

maka kapasitas infiltrasi akan menurun akibat penambahan lapisan kedap air

sehingga aliran permukaan akan mudah berkumpul ke badan – badan sungai

dengan kecepatan tinggi (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

b. Jenis Tanah

Setiap jenis tanah memiliki ciri khasnya masing-masing dimana hal ini

mempengaruhi keadaan air di atas, dibawahnya dan diantara ruang porinya, hal ini

akan menyebabkan respon yang berbeda pada masing-masing jenis tanah.

Menurut Indarto (2010) kepekaan tanah terhadap pukulan air hujan yang jatuh di

atasnya, dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:

1. Porositas : Ruang pori adalah ruang kosong diantara partikel – partikel tanah.

Jumlah air hujan yang dapat terinfiltrasi ditentukan oleh jumlah ruang pori yang

tersedia pada lapisan tanah. Semakin banyak ruang pori yang tersedia, maka akan
10

semakin banyak air hujan yang dapat terinfiltrasi sehingga aliran permukaan

langsung yang akan masuk ke badan sungai semakin berkurang.

2. Permeabilitas :Tekstur tanah menentukan jumlah air yang dapat diikat oleh

tanah. Jika pada tanah, kandungan pasir cukup banyak, maka infiltrasi dan

drainase air lebih cepat terjadi karena ruang pori besar. Tanah berpasir lebih cepat

menyerap hujan dengan intensitas tinggi atau dapat dikatakan memiliki laju

infiltrasi tinggi. Tanah berlempung mempunyai ruang pori kecil sehingga infiltrasi

lambat dan kurang menyerap air hujan yang deras.

3. Kedalaman tanah : Profil tanah memberikan informasi mengenai karakteritik

tanah dan kedalaman tanah. Kedalaman tanah bervariasi dari 25 cm sampai

dengan 200 cm. Wilayah dengan kedalaman tanah cukup dalam akan mempunyai

kapasitas besar untuk menyerap dan menyimpan air, sebaliknya lapisan tanah

yang tipis akan cepat jenuh dan menghasilkan lebih banyak aliran permukaan

sehingga akan lebih banyak volume air yang masuk ke badan sungai dengan

kecepatan tinggi.

Berikut beberapa karakteristik jenis tanah pada kawasan DAS Yeh Ho :

a. Karakteristik Latosol

Latosol adalah kelompok tanah yang telah mengalami proses pencucian

dan pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral

primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 – 5.5, kandungan bahan organiknya relatif

rendah, konsistensinya gembur, stabilitas agegat tinggi, terjadi akumulasi

seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah-merahan

atau kekuning-kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk,


11

umur tanah, iklim dan elevasi. Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral

yang berbahan induk tufa volkan, bahan volkan intermedier dan basa, mempunyai

ketebalan solum setebal 1.5 – 2 m, menyebar pada ketinggian 10 – 1000 m di atas

permukaan laut dengan topogafi bergelombang, berbukit atau bergunung,

mempunyai horison terselubung, warna merah sampai kuning, struktur remah

sampai gumpal dan berkonsistensi gembur (Dudal dan Soepraptohardjo, 1975).

Mineral liat kelompok kaolinit pada Latosol memungkinan terbentuknya struktur

remah, karena kaolinit memiliki sifat plastisitas dan kohesi sangat rendah.

Plastisitas dan kohesi yang sangat rendah ini merangsang drainase dalam yang

sangat baik, sehingga memungkinkan pengolahan tanah dilakukan setelah hujan

lebat tanpa menyebabkan kerusakan sifat fisik yang berat. Sifat lain dari Latosol

adalah kapasitas tukar kation rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar

bahan organik yang rendah dan sebagian oleh sifat liat hidro-oksida (Soepardi,

1983). Sifat tanah yang gembur dan memiliki kohesi rendah menyebabkan jenis

tanah ini memiliki ikatan antar partikel tanah cukup rendah, sehingga mudah

tererosi. Hasil dari erosi ini mengakibatkan pengaruh terhadap debit aliran sungai

dan jumlah suspended load yang masuk ke dalam aliran sungainya.

b. Karakteristik Andosol

Menurut Swindale (1964), tanah andosol mempunyai sifat fisika yaitu:

solum tanah dalam, biasanya dengan stratifikasi penimbunan yang jelas, biasanya

gembur di bagian atas, lapisan atas (topsoil), berwarna coklat tua sampai hitam,

mengandung senyawa-senyawa humik yang tahan terhadap penguraian mikrobia.

Lapisan bawah (subsoil) bersifat porous dengan bobot isi yang rendah dan

kapasitas menahan air yang tinggi, agegasi struktur agak lemah dengan gumpalan-
12

gumpalan (ped) porous yang mudah hancur, dan tidak memperlihatkan

diferensisasi horisontal pada lapisan bawahnya. Tanah yang terbentuk di daerah

yang beriklim perhumid menjadi kering irreversible apabila mengering pada

tepian-tepian jalan atau tebing. Sifat irreversible , meskipun di lapangan tidak

pernah cukup kering untuk memperlihatkan sifat-sifat tersebut.

Selanjutnya dikemukakan oleh Maeda et,al. (1977) bahwa tanah Andosol

memiliki struktur permukaan tanah yang remah dan struktur masiv di lapisan

bawah akan tetapi memiliki permeabilitas yang relatif tinggi. Struktur remah di

lapisan atas sebagian disebabkan oleh pengaruh pengeringan. Seringkali tanah

Andosol memiliki beberapa lapisan dengan sifat-sifat fisik yang berlainan

sehingga mempengaruhi pergerakan air serta ketersediaan air bagi tanaman. Hasil

penelitian Sjarif (1990) pada tanah-tanah Andosol menunjukkan bahwa tanah-

tanah Andosol di Indonesia memiliki sifat-sifat yang serupa dengan tanah-tanah

Andosol di berbagai negara lain. Bobot isi, retensi air dan distribusi ukuran

partikel berkaitan erat dengan komposisi mineral liat, sehingga secara tidak

langsung berkaitan dengan bahan induk dan iklim. Nilai bobot isi yang rendah

(0.3-0.8 g/cm3) terutama akibat tingginya kandungan alofan dan imogolit. Bobot

isi cenderung rendah pada tanah yang memiliki kondisi pencucian yang besar

sebagaimana ditunjukkan oleh hubungan negatif antar bobot isi dengan

kandungan kalsium dapat ditukar. Retensi ada berbagai tegangan lebih tinggi pada

tanah-tanah Andosol yang memiliki kandungan alofan dan imogolit yang semakin

tinggi. Distribusi ukuran partikel berkaitan erat dengan bahan induk, tanah yang

berasal dari bahan induk basalt cenderung memiliki kandungan liat yang tinggi.

Kandungan air pada tegangan 1/3 dan 15 bar (lembab lapang) masing-masing
13

berkisar antara 25 - 41% dan 16 - 17%. Kandungan pada semua tegangan air

menurun drastis apabila contoh tanah dikeringkan terlebih dahulu. Kandungan air

meningkat dengan semakin meningkatnya kandungan alofan dan imogolit serta

kandungan liatnya, kemudian semakin rendah pada tanah-tanah yang memiliki

nilai bobot isi dan basa-basa dapat ditukar yang semakin meningkat. Pada jenis

tanah ini ikatan antar partikel tanahnya lebih erat dan sulit untuk tererosi atau

dipecahkan oleh partikel air yang jatuh akibat hujan, dari hasil erosi yang sedikit

maka hasil masukan sedimen yang masuk ke dalam aliran sungai sedikit, dan

perubahan debit yang terjadi pada aliran sungai menjadi lebih konstan.

2.2 Debit

Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu

penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya

debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt). Dalam laporan-

laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan dalam bentuk hidrogaf aliran.

Hidrogaf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan

karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya

kegiatan pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau

tahunan) iklim lokal (Asdak, 1995).

Debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian

akan turun kembali setelah hujan selesai. Gambar tentang naik turunnya debit

sungai menurut waktu disebut hidrogaf. Bentuk hidrogaf suatu sungai tegantung

dari sifat hujan dan sifat-sifat daerah aliran sungai yang bersangkutan (Arsyad,

2006). Sebagian besar debit aliran pada sungai kecil yang masih alamiah adalah
14

debit aliran yang berasal dari air tanah atau mata air dan debit aliran air

permukaan (air hujan). Dengan demikian aliran air pada sungai kecil pada

umumnya lebih menggambarkan kondisi hujan daerah yang bersangkutan.

Sedangkan sungai besar, sebagian besar debit alirannya berasal dari sungai-sungai

kecil dan sungai sedang di atasnya. Aliran air sungai besar tidak mesti

menggambarkan kondisi hujan di lokasi yang bersangkutan. Aliran dasar pada

sungai kecil terbentuk dari aliran mata air dan air tanah, sedang aliran Dasar pada

sungai besar dibentuk dari aliran dasar sungai-sungai kecil dan sedang di atasnya

(Maryono, 2005). Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukan

dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit

sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung

dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan adanya perubahan

(fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal. (Chay Asdak, 2010) terdapat dua

faktor utama untuk menentukan bentuk hidrograf adalah karakteristik DAS dan

iklim. Unsur iklim yang perlu diketahui adalah jumlah curah hujan total, intensitas

hujan (cm/jam), lama waktu hujan (jam, hari atau minggu). (Chay Asdak, 2010)

Lengkung aliran debit (Discharge Rating Curve) menurut A. Mariño and

Slobodan P. Simonovic (2001) adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara

tinggi muka air dan debit pada lokasi penampang sungai tertentu. Debit sungai

adalah volume air yang melalui penampang basah sungai dalam satuan waktu

tertentu, biasanya dinyatakan dalam satuan m3/detik atau l/detik. Lengkung aliran

dibuat berdasarkan data pengukuran aliran yang dilaksanakan pada muka air dan

waktu yang berbeda-beda. Kemudian data pengukuranan aliran tersebut

digambarkan pada kertas arithmatik atau kertas logaritmik, tergantung pada


15

kondisi lokasi yang bersangkutan. Tinggi muka air digambarkan pada sumbu

vertikal sedang debit sumbu horizontal.

Manfaat lengkung aliran debit (Discharge Rating Curve) adalah dipakai

sebagai dasar penentuan besarnya debit sungai di lokasi dan tinggi muka air pada

periode waktu tertentu, juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya perubahan

sifat fisik dan sifat hidraulis dari lokasi penampang sungai yang bersangkutan.

Hidrograf dapat digambarkan sebagai penyajian grafis antara salah satu unsur

aliran dengan waktu. Hidrograf ini menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS

terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang

bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu

terjadinya masukan. Beberapa macam hidrograf yang dikenal (Sri Harto, 1993): 1.

Hidrograf muka air (stage hydrograph), yaitu hubungan antara perubahan tinggi

muka air dengan waktu. Hidrograf ini tidak lain adalah merupakan hasil rekaman

Automatic Water Level Record (AWLR). 2. Hidrograf debit (discharge

hydrograph), yaitu hubungan antara debit dengan waktu. Dalam pengertian sehari-

hari, bila tidak disebut lain, hidrograf debit ini sering disebut sebagai ‘hidrograf’.

Hidrograf ini dapat diperoleh dari hidrograf muka air dan rating curve. 3.

Hidrograf sedimen (sediment hydrograph), yaitu hubungan antara kandungan

sedimen dengan waktu. Hidrograf terdiri dari tiga bagian (Sri Harto, 1993), yaitu

sisi naik (rising limb), puncak (crest), dan sisi resesi (recession limb). Bentuk

hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of

rise), debit puncak (peak discharge), dan waktu dasar (base time). Waktu naik

(TR) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu

terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi pada
16

suatu kasus tertentu. Waktu dasar adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf

mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang

ditetapkan. Besaran-besaran tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk tentang

kepekaan sistem DAS terhadap pengaruh masukan hujan. Bentuk hidrograf pada

umumnya sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi, akan tetapi juga dapat

dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain

2.3 Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pengendapan material yang terangkut oleh

aliran dari bagian hulu akibat dari erosi. Sedimen dapat berada di berbagai lokasi

dalam aliran, tergantung pada keseimbangan antara kecepatan ke atas pada

partikel (gaya tarik dan gaya angkat) dan kecepatan pengendapan partikel (Asdak,

2004). Ada 3 (tiga) macam pergerakan angkutan sedimen yaitu:

1. Bed load transport

Partikel kasar yang bergerak di sepanjang dasar sungai secara keseluruhan

disebut dengan bed load. Adanya bed load ditunjukkan oleh gerakan partikel di

dasar sungai yang ukurannya besar, gerakan itu dapat bergeser, menggelinding

atau meloncat-loncat, akan tetapi tidak pernah lepas dari dasar sungai.

2. Wash load transport

Wash load transport adalah angkutan partikel halus yang dapat berupa

lempung (silk) dan debu (dust), yang terbawa oleh aliran sungai. Partikel ini akan

terbawa aliran sampai ke laut, atau dapat juga mengendap pada aliran yang tenang

atau pada air yang tergenang.

3. Suspended load transport


17

Suspended load adalah material dasar sungai (bed material) yang

melayang di dalam aliran dan terutama terdiri dari butir pasir halus yang

senantiasa mengambang di atas dasar sungai, karena selalu didorong oleh

turbulensi aliran. Suspended load itu sendiri umumnya bergantung pada kecepatan

jatuh atau lebih dikenal dengan fall velocity. Pada kenyataan pada tiap satu satuan

waktu pergerakan angkutan sedimen yang dapat diamati hanyalah Bed Load

Transport dan Suspended Load Transport.(Asdak, 2004)

2.4 Interpretasi Citra

Interpretasi citra merupakan tindakan menafsirkan dan mengkaji suatu

citra untuk mengidentifikasi suatu objek yang tergambar pada citra dan menilai

arti penting dari suatu objek tersebut. Interpretasi citra dapat dilakukan secara

manual dan digital. Interpretasi citra secara manual dilakukan berdasarkan unsur-

unsur interpretasi citra.Interpretasi citra secara digital dilakukan dengan bantuan

komputerisasi. Pengenalan identitas dan jenis objek pada citra dalam melakukan

interpretasi citra secara manual dilakukan berdasarkan pada karakteristik objek

atau atribut objek yang terdapat pada citra yang digunakan (Lillesand dan Keifer,

1994 dalam Syam, dkk., 2012). Karakteristik objek yang dimaksud terdiri dari 8

yaitu

1. Rona atau warna merupakan unsur utama dalam mengidentifikasi suatu objek.

Rona yaitu suatu tingkat kegelapan dan kecerahan suatu objek pada citra yang

digunakan, sedangkan warna yaitu wujud yang dapat dilihat oleh mata yang

menunjukkan kegelapan dan keberagaman warna dari kombinasi band pada

citra tersebut. Rona menunjukkan tingkat kegelapan suatu objek pada citra

hitam putih. Warna mampu menunjukkan suatu tingkatan warna suatu objek
18

pada citra yang berwarna baik itu warna palsu ataupun warna yang sebenarnya.

Perbedaan warna suatu objek lebih mudah diidentifikasi pada saat melakukan

interpretasi citra dibandingkan dengan melihat perbedaan rona.

2. Bentuk adalah variabel kualitatif suatu citra yang menunjukkan konfigurasi

atau kerangka suatu objek seperti berbentuk persegi, membulat, memanjang

ataupun bentuk lainnya.

3. Ukuran adalah kenapampakan suatu objek pada citra yang memilki atribut

berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. Pengindentifikasian suatu objek

dengan menggunakan unsur ukuran seperti membedakan antara rumah

penduduk dengan hotel.

4. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur pada citra

dinyatakan dalam wujud kasar, halus dan bercak-bercak.

5. Pola adalah suatu ciri yang dimiliki suatu objek yang dibuat manusia dan

beberapa objek alamiah yang membentuk susunan keruangan.

6. Bayangan adalah suatu objek yang tampak hitam atau terkadang terlihat samar-

samar yang menyerupai bentuk objek aslinya. Bayangan memiliki peranan

penting pada saat melakukan interpretasi dalam mengenali suatu objek yang

lebih mudah diidentifikasi jika dilihat dari bayangannya.

7. Situs merupakan posisi atau letak suatu objek terhadap objek lainnya yang

berada dilingkungan tersebut.

8. Asosiasi adalah keterkaitan antara suatu objek dengan objek lainnya yang

membentuk suatu fungsi objek dalam suatu lokasi atau kawasan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai