Anda di halaman 1dari 24

PEMETAAN TOPOGRAFI

PENGUKURAN TITIK-TITIK DETAIL

Oleh :
Dr Ir Drs H Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) DALAM JABATAN


DIREKTORAT PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN MENENGAH
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TAHUN 2018
PENDAHULUAN
Tahapan-tahapan pembangunan dikenal dengan istilah SIDLaCOM (Survey,
Investigation, Design, Land Acquisition, Construction, Operation, Maintenance). Tahap survey
adalah pekerjaan pengumpulan seluruh data baik berupa peta atau data tabelaris dan statistik
berupa data primer dan sekunder. Tahap investigation adalah tahap penyelidikan untuk
mengetahui kelayakan teknis, finansial dan lingkungan. Tahap design adalah tahap
perancangan di atas kertas untuk merancang bangunan dan kegiatan di atas permukaan dan
bawah permukaan. Tahap construction adalah tahap pelaksanaan memindahkan rancangan di
atas kertas ke lapangan, termasuk pekerjaan pematokan (staking out). Tahap operation adalah
tahap menjalankan atau mengoperasikan bangunan atau kegiatan sesuai dengan maksud dan
tujuannya. Tahap maintenance adalah tahap pemeliharaan bangunan atau kegiatan yang sedang
berlangsung sehingga kinerjanya tetap dapat memenuhi standar perancangan awalnya.
Pekerjaan Geologi dan Pertambangan tidak lepas dari informasi geometrik dasar, yaitu
luas, jarak dan sudut. Informasi geometrik dasar diperoleh dari beberapa pekerjaan pengukuran
dan pemetaan, yaitu pengukuran titik-titik detail. Pengukuran titik-titik detail adalah untuk
memperoleh informasi koordinat dan tinggi antara titik-titik detail sedemikian rupa sehingga
dapat disajikan model permukaan tanah secar terperinci. Pengukuran titik-titik detail terdiri
dari pengukuran offset dan tachymetri. Alat utama yang digunakan pada pengukuran titik-titik
detail tachymetri adalah theodolite, pengukuran titik-titik detail metode offset menggunakan
pita ukur dan prisma. Pengukuran titik-titik detail tachymetri lebih teliti, cepat dan mudah
dibandingkan metode offset yang menggunakan alat-alat sederhana.
Kesalahan-kesalahan yang mungkin ada dalam pengukuran dan pemetaan adalah
kesalahan sistematis, kesalahan acak dan kesalahan blunder (besar). Kesalahan yang boleh ada
dalam pengukuran dan pemetaan adalah sistematis dan acak. Jika terjadi kesalahan blunder
maka pengukuran harus diulangi. Kesalahan sistematis adalah kesalahan yang mungkin terjadi
dalam sistem alat dan alam. Cara mengeliminasi kesalahan sistematis alat untuk titik-titik detail
adalah dengan cara pengukuran sudut horisontal posisi teropong biasa dan luar biasa dan
eliminasi kesalahan sistem alam adalah dengan pengukuran jarak dilakukan 2 kali, pembacaan
benang atas, tengah dan bawah > 0,3 meter dan < 2,7 meter. Kesalahan acak pada pengukuran
titik-titik detail diasumsikan sudah terakomodasi pada pengukuran kerangka dasar vertikal dan
horisontal.
CAPAIAN PEMBELAJARAN
DAN SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
Pengukuran Titik-Titik Detail
Metode Offset dan Tachymetri
3.2 Pemetaan Eksplorasi
3.2.1 Capaian pembelajaran (CP) dan capaianpembelajaran Mata kegiatan (CPMK)

1 Program Studi : PendidikanProfesi Guru


Program Keahlian : GeologiPertambangan
2 Nama Kegiatan : PemetaanEksplorasi
3 Beban Belajar : 2 SKS (79,33 Jam) =
2 x 170 menit x 14 tatapmuka = 4.760 menit
4 CP dan CPMK

No Kajian Modul Capaian Kegiatan Belajar Nama Dosen


Pembelajaran Pengembang
Pemetaan Mengukur Kerangka  Pengukuran Dr Ir Drs
Topografi Dasar Vertikal Kerangka Iskandar Muda
Dasar Vertikal Purwaamijaya,
Sipat Datar, MT
Trigonometris
dan Barometris
Mengukur Kerangka  Pengukuran Dr Ir Drs
Dasar Horisontal Pengikatan ke Iskandar Muda
Muka, Purwaamijaya,
Pengikatan ke MT
Belakang
Metode Collins
dan Cassini,
Poligon dan
Pengukuran
Luas
Mengukur Titik-Titik  Pengukuran Dr Ir Drs
Detail Metode Offset Iskandar Muda
dan Metode Purwaamijaya,
Tachymetri MT
Membuat Peta Situasi  Penarikan Dr Ir Drs
Garis Kontur, Iskandar Muda
Kartografi, dan Purwaamijaya,
Perhitungan MT
Volume
Uraian Materi Modul III
Pengukuran Titik-Titik Detail
Metode Offset dan Tachymetri

Pengukuran titik-titik detail bertujuan untuk memperbanyak titik-titik detail


pengukuran yang memiliki informasi geometrik absis X, ordinat Y dan tinggi Z dari muka air
laut rata-rata (mean sea level) melalui pengukuran sudut horisontal jurusan ij, sudut vertikal
zenith (z) atau inklinasi (i), jarak langsung, tinggi alat theodolite dan benang tengah BT rambu
ukur di lapangan. Titik-titik detail adalah titik-titik yang merupakan batas alam (sungai) dan
buatan manusia (pojok-pojok bangunan).
Pengukuran titik-titik detail terdiri dari 2 metode pengukuran, yaitu :
1. Pengukuran metode offset.
2. Pengukuran tachymetri.
Pengukuran metode offset titik-titik detail dilakukan jika kondisi lapangan berkategori datar (0
% - 15 %) dan cakupan wilayah pengukurannya tidak luas serta menggunakan alat-alat
sederhana, seperti pita ukur, prisma dan meja ukur. Pengukuran tachymetri titik-titik detail
dilakukan jika kondisi lapangan berkategori datar (0 % - 15 %), bukit (15 % - 45 %) dan gunung
( >45 %) menggunakan alat theodolite optis digital, rambu ukur dan meteran.
Pengukuran metode offset titik-titik detail pada prinsipnya adalah mengukur titik-titik
detail dengan mengukur jarak dengan pita ukur, mengarahkan meja ukur serta
menggambarkannya di meja ukur. Posisi koordinat titik detail diplot di atas meja ukur
berdasarkan jarak lapangan yang sudah diskalakan dan arah titik dari titik ikatnya.

Gambar 1. Pengukuran Metode Offset Titik-Titik Detail


(Sumber :
http://2.bp.blogspot.com/_jN3Pnd5Ddt8/SwrZe44GtnI/AAAAAAAAAMc/JP7o8Hw_F7g/s1
600/1.jpg )
Pengukuran metode tachymetri titik-titik detail pada prinsipnya adalah mengukur sudut
horisontal jurusan ij dan sudut dalam  menggunakan alat theodolite, mengukur jarak
langsung/miring menggunakan alat pengukur jarak elektronis EDM (electronic distance
measurement), membaca bacaan BA (benang atas), BT (benang tengah), BB (benang bawah)
rambu ukur dari teropong alat theodolite, untuk memperoleh beda tinggi antara titik ikat
(benchmark) tempat berdiri alat theodolite terhadap titik ikat (benchmark) tempat berdiri target
rambu ukur serta jarak horisontal dari titik ikat ke titik-titik detailnya.

Gambar 2. Pengukuran Metode Tachymetri Titik-Titik Detail


(Hasil penggambaran)
Beda tinggi pada pengukuran metode tachymetri diperoleh dengan cara, yaitu :
 HAB = Talat + O-BT – BT = Talat + dm.cos i – BT = Talat + (BA’-BB’). 100.cos i – BT
 HAB = Talat + ((BA-BB).cos i). 100.sin i – BT = Talat + (BA-BB). 100. ½ .sin 2 i – BT
 HAB = (BA-BB).50.sin 2 i – BT
TB = TA +  HAB
 H = Beda tinggi antara patok tempat berdiri alat terhadap patok tempat berdiri rambu ukur.
Talat = Tinggi alat thedolite yang diukur dari garis nivo titik A ke garis nivo tengah teropong.
dm = Jarak miring/langsung yang diukur dengan EDM (electronic distance measurement).
i = sudut miring (inklinasi).
BA,BT,BB = Benang atas, tengah, bawah rambu ukur.
TA = Tinggi titik A yang diperoleh dari pengukuran kerangka dasar vertikal.
TB = Tinggi titik B, titik detail.
Pengukuran metode tachymetri pada dasarnya adalah mengukur sudut horisontal jurusan ij
dengan alat theodolite, memperoleh jarak horisontal dari rumus :
dij = dm. Cos i = ((BA’-BB’).100.cosi). cos i = (BA-BB).100.cos2 i

Gambar 3. Pengukuran Metode Tachymetri – Metode Polar


(Sumber : http://2.bp.blogspot.com/-
n21fWQJD970/VJWecvt_NjI/AAAAAAAABgc/3oBYOA9q4gA/s1600/metode%2Bpolar1.j
pg )
Koordinat titik detail B yang dihitung dari titik A titik ikat adalah :
XB = XA + dAB. Sin AB ; YB = YA + dAB. Cos AB
Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran dan pemetaan terdiri
dari :
1. Kesalahan sistematis (sytematic error), yaitu kesalahan-kesalahan yang mungkin
terjadi dalam suatu sistem alam dan sistem alat. Cara mengeliminasi kesalahan
sistematis karena sistem alat pada pengukuran tachymetri adalah dengan cara
melakukan pengukuran sudut horisontal jurusan posisi teropong biasa dan luar biasa.
Cara mengeliminasi kesalahan sistematis karena sistem alam pada pengukuran
tachymetri adalah dengan cara (i) jumlah titik pengukuran dibuat genap, (ii) jarak
horisontal diukur 2 x pulang pergi, (3) pembacaan BA, BT, BB rambu ukur > 0,3 meter
dan < 2,7 meter. Kesalahan sistematis boleh ada dalam pengukuran dan pemetaan.
2. Kesalahan acak (random error), yaitu kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi
karena keterbatasan panca indera manusia. Cara mengeliminasi kesalahan acak yaitu
dengan cara (i) mengikatkan pengukuran tinggi titik-titik detail ke titik ikat
(benchmark) hasil pengukuran kerangka dasar vertikal, (2) mengikatkan pengukuran
koordinat (X dan Y) titik-titik detail ke titik ikat (benchmark) hasil pengukuran
kerangka dasar horisontal.
3. Kesalahan besar (blunder), yaitu kesalahan yang terjadi karena kesalahan membaca,
mendengar dan menulis hasil pengukuran. Kesalahan besar tidak boleh ada dalam
pengukuran dan pemetaan. Jika terjadi kesalahan besar, maka pengukuran harus
diulangi.

Prosedur pengukuran metode tachymetri titik-titik detail :


1. Persiapkan alat dan bahan untuk pengukuran, yang terdiri dari : alat theodolite optis
digital type sumbu tunggal atau sumbu ganda (Wild T0, Topcon, Sokisha, South dan
lain sebagainya), statif, unting-unting (lot) dan benang, 2 rambu ukur 3 meter, pita ukur,
formulir ukuran, sketsa rute pengukuran, patok, cat, paku.

Gambar 4. Alat theodolite optis digital dan komponen-komponennya


( Sumber : http://solusiindustri.com/wp-content/uploads/2017/09/theodolite.jpg )
Gambar 5. Statif dan komponen-komponennya
( Sumber : https://3.bp.blogspot.com/-
c64mEmWj_58/WN26ST8jH_I/AAAAAAAAAIA/sbu4MCwo9Aw_w2Z28e4hBDSpYbTij
8KxwCLcB/s1600/hgf.png )

Gambar 6. Rambu ukur dan cara membacanya Gambar 7. Unting-unting


2. Survey awal ke lokasi pengukuran untuk membuat sketa pengukuran, penempatan
patok dan penandaan patok dengan jumlah optimum.
3. Peralatan dan bahan dibawa ke titik ikat (benchmark) I, rambu ukur didirikan di detail-
detail alam dan detail-detail buatan manusia, alat theodolite optis digital didirikan di
atas statif dengan benang unting-unting di titik ikat (benchmark) 1 .
4. Gelembung nivo kotak ditengahkan dengan memutar 2 sekerup kaki kiap ke dalam atau
ke luar serta 1 sekerup kaki kiap ke kanan atau ke kiri. Jika ada gelembung nivo tabung
maka ditengahkan dengan memutar 2 sekerup kaki kiap yang mengapitnya atau dengan
sekerup pemutar nivo tabung sedemikian rupa sehingga garis bidik sejajar bidang nivo
dan sumbu I (zenith – nadir) tegak lurus garis bidik dan bidang nivo.
Gambar 8. Cara mengetengahkan gelembung nivo kotak menggunakan prinsip 2
sekerup dan 1 sekerup kaki kiap
( Sumber : http://1.bp.blogspot.com/-
W2vf2tsfCkM/Ud5HK6tWNQI/AAAAAAAAAIM/yn6uavy1j-Y/s1600/4.png )

Gambar 9. Nivo kotak (kiri) dan nivo tabung (kanan)


( Sumber : https://image.slidesharecdn.com/iuw-2pengetahuanalat-131015182815-
phpapp02/95/iuw-2-pengetahuan-alat-13-638.jpg?cb=1381861857 )
5. Teropong alat theodolite yang sudah diatur nivo kotak dan tabungnya diarahkan ke
rambu 1 yang berdiri di detail batas alam atau detail batas buatan manusia dengan
bantuan vizier. Objek rambu ukur diperjelas dengan sekerup lensa objektif kemudian
benang diafragma teropong diperjelas dengan sekerup lensa okuler. Benang atas,
benang tengah, benang bawah rambu ukur dibaca berdasarkan benang diafragma dalam
teropong. BA, BT, BB dikontrol dan harus memenuhi syarat pembacaan benang, jika
tidak memenuhi maka pembacaan diulangi. BA, BT, BB, Sudut horisontal azimuth
(ij), sudut vertikal zenith atau inklinasi dibaca pada teropong bacaan sudut horisontal
dan vertikal atau tampil di layar monitor, tinggi alat (Talat) diukur dari patok ikat
(benchmark) permukaan tanah ke garis nivo tengah teropong dengan meteran 3 meter
serta dituliskan ke dalam formulir ukuran yang telah dipersiapkan. Teropong diarahkan
ke rambu 2 dan dilakukan hal yang sama dengan yang dilakukan ke rambu 1.
6. Rambu di atas titik detail 1 dipindahkan ke titik detail 3, dan rambu di atas titik detail
2 dipindahkan ke titik detail 4. Jumlah titik-titik detail yang diambil disesuaikan dengan
kondisi topografi. Jika topografi relatif datar maka jumlah titik-titik detail bisa kurang
dari pada jumlah titik-titik detail pada topografi bukit dan gunung. Statif dan alat
theodolite optis digital dengan benang unting-unting dipindahkan ke titik ikat
(benchmark) ke 2. Pembacaan BA, BT, BB, ij, zenith/inklinasi, Talat dilakukan
kembali. Pengukuran dilakukan sampai dengan titik ikat (benchmark) terakhir.
7. Hasil pengukuran di lapangan dibawa ke ruangan dan siap untuk diolah dengan
kalkulator dan komputer.
Prosedur pengolahan data hasil pengukuran metode tachymetri titik-titik detail, yaitu :
1. Jarak horisontal dij dihitung dengan rumus :
dij = (BA-BB).100.cos2i
Koordinat titik detail dihitung dari koordinat titik ikat (Benchmark) dihitung dengan
rumus : Xj = Xi + dij . sin ij ; Yj = Yi + dij . cos ij
2. Beda tinggi dan tinggi titik detail dihitung dengan rumus :
 Hij = Tinggi alat + (BA-BB).50.sin 2i – BT
Tj = Ti +  Hij

Gambar 10. Prinsip interpolasi 2 garis kontur


( Sumber : https://fairuzelsaid.files.wordpress.com/2013/12/interpolasi-linier.png )
3. Hasil pengolahan data metode tachymetri titik-titik detail siap untuk digambar.
Prosedur penggambaran hasi pengolahan data metode tachymetri titik-titik detail metode
digital :
1. Informasi awal yang dibutuhkan untuk penggambaran adalah koordinat (Xabsis dan
Yordinat) dan tinggi H. Koordinat (X, Y) dan tinggi H titik-titik detail diolah dengan
lembar elektronis (MS Excell). Salin (copy) kolom X,Y,Z hasil pengolahan data
tachymetri.
Gambar 11. Lembar elektronis kolom koordinat (X,Y) dan tinggi (Z) hasil pengolahan data
tachymetri

2. Tempel (paste) data X, Y, Z dari lembar elektronis ke lembar kerja (worksheet)


perangkat lunak model permukaan digital DTM (Digital Terrain Model). Perangkat
lunak DTM yang dapat digunakan adalah Golden Surfer. Simpan (save) worksheet
dengan nama Tachymetri pada folder tertentu.

Gambar 12. Koordinat (X,Y) dan tinggi (Z) yang telah disalin di Worksheet Surfer.
3. Pilih menu “Grids” dan gunakan file tachymetri.dat untuk dibuat informasi 3 dimesi
dengan metode interpolasi “Gridding Method” tertentu. Krigging adalah salah satu
metode interpolasi yang dapat dipilih.

Gambar 13. Proses interpolasi data tachymetri dengan metode Krigging


4. Hasil proses kompilasi data tachymetri (X,Y,Z) dengan interpolasi Krigging
menghasilkan “Gridding Report” dengan format Tachymetri.grd. File Tachymetri.grd
dapat disajikan dalam bentuk peta kontur dengan memilih menu “File” kemudian
“Open” Tachymetri.grd.

Gambar 14. Peta garis kontur Tachymetri.grd yang diperoleh dari hasil interpolasi
pengukuran tachymetri (Tachymetri.dat)
5. Hasil proses kompilasi data tachymetri (X,Y,Z) dengan interpolasi Krigging
menghasilkan “Gridding Report” dengan format Tachymetri.grd. File Tachymetri.grd
dapat disajikan dalam berbagasi macam bentuk informasi 3 dimensi dengan memilih
menu “File” kemudian “New”, buka “Plot Document”. Pilihan “Plot Document” dapat
berupa “Contour Map”, “Post Map”, “3 D Surface Map”, “Color Relief Map”, “Shaded
Relief Map”, “Grid Values Map”, “Watershed Map”, “Grid-vector Map”, “Point-Cloud
Map”.

Gambar 15. Peta kontur dari file Tachymetri.grd dan post map dari file Tachymetri.dat
6. Peta kontur dan post map diubah (export) menjadi format dxf (AutoCAD dxf drawing)
Tachymetri.dxf dengan memilih “File” kemudian “Export”.

Gambar 16. Proses “Export” peta kontur dan post map menjadi format dxf AutoCAD.
7. Jendela (window) perangkat lunak Golden Surfer diminimumkan, perangkat lunak
Autodesk Map dibuka. File Tachymetri.dxf dimasukkan ke dalam lingkungan map
window Autodesk Map dengan perintah dxfin.

Gambar 16. Map Window Autodesk Map untuk menampilkan file format dxf menjadi dwg
8. Jendela (window) perangkat lunak Autodesk Map diminimumkan, perangkat lunak
Google Earth dibuka. Lokasi pengukuran dicari sehingga citra satelit lokasi pengukuran
akan tampil di layar komputer. Perbesar (zoom) lokasi pengukuran sampai dengan skala
optimum. Lokasi pengukuran dicetak layar (screen shoot/print screen).

Gambar 17. Map Window Google Earth menampilkan lokasi pengukuran


9. Map Window Google Earth diminimumkan, perangkat lunak pengelola grafis dibuka
(Paint Brush). Citra satelit ditempel (paste) ke lingkungan Map Window pengelola
grafis. Posisi titik-titik ikat (benchmarks) diplot di perangkat lunak pengelola grafis dan
disimpan dalam format JPG.

Gambar 18. Map Window pengelola grafis Paint Brush yang menampilkan lokasi pengukuran
10. Map Window Autodesk Map dimaksimumkan, file citra satelit lokasi pengukuran
ditampilkan di Map Window Autodesk Map dengan perintah Insert-Raster Image.

Gambar 19. Citra satelit Google Earth lokasi pengukuran yang telah ditandai titik-titik ikat.
11. Citra satelit Google Earth lokasi pengukuran yang telah ditandai titik-titik ikatnya
dikonversi koordinatnya dari koordinat citra satelit ke koordinat tanah UTM (Universal
Transverse Mercator) dengan menu Map-Tools-Rubber Sheet. Titik ikat pertama
ditandai tengahnya dengan cursor untuk memasukkan koordinat citra satelitnya,
kemudian masukkan koordinat UTM dari hasil pengolahan data pengukuran KDH
(Kerangka Dasar Horisontal) di lapangan, kemudian titik ikat selanjutnya sampai
dengan titik ikat terakhir, kemudian tekan kunci enter. Citra satelit Google Earth akan
hilang dari tampilan layar dan berpindah ke koordinat tanah UTM. Citra satelit Google
Earth dalam koordinat UTM ditampilkan di Map Window dengan perintah Zoom
Extent.

Gambar 20. Citra satelit Google Earth dalam koordinat UTM yang ditampilkan di Map
Window Autodesk Map

12. Citra satelit Google Earth dalam koordinat UTM tumpang tindih (overlay) dengan garis
kontur dari hasil pengolahan data tachymetri perangkat lunak Golden Surfer. Citra
satelit Google Earth format data raster dikonversi menjadi format data vektor melalui
pekerjaan digitasi. Layer data vektor dibuat sesuai tema layer bangunan, jalan, saluran,
vegetasi. Layer vektor dibuat dengan memilih polyline (pline). Topologi digitasi yaitu
model hubungan matematis antara feature, yaitu : closure, connectivity, contiguity
harus diimplementasikan. Closure dengan close, connectivity dengan snap (end of,
near, mid of), contiguity dengan pemilihan start point (direction, left address, right
address). Sifat garis kontur yaitu tidak boleh digambar jika melalui bangunan
diimplementasikan dengan perintah pemotongan (trim).
13. Ukuran kertas ditetapkan, misalnya A3 (297 mm x 420 mm). Orientasi kertas adalah
landscape karena d > Hmaksimum.
14. Margin luar ditetapkan ukurannya (misal 10 mm).
15. Legenda diletakkan di sebelah kanan dengan lebar tertentu (misal 50 mm) pada posisi
kertas landscape atau portrait.
16. Margin dalam ditetapkan ukurannya (misal 10 mm).
17. Tabel informasi geometrik dibuat dengan ukuran tertentu (misal 420-90= 330 mm) arah
panjang dan 50 mm arah tinggi.
18. Margin dalam antara tabel dan sumbu X gambar ditetapkan (misal 40 mm).
19. Sumbu X (informasi jarak horisontal) dan sumbu Y (informasi tinggi) dibuat di atas
tabel informasi geometrik kiri atas dengan spasi tertentu.
20. Skala horisontal ditetapkan dengan rumus :
Panjang muka gambar bersih (net) dalam cm = d (dalam meter)
Misal : 33 cm = 500 meter atau 1 = 500.100 cm / 33 cm atau 1 = 1.515,1515
Skala horisontal ditetapkan menjadi 1 : 1.550 atau 1 cm = 1.550 cm = 15,5 meter.
Skala vertikal ditetapkan dengan rumus :
Tinggi muka gambar bersih (net) dalam cm =  Hmaksimum (dalam meter)
Misal : 19,7 cm = 10 meter atau 1 = 10.100 cm / 19,7 cm atau 1 = 50,7614
Skala vertikal ditetapkan menjadi 1 : 55 atau 1 cm = 55 cm = 0,55 meter.
Skala vertikal dibuat lebih besar dari pada skala horisontal agar naik turunnya
permukaan tanah dapat terlihat.
21. Plot interval jarak tertentu pada sumbu X dan jarak setiap slag, jarak belakang dan muka
slag.
22. Plot interval tinggi tertentu pada sumbu Y dan tinggi titik terendah dalam bilangan
bulat, tinggi titik awal sampai dengan titik akhir.
23. Plot tinggi rambu ukur dan garis bidik di titik awal sampai dengan titik terakhir. Tinggi
garis bidik rambu belakang dan rambu muka dihubungkan. Teropong alat waterpass
digambarkan pada titik pertemuan garis bidik rambu belakang, rambu muka, garis
vertikal jarak belakang dan muka.
24. Titik-titik tinggi patok dihubungkan dengan garis dan diarsir bagian bawah garis
dengan garis-garis miring bersudut 45o dengan kerapatan tertentu.
25. Tabel informasi geometrik diisi dengan jarak belakang, jarak muka, beda tinggi, tinggi
titik dan kemiringan.
26. Legenda peta diisi dengan keterangan-keterangan pengukuran, instansi, para pelaksana,
pemeriksa pekerjaan, waktu, lokasi, logo lembaga.
27. Gambar dilengkapi dengan skala grafis/numeris vertikal dan horisontal.
Tabel 1. Contoh tabel hasil pengolahan data pengukuran metode tachymetri titik-titik detail
(Hasil pengukuran mahasiswa S1 Departemen Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI)
Gambar 21. Hasil penggambaran pengukuran tachymetri titik-titik detail
(Hasil pengukuran mahasiswa S1 Departemen Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI Bandung)
1. Type pesawat theodolite.
Bagian umum theodolite, sampai pada tingkat-tingkat tertentu, berbagai macam
theodolite mempunyai perbedaan baik bagian dalamnya, maupun penampilannya,
tergantung dari pengerjaannya, pabrik pembuatannya dan lain-lain, akan tetapi secara
umum mempunyai prinsip mekanisme yang sama. Secara umum theodolite dapat
dipisahkan menjadi bagian atas dan bagian bawah.
Bagian atas terdiri dari :
a) Pelat atas yang langsung dipasangkan pada sumbu vertikal.
b) Standar yang secara vertikal dipasangkan pada a).
c) Sumbu horizontal didukung oleh a) dan b).
d) Teleskop tegak lurus sumbu horizontal dan dapat berputar mengelilingi sumbunya.
e) Lingkaran graduasi vertikal dengan sumbu horizontal sebagai pusatnya.
f) Dua buah (kadang-kadang hanya sebuah) niveau tabung dengan sumbu-sumbunya yang
saling tegak lurus satu dengan lainnya.
g) Dua pembacaan graduasi yang berhadapan.
Bagian bawah terdiri dari :
a. Pelat bawah.
b. Lingkaran graduasi horizontal mengelilingi a).
c. Tabung sumbu luar dari sumbu vertikal yang dipasangkan tegak lurus terhadap
lingkaran graduasi horizontal.
d. Pelat-pelat sejajar dan sekrup sekrup penyipat datar untuk menghorizontalkan
theodolite secara keseluruhan.
Pelat atas dan pelat bawah dapat berputar mengelilingi sumbu vertikal dengan bebas di
mana terdapat sekrup-sekrup tangens untuk sedikit menggeser kedua pelat tersebut. Theodolite
dipasang niveau teleskop dan dilengkapi pula dengan sekrup klem untuk mengencangkan
teleskop dan sekrup tangennya agar dapat dipergunakan untuk pengukuran sudut vertikal.
Theodolite seperti yang tertera pada gambar 20 dinamakan teodolit tipe sumbu ganda dan
digunakan untuk pengukuran dengan ketelitian yang rendah. Terdapat pula theodolite yang
tidak mempunyai klem bawah dan hanya mempunyai sumbu dalam, karena bagian yang
berputar dengan tabung sumbu luar dan pelat atas sejajar disatukan. Tipe ini disebut theodolite
tipe sumbu tunggal (gambar 21 ). Theodolite tipe ganda mempunyai dua buah sumbu pada
bagian dalam dan bagian luar, sehingga memungkinkan pengukuran sudut dengan pengulangan
(repetition) tertentu, yang akan diuraikan kemudian. Akan tetapi dalam pembuatannya di
pabrik amatlah sulit untuk membuat sedemikian rupa sehingga kedua sumbu tersebut sungguh-
sungguh terpusat, maka theodolit tipe ini tidak cocok untuk pengukuran teliti. Theodolite tipe
sumbu tunggal kadangkadang disebut instrumen pengukuran satu arah dan theodolite tipe
sumbu ganda disebut instrumen pengukuran dengan perulangan.

Gambar 20. Theodolite Tipe Repetisi (Sumbu Ganda)


( Sumber : Purwaamijaya, 2008)

Gambar 22. Theodolite Tipe Reiterasi (Sumbu Tunggal)


( Sumber : Purwaamijaya, 2008)
Macam-macam besaran sudut pada pengukuran dan pemetaan, yaitu :
1. Sistem besaran sudut seksagesimal, yaitu sistem besaran sudut yang membagi 1 putaran
menjadi 360 bagian yang dinamakan derajat (o), menit (‘) dan second (“). Sistem
besaran sudut seksagesimal digunakan pada alat theodolite jenis WILD T0, TOPCON
dan untuk pengolahan sudut menggunakan kalkulator. 1 derajat (o) = 60’ dan 1 menit
(‘) = 60”.
2. Sistem besaran sudut sentisimal, yaitu sistem besaran sudut yang membagi 1 putaran
menjadi 400 bagian yang dinamakan grid (g), centigrid (c) dan centicentigrid (cc). Sistem
besaran sudut sentisimal digunakan pada alat theodolite jenis WILD TO.
3. Sistem besaran sudut radian, yaitu sistem besaran sudut yang membagi 1 putaran
menjadi 2  radian. Sistem besaran sudut radian digunakan pada pengolahan sudut
menggunakan komputer.
4. Sistem besaran sudut desimal, yaitu sistem besaran sudut yang membagi 1 putaran
menjadi 360. Sistem besaran sudut desimal digunakan pada perhitungan kalkulator dan
komputer.
Cara konversi suatu sistem besara sudut ke sistem besaran sudut yang lain, yaitu :
o g R D
------ = ------- = -------- = ---------
360o 400 2  360
Rangkuman Modul III
Pengukuran Tachymetri Titik-Titik Detail
1) Pengukuran titik-titik detail terdiri dari pengukuran metode offset dan metode tachymetri.
Metode offset digunakan untuk kondisi lapangan datar, metode tachymetri digunakan
untuk kondisi datar, bukit dan gunung. Metode tachymetri memiliki tingkat ketelitian
tinggi, cepat dan mudah dilakukan.
2) Kesalahan pada pengukuran dan pemetaan terdiri dari kesalahan sistematis, acak dan
blunder. Kesalahan yang boleh ada dalam pengukuran dan pemetaan adalah kesalahan
sistematis dan acak. Kesalahan sistematis dieliminasi dengan membuat suatu prosedur.
Kesalahan acaka dieliminasi dengan ilmu statististika dan kontrol geometrik beda tinggi,
kontrol sudut, kontrol absis dan ordinat. Jika kesalahan besar (blunder) terjadi maka
pengukuran harus diulangi.
3) Kesalahan sistematis pada pengukuran tachymetri titik-titik detail dieliminasi dengan cara
pengukuran sudut horisontal azimuth posisi teropong biasa (vizier di atas) dan posisi
teropong luar biasa untuk sistem alat. Kesalahan sistematis karena sistem alam dengan
pengukuran jarak 2 kali pulang dan pergi, pembacaan BA, BT, BB > 0,3 meter dan < 2,7
meter. Kontrol bacaan BA, BT, BB harus memenuhi syarat |(BA+BB)/2-BT| < 0,001 meter.
Jarak optis doptis = (BA-BB).100.
4) Pengolahan data pengukuran tachymetri titik-titik detail terdiri dari perhitungan dhorisontal,
Hij, Xtitik detail, Ytitik detail, Ztitik detail. Penggambaran hasil pengolahan data metode tachymetri
titik-titik detail terdiri dari garis kontur, citra satelit, digitas peta, informasi posisi kertas
landscape, tata letak, margin luar dan dalam, legenda, tabel informasi geometrik, sumbu
absis (X) dan ordinat (Y), skala grafis dan numeris.
5) Type alat theodolite terdiri dari theodolite sumbu ganda (repetisi) dan theodolite sumbu
tunggal (reiterasi). Sumbu tunggal lebih teliti dalam pengukuran sudut horisontal
dibandingkan sumbu ganda.
DAFTAR PUSTAKA

http://2.bp.blogspot.com/_jN3Pnd5Ddt8/SwrZe44GtnI/AAAAAAAAAMc/JP7o8Hw_F7g/s
1600/1.jpg

http://2.bp.blogspot.com/-
n21fWQJD970/VJWecvt_NjI/AAAAAAAABgc/3oBYOA9q4gA/s1600/metode%2Bpolar1.
jpg

http://solusiindustri.com/wp-content/uploads/2017/09/theodolite.jpg

https://3.bp.blogspot.com/-
c64mEmWj_58/WN26ST8jH_I/AAAAAAAAAIA/sbu4MCwo9Aw_w2Z28e4hBDSpYbTij
8KxwCLcB/s1600/hgf.png

http://1.bp.blogspot.com/-W2vf2tsfCkM/Ud5HK6tWNQI/AAAAAAAAAIM/yn6uavy1j-
Y/s1600/4.png

https://image.slidesharecdn.com/iuw-2pengetahuanalat-131015182815-phpapp02/95/iuw-2-
pengetahuan-alat-13-638.jpg?cb=1381861857

https://fairuzelsaid.files.wordpress.com/2013/12/interpolasi-linier.png

Purwaamijaya, Iskandar Muda. 2008. Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 1, Jilid 2, Jilid 3.
ISBN : 978-979-060-151-2 ISBN : 978-979-060-152-9. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai