Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH LIGKUNGAN TERHADAP DENYUT JANTUNG

Daphnia sp.

Oleh :

Nama : Firli Dwi Aprilia


NIM : B1A015142
Rombongan : VII
Kelompok :4
Asisten : Sutri Handayani

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daphnia adalah Crustacea berukuran kecil yang hidup di perairan tawar, sering
juga disebut sebagai kutu air ,disebut demikian karena cara bergerak yang unik dari
organisme ini di dalam air. Ada terdapat banyak spesis (kurang lebih 400 spesis) dari
Daphniidae dan distribusinya sangat luas. Dari semua spesis yang ada, Daphnia dan
Moina yang paling dikenal, dan sering digunakan sebagai pakan untuk larva ikan
(Pangkey, 2009). Pertumbuhan populasi Daphnia sp. sangat dipengaruhi oleh
makanan yang tersedia di dalam media terutama fitoplankton. Semakin banyak
kelimpahan fitoplankton dan bahan organik yang terdapat dalam media, maka laju
pertumbuhan Daphnia sp. akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan karena
Daphnia sp. bersifat non selective filter feeder yang memakan algae uniselular dan
berbagai macam detritus organik termasuk protista dan bakteri, bahkan pada ukuran
dewasa mampu memakan crustacea dan rotifera kecil (Jadmiko, 2013).
Daphnia sp. merupakan salah satu hewan poikiloterm sehingga naik turunnya
temperatur lingkungan dapat mempengaruhi denyut atau kerja jantung. Metabolisme
hewan poikiloterm dipengaruhi oleh lingkungan, begitu juga dengan denyut
jantungnya. Dinding tubuh Daphnia sp. transparan sehingga organ-organ internalnya
akan tampak jelas di bawah mikroskop cahaya dan kerja jantungnya dapat terlihat
jelas (Susanto, 1989).
Daphnia sp. dapat digunakan sebagai uji toksisitas terhadap bahan
pencemar karena organisme ini sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan
termasuk adanya pencemaran yang diakibatkan bahan kimia seperti herbisida dengan
senyawa aktif metil metsulfuron. Daphnia sp. berpotensi sebagai bioindikator
pencemaran yang diakibatkan adanya bahan toksik di suatu perairan termasuk bahan
aktif metil metsulfuron dengan melihat rasio seks anakan jantan Daphnia sp. yang
dihasilkan (Muarif, 2014). Spesies Daphnia terjadi pada danau dan kolam di setiap
benua, di mana mereka konsisten memainkan peran ekologi yang signifikan dalam
dinamika jaringan makanan. Daphnia adalah pelagis penyaring makan zooplankter
dengan potensi laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. interaksi jaringan makanan
Daphnia, baik sebagai konsumen utama fitoplankton dan sebagai sumber makanan
utama bagi konsumen sekunder, mendefinisikannya sebagai inteructor ekologis yang
kuat. efek gabungan pada fitoplankton penggembalaan dan siklus nutrisi, bersama
dengan perannya sebagai spesies mangsa kunjungan bagi konsumen sekunder,
menyebabkan Daphnia untuk menempati posisi unik yang signifikan dalam
ekosistem pelagik dari banyak danau (Miner et al., 2012).

1.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mempelajari pengaruh temperatur
lingkungan dan zat kimia terhadap denyut jantung hewan percobaan (Daphnia sp).

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop, gelas beker,
sendok plastik, bak preparat, pipet tetes, termometer (Celcius), cavity slide, hand
tally counter, stopwatch, kertas tissue dan kamera.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Daphnia sp., air
suhu normal, air es, air panas, dan alkohol 5 %.

2.2 Cara Kerja

2.2.1. Temperatur Normal :


1. Temperatur daphnia diukur menggunakan termometer sebagai suhu normal.
2. Daphnia diletakkan kedalam cavity slide dengan menggunakan pipet tetes. Air
yang berlebihan dikeringkan dengan kertas tissue, air yang ada pada lekukan
disisakan sedikit saja sehingga daphnia akan cenderung berada pada posisi
miring dan memungkinkan untuk dilihat aksi jantungnya dengan jelas.
3. Denyut jantung daphnia diperhatikan baik-baik di bawah mikroskop dan
dihitung jumlah denyut jantungnya selama 15 detik, jangan sampai terkecoh
dengan kakinya yang bergerak dengan ritmis.
4. Daphnia dikembalikan ke dalam gelas beker.
5. Jumlah denyut jantung dicatat dan dikalikan 4 sebagai perhitungan selama 1
menit.
2.2.2. Temperatur Dingin :
1. Temperatur es batu diukur menggunakan termometer sebagai suhu dingin.
2. Daphnia diletakkan kedalam cavity slide dengan menggunakan pipet tetes. A
yang berlebihan dikeringkan dengan kertas tissue, air yang ada pada lekukan
disisakan sedikit saja sehingga daphnia akan cenderung berada pada posisi
miring dan memungkinkan untuk dilihat aksi jantungnya dengan jelas.
3. Cavity slide yang berisi daphnia ditetesi dengan air es menggunakan pipet tetes.
4. Denyut jantung daphnia diperhatikan baik-baik di bawah mikroskop dan
dihitung jumlah denyut jantungnya selama 15 detik, jangan sampai terkecoh
dengan kakinya yang bergerak dengann ritmis.
5. Daphnia dikembalikan ke dalam gelas beker.
6. Jumlah denyut jantung dicatat dan dikalikan 4 sebagai perhitungan selama 1
menit.
2.2.3. Temperatur Panas :
1. Temperatur uap air panas diukur menggunakan termometer sebagai suhu panas.
2. Daphnia diletakkan kedalam cavity slide dengan menggunakan pipet tetes. Air
yang berlebihan dikeringkan dengan kertas tissue, air yang ada pada lekukan
disisakan sedikit saja sehingga daphnia akan cenderung berada pada posisi
miring dan memungkinkan untuk dilihat aksi jantungnya dengan jelas.
3. Cavity slide yang berisi daphnia ditetesi air panas menggunakan pipet tetes.
4. Denyut jantung daphnia diperhatikan baik-baik di bawah mikroskop dan
dihitung jumlah denyut jantungnya selama 15 detik, jangan sampai terkecoh
dengan kakinya yang bergerak dengan ritmis.
5. Daphnia dikembalikan ke dalam gelas beker.
6. Jumlah denyut jantung dicatat dan dikalikan 4 sebagi perhitungan selama 1
menit.
2.2.4. Pemberian Alkohol 5% :
1. Daphnia diletakkan kedalam cavity slide dengan menggunakan pipet tetes. Air
yang berlebihan dikeringkan dengan kertas tissue, air yang ada pada lekukan
disisakan sedikit saja sehingga daphnia akan cenderung berada pada posisi
miring dan memungkinkan untuk dilihat aksi jantungnya dengan jelas.
2. Cavity slide yang berisi daphnia ditambahkan alkohol 5% secukupnya.
3. Denyut jantung daphnia diperhatikan baik-baik di bawah mikroskop dan
dihitung jumlah denyut jantungnya selama 15 detik, jangan sampai terkecoh
dengan kakinya yang bergerak dengan ritmis.
4. Daphnia dikembalikan ke dalam gelas beker.
5. Jumlah denyut jantung dicatat dan dikalikan 4 sebagi perhitungan selama 1
menit.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel Hasil Pengaruh Lingkungan dan Zat Kimia Terhadap Denyut Jantung Daphnia.
Kelom Normal Panas Dingin Alkohol
pok Suhu Denyut Suhu Denyut Suhu Denyut Konse Denyut/
(˚C) /menit (˚C) /menit (˚C) /menit ntrasi menit
1 27 152 44 216 19 192 5% 212
2 28 116 46 144 24 108 5% 176
3 27 204 45 236 19 156 5% 224
4 27 200 45 176 10 160 5% 228

Perhitungan Denyut Jantung :


1. Suhu normal (27˚C) = 50
= 50 x 4
= 200
2. Suhu panas (45˚C) = 44
= 44 x 4
= 176
3. Suhu dingin (10˚C) = 40
= 40 x 4
= 160
4. Alkohol 5% = 57
= 57 x 4
= 228
Keterangan :
1. Antena
2. Mata
3. Jantung
4. Kaki
1

4
Gambar 1. Mikroskopis Daphnia sp. Perbesaran 100x
3.2 Pembahasan

Daphnia sp. adalah sejenis zooplankton yang hidup di air tawar mendiami
kolam-kolam atau danau-danau. Daphnia sp dapat hidup di air tawar dan hidup di
daerah tropis dan sub tropis. Kehidupan Daphnia dipengaruhi oleh beberapa faktor
ekologi perairan antara lain suhu dan oksigen. Daphnia hidup pada kisaran ph cukup
besar tetapi nilai yang optimal untuk kehidupannya sukar ditentukan, lingkungan ph
yang netral dan relative basah yaitu pada ph 1-8 baik (Susanto, 1989).
Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di
alam. Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah
subtropis. Menurut Pennak (1989), klasifikasi Daphnia sp. adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Branchiopoda
Divisi : Oligobranchiopoda
Ordo : Cladocera
Sub ordo : Eucladocera
Famili : Daphnidae
Genus : Daphnia
Spesies : Daphnia sp.
Daphnia sp. mempunyai suatu badan yang terdiri dari kepala dan belalai. Antena
pada Daphnia sp. adalah alat penggerak utama. Daphnia sp. akan berganti bulu pada
waktu tertentu dan mengganti kulit eksternalnya (Priyambodo & Wahyuningsih,
2002). Daphnia memiliki fase seksual dan aseksual. Pada kebanyakan perairan
populasi Daphnia lebih didominasi oleh Daphnia betina yang bereproduksi secara
aseksual. Pada kondisi yang optimum, Daphnia betina dapat memproduksi telur
sebanyak 100 butir, dan dapat bertelur kembali setiap tiga hari. Daphnia betina dapat
bertelur hingga sebanyak 25 kali dalam hidupnya, tetapi rata-rata dijumpai Daphnia
betina hanya bisa bertelur sebanyak 6 kali dalam hidupnya. Daphnia betina akan
memulai bertelur setelah berusia empat hari dengan telur sebanyak 4 – 22 butir. Pada
kondisi buruk jantan dapat berproduksi, sehingga reproduksi seksual terjadi. Telur-
telur yang dihasilkan merupakan telur-telur dorman (resting eggs). Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan hal ini adalah kekurangan makanan, kandungan oksigen
yang rendah, kepadatan populasi yang tinggi serta temperatur yang rendah (Pangkey,
2009).
Jantung Daphnia sp. berupa kantung berbentuk pelana terletak di dalam thorax
sebelah dorsal. Jantung terikat pada dinding sinus pericardii dengan perantara
sejumlah logamenta. Sistem vaskuler dari Daphnia sp. ialah terbuka, jantung
memompa darah ke seluruh bagian tubuh dan menghisapnya kembali melalui
lubang-lubang yang dilengkapi valva. Tiga pasang lubang yang dilengkapi dengan
valva disebut ostia, memungkinkan darah masuk kembali dari sinus melingkarnya.
Memiliki 5 pasang kaki yang menyerupai lembaran daun. Gerakan kaki
menyebabkan timbulnya aliran air yang membawa partikel-partikel makanan dan
oksigen. Jantungnya terdapat pada sisi dorsal, denyut jantung cepat dan memiliki
sepasang ovaria di kanan-kiri, saluran pencernaan di thorax (Radiopoetro, 1977).
Denyut jantung Daphnia memiliki kecepatan sekitar 120 kali per menit pada
kondisi normal. Kecepatan ini bertambah atau berkurang tergantung kondisi yang
mempengaruhinya. Denyut jantung Daphnia akan lebih cepat pada siang hari,
kerapatan populasi rendah, saat pertama kali mencapai matang seksual, kenaikan laju
metabolisme dan pemberian rangsangan dalam berbagai variasi kondisi (Barnes,
1963).
Menurut Watterman (1980), kerja jantung Daphnia dipengaruhi oleh faktor
ekstenal (suhu dan zat kimia) dan faktor internal (hewan betina yang sedang
mengerami telurnya denyut jantung cepat). Susanto, (1989) menambahkan ada
beberapa faktor yang mempengaruhi fisiologi atau denyut jantung, diantaranya
adalah :
1. Faktor kimiawi yang meliputi ion adrenalin, karbondioksida serta pengaruh zat
kimia lain dimana semakin tinggi konsentrasi semakin naik frekuensi denyut
jantungnya.
2. Temperatur dimana akan mempengaruhi denyut jantung, dimana denyut jantung
akan naik seiring dengan naiknya temperatur tubuh.
3. Hewan kecil mempunyai denyut cepat dari pada hewan besar.
4. Hewan muda frekuensinya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hewan
tua. Hal tersebut karena ukuran tubuh hewan muda lebih kecil dan pengaruh
hambatan berkurang.
Barnes, (1963) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
frekuensi denyut jantung Daphnia adalah sebagai berikut :
1. Denyut jantung lebih cepat pada siang hari.
2. Kenaikan kecepatan metabolisme menstimulir jantung untuk bekerja lebih cepat.
3. Umur dan ukuran yang besar cenderung mempunyai denyut jantung yang
lambat.
4. Denyut jantung cenderung bertambah dengan kenaikan temperatur dalam
lingkungan yang normal.
5. Keadaan yang gelap akan membuat denyut jantung menurun.
6. Penambahan zat kimia seperti alkohol menyebabkan denyut bertambah.
7. Hewan betina yang membawa telur/anaknya dalam kantong pengeraman akan
menyebabkan kecepatan denyut jantungnya akan bertambah.
8. Pada saat pertama masak seksual denyut jantung akan semakin bertambah cepat.
Berdasarkan data hasil pengamatan rombongan VII, diketahui bahwa denyut
jantung Daphnia kelompok 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut dengan perlakuan suhu
normal berkisar antara 27˚C - 28˚C selama 1 menit adalah 152, 116, 204 dan 200.
Perlakuan suhu dipanaskan berkisar 44˚C - 46˚C selama 1 menit adalah 216, 144,
236 dan 176. Perlakuan suhu dingin berkisar antara 10˚C - 29˚C selama 1 menit
adalah 192, 108, 156 dan 160. Perlakuan ditambahkan larutan alkohol 5% selama 1
menit adalah 212, 176, 224 dan 228. Hasil denyut jantung Daphnia ini meningkat
seiring dengan bertambahnya suhu air tempat hidupnya. Menurut Soegiri (1988),
bahwa semakin tinggi suhu lingkungan tempat hidup Daphnia maka semakin cepat
denyut jantungnya.
Menurut Zahidah (2012), pada lingkungan dengan suhu tinggi akan
meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi meningkat dan
berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia. Rata-rata denyut jantung
Daphnia pada suhu panas kurang lebih 240 denyut per menit. Frekuensi detak
jantung jantung Daphnia akan semakin menurun apabila ditempatkan pada
lingkungan dengan suhu rendah dan akan semakin meningkat seiring dengan naiknya
suhu lingkungan. Hal tersebut karena Daphnia merupakan hewan air yang aktivitas
metabolismenya dipengaruhi oleh lingkungan luas. Begitu juga dengan frekuensi
denyut jantung. Suhu yang rendah akan mengakibatkan aktivitas metabolisme turun
akan mengakibatkan denyut jantung juga lambat karena sedikit menyuplai kebutuhan
oksigen untuk proses tersebut (Kimball, 1992).
Senyawa toksik menyebabkan seluruh sistem jaringan tubuh dalam Daphnia
mengalami gangguan dan alkohol merupakan senyawa toksik bagi Daphnia. Alkohol
akan menyebabkan seluruh sistem jaringan dalam tubuh Daphnia mengalami
kerentanan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah. Alkohol
akan merangsang saraf simpatik sehingga kerja jantung menjadi terpacu dan menjadi
lebih cepat (Watterman, 1980). Pemberian zat-zat kimia dalam saluran ekstraseluler
dapat menyebabkan kematian. Hasil percobaan denyut jantung Daphnia yang diberi
alkohol menunjukkan peningkatan dari denyut normal. Zat kimia yang mampu
mengurangi frekuensi denyut jantung seperti alkohol, asetilkolin dan morpin.
Pemberian obat-obatan ini akan menyebabkan penurunan aktifitas jantung (Schmidt
and Nielsen, 1990).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :


1. Denyut jantung Daphnia sp. akan semakin cepat ketika suhu semakin tinggi dan
akan semakin lambat ketika suhu semakin rendah. Penambahan zat kimia
(alkohol) akan mengakibatkan denyut jantung Daphnia sp. cepat dan lama
kelamaan akan menurun.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung Daphnia sp. terdiri dari faktor
internal dan eksternal seperti ukuran tubuh, temperatur, zat kimia ukuran serta
ketika membawa anaknya.
DAFTAR REFERENSI

Barnes, R. D. 1963. Invetebrata Zoology. London, Sounders Company.

Jadmiko, D. 2013. Pertumbuhan Populasi Daphnia sp. Pada Media Budidaya


Dengan Penambahan Air Buangan Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus). Vol (13): 57-63.

Kimball, J. W. 1992. Biologi II. Jakarta, Erlangga.

Miner, B.E., Meester, L.D., Pfrender, M.E., Lampert W., and Hairston, N.G. 2012.
Linking Genes to Communities and Ecosystems: Daphnia as an Ecogenomic
Model. Journal The Royal Society. Hal 1-12.

Muarif, H. Q., Wijayanti, H. 2014. Toksisitas Metil Metsulfuron Hubungannya


dengan Maskulinitas Copeda Daphnia sp. Jurnal Ilmu Perikanan dan
Sumberdaya Perairan. Vol 1: 125-130.

Pangkey, Henneke. 2009. Daphnia dan Penggunaannya. Fakultas Perikanan dan


Ilmu Kelautan. Manado, UNSRAT.

Pennak, R. W. 1989. Freshwater Invertebrates of United States. New York, The


Ronald Press Company.

Priyambodo dan Wahyuningsih. 2002. Budidaya Pakan Alami untuk Ikan. Panebar.
Jakarta, Swadaya.

Radiopoetro. 1977. Zoologi Umum. Jakarta, Erlangga.

Schmidt-Nielsen. 1990. Animal Physiology and Enviroment. Cambridge, Cambridge


University Press.

Soegiri, N. 1988. Zoologi Umum. Jakarta, Erlangga.

Susanto. 1989. Fisiologi Ikan. Jakarta, Rineka Cipta.

Waterman, H. T. 1980. The Physiology of Crustaceae. New York, Academy Press.

Zahidah, Gunawan, W., dan Subhan, U. 2012. Pertumbuhan Populasi Daphnia sp.
yang Diberi Pupuk Limbah Budidaya Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk
Cirata yang Telah Difermentasi EM4. Jurnal Akuatika, Vol III(1): 84-94.

Anda mungkin juga menyukai