NIM : 03031381621087
Shift : Kamis (13.00-16.00 WIB)
Kelompok :4
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh jumlah penmbahan HCl terhadap kualitas chitosan
yang dihasilkan.
2. Mengetahui pengaruh pemanasan dalam pembuatan chitosan.
3. Mengetahui parameter proses apa saja yang mempengaruhi kualitas
chitosan.
1.4. Manfaat
1. Meningkatkan pemanfaatan limbah cangkang udang.
2. Memberikan alternatif sumber chitosan.
3. Meningkatkan optimasi proses pembuatan chitosan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitin
Kitin adalah senyawa karbohidrat yang termasuk dalam polisakarida,
tersusun atas monomer-monomer asetil glukosamin yang saling berikatan dengan
ikatan 1,4 beta membentuk suatu unit polimer linier yaitu beta-(1,4)-2-asetamido-2-
deoksi-D-glukosa. Analisis dengan Sinar X mengindikasikan bahwa struktur kitin
mirip dengan selulosa. Perbedaan kitin dan selulosa terletak pada adanya gugus 2-
asetil amino pada unit glukosa. Derajat deasetilasi kitin terhadap kitosan biasanya
berkisar antara 70-100% tergantung penggunaannya. Spesifikasi kitosan untuk
kualitas teknis mempunyai derajat deasetilasi sekitar 85%, untuk kualitas makanan
derajat deasetilasinya sekitar 90%, sedangkan untuk kitosan berkualitas farmasetis
derajat deasetilasinya mencapai sekitar 95% (Pujiastuti, 2001).
pada cangkang. Tahap ini dilakukan dengan menambahkan NaOH pada konsentrasi
rendah sehingga terbentuk Na-proteanat yang larut dalam air. Tahap demineralisasi
dilakukan untuk memurnikan kitin dari mineral-mineral yang terkandung dalam
cangkang. Tahap ini dilakukan dengan menambahkan HCl encer (Suhardi, 1993).
Kitin secara komersial umumnya diekstraksi dari kulit udang dan cangkang
kepiting yang diperoleh dari limbah industri pengolahan. Proses ekstraksi kitin dari
kulit udang dan cangkang kepiting secara kimia merupakan proses yang relatif
sederhana. Ada beberapa metode dasar ekstraksi kitin yang banyak dikembangkan
dalam berbagai penelitian, seperti metode Hackman, Whistler dan BeMiller,
Horowitz, Roseman, dan Blumenthal, Foster dan Huckman, Takeda dan Katsuura,
Broussignac. Sedangkan metode dasar deasitelasi kitin menjadi kitosan antara lain
Metode Horowitz, Horton dan Lineback, Rigby, Wolform dan Shen-Han, Maher,
Fujita, Peniston dan Johnson (Muzzarelli dalam Noviary, 2010). Kitin yang terdapat
pada cangkang masih terikat dengan protein, CaCO3, pigmen, dan lemak.
Berbagai teknik dilakukan untuk memisahkannya, tetapi pada umumnya
melalui dua tahapan yaitu demineralisasi dengan HCl encer dan deproteinisasi
dengan NaOH encer. Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya
terbatas. Namun dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin
yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan
yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Modifikasi kitin telah banyak
dilakukan bukan hanya dengan cangkang udang namun dengan bahan lainnya.
Proses ekstraksi kitosan dimulai dengan mencuci kulit udang dengan air
tawar bersih. Selanjutnya dihancurkan dengan blender, untuk kemudian dilakukan
deproteinasi menggunakan larutan alkali seperti NaOH 0,5 N sambil dipanaskan,
dan disaring. Residu berbentuk padatan selanjutnya dicuci dengan aquades, untuk
memasuki proses demineralisasi menggunakan 1 N HCl pada suhu kamar. Setelah
itu dilakukan penyaringan dan residu dicuci dengan aquades. Residu kemudian
diputihkan menggunakan larutan NaOCl 0,5%, kemudian dilakukan penyaringan
dan pencucian serta pengeringan pada suhu 30-40oC selama 8-12 jam.
2.2.3 Deasetilisasi
Kitin yang diperoleh dari proses deproteinisasi tidak dapat larut dalam
sebagian besar pereaksi kimia. Untuk memudahkan kelarutannya, maka kitin
dideasetilasi dengan pelarut alkali menjadi kitosan. Setelah melalui proses
deasetilasi maka daya adsorbsi kitin meningkat dengan bertambahnya gugus amina.
Perubahan kitin menjadi kitosan dapat dilakukan secara enzimatis dan kimiawi.
Biasanya kitosan dibuat dengan proses deasetilasi dari kitin kepiting dan udang
halus. Proses ini dilakukan pada kombinasi yang berbeda dari suhu (80-140oC)
selama 10 jam dengan menggunakan larutan natrium atau kalium hidroksida 30-60%
hingga didapatkan kondisi terbaik (Synoweiecky dan Al-Khateeb, 2003).
Proses deasetilasi kimiawi dilakukan untuk menghilangkan gugus asetil
kitin melalui perebusan dalam larutan alkali konsentrasi tinggi. Larutan NaOH 40%
dalam proses deasetilasi kitin, pada suhu 70oC selama 6 jam menghasilkan kitosan
dengan derajat deasetilasi 92%. Derajat deasetilasi kitosan tergantung dari
konsentrasi alkali yang digunakan, lama reaksi, ukuran partikel kitin dan berat jenis.
Makin tinggi konsentrasi alkali yang digunakan, maka akan semakin baik untuk
proses. Beberapa variasi deasetilasi dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.
asetat maka akan terbentuk serat tenun yang potensial untuk industri tekstil. Pada
kerajinan batik, pasta kitosan dapat menggantikan lilin malam (wax) sebagai media
pembatikan. Jika kitin dilarutkan dalam larutan dimetil asetamida, maka dari larutan
ini dapat dibuat film untuk berbagai kegunaan. Pada industri film untuk fotografi,
penambahan tembaga kitosan dapat memperbaiki mutu film yaitu untuk
meningkatkan fotosensitivitas dari hasil fotografi (Damanik, 2008).
2.3.3 Bidang Industri Fungisida
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin.
Jika Kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan
mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan juga dapat disemprotkan
langsung pada tanaman. Misalnya larutan 0,4% kitosan jika disemprotkan pada
tanaman tomat dapat menghilangkan virus tobacco mozaik.
2.3.4 Bidang Industri Kosmetik
Kini telah dikembangkan produk baru sampo kering mengandung kitin
yang disuspensi dalam alkohol. Termasuk pembuatan losion dan sampo cair yang
mengandung 0,5-6 % garam kitosan. Sampo ini mempunyai kelebihan dapat
meningkatkan kekuatan dan berkilaunya rambut, karena adanya interaksi antara
polimer tersebut dengan protein-protein yang menyusun rambut.
2.3.5 Bidang Industri Pengolahan Pangan
Karena sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka
keduanya dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin kitin
jika ditambahkan pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan volume roti
tawar yang dihasilkan. Selain itu juga sebagai pengental dan pembentuk emulsi
lebih baik dari pada mikrokristalin selulosa. Pada pemanasan tinggi kitin akan
menghasilkan pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita rasa.
2.3.6 Bidang Kesehatan
Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorpsi
lemak. Sifat ini sangat potensial untuk dijadikan obat penurun lemak, penurun
kolesterol, pelangsing tubuh atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan juga bersifat
tidak dicernakan dan tidak diabsorpsi tubuh, sehingga lemak dan kolesterol makanan
terikat menjadi bentuk non-absortion yang tak berkalori. Tidak seperti serat alam
9
lain, kitosan mempunyai sifat unik karena memberikan daya pengikatan lemak yang
sangat tinggi. Pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4-5 kali lemak
dibandingkan serat lain. Kapasitas yang tinggi ini juga diakibatkan gugus kitosan
yang relatif bersifat basa dengan adanya gugus amino. Jumlah lemak yang diekskresi
oleh kitosan sekitar 51% sedangkan oleh pektin dan selulosa hanya mencapai 5-7%.
Kitosan tidak bisa dicerna sehingga tidak mempunyai nilai kalori. Sifat ini
sangat penting untuk produk-produk pelangsing tubuh. Tetapi tak seperti serat lain,
kitosan mempunyai daya pengikatan lemak yang sangat tinggi (absorban super)
sehingga mampu menghambat absorpsi lemak oleh tubuh. Kitosan adalah serat yang
tidak diabsorpsi sehingga bila lemak terikat dengannya akan menjadi senyawa yang
tak diabsorpsi. Hasil penelitian pada hewan percobaan menunjukkan, hewan yang
diberi makanan mengandung kitosan mampu mengekskresi lemak di kotorannya
hingga 5-10 kali serat lain. Kitosan mampu menurunkan kolesterol LDL (Low ensity
lipoprotein) sekaligus meningkatkan komposisi perbandingan kolesterol HDL (High
density lipoprotein) terhadap LDL dalam tubuh (Rismana, 2006).
Kitin dan turunannya (karboksimetil kitin, hidroksietil kitin dan etil kitin)
dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi ini
mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak
beracun, dapat disterilisasi, dan dapat disimpan lama. Kitin dan kitosan dapat
digunakan sebagai bahan pemercepat penyembuhan luka bakar, lebih baik dari yang
terbuat dari tulang rawan. Selain itu juga sebagai bahan pembuatan garam-garam
glukosamin yang mempunyai banyak manfaat di bidang kedokteran. Misalnya untuk
menyembuhkan influenza, radang usus, dan sakit tulang. Glukosamin terasetilasi
merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin sendiri bersifat toksik terhadap
sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan kolesterol liver.
Kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan, sehingga berfungsi sebagai dietary fiber
yang berguna melancarkan pembuangan sisa-sisa pencernaan.
lain untuk pengaplikasian yang sama. Beberapa diantaranya adalah kitosan sebagai
biokoagulan, adsorben, benang operasi dalam bidang medis, dan lain sebagainya.
Dengan demikian keunggulan kitosan merujuk pada keramah lingkungan dengan
berbagai macam sifat yang tidak mencemari lingkungan.
Kitosan memiliki kegunaan yang sanagat luas, tercatat lebih dari 200 jenis
penggunaannya. Di industri penjernihan air, kitosan telah banyak digunakan sebagai
koagulan. Keunggulan kitosan sebagai koagulan adalah sifatnya tidak beracun,
mudah mengalami biodegradasi, tidak mencemari lingkungan, dan mudah bereaksi
dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Dengan demikian diharapkan bahwa
koagulan yang diperoleh dari kulit udang adalah bahan yang ramah lingkungan dan
mempunyai nilai tambah yang tinggi terutama dari segi ekonomi.
Sifat khas kitosan yang lain adalah kemampuannya untuk menurunkan
kandungan LDL kolesterol sekaligus mendorong menigkatkan HDL kolesterol
dalam serum darah. Peneliti jepang menjuluki kitosan sebagai suatu senyawa yang
menunjukkan zat hipokolesterolmik yang sangat efektif. Dengan kata lain, kitosan
mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum dengan efektif dan tanpa
menimbulkan efek samping. Kitosan dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi
biomedis, seperti artificial skin, penyembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka,
obat-obatan, bahan, dan vaksin. Penggunaannya semakin pesat karena keunggulan
dalam bidang ekonomi yang dimiliki kitosan (Sarwono, 2010).
Keunggulan kitosan lainnya adalah mudah untuk dibentuk dan murah. Sifat
inilah yang melahirkan penelitian tentang penggunaan kitosan sebagai matrik
penyangga pada mobilisasi enzim protease. Salah satu metode imobilisasi enzim
adalah dengan pengikatan silang (crosslinked) menggunakan matrik penyangga.
Matrik yang digunakan selama ini seperti silika dan polimer sintetik mempunyai
harga yang mahal, oleh karena itu banyak dicari alternatif pengganti matrik yang
murah seperti CaCO3, kitin, dan kitosan. Kelebihan kitosan inilah yang dapat
digunakan sebagai matriks penyangga pada imobilisasi enzim. Enzim protease
merupakan salah satu enzim yang telah banyak diaplikasikan dalam industri pangan
sebagai katalisator. Proses ini diharapkan memberikan beberapa keuntungan
penggunaan enzim terimobil dibandingkan enzim bebasnya (Ferdiansyah, 2005).
11
13
14