Anda di halaman 1dari 12

A.

Potensi Sumberdaya Perikanan Indonesia Dan Dia-lah, Allah yang menundukan lautan
(untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu
mengekuarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur. (QS An Nahl : 14)

Dia membiarkan dua laut mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada
batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang
kamu dustakan? Dari keduanya keluar mutiara dan marjan (Ar Rahman : 19-22)

Indonesia dikaruniai oleh Allah SWT dengan wilayah perairan yang sangat luas yaitu sekitar 7,9
juta km2 (termasuk ZEEI = 2,7 juta km2 ) atau 81 % luas keseluruhan wilayah Indonesia dengan
garis pantai sepanjang 81.000 km (Direktorat Wilayah Laut dan PT Suficindo (Persero), 2000).

Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia di duga sebesar 6,11 juta ton
pertahun Sementara produksi tahunan ikan laut pada tahun 2000 mencapai 2,93 juta ton. Ini
berarti tingkat pemanfaat-an sumber daya ikan laut Indonesia telah mencapai 47, 93 %. Apabila
tingkat pemanfaatan maksimum dimungkinkan sampai dengan 90 % berarti masih tersedia
peluang pengembangan sebesar 42,07 % dari potensi sumber daya atau sebesar 2,57 ton pertahun.
Namun demikian peluang pengembangan ini tidak merata di seluruh wilayah perairan laut
Indonesia. (Boer, M et al., 2001). Selain sumberdaya perairan, Indonesia juga memiliki berbagai
sumberdaya hayati lainnya yang sangat potensial seperti potensi ekologi dan ekonomi pulau-
pulau kecil yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pulau yang ada di Indonesia sendiri
berjumlah sekitar 17.508 pulau yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar
di dunia. Kemudian potensi hutan bakau Indonesia yang merupakan ekosistem pesisir sebagai
penyangga ekosistem pantai dari gempuran ombak dan gelombang laut serta pemasok unsur hara
ke perairan laut diperkirakan sekitar 2,4 juta hektar.

Tabel 1. Potensi Perikanan Laut Indonesia

No Variabel Potensi
1 Jumlah pulau 17,508 pulau
2 Panjang pantai 81.000 km
3 Hutan bakau 2.490.035 ha
4 Perairan terotorial 3,1 juta km2
5 Perairan ZEE 2,7 juta km2
6 Potensi Lestari Ikan Laut (MSW) 6,1 juta ton pertahun

Ditunjang dengan potensi sumberdaya perikanan yang dimiliki Indonesia yang begitu melimpah
ini ternyata konstribusi sektor kelautan terhadap pendapatan negara cukup besar dan mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun di banding sector lainnya. Bedasarkan data distribusi presentase
Produk Domestik Bruto menurut Lapangan Usaha tahun 1994-1999 dapat dilihat bahwa
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, sektor kelautan mengalami kenaikan yang cukup
besar hampir meningkat 12,1 % per tahun selama kurun waktu 4 tahun seperti disajikan pada
Tabel berikut

Tabel 2. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto menurut Lapangan Usaha Tahun 1994-
1999 (dalam %) (atas harga berlaku)

No Lapangan Usaha 1994 1995 1996 1997 1998

1 Pertanian 16,72 16,12 14,83 12,89 12,62


2 Pertambangan & Penggalian 9,38 9,25 4,85 5,69 4,21
3 Manufakturing 23,30 23,86 20,91 21,02 19,92
4 Jasa-jasa 50,60 50,80 47,03 42,64 41,12
5 Kelautan - 12,38 12,31 16,55 20,06

Akan tetapi apabila dibandingkan dengan negara lain ternyata kontribusi sektor kelautan
Indonesia masih relative rendah. Di RRC misalnya, pada 1999 sektor ini telah menyumbangkan
nilai sebesar 1.846 miliar yuan (17,4 miliar dollar AS) atau sekitar 48,4 % dari PDB nasionalnya.
Amerika Serikat dengan potensi keanekaragaman hayati laut yang jauh lebih rendah
dibandingkan Indonesia, pada 1994 bisa meraup devisa dari industri bioteknologi kelautan
sebesar 14 miliar dolar. Hal ini kontradiktif sekali jika dibanding-kan dengan total nilai ekspor
produk perikanan Indonesia yang hanya mencapai 2,1 miliar dolar pada 1998.

Tabel 3. Perbandingan Kontribusi Sektor Kelautan Beberapa Negara

No Negara Panjang Pantai


(km) Luas Perairan
(km2) Kontribusi sektor kelautan terhadap GDP
(%) Nilai

1 Amerika Serikat 19.800 30 $ 28 miliar (1995)


2 Korea Selatan 2.713 37 $ 14,7 miliar (1992)
3 RRC 32.000 48,40 $ 17,4 miliar (1998)
4 Indonesia 81.000 3 juta 20,06 $ 1,89 miliar (1998)
5 Jepang 34.386 5,8 juta 54 $ 21,4 miliar (1992)

B. Fakta dan Penyebab Kemiskinan Nelayan


Berdasarkan potensi sumberdaya perikanan di Indonesia yang begitu melimpah dan peluang
peningkatan pengembangan ekonomi sektor kelautan yang masih terbuka luas, ternyata bidang
kelautan di negara Indonesia masih tertinggal jauh, hal ini dilihat dari rendahnya tingkat
pemanfaatan sumber daya dan teknologi serta yang menjadi salah satu objek pembahasan dalam
makalah ini adalah tingkat kemiskinan dan keterbelakangan nelayan yang paling parah
dibandingkan kelompok sosial lainnya, padahal bidang kelautan ini mempunyai daya serap
kesempatan kerja yang tinggi namun tetap saja produktivitas ekonominya rendah.

Ketertinggalan yang berdampak pada kemiskinan nelayan ini merupakan akibat dari adanya
persoalan-persoalan yang bersifat struktural terutama adanya kebijakan-kebijakan pemerintah
yang pada kenyataanya ternyata banyak merugikan nelayan terutama nelayan skala kecil. Jumlah
penduduk miskin saat ini di Indonesia diperkirakan telah mencapai 24 % atau 47 juta jiwa, dan
60 % di antaranya merupakan masyarakat pesisir Kemiskinan masyarakat pesisir bersifat multi
dimensi dan ditengarai disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain
kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, inftastruktur. Di samping itu,
kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan,
budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin
semakin lemah.

Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir
sebagat salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir Hal ini ditegaskan oleh Bapak
Rokhmin Dahuri pada pembahasan daftar inventarisasi masalah untuk Rancangan Undang-
Undang (RUU) Perikanan dengan Komisi III DPR-RI. Dia mengatakan bahwa kebijakan
pemerintah Indonesia yang tidak kondusif terhadap sektor kelautan dan perikanan dinilai
menyebabkan masyarakat nelayan menjadi sangat miskin dan terbelakang. Dijelaskan, secara
garis besar penyebab kemiskinan nelayan ada tiga hal yaitu faktor alam karena sumber daya
ikannya tidak ada, kultural akibat malas atau tidak bisa nabung dan struktural karena kebijakan
(policy) pemerintah yang belum kondusif terhadap nelayan dan masyarakat pesisir.

Dari ketiga faktor kemiskinan, persoalan struktural menjadi kunci permasalahan. Sebabnya,
tidak ada sense of empathy dan urgensi dari birokrasi, tidak ada pengalaman nyata para birokrat
dalam menangani masyarakat nelayan dan pesisir, serta terutama sekali jajaran birokrasi pun
masih harus bergelut untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sekitar bulan Mei kemarin di media
massa ibu kota memberitakan kasus kematian dan penangkapan nelayan Indonesia oleh aparat
keamanan Australia. Pihak Australia menganggap mereka menangkap ikan di perairannya.
Anehnya, pemerintah Indonesia tidak memiliki kepedulian sama sekali, sehingga seorang
nelayan kita meninggal dunia. Kejadian ini semakin menguatkan pendapat yang mengatakan
bahwa penyebab kemiskinan nelayan adalah kemiskinan struktural. Dengan kata lain, bagaimana
mungkin bisa mengharapkan pemerintah untuk mengembangkan kebijakan pembangunan yang
menghargai harkat dan martabat nelayan miskin.
C. Fakta Rusaknya Kebijakan Perikanan

Katakanlah :”Saiapakah yang dapat meyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang
kamu berdo’a kepada-Nya dengan berendah diri dan dengan suara yang lembut (dengan
mengatakan) : “Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami
menjadi orang-orang yang bersyukur.”(QS Al An’am : 63)

Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalam yang benar). (QS Ar Rum : 41)

Begitu banyaknya limpahan karunia dan nikmat yang Allah berikan kepada manusia yang
salahsatu diantaranya adalah sumberdaya perikanan agar manusia itu bisa memanfaatkan dan
menikmatinya. Dalam ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan laut, seringkali Allah
mengakhirinya dengan kata syukur. Hal ini menunjukkan bahwa kenikmatan berupa sumberdaya
perikanan yang Allah berikan itu patut kita syukuri, dengan demikian Allah akan memberikan
tambahan kenikmatan. Akan tetapi kadangkala manusia tidak mau bersyukur dan lupa dengan
kenikmatan tersebut sehingga azab dan bencana dari Allah-lah yang akan diperoleh seperti dalam
firman Allah :

"Dan (ingatlah juga) ketika Tuhanmu memaklumkan : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim : 7)

Salah satu wujud rasa syukur adalah dengan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya
perikanan dengan baik dan benar. Akan tetapi sebagian manusia merasa sombong dengan
membuat kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan pengelolaan simberdaya perikanan yang bukan
bersumber dari aturan-aturan Allah, sehingga yang diperoleh bukanlah kenikmatan dan
kesejahteraan tetapi sebaliknya bencana dan kesengsaraan. Maka dapat disimpulkan bahwa
penyebab kesengsaraan ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena perbuatan tangan-tangan
manusia itu sendiri. Bisa kita lihat bahwa permasalahan-permasalahan yang muncul di bidang
perikanan ternyata salah satunya merupakan dampak dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
manusia yang bertentangan dengan aturan Allah SWT. Seperti halnya dengan kebijakan-
kebijakan perikanan di bawah ini yang menjadi bahan analisa untuk dicari fakta kerusakan dan
dampak yang dihasilkannya.

c. Solusi Islam Menanggapi Rusaknya Kebijakan Perikanan

Dialah Tuhan yang menjadikan Kamu dapat berjalan di daratan(berlayar di lautan. Sehingga
apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang
ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah
angin badai, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdo’a
kepada Allah dengan mengikhlaskan keta’atan kepada-Nya semata-mata. (Mereka
berkata):”Sesungguhnya jika engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan
termasuk orang-orang yang bersyukur”. (QS Yunus : 22)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai
pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan (juga)
supaya kamu dapat mencari karunia-Nya: mudah-mudahan kamu bersyukur (QS Ar Rum :46)

Allah SWT dalam Al Quran banyak menyeru manusia untuk mengamati alam semesta termasuk
didalamnya laut agar manusia berfikir sehingga mereka bisa mengambil manfaat darinya dengan
menggunakan ilmu dan teknologi sekaligus sebagai tuntunan dalam pengelolaanya agar manusia
selalu terikat dengan aturan-aturan Allah SWT. Perlu difahami bahwa ilmu di dalam Islam
dibedakan menjadi dua yaitu ilmu yang berupa sains dan teknologi yaitu pengetahuan yang
diambil melalui cara pengamatan, percobaan/eksperimen dan penarikan kesimpulan dan ilmu
yang berupa tsaqofah yaitu pengetahuan yang diambil melalui berita-berita, talaqqiy (pertemuan
secara langsung) dan istimbath (penggalian/penarikan kesimpulan dari berita-berita tersebut).
Pembagian ini dibuat supaya manusia bisa membedakan mana ilmu-ilmu yang bersifat umum
yang bisa diambil darimanapun dan mana ilmu-ilmu yang hanya boleh dimbil ketika sesuai
dengan aturan Allah. Sepertihalnya dalam bidang pengelolaan perikanan hal-hal yang berkaitan
dengan teknik evaluasi, kajian usaha, studi lingkungan kapasitas kapal, perlindungan laut dll
adalah termasuk dalam ilmu dimana manusia boleh mengambil dan mempelajarinya dari sumber
manapun. Akan tetapi berkaitan dengan konsepsi tentang pemilikan laut, peruntukan laut,
pengelolaan laut, dan kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan adalah termasuk kedalam ilmu
yang harus diambil dari sumber Al Quran dan As sunnah.

Menanggapi kebijakan-kebijakan perikanan yang telah kita lihat ternyata berdampak pada
timbulnya berbagai permasalahan terutama kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat nelayan,
dengan jelas Islam memberikan solusi yang nyata yang apabila dilaksanakan dengan baik dan
benar sesuai dengan aturan Allah SWT akan menghasilkan suatu kemaslahatan dan
kesejahteraan. Sistem pemerintahan Islam adalah sistem Negara kesatuan, wilayah kekuasaan
Daulah Islam adalah wilayah yang satu. Potensi kekayaan seluruh wilayah negeri Islam dianggap
satu. Begitu pula pemenuhan kebutuhan rakyat akan dibiarkan secara merata untuk kepentingan
seluruh rakyat tanpa melihat daerahnya.

Jika suatu wilayah telah mengumpulkan sumber pemasukan Negara, sementara kebutuhan
daerahnya sedikit, maka wilayah tersebut akan diberi sesuai dengan tingkat kebutuhanya bukan
berdasarkan hasil pengumpulan hartanya. Seandainya ada wilayah yang pendapatan daerahnya
tidak bisa mencukupi kebutuhannya, maka Negara Islam tidak akan memaksanya agar
mengirimkan pendapatannya ke pusat. Tetapi, wilayah tersebut tetap akan diberi anggaran
belanja dari anggaran belanja Negara, sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Dengan demikian,
sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang sentralistik (terpusat).

Pemerintahan pusat mempunyai otoritas yang penuh atas seluruh wilayah negara, baik dalam
masalah-masalah kecil maupun yang besar termasuk dalam urusan pengelolaan sumberdaya
perikanan. Hasil dari pengelolaan sumberdaya perikanan di suatu daerah akan disetorkan kepada
pemerintah kemudian pemerintah akan mendistribusikannya agar terjadi pemerataan tingkat
kesejahteraan masyarakat di setiap daerah. Dengan system pemerintahan terpusat juga akan
menghilangkan benih-benih separatisme sehingga konflik-konflik antar nelayan yang merasa
wilayah kekuasaannya dilanggar tidak akan terjadi. Dalam hal pengelolaan sumberdaya
perikanan ini sistem ekonomi Islam menjelaskan bahwa ada yang disebut dengan kepemilikan
umum yaitu izin Syari’ (Allah) kepada komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan benda.
Pemilikan umum mencakup benda-benda yang oleh Allah telah dijadikan milik bersama kaum
muslimin seperti api, air, padang rumput dll. Setiap individu boleh mengambil manfaat darinya,
tetapi dilarang memilikinya.

Benda-benda yang termasuk kedalam kepemilikan umum diantaranya yaitu :


1. Sarana umum yang diperlukkan oleh seluruh kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari,
seperti sungai, danau, jalan raya

2. Harta yang keadaan asalnya terlarang dimiliki individu, seperti minyak bumi, barang tambang,
dan gas

3. Sumberdaya alam yang jumlahnya tidak terbatas seperti lautan Maka berdasarkan keterangan
diatas laut, termasuk di dalamnya air, biota laut, barang tambang dan seluruh sumberdaya hayati
yang ada didalamnya serta sarana umum yang meliputi setiap alat yang digunakan untuk
menghasilkan sumberdaya laut merupakan milik umum.

Rasulullah SAW bersabda: Masyarakat berserikat dalam tiga macam (sumber alam), yaitu air,
padang (rumput) pengembalaan dan api. (HR Abu Khurasy)

Kemudian dalam pandangan Islam, sumberdaya laut yang merupakan kepemilikan umum ini
harus dikelola hanya oleh negara dimana hasilnya harus dikembalikan sebesar-besarnya untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus
dikelola oleh negara untuk hasilnya diberikan kepada rakyat dikemukakan oleh Syekh
Taqyuddin An-Nabhani berdasarkan pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin
Hamal. Dalam hadits tersebut, Abyad diceritakan telah meminta kepada Rasul untuk dapat
mengelola sebuah tambang garam.
Rasul meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang shahabat, “Wahai
Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah
memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)” Rasulullah kemudian bersabda:
“Tariklah tambang tersebut darinya”.

Sedangkan peruntukan pemanfaatan sumberdaya laut ini adalah sebagai berikut


1. Dimanfaatkan langsung secara individual hingga batas tertentu

2. Dibelanjakan untuk pengembangan perikanan dan kelautan, serta pemilikan umum lainnya;
para peneliti, teknisi, pegawai, orang yang berjasa menemukan sumberdaya alam; pembelian
peralatan dan industri, pengeboran dan penyulingan minyak bumi dll.

3. Diberikan kepada anggota masyarakat(petani, nelayan, dsb) yang memerlukannya.

4. Kas negara
Berdasarkan keterangan diatas jelas bahwa pengelolaan sumberdaya laut dan perikanan
diserahkan kepada negara, negara tidak seharusnya kemudian mengeluarkan kebijakan
pemberian izin terhadap pihak asing untuk mengelolaanya atau bekerjasama dengan pihak asing
dengan sebagian hasil tangkapannya dibawa ke luar negeri. Sehingga peluang pencurian ikan
oleh kapal-kapal asingpun semakin kecil. Akan tetapi apabila kita tinjau ulang maraknya
aktivitas pencurian ikan atau yang disebut illegal fishing ini bukan hanya disebabkan oleh
kebijakan tersebut.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu :

(1) Rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan, tidak sebanding dengan kemampuan
pengawasan yang ada saat ini serta terbatasnya kemampuan sarana dan armada pengawasan di
laut,
(2) Masih lemahnya penegakan hukum dan lemahnya koordinasi dan komitmen antar aparat
penegak hukum. Oleh karena itu dalam pemecahan permasalah ini tidak bisa dilihat dari satu
aspek saja tetapi harus secara menyeluruh. Misalnya adanya penunjang dari sisi dana dan
teknologi untuk menghasilkan suatu pengawasan yaing baik dan ketat di seluruh perairan yang
termasuk wilayah suatu negara. Di luar itu ada beberapa hal yang bisa menjadi bahan
pertimbangan guna menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas, diantaranya yaitu

1.Menghapus kebijakan pemberian izin kapal asing untuk melakukan penangkapan ikan di
wilayah negara, karena dengan adanya kebijakan tersebut memperbesar peluang terjadinya
pencurian ikan.
2.Memperjelas batas wilayah perairan negara karena setiap negara pasti memiliki wilayah yang
didalamnya dijadikan tempat untuk menjalankan kedaulatannya dan segala kegiatannya secara
terus menerus. Hal ini dilakukan dengan jalan mengadakan perjanjian dengan negara lain (negara
kufur) tetapi bersifat sementara tidak tetap, atau dalam perjanjian bertetangga baik dan tidak
saling mengganggu dengan negara lain.

3.Penegakan hukum dan sanksi yang tegas oleh negara bagi pelaku illegal fishing, sesuai dengan
hukum yang sudah disepakati dengan negara tetangga yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam.

Walaupun kapal asing dengan skala besar dilarang untuk menangkap ikan di wilayah yang
bukan bagian dari negaranya akan tetapi penangkapan ikan dalam skala kecil diperbolehkan bagi
nelayan-nelayan di suatu Negara. Dalam Islam kepemilikan seseorang atas suatu benda atau
harta salahsatunya disebabkan seseorang tersebut melakukan aktivitas bekerja. Salah satu
aktivitas yang dikatagorikan bekerja adalah berburu. Berburu ikan, mutiara, batu permata, bunga
karang serta harta yang diperoleh dari hasil buruan laut lainnya, maka harta tersebut adalah hak
milik orang yang memburunya sebagaimana yang berlaku dalam perburuan burung dan hewan-
hewan yang lain.

Allah SWT berfirman : Dihalalkan bagimu, binatang buruan laut dan makanan (yang berasal)
dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan, dan
diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu belum ihram. (QS Al
Maidah : 96)

Aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan dalam skala kecil ini walaupun diperbolehkan tetapi
tetap saja Negara harus memberikan aturan-aturan melalui kebijakan yang berkaitan dengan
kelestarian sumberdaya perikanan sehingga tidak terjadi penangkapan yang berlebihan yang akan
menimbulkan overfishing atau rusaknya kelestarian alam. Kebijakan yang dibuat Negara tersebut
bisa berupa penutupan musim penangkapan ikan, penutupan daerah penangkapan ikan,
selektivitas alat tangkap atau pelarangan alat tangkap ikan. Akan tetapi negara tidak berhak
untuk membuat pungutan hasil perikanan atau semacam dengan retribusi atau pajak.

Di dalam Islam tidak ada yang disebut dengan pajak yang bersifat permanen seperti konsep
pajak dalam sistem kapitalis. Dalam rangka mencukupi kebutuhan Negara dan memenuhi
tuntutan pembangunan, Islam telah menetapkan berbagai sumber pendapatan. Salah satunya
adalah dharibah, yang didefinisikan sebagai salah satu harta atau kekayaan yang dipungut oleh
pemerintah dari kaum muslimin ketika Negara dalam keadaan krisis atau terjepit
Pemungutannyapun hanya dilakukan sewaktu-waktu (temporal) misalnya ketika terjadi bencana
alam, kelaparan dll. Selain Negara memberikan kemudahan kepada nelayan dengan tidak
menarik pungutan atau retribusi, Negara juga harus memberikan kemudahan dari sisi pemberian
fasilitas yang akan memperlancar aktivitas penangkapan. Salah satunya yaitu kemudahan
mendapatkan BBM berupa solar untuk operaional kapal.

Dalam Islam BBM akan dikembalikan kedudukannya sebagai milik rakyat. Khalifah akan
menentukan harga BBM ini yang pantas untuk rakyat, bisa gratis, murah atau sedikit mahal,
yang penting terjangkau oleh semua lapisan masyarakat sehingga setiap individu bisa
mendapatkannya dengan mudah termasuk para nelayan. Oleh karena itu pemerintah
berkewajiban mengelola sumberdaya alam yang besar seperti migas, tambang, hutan, laut
ataupun yang lainnya yang menjadi milik rakyat, yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat
sehingga kesejahteraan nelayan terpenuhi.

Khatimah Dari uraian diatas, jelas sekali bahwa pemerintah harus memanfaatkan seoptimal
mungkin sumber daya laut negeri ini yang sesungguhnya sangat melimpah itu. Degradasi
pengelolaan sumberdaya alam lebih banyak disebabkan oleh kelalaian manusia dalam mengikuti
dan menerapkan kaidah-kaidah Syariat, serta keberanian manusia dalam melawan kaidah-kaidah
tsb dalam kehidupan sehari-hari.

Berbagai persoalan krusial sebagai implikasi yang timbul dari tidak diterapkannya kebijakan
yang sesuai dengan aturan yang benar yang mengatur tentang Pengelolaan sumberdaya alam,
sangat kita rasakan akibatnya hingga kini. Permasalahan berpangkal dari tidak tegaknya aturan
main regulasi penerapan dan mekanisme pengelolaan sumberdaya perikanan sebagai syarat
utama bekerjanya system aturan pengelolaan sumbedaya perikanan. Oleh karena itu harus ada
strategi baru dalam memanfaatkan sumberdaya itu.

Cukup jelaslah bahwa secara fithrah hanya kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan Syariat
Islam sajalah yang benar-benar memiliki solusi atas permasalahan kemiskinan dan
keterbelakangan nelayan.

Kesempurnaannya dalam memandang suatu permasalahan menjadikannya sebagai satu-satunya


solusi yang sempurna dari problematika manusia.Allah SWT berfirman : “Apakah hukum
jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah
bagi orang-orang yang yakin.“(TQS. Al Maidah : 50) Wallahu‘alam bishshowab.

Perikanan Indonesia dalam Perspektif Islam

Perikanan telah menjadi bagian dari sejarah peradaban manusia sejak zaman prasejarah. Dimana
ada sungai atau air mengalir disanalah ada kehidupan manusia. Perkembangan peradaban
kemudian mengubah pola peradaban manusia dan mengubah pola pemanfaatan sumber daya
ikan oleh manusia. Dari yang sekadar untuk memenuhi kebutuhan pangan, kemudian menjadi
cara hidup dan juga kebutuhan ekonomi. Bahkan perikanan menjadi sektor terpenting pada
kehidupan sebelum masehi oleh masyarakat romawi kuno, mesir dan china.

Di Indonesia sendiri, penduduk asli yang disebut Wajak hidup secara primitif dengan cara
berburu ikan (Anonymous, 1996). Aktivitas penangkapan ikan hiu juga telah dilakukan oleh
penduduk asli Indonesia bagian timur. Pada abad ke 15 dan ke 16 masyarakat yang disebut
Bajini, Bajo, Maksar, dan Bugis merintis perdagangan tripang dan trochus.

Sebelum tahun 1900an perikanan Indonesia bersifat subsisten yang diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan pangan di wilayah pesisir dan corak perdagangan yang ada sangat terbatas. Kemudian
setelah tahun 1900an, ribuan nelayan mulai terlibat dalam industri perikanan, skalanya sudah
buknalgi subsisten tapi lebih ke arah komersial.

Indonesia adalah negara yang kaya akan limpahan sumber daya ikannya. Khusus untuk
perikanan tangkap potensi Indonesia sangat melimpah dan diharapkan mampu memperkuat
perekonomian nasional. Kekayaan alam Indonesia ini Allah berikan dengan cuma-cuma agar
dikelola dengan baik untuk kemaslahatan kehidupan masyarakat Indonesia.

‫ض ِل ِه َولَعَلَّ ُك ْم‬ ِ ‫سو َن َها َوت ََرى ْالفُ ْلكَ َم َو‬


ْ َ‫اخ َر فِي ِه َو ِلتَ ْبتَغُوا ِم ْن ف‬ َ ‫س َّخ َر ْالبَحْ َر ِلت َأ ْ ُكلُوا ِم ْنهُ لَحْ ًما‬
ُ َ‫ط ِريًّا َوت َ ْست َْخ ِر ُجوا ِم ْنهُ ِح ْليَةً ت َْلب‬ َ ‫َوه َُو الَّذِي‬
َ‫تَ ْش ُك ُرون‬

Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS. An-Nahl [16] : 14).

Allah telah menundukakkan lautan, segala kekayaan yang ada di dalamnya untuk umat manusia
agar manusia dapat mengambil manfaat berupa ikan yang segar, juga kerang sebagai perhiasan.
Termasuk dalam kemudahan manusia untuk berlayar dan mengambil karunia dari laut adalah
sebuah anugerah besar yang Allah berikan untuk kemaslahatan manusia agar manusia bisa
bersyukur.
َ ‫س َّخ َر ْالبَحْ َر ِلت َأ ْ ُكلُوا ِم ْنهُ لَحْ ًما‬
Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, ‫ط ِريًّا‬ َ ‫َوه َُو الَّذِي‬
“Dan Dialah yang menyediakan lautan supaya kamu makan daripadanya daging yang empuk...”
Di ayat ini ditarik perhatian kita tentang laut dan ikan. Keistimewaan dari daging ikan laut, yaitu
empuknya, tidak keras. Hal mengakibatkan memperbanyak usaha penangkapan ikan laut dan
memperbaiki alat-alat penangkapannya untuk menunjangnya.

ُ ‫َوت َ ْست َْخ ِر ُجوا ِم ْنهُ ِح ْل َيةً ت َْل َب‬


‫سونَ َها‬

“Dan supaya kamu keluarkan daripadanya perhiasan yang akan kamu pakai dia.” Yaitu mutiara,
merjan, giwang dari lokan dan karab. Itulah barang-barang mahal yang dihasilkan dari lautan
untuk manusia.

ِ ‫َوت ََرى ْالفُ ْلكَ َم َو‬


‫اخ َر فِي ِه‬
“Dan engkau lihat kapal mengarungi padanya.” Alat pengangkutan penting yang telah ada di
dunia sejak beribu-ribu tahun yang telah lalu, mengarungi lautan menghubungkan benua dengan
benua, pulau dengan pulau, membawa manusia dari benua ke benua, sehingga ahli-ahli ilmu
pertumbuhan bangsa-bangsa (Antropologi), ahli sejarah bangsa, ahli ilmu bumi dan lain-lain
telah mencari hubungan di antara bangsa-bangsa yang sekarang berjauhan letak negerinya,
padahal satu rumpun juga bangsanya. Seumpama keturunan kaum Aria yang berasal dari daratan
tinggi Iran, menyebar ke India dan menyebar ke Eropa, sehingga dapat kita ketahui bahwa
bangsa Iran (Persia) sekarang ini adalah satu nenek dengan bangsa Inggris. Dan bangsa Aria di
Eropa adalah berasal dari Asia. Demikian juga Indian Amerika, ada kemungkinan berasal dari
bangsa-bangsa Melayu.

Lihatlah betapa berjauhan negeri itu. Mengapa orang Asia sampai ke Eropa dan orang Malaysia
(Rumpun-rumpun bangsa Melayu) sampai ke Amerika jadi orang Indian? Ialah karena hubungan
kapal sudah lama ada di dunia ini. Inilah yang melatarbelakangi pelayaran yang cukup jauh,
karena ada ikatan persamaan. Namun hal ini akan bertentangan jika berlayar untuk menangkap
ikan tidak mengindahkan batas-batas yang sudah disepakati sebagai undang-undang dalam
konteks kehidupan berbangsa dan bernegara hari ini.

َ‫ض ِل ِه َولَعَلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬


ْ َ‫َو ِلت َ ْبتَغُوا ِم ْن ف‬

“Dan supaya kamu cari karuniaNya dan supaya kamu bersyukur.”

Dalam membicarakan laut dan kekayaan ikan yang terkandung di dalamnya, mutiara dan merjan,
serta membicarakan kepentingan kapal, Tuhan di akhir ayat telah menganjurkan memakai
kesempatan mencari karunia Tuhan dengan menggunakan kapal. Bertemulah dalam ayat ini
kenyataan bahwa menjadi Muslim haruslah mempunyai kearifan hidup. Mengembaralah,
berlayarlah, berniagalah, jadi nelayanlah. Dan ujungnya? Ujungnya ialah bersyukur kepada
Tuhan.

Barulah timbul syukur setelah apa yang diusahakan berhasil. Nyata sekali dalam ayat
ini bahwasanya orang yang malas dan yang hanya terbenam dalam daerah tempat tinggalnya,
tidaklah akan mendapatkan karunia Ilahi. Allah sudah menakdirkan bahwasanya tanah daratan
itu hanyalah seperlima dari bumi, sedang yang empat perlima adalah lautan. Dengan ketangkasan
dan kecerdasan, mengembara dan gita maka akan terbuka pintu kehidupan, berhubunganlah di
antara manusia sesama manusia dari benua ke benua. Dengan demikian timbullah syukur kepada
Tuhan.

Namun belakang ini dunia perikanan dihadapakan dengan permasalahan overfishing,


baik economic overfishing maupun biological overfishing atau bahkan keduanya. Sifat tamak
manusia inilah yang membuat stok ikan semakin menipis. Padahal sumberdaya ikan ini Allah
berikan untuk seluruh umat manusia, bukan semata-mata untuk mereka yang memiliki modal
dan alat tangkap sehingga bisa mengeksploitasi besar-besaran untuk kepemtingan sendiri.

Ternyata overfishing telah terjadi sejak zaman Nabi Musa dan umatnya. Bukti ini secara eksplisit
dijelaskan dalam Alquran Surat Al-A’raf ayat 163. Ayat ini menjelaskan penduduk bani Israel
yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan yang melanggar ketentuan Allah mengenai
pengendalian perikanan. Pada masa itu kebiasaan nelayan bani Israel memasang pukat ikan
sebelum hari sabtu tiba (bani Israel memiliki larangan untuk tidak bekerja pada hari sabtu). Alat
tangkap dibiarkan selama lebih dua hari dengan harapan banyak ikan yang tertangkap ketika
malam minggu tiba (larangan bekerja sabtu sudah lewat). Jaring-jaring tersebut dan terkumpullah
banyak ikan. Pola penangkapan seperti inilah yang menyebabkan overfishing sehingga Allah
melarang mereka menangkap ikan pada hari sabtu agar terjadi pemulihan stok ikan. Dari kisah
tersebut terbukti bahwa stok ikan pulih.

Melihat kebijakan Menteri Susi dalam menangani kasus illegal fishing dengan cara
menenggelamkan kapal adalah kebijakan yang tepat, mengingat betapa banyak kekayaan milik
Indonesia yang nilainya milyaran atau bahkan triliunan. Berdasarkan laporan PBB terbaru, Asia
akan kehabisan ikan pada 2048. Apabila kebijakan yang diambil Bu Susi ini tidak dijalankan
tentu akan membahayakan perekonomian, mata pencaharian, ketahanan pangan dan kualitas
hidup masyarakat Indonesia.

Islam mengatur alam dan seisinya dengan penuh rahmatan lil alamin. Tentu dengan batas-batas
kemampuan alam (carrying capacity). Apabila konsumsi berlebih atau eksploitasi berlebih maka
stok ikan di alam juga akan habis, karena alam juga membutuhkan waktu untuk memulihkan diri
dan memproduksi ikan dalam waktu yang cukup lama. Jangan sampai perikanan yang ada di
Indonesia dieksploitasi berlebih tanpa mengindahkan aturan sehingga anak cucu kita tidak dapat
merasakan nikmatnya ikan, juga jangan mencemari habitat ikan tumbuh sehingga menghambat
pertumbuhan dan perkembangan ikan. Apalagi dengan cara-cara yang tidak dibenarkan dan
menimbulkan kerusakan habitat. Jadikanlah kisah bani Israel sebagai sebaik-baik pembelajaran.
Jangan tamak, sebab Allah tidak menyukai orang yang berlebihan lagi berbuat kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai