Anda di halaman 1dari 109

VOLUME

Pengaruh 8 , NO. Tepung


Penggunaan 2 JU L Androgynus)
Daun Katuk (Sauropus I – DESEMBER, 2013
Terhadap
Kadar Kolesterol Telur Itik Mojosari (Anas Javanica). (DiahKasmirah, YosiFenita,
UripSantoso) 77 – 86
Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) Dalam
Ransum Terhadap performan pertumbuha ayam broiler.( Septi Susanti, Johan
Setianto, Warnoto) 87 – 96
Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan
Suplementasi Tepung Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) (Gustina,
Olfa Mega, R. Saepudin) 97 – 110
Karakteristik Morfologis Dan Reproduksi Kerbau Pampangan Di Propinsi
Sumatera Selatan. (Muhakka, Riswandi dan Asep Indra M. Ali) 111 – 120
Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan
Produksi Dan Manajemen Pakan (D. Suherman2, B.P. Purwanto3, W. Manalu4,
I.G. Permana5 ) 121 – 138
Pengaruh Penambahan Tepung Ikan Sidat (Anguilla Spp) Pada Pembuatan
Tortilla Chips Terhadap Nilai Gizi, Kadar Air Dan Daya Terima Organoleptik
(Yenni Okfrianti, Kamsiah, Dirga Gusti Veli) 139 - 152
Kualitas Karkas serta Uji Organoleptik Ayam Peraskok, Ayam Buras Kampung,
dan Ayam Broiler pada Umur Potong Belah Empat (Kususiyah) 153 -158
Pengaruh Variasi Konsentrasi Tepung KedelaisebagaiBahan Pengikat terhadap
Kadar Air dan MutuOrganoleptik Nugget Ikan Gabus (Ophiocephalus sriatus)
(Yenni Ofrianti, Jamila Wati) 159-168
Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging dengan Sistem Kemitraan
Berbeda di Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten Bone (Analysis of Broiler
Breeders Income with Different Partnership System in Bone Regency, District
Tellusiattinge) (S. N. Sirajuddin, V. S Lestari, dan M.Nizam) 169 - 175

107 – 114
ISSN 1978 - 3000

JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA


(Indonesia Animal Science Journal)

Dewan Redaksi
Ketua Dr. Ir. Rustama Saepudin, MSc.
Dr. Irma Badarina, SPt, MP.
Reviewer 1. Prof. Dr. Ir. Urip Santoso, MSc
2. Prof. Dr.agr. Johan Setianto
3. Dr.Ir. Yosi Fenita, MP
4. Dr. Ir. Dwatmadji, MSc
5. Heri Dwi Putranto, SP.t, MS.c, Ph.D
6. Dr. Ir. Bieng Brata, MP
7. Dr. Ir. Dadang Suherman, MS.i
8. Dr. Ir. Basyarudin Zain, MP

Penyunting 1. Ir. Hidayat, MSc


2. Ir. Desia Kaharuddin, MP
3. Ir. Sutriyono, MS
4. Ir. Warnoto, MP
5. Ir. Kususiyah, MS
6. drh. Tatik Suteky, MS.c
7. Ir. Siwitri Kadarsih, MS
8. Ir. Tris Akbarillah, MP
9. Ir. Edi Sutrisno, MS.c

Administrasi dan Distribusi Suharyanto, SP.t, MS.i


Jarmuji, S.Pt., M.Si.
Gema Pertiwi, S.E.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia adalah majalah ilmiah resmi yang dikeluarkan
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, sebagai
sumbangannya kepada pengembangan ilmu Peternakan yang diterbitkan dalam
Bahasa Indonesia dan Inggris yang memuat hasil-hasil penelitian,telaah/tinjauan
pustaka, kasus lapang atau gagasan dalam bidang peternakan.
Jurnal Sain Peternakan Indonesia (ISSN 1978 – 3000) dalam satu tahun terbit dua
kali (Januari-Juni dan Juli -Desember). Edisi khusus dalam Bahasa Inggris dapat
diterbitkan apabila perlu. Redaksi menerima tulisan di bidang peternakan yang
belum pernah dipublikasikan.

Alamat Redaksi : Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian UNIB.


Jalan W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
Telp (0736) 21170 pst 219.
e-mail : jspi@unib.ac.id dan jspiunib@yahoo.com
Terbit Pertama Kali : Juni 2006
Harga langganan Rp. 200.000,- per tahun belum belum termasuk ongkos kirim
ISSN 1978 - 3000

EDITORIAL
Salam Redaksi

Jurnal Sain Peternakan Indonesia (JSPI) telah berusia 8 tahun dan tercermin dari

volume edisi ini, yaitu volume 8 no 2. Usia 8 tahun adalah relatif muda untuk dikatakan

sudah mapan, tetapi JSPI senantia berusaha untuk tampil dengan sebaik-baiknya.

Pada volume ini, kembali JSPI menampilkan berbagai artikel ilmiah bidang

peternakan, mulai dari aspek fisiologis, produksi, nutrisi, pemuliaan, teknologi hasil,

dan aneka hewan potensial, termasuk kajian pada aspek sosial ekonominya. Khusu

pada edisi ini dimuat tanggapan terhadap artikel berjudul “Pengaruh Suplementasi

Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium dan Oviduk Serta Tampilan Produksi Telur

Ayam Burgo” pada JSPI Vol 6 No. 2 halaman 103-114. Tanggapan ini diperlukan

sebagai ajang diskusi untuk mendapatkan informasi ilmiah yang dibutuhkan.

Artikel yang ada telah melewati proses telaah dan editing, namun demikian masukan

dari pembaca masih sangat diperlukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Akhirnya, semoga artikel yang disajikan ini semakin memberikan wahana baru dalam

pengembangan keilmuan bidang peternakan dan bermafaat bagi pengembangan

bidang peternakan itu sendiri.

Selamat membaca

Redaksi
ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia


(Indonesia Animal Science Journal)

Volume 8 No 2. Juli – Desember 2013

DAFTAR ISI
Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Katuk (Sauropus Androgynus)
Terhadap Kadar Kolesterol Telur Itik Mojosari (Anas Javanica).
(DiahKasmirah, YosiFenita, UripSantoso) 77 – 86
Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn)
Dalam Ransum Terhadap performan pertumbuha ayam broiler.( Septi
Susanti, Johan Setianto, Warnoto) 87 – 96
Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan
Suplementasi Tepung Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn)
(Gustina, Olfa Mega, R. Saepudin) 97 – 110
Karakteristik Morfologis Dan Reproduksi Kerbau Pampangan Di Propinsi
Sumatera Selatan. (Muhakka, Riswandi dan Asep Indra M. Ali) 111 – 120
Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan Kemampuan
Produksi Dan Manajemen Pakan (D. Suherman2, B.P. Purwanto3, W.
Manalu4, I.G. Permana5 ) 121 – 138
Pengaruh Penambahan Tepung Ikan Sidat (Anguilla Spp) Pada Pembuatan
Tortilla Chips Terhadap Nilai Gizi, Kadar Air Dan Daya Terima
Organoleptik (Yenni Okfrianti, Kamsiah, Dirga Gusti Veli) 139 - 152
Kualitas Karkas serta Uji Organoleptik Ayam Peraskok, Ayam Buras
Kampung, dan Ayam Broiler pada Umur Potong Belah Empat
(Kususiyah) 153 -158
Pengaruh Variasi Konsentrasi Tepung KedelaisebagaiBahan Pengikat
terhadap Kadar Air dan MutuOrganoleptik Nugget Ikan Gabus
(Ophiocephalus sriatus) (Yenni Ofrianti, Jamila Wati) 159-168
Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging dengan Sistem
Kemitraan Berbeda di Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten Bone (Analysis
of Broiler Breeders Income with Different Partnership System in Bone
Regency, District Tellusiattinge) (S. N. Sirajuddin, V. S Lestari, dan
M.Nizam) 169 - 175

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 |77


ISSN 1978 - 3000

Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Katuk (Sauropus Androgynus)


Terhadap Kadar Kolesterol Telur Itik Mojosari (Anas Javanica)
Effect of Katuk (Sauropusandrogynus) Meal Supplementation On Egg Cholesterol
Level Of Mojosari (Anas Javanica)

Diah Kasmirah, Yosi Fenita, Urip Santoso

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu


Jalan W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A
Email: diah.kasmirah@yahoo.co.id

ABSTRACT

The aim of this study was to evaluate the effect of different levels of Katuk
(Sauropus androgynus) meal supplementation on egg cholesterol of Mojosari ducks.
The research was conducted from 23rd July to 17th September 2012. A total of 36
Mojosari ducks was assigned to completely randomized design. The experimental
animals were distributed into four treatment groups as follows: R0 (diet without
katuk leaf meal), R1 (diet + 2,5% katuk leaf meal), R2 (diet + 5% katuk leaf meal), R3
(diet + 7,5% katuk leaf meal) with three replication (nine ducks each). The results
showed that katuk meal supplementation with levels of 2,5%, 5% and 7,5% which
were mixedinto ration reduce egg yolk weight and egg cholesterol level. The result
analysis of ANOVA showed that katuk meal supplementation had significantly
reduced egg yolk weight and egg cholesterol level of Mojosari ducks at the 8th week
of observation (P<0.01). Moreover, katuk (Sauropus androgynus) meal
supplementation which was mixed into ration did not significantly affect egg yolk
weight percentage. In conclusion, katuk (Sauropus androgynus) meal
supplementation up to 5% in diet reduce egg yolk weight and egg cholesterol level
of Mojosari ducks, but did not significantly affect egg yolk weight percentage.

Keywords: Mojosari ducks, egg yolk, egg cholesterol level, and Sauropus
androgynus leaf meal

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian tepung daun


katuk terhadap kadar kolesterol kuning telur itik Mojosari. Penelitian ini
dilaksanakan selama 23 Juli sampai 17 September 2012. Itik yang digunakan
sebanyak 36 ekor, terdiri atas 4 perlakuan yaitu R0 (Ransum tanpa tepung daun
katuk), R1 (Ransum + 2,5% tepung daun katuk ), R2 (Ransum + 5% tepung daun
katuk), R3 (Ransum + 7,5% tepung daun katuk), dengan 3 ulangan (Masing- masing
ISSN 1978 - 3000

ulangan terdiri dari tiga itik Mojosari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian tepung daun katuk (Saurpusandrogynus) dengan taraf 2,5%, 5%, dan 7,5%
dalam ransum menurunkan berat kuning telur dan kadar kolesterol. Hasil analisis
ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun katuk berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) menurunkan berat kuning telur pada pengamatan minggu ke
8 dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) menurunkan kadar kolesterol telur itik.
Penambahan tepung daun katuk dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap
persentase berat kuning telur. Disimpulkan bahwa pemberian tepung daun katuk
pada level ≥ 5% dalam ransum, menurunkan berat kuning telur dan kadar
kolesterol telur itik Mojosari, tetapi tidak menurunkan persentase berat kuning
telur.Kata kunci: Itik Mojosari, kuning telur, kadar kolesterol telur, tepung daun
katuk (Sauropus androgynus)

Kata kunci : Itik mojosari, kuning telur, level kolesterol telur, tepung daun
Sauropus androgynus

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 |79


ISSN 1978 - 3000

PENDAHULUAN dan stanol merupakan lemak


Itik merupakan salah satu jenis tanaman yang terdapat pada pangan
ternak unggas yang menyumbangkan yang berasal dari tanaman. Sterol
protein hewani untuk kebutuhan tanaman secara alami merupakan
masyarakat Indonesia.Hasil yang substansi yang ada dalam pangan,
diberikan diantaranya berupa daging, secara prinsip merupakan komponen
telur dan bulu.Telur memiliki protein minor dari minyak tanaman.
yang cukup tinggi dan harga yang Penggunaan tepung daun
relatif murah dibandingkan dengan katuk level 9% dalam ransum,
sumber protein dari ternak lainnya. ternyata mampu menurunkan
Konsumen dewasa ini sudah kolesterol pada telur, karkas dan hati
mulai memperhatikan mututelur pada ayam kampung (Subekti, 2003).
yang dikonsumsinya. Ada Hasil ini diduga karena adanya
kecenderungan bahwa konsumen kandungan methylpyroglutamate
lebih suka mengkonsumsi telur yang tinggi pada daun katuk (Santoso
rendah kolesterol. Telur merupakan et al, 2009) sehingga mampu
salah satu bahan pangan yang menurunkan kolesterol. Menurut
mengandung zat gizi kolesterol. pernyataan yang dikemukakan
Kolesterol yang terdapat di dalam Santoso dan Sartini (2001) yaitu
kuning telur hanya didapatkan dari dengan pemberian daun katuk dalam
hasil sintesis kolesterol didalam hati, pakanayam broiler sebagai pakan
hati mensintesis kolesterol dari asetil- tambahan mampu mengurangi
KoA. Menurut pernyataan (Safitri, akumulasi lemak tubuh sehingga
2007) bahwa telur itik mengandung kadar kolesterol karkas semakin
kolesterol sebesar 27,79 mg/g kuning berkurang.
telur. Penelitian ini bertujuan untuk
Beberapa dari hasil penelitian mengetahui pengaruh pemberian
terdahulu, bahwa (Suprayogi, 2000) tepung daun katuk dalam ransum
telah menemukan senyawa aktif yang terhadap kandungan kolesterol dalam
terkandung di dalam daun katuk telur itik Mojosari.
salah satunya yaitu senyawa sterol.
Androstan- 17- one, 3-ethyl-3- MATERI DAN METODE
hidroxy-5-alpha 17-ketosteroid Penelitian ini dilaksanakan
(kelompok keto pada C17), secara selama 8 minggu pada tanggal 23 Juli
langsung merupakan precursor atau sampai 17 September 2012, bertempat
senyawa intermediate dalam di Commercial Zone Animal
biosintesis hormon steroid. Senyawa Laboratory (CZAL) Jurusan
tersebut dapat digolongkan ke dalam Peternakan Fakultas Pertanian
fitosterol. Fitosterol terdiri dari sterol Universitas Bengkulu.

80 | Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Katuk


ISSN 1978 - 3000

Peralatan yang digunakan daun katuk yang berbeda dalam


pada penelitian ini adalah tempat ransum, yaitu:
ransum, tempat minum, timbangan R0=Ransum Kontrol (tidak
Neraca Ohaus (Triple Beam) 500 g, mengandung TDK)
timbangan duduk kapasitas 10 kg, R1=Ransum mengandung 2,5% TDK
ember, gayung, sekop, cangkul, dan R2 = Ransum mengandung 5% TDK
sapu. R3 = Ransum mengandung 7,5% TDK
Bahan yang dipergunakan Rancangan penelitian yang
pada penelitian ini yaitu 36 ekor itik digunakan adalah Rancangan Acak
Mojosari, dan berumur 49 minggu. Lengkap (RAL).
Itik yang digunakan telah mengalami Kandang yang digunakan
fase rontok bulu periode pertama, dalam penelitian ini adalah kandang
sehingga dilakukan pemaksaan sistem litter yang berukuran 80 cm x 1
rontok bulu (Force Molting). m sebanyak 12 petak dan setiap petak
Perlakuan penelitian dimulai setelah berisi 3 ekor itik yang dilengkapi
produksi mencapai 60%. Bahan tempat minum dan tempat pakan.
pakan yang terdiri dari bungkil Pakan diberikan sesuai kebutuhan itik
kedelai, tepung ikan, jagung giling, fase bertelur yaitu 170 gram/ekor/hari
CaPO4, mineral, dedak halus, tepung (Windhyarti, 1999). Diberikan dua kali
daun katuk, dan minyak Bimoli. sehari yaitu pada jam 07:00 pagi dan
Dalam penelitian ini bahan yang jam 16:30 sore, sedangkan air minum
digunakan 36 ekor itik Mojosari dan diberikan ad libitum.
bahan pakan yang digunakan yaitu Variabel yang diamati yaitu 1).
dedak halus, jagung giling, tepung Berat Kuning Telur (g/kuning telur),
daun katuk, tepung mineral, Top Mix, diukur untuk menghitung kadar
dan CaPO4. Proses pembuatan tepung kolestrol per 100 g kuning telur, di
daun katuk (TDK) dengan cara timbang setiap 2 minggu sekali selama
penjemuran daun secara langsung penelitian berlangsung dengan cara
dibawah sinar matahari. Daun katuk memisahkan kuning telur dari putih
yang telah kering digiling sampai telur dengan menggunakan timbngan
halus hingga menjadi tepung analitik. 2). Persentase Kuning Telur
kemudian dicampur dalam ransum. (%), Persentase kuning telur dihitung
Perlakuan pada penelitian ini untuk mengetahui persentase berat
menggunakan empat perlakuan kuning telur didalam sebutir telur.
dengan tiga petak ulangan, masing- Nilai persentase kuning telur didapat
masing petak menggunakan 3 ekor dari perhitungan dengan
itik. Perlakuan dibedakan menggunakan rumus berikut:
berdasarkan level pemberian tepung
Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 |81
ISSN 1978 - 3000

% Kuning telur HASIL DAN PEMBAHASAN


Berat Kuning telur
= x100%
berat telur/butir Berat Kuning Telur
Kadar Kolesterol (mg/100 g),
diukur pada minggu ke-7, ( hari ke-7 Pengaruh penggunaan tepung daun
sebelum akhir penelitian). Pada katuk dalam ransum itik Mojosari
penelitian ini proses
terhadap berat kuning telur disajikan
Pengujian kadar kolesterol
yaitu sampel dikirim ke Laboratorium pada Tabel 1
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Pengujian kadar kolesterol
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
yaitu sampel dikirim ke Laboratorium
Dilakukan berdasarkan metode
Ilmu Nutrisi dan Pengaruh
Lieberman Burchard, Nilai kolesterol
pemberian tepung daun katuk
diperoleh dari perhitungan dengan
terhadap berat kuning telur itik
menggunakan rumus sebagai berikut:
Mojosari disajikan pada Tabel 1. Hasil
1.Kolesterol(mg%)=
analisis ragam menunjukkan, bahwa
Tabel 1. Pengaruh penggunaan tepung daun katuk terhadap berat kuning telur
Perlakuan
Pengamatan R0 R1 R2 R3 SD P
-----------------------------gram-----------------
Minggu 2 19,60 21,85 20,95 18,80 1,36 ns
Minggu 4 17,63 19,13 18,75 17,38 0,85 ns
Minggu 6 18,63 20,08 19,75 18,00 0,97 ns
Minggu 8 23,21a 21,61ab 18,45bc 16,93c 0,27 P<0,01
Ket : ns: menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05), superskrip bebeda pada pengamatan minggu ke 8
menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01) R0 = ransum kontrol, R1= ransum kontrol + 2,5% Tepung Daun
Katuk (TDK), R2 ransum kontrol + 5 % TDK, R3 = ransum kontrol + 7,5% TDK.
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑥 0,4( konsentrasi pemberian tepung daun katuk
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
standar ) x
100 berpengaruh tidak nyata (P>0,05)
berat sampel
tehadap kuning telur pada
2. Kolesterol (mg/1 g kuning telur)=
mg %
pengamatan minggu 2, 4, dan 6, tetapi
= mg/1 g kuning telur berbeda sangat nyata (P<0,01) pada
100
3. Kolesterol (mg/butir telur)= mg/1 g minggu ke 8. Hasil uji lanjut DMRT
kuning telur x berat kuning telur = menunjukkan bahwa, R0 berbeda
mg/butir telur tidak nyata dengan R1 (P>0,05), tetapi
Data dianalisis menggunakkan
sidik ragam (ANOVA) dan jika R0 berbeda sangat nyata (P<0,01)
berbeda nyata dilanjutkan uji DMRT. dengan R2 dan R3.

82 | Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Katuk


ISSN 1978 - 3000

Pada penelitian ini adanya menunjukkan bahwa bobot


pengaruh pada minggu ke 8, di duga persentase kuning telur yaitu berkisar
bahwa pemberian tepung daun katuk antara 31,57-35,53%. Hasil penelitian
terhadap berat kuning telur ini menunjukkan kisaran persentase
membutuhkan waktu paling sedikit kuning telur yang ada pada Tabel 6
yaitu 8 minggu untuk bisa adalah berkisar antara 30,38- 34,60%
menurunkan berat kuning telur. Salah .
satu faktor lainnya yang
Kadar Kolesterol
menyebabkan turunnya berat kuning
telur yaitu turunnya berat telur pada Pengaruh penggunaan tepung
minggu ke 8. daun katuk dalam ransum itik
Mojosari terhadap kadar koleterol
Persentase Kuning Telur disajikan pada Tabel 3.
Pengaruh penggunaan Hasil analisis ragam
tepung daun katuk dalam ransum itik menunjukkan, bahwa pemberian
Mojosari terhadap persentase kuning tepung daun katuk berpengaruh
telur disajikan pada Tabel 2 dibawah sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar
ini. kolesterol (mg%) telur itik. Hasil uji
lanjut DMRT menunjukkan, bahwa
R0 berbeda sangat nyata (P<0,01),
lebih rendah dari pada R1 tetapi
Pengaruh penggunaan tepung berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih
daun katuk dalam ransum itik tinggi dari R2 dan R3. Sementara R2
Mojosari terhadap persentase kuning dan R3 berbeda tidak nyata (P>0,05).
telur disajikan pada Tabel 2 diatas. Hasil analisis ragam
Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa pemberian
tepung daun katuk berpengaruh
menunjukkan,bahwa pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar
pemberian tepung daun katuk kolesterol (mg/1 g kuning telur) telur
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) itik. Hasil uji lanjut DMRT
tehadap persentase kuning telur menunjukkan, bahwa R0 berbeda
terlihat pada pengamatan minggu 2, 4, sangat nyata (P<0,01), lebih rendah
6 dan 8. dari pada R1 tetapi berbeda sangat
Persentase bobot kuning telur nyata (P<0,01) lebih tinggi dari R2 dan
dalam penelitian ini tidak berbeda R3. R2 dan R3 berbeda tidak nyata
jauh dengan yang dikemukakan oleh (P>0,05).
Suryaningsih (2008), menyatakan
bahwa hasil penelitian nya
Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 |83
ISSN 1978 - 3000

Hasil analisis ragam perlakuan R2 sebesar 11,84% (13,53


menunjukkan, bahwa pemberian mg/1gr kuning telur) dan pada
tepung daun katuk berpengaruh perlakuan R3 sebesar 16,48% (12,82
sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar mg/1 g kuning telur).
kolesterol (mg/butir telur) telur itik. Hasil penelitian ini sesuai
Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan dengan hasil penelitian Nugraha
bahwa R0 dan R1 berbeda tidak nyata (2008), bahwa hasil penelitiannya
(P>0,05), R0 dan R1 berbeda sangat menunjukkan pada penggunaan
nyata (P<0,01) dengan R2 dan R3, R2 tepung daun katuk level 5 sampai 15
dengan R3 berbeda tidak nyata % dalam ransum pada itik periode
(P>0,05). layer perpengaruhsangat nyata
Kolesterol telur itik yang (P<0,01) menurunkan kadar
dihasilkan pada penelitian ini kolesterol. Kisaran nilai kolesterol
berkisar antara 12,82 – 15,35 mg/g telur itik yang dihasilkan pada
kuning telur. Untuk kadar kolesterol penelitiannya yaitu 19,92– 24,1 mg/g
mg/butir telur pada level 2,5% kuning telur.
memiliki kadar kolesterol paling Jika dibandingkan dari hasil
tinggi yaitu 385,78 mg/butir telur, penelitian yang dilakukan safitri
kemudian terjadi penurunan pada (2007) kolesterol telur itik yang
perlakuan 5% sebesar 248,15 mg/butir diberikan tepung daun beluntas
telur, dan penurunan kadar kolesterol sampai level 2% tidak berpengaruh
terendah diperoleh pada perlakuan terhadap kolesterol telur itik, dimana
7,5% yaitu 216,68 mg/butir telur. kadar kolesterol pada perlakuan
Pada penelitian ini hasil penurunan ransum kontrol sebesar 27,79 mg/g
kadar kolesterol terjadi pada kuning telur.

Tabel 3. Pengaruh penggunaan tepung daun katuk terhadap kadar kolesterol telur
Perlakuan
Pengamatan R0 R1 R2 R3 SD P
Kolesterol (mg/%) 1,54b 1,78a 1,35c 1,28c 0,22 P<0,01
Kolesterol (mg/ 1 g kuning
telur) 15,35b 17,84a 13,53c 12,82c 2,24 P<0,01
Kolesterol (mg/ butir telur) 375,86a 385,7a 248,15b 216,68b 1,43 P<0,01
Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P>0,05) R0 =
ransum kontrol, R1= ransum kontrol + 2,5% Tepung Daun Katuk (TDK), R2 ransum kontrol + 5 % TDK, R3 = ransum
kontrol + 7,5% TDK.

84 | Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Katuk


ISSN 1978 - 3000

Menurut Suprayogi (2000), tersedia untuk kolesterol menjadi


menyatakan bahwa senyawa aktif lebih sedikit(Anwar dan Piliang 1992).
yang berperan dalam penurunan
kolesterol telur lebih dari satu antara KESIMPULAN DAN SARAN
lain yaitu Fitosterol,
Kesimpulan
methylpyroglutamate, dan papaverin like
compound. Daun katuk memiliki Pemberian tepung daun katuk
senyawa aktif yang sama dengan pada level ≥ 5% menurunkan kadar
papaverin sehingga disebut dengan kolesterol telur itik Mojosari, tetapi
papaverin like compound yang tidak menurunkan persentase berat
kemungkinan memiliki efek kimia, kuning telur.
farmakologi dan efek biologi yang
menyerupai papaverin.
Dari hasil penelitian Subekti et
Saran
al. (2006) menyatakan bahwa
pemberian ekstrak daun katuk dan Perlu dilakukan penelitian
tepung daun katuk pada puyuh lanjutan pengaruh penggunaan
jepang terjadi penurunan kolesterol ekstrak daun katuk terhadap kadar
yaitu pada kuning telur, karkas dan kolesterol telur itik, karena diduga
hati Puyuh. Penurunan kolesterol senyawa aktif yang terkandung dalam
terjadi karena adanya senyawa aktif ekstrak daun katuk akan lebih lebih
fitosterol yang terdapat pada daun tinggi dari pada dalam tepung daun
katuk. katuk.
Menurut pernyataan Subekti
(2007) fitosterol merupakan zat non
absorble, tidak dapat diabsorbsi oleh DAFTAR PUSTAKA
saluran pencernaan. Fitosterol adalah Anwar, H.M. dan W.G. Piliang. 1992.
saingan dari kolesterol atau Biokimia dan Fisiologi Gizi.
berkompetisi memperebutkan asam Pusat Antar Universitas Ilmu
empedu. Kolesterol yang berasal dari Hayat. Institut Pertanian
makanan untuk dapat diabsorbsi oleh Bogor, Bogor.
dinding usus halus harus bereaksi Nugraha, A.P.D.,2008. Respon
lebih dahulu dengan asam empedu. Penggunaan Tepung Daun
Sedangkan fungsi dari fitosterol itu Katuk (Sauropus Androgynus
sendiri dalam hal ini yaitu memiliki L. Merr.) Dalam Ransum
tugas mengikat sebagian asam TerhadapKolesterol Itik Lokal.
empedu, sehingga asam empedu yang Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 |85
ISSN 1978 - 3000

Safitri, A. 2007. Komposisi Kimia Subekti, S. 2007. Komponen sterol


Telur Itik Lokal Pada Berbagai dalam ekstrak daun katuk
Level Pemberian Tepung (Sauropus androgynus L. Merr)
DaunBeluntas. Skripsi. dan hubungannya dengan
Fakultas Peternakan. Institut sistem reproduksi
Pertanian Bogor, Bogor. puyuh.Disertasi. Program
Santoso, U and Sartini. 2001. Pasca Sarjana. Institut
Reduction of fat accumulation Pertanian Bogor, Bogor.
in broiler chickens by Sauropus Suprayogi, A. 2000. Studies on the
androgynus (katuk) leaf meal Biological Effets of Sauropus
supplementation. Asian-Aust. androgynus (L.) Merr: Effects
J. Anim. Sci. 3 : 346 on Milk Production and the
350. Possibilities of Induced
Santoso, U., dan Suharyanto. 2009. Pulmonary Disorder in
Penggunaan Ekstak Saropus Lactating Sheep. Cuviller
androgynus untuk Verlag Gottingen.
Meningkatkan Efisiensi Windhyarti, S. S. 1999. Beternak Itik
Produksi dan Mutu Telur pada Tanpa Air. Penebar Swadaya,
Peternakan Ayam Arab Jakarta.
Petelur. Fakultas Pertanian.
Jurusan peternakan.
Universitas Bengkulu,
Bengkulu.
Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan
karkas ayam lokal yang diberi
tepung daun katuk dalam
ransum.Tesis.Program
Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Subekti, S. 2006. Penggunaan tepung


daun katuk dan ekstrak daun
katuk Sauropus androgynus)
sebagai substitusi ransum yang
dapat menghasilkan produk
puyuh jepang yang rendah
kolesterol.Fakultas peternakan
IPB. Bogor.

86 | Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Katuk


ISSN 1978 - 3000

Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa


Linn) Dalam Ransum Terhadap performan pertumbuha ayam
broiler

The Effect Of Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) Petal Flour In Diet On Growth
Performance Of Broiler Chicken
Septi Susanti, Johan Setianto, Warnoto

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu


Jalan W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A
Email :Septisusantipeternakan@yahoo.com

ABSTRACT

This research aims to investigate the effect of rosella (Hibiscus sabdariffa Linn)
petal flour supplementation in 18,47% protein diet on growth performance of
broiler chickens. A total ofbroiler chickens were distributed into 4 treatment groups
with 4 chickens in each group as replications. The treatmen groups were P0 (control
group), P1 (basal diet +0,5% rosella petal flour), P2 (basal diet + 1% rosella petal
flour) and P3 (basal diet +1,5% rosella petal flour). Result showed that based on the
research results, it is revealed that rosella petal flour supplementation of 0,5%, 1%,
1,5% had significantly decreased feed intake, body weight and weight gain, how
ever, the rosella petal flour supplementation of 1,5% increased feed conversion
(P<0,05)
Keyword :Supplement, broiler, performance, rosella

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performan ayam broiler yang


diberikan tambahan tepung kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) sebagai
feed supplement dalam ransum dengan kandungan protein 18,47%. Ayam yang
digunakan sebanyak 48 ekor broiler.Penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Setiap perlakuan yaitu P0 (ransum
basal), P1 (ransum basal+0,5% tepung kelopak bunga rosella), P2 (ransum basal+1%
tepung kelopak bunga rosella) dan P3 (ransum basal+1,5% tepung kelopak bunga
rosella). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung kelopak bunga
rosella 0,5%, 1% dan 1,5% nyata menurunkan konsumsi ransum, berat badan akhir,

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 87


ISSN 1978 - 3000

pertambahan berat badan tetapi penambahan tepung kelopak bunga rosella 1,5%
meningkatkan konversi ransum (P<0,05).
Kata Kunci :Feed suplement, broiler, prforman, tepung kelopak bunga rosella

PENDAHULUAN konsumsi pakannya agar suhu tubuh


Ayam broiler merupakan ayam broiler kembali pada kisaran
unggas penghasil daging sebagai normal. Konsumsi pakan yang
sumber protein hewani untuk menurun akan berakibat tidak
pemenuhan kebutuhan pangan terpenuhinya asupan nutrien yang
masyarakat. Permintaan terhadap akan berdampak pada penurunan
daging ayam semakin bertambah pertumbuhan (St-Pierre et al., 2003).
seiring dengan peningkatan Kondisi seperti ini juga menurunkan
penghasilan dan kesadaran daya tahan tubuh ayam, sehingga
masyarakat akan pentingnya asupan mengakibatkan penurunan produksi
protein hewani. Ayam broiler memiliki dan meningkatkan mortalitas.
siklus produksi lebih singkat Usaha yang dapat dilakukan
dibandingkan dengan unggas lain, agar tidak terjadi penurunan
karena mempunyai sifat genetik yang pertumbuhan pada broiler yaitu
semakin baik khususnya untuk sifat dengan menambahkan feed supplement
pertumbuhan. Ayam broiler memiliki dalam ransum broiler. Feed supplement
banyak kelebihan yaitu dalam ransum untuk memperbaiki
pertumbuhannya cepat dan efisien konsumsi, daya cerna serta daya tahan
dalam mengubah makanan menjadi tubuh ayam broiler. Feed supplement
daging (Amrullah, 2004). yang ditambahkan dalam ransum
Ayam merupakan hewan berupa feed supplement alami. Salah satu
homeotermi, artinya ayam memiliki cara yang dapat dilakukan adalah
kemampuan untuk mempertahankan pemanfaatan tanaman obat tradisional
suhu tubuhnya tetap stabil walaupun sebagai feed supplement alami, salah
suhu lingkungan berubah-ubah. Suhu satu tanaman obat tradisional tersebut
di Indonesia yang beriklim tropis dapat adalah tanaman rosella (Hibiscus
menganggu proses homeostatis dan sabdariffa Linn). Saat ini rosella
metabolisme. Apabila suhu (Hibiscus sabdariffa Linn) menjadi
lingkungan meningkat, ayam broiler begitu populer.Hal ini disebabkan
akan memperlambat proses hampir seluruh bagian tanaman ini
metabolisme dan menurunkan dapat digunakan untuk kebutuhan

88 | Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella


ISSN 1978 - 3000

pengobatan terutama untuk kebutuhannya meningkat (Sahin,


pengobatan alternatif.Selain itu rosella 2002). Berdasarkan uraian diatas
memiliki kandungan senyawa kimia bahwa rosella mengandung sejumlah
yang dapat memberikan banyak zat aktif yang secara sinergi memberi
manfaat (Mardiah et al., 2009). efek yang baik bagi kesehatan tubuh
Tanaman rosella memiliki seperti antistress, anti bakteri dan anti
manfaat yang sangat besar dalam kanker.Oleh karena itu dilakukan
menjaga kesehatan tubuh. Bunga penelitian dengan memanfaatkan
rosella mempunyai banyak kelebihan tepung kelopak bunga rosella dalam
yaitu mengandung kalsium, vitamin C, ransum untuk melihat efek terhadap
D, B1, B2, magnesium, omega-3, beta- performan ayam broiler.
caroten dan 18 asam amino esensial Penelitian bertujuan mengetahui
untuk tubuh, (Wijayanti, 2010). Setiap performan pertumbuhan ayam broiler
100 g bunga rosella mengandung 244,4 yang diberikan tambahan tepung
mg vitamin C, dengan berat yang sama kelopak bunga rosella (Hibiscus
jeruk hanya mengandung 48 mg, sabdariffa Linn) dalam ransum sebagai
belimbing hanya 25,8 mg, sedangkan feed supplement. Penambahan tepung
papaya mengandung 71 mg. Vitamin C kelopak rosella sebagai feed supplement
pada bunga rosella 3 kali lipat dari dalam ransum diharapkan mampu
anggur hitam, 9 kali lipat dari jeruk meningkatkan performan
sitrus (Mardiah et al., 2009). pertumbuhan ayam broiler.
Tingginya kandungan vitamin C
MATERI DAN METODE
bunga rosella dapat berperan dalam
Penelitian dilakukan pada
metabolisme glukoneogenesis yaitu
tanggal 4 Juni 2012 sampai 3 Agustus
suatu proses penyediaan energi selama
2012, di Zona Pertanian Terpadu
terjadinya cekaman suhu tinggi.
Fakultas Pertanian Universitas
Mekanismenya melalui
Bengkulu, Medan Baru Kota Bengkulu
pengkonversian protein dan lemak
bertempat di Laboratorium Jurusan
menjadi energi untuk produktivitas.
Peternakan Fakultas Pertanian
Ayam memiliki enzim gulonolakton
Universitas Bengkulu.
oksidase sehingga mampu mensintesis
Bunga rosela yang digunakan
vitamin C dalam tubuhnya, namun
diambil dari Zona Pertanian Terpadu
pada kondisi cekaman panas produksi
Medan Baru. Proses pembuatan tepung
vitamin C tersebut menurun, sehingga
kelopak rosella yaitu kelopak bunga

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 89


ISSN 1978 - 3000

rosella yang baru dipetik dikeringkan Rataan konsumsi ransum


dengan cara dijemur dengan sinar selama penelitian tertera pada tabel,
matahari selama ± 2-3 hari (Mardiah et hasil analisis ragam menunjukkan
al., 2009). Kelopak bunga rosella yang pemberian tepung kelopak bunga
sudah kering dipisahkan dari bijinya rosella berpengaruh nyata terhadap
dan dihaluskan sampai menjadi bubuk. konsumsi ransum broiler (P<0,05).
Penelitian ini menggunakan 48 Rataan konsumsi ransum broiler
ekor ayam broiler. Setiap ulangan selama penelitian
berisi 3 ekor ayam broiler yang Penambahan tepung kelopak
ditempatkan secara acak ke dalam 16 bunga rosella dalam ransum 0,5%, 1%
buah petak dalam kandang litter. dan 1,5% diduga menurunkan selera
Adapun rancangan yang digunakan makan (appetite) sehingga
adalah rancangan acak lengkap (RAL) mengakibatkan turunnya konsumsi
yang terbagi dalam 4 perlakuan ransum. Bila diamati dari nilai rataan
dengan 4 ulangan, yaitu : yang diperoleh dari Tabel 5 pada setiap
P0 : ransum basal perlakuan P1(1887,50), P2(1710,00), P3
P1 : ransum basal + 0,5 % tepung (1270,00) menunjukkan hasil bahwa
kelopak bunga rosella semakin tinggi level tepung kelopak
P2 : ransum basal + 1 % tepung kelopak bunga rosella yang ditambahkan
bunga rosella dalam ransum maka semakin
P3 : ransum basal + 1,5 % tepung menurunkan konsumsi ransum.
kelopak bunga rosella Rendahnya konsumsi ransum
Adapun variabel yang diamati diduga dipengaruhi oleh palabilitas
terdiri dari konsumsi ransum, berat (tingkat kesukaan) terhadap bau, rasa,
badan akhir, pertambahan berat badan, tekstur dan warna ransum yang
dan konversi ransum. Data yang diberikan. Ransum yang diberikan
diperoleh dianalisis varians dan jika pada penelitian ini dalam kondisi
berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kurang baik karena bahan-bahan yang
DMRT. digunakan dalam menyusun ransum
berkualitas rendah dan kemungkinan
menyebabkan rendahnya kandungan
HASIL DAN PEMBAHASAN
nutrisi dalam ransum. Hal ini
diperkuat dengan pendapat
Konsumsi Ransum
(Anggorodi, 1994)yang menyatakan

90 | Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella


ISSN 1978 - 3000

bahwa kandungan protein dalam berdasarkan komposisi ransum


ransum jika tidak memenuhi sebagimana tertera pada Tabel 3
kebutuhan ayam, maka pertumbuhan kandungan protein yang diharapkan
ayam akan terhambat. Menurunnya 22,54%, ternyata setelah dianalisis
konsumsi ransum menyebabkan berat laboratorium kandungan protein yang
badan dan pertambahan berat badan ada pada ransum hanya mencapai
yang diperoleh semakin rendah, 18,47% sehingga menyebabkan ayam
karena asupan nutrien (terutama mengalami kekurangan protein yang
energi dan protein) semakin sedikit. akan digunakan untuk pertambahan
Berat badan erat hubungannya dengan berat badan. Protein merupakan zat
jumlah konsumsi ransum (Bell & nutrisi utama yang berguna untuk
Weaver, 2002). Menurunnya konsumsi pertumbuhan dan pembentukkan sel-
ransum mengakibatkan rendahnya sel baru pada organ-organ tubuh.
pertambahan berat badan karena Semakin tinggi kandungan protein
konsumsi nutrien berkurang (Leeson & yang dikonsumsi, pertumbuhan yang
Summers, 1991). terjadi juga semakin besar dan
sebaliknya jika protein yang
Berat badan Akhir dikonsumsi kurang maka
Konsumsi ransum akan pertumbuhan akan terhambat
berhubungan dengan kondisi berat (Nasution, 2009), dengan protein
badan akhir. Berat badan akhir broiler rendah dan konsumsi ransum juga
selama penelitian tertera pada tabel, rendah maka kandungan nutrisi yang
hasil analisis ragam menunjukkan masuk (intake) tidak memenuhi
pemberian tepung kelopak bunga kebutuhan ayam broiler yang
rosella berpengaruh nyata terhadap menyebabkan pertumbuhan ayam
berat badan akhir broiler (P<0,05). broiler terhambat.
Ransum untuk ayam pedaging
dibedakan menjadi dua macam yaitu
Rataan berat badan akhir broiler ransum untuk periode starterdan
periode finisher. Hal ini disebabkan
Rendahnya berat badan akhir pada oleh perbedaan kebutuhan nutrien
penelitian ini dikarenakan kandungan ransum sesuai dengan periode
protein dalam ransum yang diberikan pertumbuhan ayam (Rasyaf, 2004).
tidak sesuai dengan hitungan Pada penelitian ini pemberian ransum

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 91


ISSN 1978 - 3000

dengan kandungan protein 18,47% Pemberian tepung kelopak


diberikan sejak DOC awal hingga bunga resella yang diberikan mulai
priode akhir, sehingga kebutuhan DOC awal hingga periode akhir
protein broiler tidak terpenuhi yang mengakibatkan penurunan
menyebabkan pertumbuhan ayam pertambahan berat badan semakin
menjadi terhambat. Disamping itu besar. Pada tepung kelopak bunga
penambahan tepung kelopak rosella rosella mengandung kadar antioksidan
pada perlakuan P1, P2, dan P3 juga yang tinggi yang berkemampuan
memberikan pengaruh terhadap berat memperlambat atau pun mencegah
badan akhir broiler. oksidasi molekul lain (Wijayanti, 2010).

Tabel 7. Rataan pertambahan berat badan broiler


Pertambahan berat badan (gram)
Ulangan
Perlakuan 1 2 3 4 Jumlah Rataan
a
P0 800,00 843,00 836,00 836,00 3315,00 828,75
P1 590,00 723,00 583,00 643,00 2539,00 634,75b
P2 560,00 556,00 483,00 546,00 2145,00 536,25c
P3 390,00 340,00 396,00 346,00 1472,00 368,00d
Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom rataan menunjukkan beda nyata (P<0,05).

Tabel 8. Rataan konversi ransum broiler


Konversi ransum
Ulangan
Perlakuan 1 2 3 4 Jumlah Rataan
P0 2,96 2,51 2,45 2,69 10,62 2,66b
P1 3,19 2,61 3,40 2,80 12,00 3,00b
P2 3,05 3,09 3,60 3,06 12,81 3,20ab
P3 3,36 3,94 3,13 3,44 13,87 3,47a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom rataan menunjukkan beda nyata (P<0,05).

92 | Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella


ISSN 1978 - 3000

Antioksidan yang terdapat tergantung dari kandungan asam-asam


dalam tepung kelopak bunga rosella amino esensial dan asam-asam amino
adalah vitamin C. Vitamin C berperan non-esensial yang dapat digunakan
untuk kebutuhan metabolitnya.
penting dalam proses pembakaran
Kekurangan protein dalam ransum
lemak dalam tubuh dan sebagai
dapat mengakibatkan terhambatnya
sumber energi. Menurut Ilyas (1987) pertumbuhan.
vitamin C yang dibutuhkan oleh ayam
broiler sebesar 20-150 ppm. (Mardiah Menurut Abidin (2002), faktor
et al., 2009) kelopak bunga rosella yang mempengaruhi pertambahan
berpengaruh nyata terhadap berat badan adalah konsumsi ransum.
Pendapat ini juga didukung oleh
pertambahan berat badan broiler
Ichwan (2003) yang menyatakan
(P<0,05). bahwa, secara umum penambahan
Rosella mengandung vitamin C berat badan akan dipengaruhi oleh
berkisar 244,4 mg/100gr. Sumbangan jumlah konsumsi ransum yang
vitamin C kelopak bunga rosella yang dimakan dan kandungan nutrisi yang
terdapat dalam ransum perlakuan (P1, terdapat dalam ransum tersebut. Pada
P2, dan P3) yaitu 12,22 ppm (P1), Tabel 5 konsumsi ransum berbanding
24,44ppm (P2) dan 36,66 ppm (P3). lurus dengan konsumsi zat nutrisi
Oleh karena itu perlakuan (P1, P2, dan yang masuk kedalam tubuh, karena
P3) yang mengandung tepung kelopak konsumsi ransum rendah maka jumlah
bunga rosella nyata menurunkan bobot zat nutrisi yang masuk kedalam tubuh
ayam broiler dibandingkan perlakuan juga rendah. Hal ini menyebabkan
kontrol (P0). pertumbuhan ayam terganggu. Ayam
tidak dapat tumbuh secara maksimal
Pertambahan berat badan karena zat makanan yang masuk
kedalam tubuh tidak mencukupi untuk
Rataan pertambahan berat badan proses sintesis protein dalam tubuh.
selama penelitian tertera pada tabel, Hal ini mengakibatkan pertambahan
hasil analisis ragam menunjukkan berat badan sangat rendah sekali.
pemberian tepung kelopak bunga Penambahan tepung kelopak
bunga resella dalam ransum yang
Rendahnya pertambahan berat diberikan sejak DOC awal hingga
badan juga dipengaruhi oleh priode akhir tidak berdampak positif.
kandungan protein tercerna dalam Akibatnya penurunan pertambahan
ransum, hal ini sesuai dengan berat badan semakin besar. Pada
pendapat Tilman et al. (1991) bahwa tepung kelopak bunga rosella
efisiensi penggunaan protein makanan mengandung kadar antioksidan yang

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 93


ISSN 1978 - 3000

tinggi yang berkemampuan ransumnya. Hal ini didukung oleh


memperlambat ataupun mencegah pendapat Anggorodi (1994) yang
oksidasi molekul lain (Wijayanti, 2010). menyatakan bahwa tinggi rendahnya
Antioksidan yang terdapat dalam konversi ransum sangat ditentukan
tepung kelopak bunga rosella adalah oleh keseimbangan antara energi
vitamin C. Oleh karena itu perlakuan metabolisme dengan zat-zat nutrisi
(P1, P2, P3) yang mengandung tepung terutama protein dan asam-asam
kelopak bunga rosella nyata amino. Menurut Card dan Neisheim
menurunkan bobot ayam broiler (1972) nilai konversi ransum yang
dibandingkan perlakuan kontrol (P0). tinggi menunjukkan jumlah ransum
yang dibutuhkan untuk menaikkan
berat badan semakin meningkat dan
Konversi ransum efisiensi ransum semakin rendah.

Konversi ransum selama penelitian


tertera pada tabel, hasil analisis ragam Kesimpulan
menunjukkan pemberian tepung Berdasarkan hasil penelitian
kelopak bunga rosella berpengaruh dapat disimpulkan bahwa
nyata terhadap konversi ransum ayam penambahan tepung kelopak bunga
broiler (P<0,05). rosella dalam ransum 0,5%, 1% dan
Menurut Rasyaf (2004), konversi 1,5% nyata menurunkan konsumsi
ransum yang dianggap baik untuk ransum, berat badan akhir,
ayam pedaging umur 5 minggu yaitu pertambahan berat badan broiler dan
antara 1,91 sampai 2,06, sedangkan meningkatkan konversi ransum.
rataan konversi ransum selama
penelitian P0 (2,66) P1 (3,00) P2 (3,20) Saran
dan P3 (3,47). Nilai konversi ransum Berdasarkan hasil penelitian
pada penelitian ini kurang efisien, maka dapat disarankan agar
karena nilai dari konversi ransum melakukan penelitian lebih lanjut
selama penelitian diatas 2 yang berarti dengan sistem dan metode yang lebih
bahwa ransum yang dikonsumsi lebih baik. Pemberian tepung kelopak bunga
banyak, sementara pertambahan berat rosella sebaiknya diberikan pada fase
badan rendah. Hal ini disebabkan finisher.
karena kandungan nutrisi ransum
yang dikonsumsi tidak memenuhi
kebutuhan untuk menaikkan berat
badan yang lebih tinggi.
Semakin baik mutu ransum,
maka semakin kecil pula konversi

94 | Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella


ISSN 1978 - 3000

DAFTAR PUSTAKA kesatu. Agromedia Pustaka.


Jakarta.
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Morrison, F.B. 1967. Feed and Feeding.
Produktivitas Ayam Ras The Morrison Publishing Co.
Pedaging. Agromedia Pustaka, Clinton, Iowa, USA.
Jakarta. Nasution, E. Z. J. 2009. Pemanfaatan Isi
Amrullah, I. K. 2004. Manajemen Rumen yang Difermentasi
Ternak Ayam Broiler. IPB- Dengan Probiotik sebagai
Press, Bogor. Substitrusi Bekatul terhadap
Anggorodi R. 1994. Kemajuan Performan Ayam Pedaging.
Mutakhir dalam Ilmu Makanan Universitas Airlangga.
Ayam Unggas.Penerbit Surabaya.
Universitas Indonesia Press Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam
Jakarta. Pedaging. Cetakan Keempat
Bell, D. & W. D. Weaver. 2002. Belas. Penebar Swadaya.
Commercial Chicken Jakarta.
Production Meat and Egg Sahin K. and N. Sahin. 2002. Efect of
Production. 5th Ed. Springer chromium picolinate and
Science and Business Media, ascorbic acid dietary
USA. supplementation on nitrogen
Card L. And E. Nesheim M.C. (1972): and mineral excretion of laying
Poultry Production. 11th ed. Lea hens reared in low ambient
and Febiger, PA. temperature (70C). Acta. Vet.
Ichwan, W. 2003. Membuat Pakan Ayam Brno. 71: 183-189.
Ras Pedaging. Agromedia St-Pierre, N.R., B. Cobanov, and G.
Pustaka. Jakarta. Schnitkey. 2003. Economic
Ilyas, N. N. 1987. Vitamin C losses from heat stress by US
diperlukan untuk ayam. Dalam livestock industries. J. Dairy Sci.
Majalah Ayam dan Telur, No.18 86:E52-E77.
Tahun XVIII, 27-28. Tillman, A. D., H., Hartadi, S.
Lesson, S. and J. D. Summers Reksohadiprodjo, S.
1991.Commercial Poultry Prawirokusumo dan S.
Nutrition.University Books. Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu
Guelph. Canada. Makanan Ternak Dasar.
Mardiah, Sawarni H. R. W. Ashadi. A. Cetakan Kelima.Gadjah Mada
Rahayu. 2009. Budi Daya Dan University Press.Yogyakarta.
Pengolahan Rosela Si Merah Wijayanti P. 2010. Budidaya Tanaman
Segudang Manfaat. Cetakan Obat Rosella Merah (Hibiscus
sabdariffaLinn.) Dan Peman-

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 95


ISSN 1978 - 3000

faatan Senyawa Metabolis


Sekundernya. Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Surakarta.

96 | Penambahan Tepung Kelopak Bunga Rosella


ISSN 1978 - 3000

Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan


Suplementasi Tepung Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa
Linn)
The effect of petal flour rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) as supplement on the
quality of broiler karkas
Gustina, Olfa Mega, Rustama Saepudin
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jalan W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A
Email :tina.peternakan@yahoo.com

ABSTRACT

This research to evaluate the impact of rosella petal flour (Hibiscus sabdariffa
Linn) on the quality of carcass broiler. This research used completely randomized
design of 4 treatments and 4 replicates groups. There fore the total broiler, used in
this research were is 48 broilers. The treatment consists of P0 (basal ration), P1 (basal
ration+0.5% flour petals rosella), P2 (basal ration+1% of flour petals rosella), P3
(basal ration+1.5% flour petals rosella). The results showed that giving flour petals
rosella significantly reduced weight of carcass (P< 0.05). On treatment of the P3
(331,13 g) was much lower than P2 (390,50 g), P1 (488,38 g) and P0 (606,25 g).
Treatment of the carcass weight of P2 (390,50 g) was much lower than P1 (488,38 g)
and P0 (606,25 g) and weight of carcass treatment P1 (488,38 g) was much lower
than P0 (606,25 g). On the other hard, giving rosella petal flour was not significantly
affect on the percentage of carcass (P0 59,14%, 58,84% P1, P2, and P3 59,62% 59,91%),
color of the carcass (ranging from 3.03-3.27), and meat bone ratio thighs and chest
(ranged thigh 1.96-2.63 and chest range from 1.95-3.29). Giving flour petals rosella
(Hibiscus sabdariffa Linn) reduced weight of carcass but did not affect the percentage
of carcass, carcass color, and meat bone ratio of thighs and chest.

Keyword :Supplement, carcass quality, rosella

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas karkas ayam broiler dengan
ransum protein yang menggunakan tepung kelopak bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa Linn) sebagai feed suplement. Penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan.Ayam yang digunakan sebanyak 48

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 97


ISSN 1978 - 3000

ekor broiler. Perlakuan terdiri dari P0 (ransum basal), P1 (ransum basal+0,5%


tepung kelopak bunga rosella), P2 (ransum basal+1% tepung kelopak bunga
rosella), P3 (ransum basal+1,5% tepung kelopak bunga rosella). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian tepung kelopak bunga rosella nyata (P<0,05)
menurunkan berat karkas. Pada perlakuan P3 (331,13 g) nyata lebih rendah dari P2
(390,50 g), P1 (488,38 g) dan P0 (606,25 g). Berat karkas perlakuan P2 (390,50 g) nyata
lebih rendah dibandingkan P1 (488,38 g) dan P0 (606,25 g) dan berat karkas
perlakuan P1 (488,38 g) nyata lebih rendah dari P0 (606,25 g). Namun demikian
perlakuan tersebut tidak nyata mempengaruhi persentase karkas (P0 59,14%, P1
58,84%, P2 59,62%, dan P3 59,91%), warna karkas (berkisar 3,03-3,27) dan meat bone
ratio paha dan dada (Paha berkisar 1,96-2,63 dan dada berkisar 1,95-3,29).
Pemberian tepung kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) menurunkan
berat karkas tetapi tidakberpengaruh terhadap persentase karkas, warna karkas
dan meat bone ratio paha dan dada.

Kata Kunci :Feed suplement, kualitas karkas, tepung kelopak bunga rosella

PENDAHULUAN diberikan harus memberikan nutrisi


Broiler merupakan ayam hasil yang dibutuhkan ayam, yaitu
budidaya teknologi peternakan yang karbohidrat, protein, lemak, vitamin
memiliki karakteristik ekonomi dan mineral, sehingga pertambahan
dengan ciri khas pertumbuhan yang berat badan per hari (Average Daily
cepat, sebagai penghasil daging Gain/ADG) tinggi (Prabowo, 2007).
dengan konversi pakan rendah dan Ransum adalah bahan pakan
siap dipotong pada usia relatif muda ternak yang telah diramu dan
(Priyatno, 2000). Rasyaf (2001) biasanya terdiri dari berbagai jenis
menyatakan bahwa persentase karkas bahan pakan dengan komposisi
broiler umur 5–6 minggu adalah 65– tertentu (Sudaro et al., 2007).Konsumsi
70% dari berat akhir.Kualitas karkas ransum ayam pedaging tergantung
dan daging dipengaruhi oleh faktor pada strain, umur, aktivitas serta
sebelum pemotongan dan setelah temperatur lingkungan (Wahju, 1992).
pemotongan. Faktor sebelum Formula ransum ayam broiler
pemotongan antara lain genetik, umumnya terdiri dari bahan pakan:
spesies, bangsa, tipe ternak, jenis jagung 40-50%, bungkil kedelai 25-
kelamin, umur dan pakan (Abubakar 30%, dedak/pollar 3%, bungkil kelapa
et al., 1991). Pakan sangat dibutuhkan 10%, tepung ikan/tepung daging dan
oleh ayam untuk memenuhi tulang 5%, minyak kelapa 3%, mineral
kebutuhan hidup.Pakan yang

98 | Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan Tepung Kelopak Bunga
ISSN 1978 - 3000

(limestone/dicalsiumphosphat) + 1,7 mmol/prolox lebih tinggi


vitamin 1-1,5% (Amrullah, 2004). dibandingkan dengan kumis kucing.
Pertumbuhan yang cepat pada Antioksidan yang terdapat didalam
ayam broiler biasanya diikuti pula rosella berkemampuan
dengan pertumbuhan jaringan lemak memperlambat ataupun mencegah
yang cepat pula sedangkan konsumen oksidasi molekul lain. Selain itu
lebih menyukai daging dengan tanaman rosella mengandung vitamin
kandungan lemak yang rendah C, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2,
(Soeparno, 1994). Salah satu usaha niasin, vitamin D dan 18 asam amino
untuk mendapatkan daging dengan termasuk arginin dan lisin yang
kualitas yang baik adalah dengan berperan dalam proses peremajaan sel
menambahkan feed suplement dalam tubuh (Wijayanti, 2010).
ransum broiler. Feed suplement Warna merah pada kelopak
dalam ransum ditujukan untuk bunga rosella disebabkan rosella
memperbaiki konsumsi, daya cerna mengandung pigmen antosianin yang
serta daya tahan tubuh serta dapat berfungsi sebagai
mengurangi tingkat stres pada ayam antioksidan.Flavonoid rosella terdiri
broiler. Feed suplement yang flavanols dan pigmen antosianin atau
ditambahkan dalam ransum berupa pigmen tumbuhan yang bertanggung
feed suplement alami, yang dirancang jawab menghindarkan dari kerusakan
untuk menghasilkan daging ayam sel akibat paparan sinar ultraviolet
broiler yang sesuaidengan kebutuhan berlebihan (Mardiah et al., 2009).
konsumen. Salah satu cara yang dapat Semakin pekat warna merah pada
dilakukan adalah pemanfaatan kelopak bunga rosella, rasanya akan
tanaman obat tradisional sebagai feed semakin asam dan kandungan
suplement alami, salah satu tanaman antosianin (sebagai antioksidan)
obat tradisional tersebut adalah semakin tinggi. Selain antosianin,
tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa asam askorbat (vitamin C), asam
Linn). sitrat, asam malat dan betakarotin
Tanaman rosella (Hibiscus merupakan sumber antioksidan yang
sabdariffa Linn) merupakan tanaman terdapat pada kelopak bunga rosella
semusim yang tumbuh tegak (Reindi, 2009).
bercabang yang berbatang bulat dan Menurut Setiawan (2010)
berkayu. Rosella mengandung kadar ekstrak kelopak bunga rosella
antioksidan yang tinggi terutama jika mempunyai pengaruh dalam
dikonsumsi dalam bentuk kering. menurunkan kadar gula darah tikus
Menurut Didah (2006) kandungan putih, tetapi belum ada penelitian
antioksidan pada kelopak merah tentang pemanfaatan bunga rosella
(kelopak bunga rosella), jumlahnya pada ayam broiler. Oleh karena itu

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 99


ISSN 1978 - 3000

berdasarkan hasil uraian diatas akan dipisahkan dari bijinya dan


dilakukan penelitian dengan dihaluskan sampai menjadi bubuk.
menggunakan tepung kelopak bunga Penelitian ini menggunakan 48
rosella dalam ransum ayam broiler. ekor ayam broiler. Setiap ulangan
Suplementasi tepung kelopak bunga berisi 3 ekor ayam broiler yang
rosella (H. sabdariffa Linn) pada ditempatkan secara acak ke dalam 16
ransum ayam broiler diharapkan buah petak dalam kandang litter.
berpengaruh positif pada kualitas Adapun rancangan yang digunakan
karkas ayam broiler. adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terbagi dalam 4 perlakuan
dengan 4 ulangan, yaitu :
MATERI DAN METODE P0 : ransum basal
Penelitian dilakukan selama 60 P1 : ransum basal + 0,5 % tepung
hari dengan pemeliharaan selama 40 kelopak bunga rosella
hari, dimulai tanggal 4 Juni 2012 P2 : ransum basal + 1 % tepung
sampai 3 Agustus 2012, penelitian kelopak bunga rosella
dilaksanakan di Zona Pertanian P3 : ransum basal + 1,5 % tepung
Terpadu Fakultas Pertanian kelopak bunga rosella
Universitas Bengkulu di Medan Baru.
Pengukuran variabel yang diamati HASIL DAN PEMBAHASAN
bertempat di Laboratorium Jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian Berat karkas
Universitas Bengkulu. Berat karkas diperoleh dari
Bunga rosela yang digunakan berat tubuh broiler setelah
diambil dari Zona Pertanian Terpadu pemotongan dan dikurangi dengan
Medan Baru. Proses pembuatan darah, bulu, kepala hingga pangkal
tepung kelopak rosella yaitu kelopak leher dan kaki. Rataan berat karkas
bunga rosella yang baru dipetik ayam broiler yang diperoleh selama
dikeringkan dengan cara dijemur penelitian didapat seperti terlihat
dengan sinar matahari selama ± 2-3 pada Tabel 1 berikut.
hari (Mardiah et al., 2009). Kelopak
bunga rosella yang sudah kering

100 | Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan Tepung Kelopak Bunga
ISSN 1978 - 3000

Tabel 1. Rataan berat karkas ayam broiler selama penelitian (g/ekor).

Berat karkas (g)


Perlakuan Ulangan
1 2 3 4 Jumlah Rataan ± Standar Deviasi
a
P0 633,000 591,000 612,500 637,500 2474,0 618,50
b
P1 504,000 480,000 497,500 502,500 1984,0 496,00
c
P2 392,500 395,500 389,500 406,500 1584,0 396,00
P3 334,000 358,500 315,000 332,000 1339,5 334,88 d
*
Rataan 461,34
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05) pada uji DMRT taraf 5%.
* = beda nyata
P0 = ransum bassal, P1 = ransum basal+0,5% tepung kelopak bunga rosella, P2 = ransum basal+1% tepung kelopak bunga rosella, P3 = ransum
basal+1,5% tepung kelopak bunga rosella.

Hasil analisis ragam bunga rosella pada perlakuan P3


menunjukkan pemberian tepung (334,88 g/ekor) nyata lebih rendah dari
kelopak bunga rosella berpengaruh P2 (396,00 g/ekor), P1 (496,00 g/ekor)
nyata (P<0,05) terhadap berat karkas dan P0 (618,50 g/ekor). Berat karkas
ayam broiler. Rataan berat karkas perlakuan P2 (396,00 g/ekor) nyata
ayam broiler selama penelitian adalah lebih rendah dibandingkan P1 (496,00
461 g/ekor, dengan kisaran 334,88 g/ekor) dan P0 (618,50 g/ekor) dan
g/ekor sampai dengan 618,50 g/ekor. berat karkas pada perlakuan P1
Berat karkas tertinggi yaitu sebesar (496,00 g/ekor) nyata lebih rendah dari
618,50 g/ekor terdapat pada perlakuan P0 (618,50 g/ekor).
P0 yaitu perlakuan tanpa Vitamin C berperan penting
menggunakan tepung kelopak bunga dalam proses pembakaran lemak
rosella sedangkan berat karkas dalam tubuh dan sebagai sumber
terendah terdapat pada perlakuan energi (Hery, 2009). Ayam broiler
dengan penggunaan tepung kelopak yang mengkonsumsi vitamin C dalam
bunga rosella 1,5% (P3) (Tabel 5). jumlah yang cukup dapat membakar
Hasil analisis beda rerata lemak lebih banyak sehingga
dengan menggunakan uji DMRT pada menurunkan berat karkas ayam
taraf kepercayaan 95% menunjukkan broiler. Menurut Ilyas (1987) vitamin
adanya perbedaan berat karkas yang C yang dibutuhkan oleh ayam broiler
nyata antara perlakuan yang sebesar 20-150 ppm. Sedangkan
diberikan tepung kelopak bunga kelopak bunga rosella mengandung
rosella dalam ransum terhadap berat vitamin C berkisar 260-280 mg/100g
karkas. Pemberian tepung kelopak (Anonimous, 2008). Sumbangan

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 101


ISSN 1978 - 3000

vitamin C kelopak bunga rosella yang ayam broiler selama penelitian adalah
terdapat dalam ransum perlakuan 454 g/ekor, dengan kisaran 331,13
(P1, P2, P3) yaitu 14 ppm (P1), 28 ppm g/ekor sampai dengan 606,25 g/ekor.
(P2) dan 42 ppm (P3). Oleh karena itu Berat karkas tertinggi yaitu sebesar
perlakuan (P1, P2, P3) yang
mengandung tepung kelopak bunga
rosella nyata menurunkan berat 606,25 g/ekor terdapat pada perlakuan
karkas ayam broiler dibandingkan P0 yaitu perlakuan tanpa
perlakuan kontrol (P0). menggunakan tepung kelopak bunga
rosella sedangkan berat karkas
Dilihat dari gambar grafik
terendah terdapat pada perlakuan
diatas diperoleh hasil semakin tinggi
dengan penggunaan tepung kelopak
level penggunaan tepung kelopak
bunga rosella 1,5% (P3).
bunga rosella yang diberikan dalam
Pakan yang diberikan dalam
ransum ayam broiler, semakin
ransum belum memenuhi kebutuhan
menurunkan berat karkas ayam
ayam broiler karena protein yang
broiler. Penurunan yang terjadi pada
terkandung dalam ransum dibawah
tiap 0,5% pemberian tepung kelopak
normal. Rancangan protein ransum
bunga rosella pada setiap perlakuan
awal penelitian yaitu 22% tetapi
sama yaitu 95,09 g. setelah dianalisis protein yang
Hasil analisis ragam terkandung dalam ransum penelitian
menunjukkan pemberian tepung yaitu 18,47%, sedangkan protein yang
kelopak bunga rosella berpengaruh dibutuhkan oleh ayam broiler sekitar
Tabel 5. Rataan berat karkas tanpa lemak abdomen ayam broiler selama penelitian (g/ekor).
Ulangan Rata-rata +
Perlakuan 1 2 3 4 Jumlah Standar Deviasi
700
P0 620 580 600 625 2425,0 606,25 + 20,56 a
b
Berat karkas tanpa lemak

P1600 496 473 490 494,5 1953,5 488,38 + 10,56


P2 386 390 385,5 400,5 1562,0 390,50 + 6,96 c
500 d
abdomen (g)

P3 330 354 312 328,5 1324,5 331,13 + 17,29


400 Rerata 454 + 108,50 *
y = -184.65x
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan beda+ nyata
592.55(P<0,05).
300
* = beda nyata R² = 0.9653
200

100

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
Level Pemberian Tepung Kelopak Bunga Rosella (%)
Gambar 1. Grafik rataan berat karkas tanpa lemak abdomen ayam broiler
nyata (P<0,05) terhadap berat karkas 20-23% (NRC, 1994) sehingga berat
ayam broiler. Rataan berat karkas

102 | Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan Tepung Kelopak Bunga
ISSN 1978 - 3000

karkas ayam broiler penelitian ini tepung kelopak bunga rosella dalam
lebih rendah daripada berat karkas ransum nyata menurunkan berat
normal. Selain itu pemberian feed karkas tanpa lemak abdomen secara
suplement (tepung kelopak bunga signifikan dengan semakin tingginya
Tabel 6. Rataan persentase karkas broiler
Ulangan Rata-rata +
Perlakuan 1 2 3 4 Jumlah Standar Deviasi
P0 59,05 59,18 58,25 60,10 236,58 59,14 + 0,76 a
a
P1 59,05 58,40 59,04 58,87 235,36 58,84 + 0,31
P2 58,48 59,09 60,23 60,68 238,48 59,62 + 1,01 a
a
P3 58,93 62,11 57,78 60,83 239,65 59,91 + 1,93
Rerata 59,38 + 1,125 ns
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05).

rosella) dalam ransum pada fase stater penggunaan level tepung kelopak
(umur 4 hari) diduga menjadi salah bunga rosella pada setiap perlakuan
satu penyebab pertumbuhan ayam yang diberikan pada ayam broiler.
broiler perlakuan menjadi terhambat Pada kenaikan tiap 0,5% pemberian
karena kelopak bunga rosella tepung kelopak bunga rosella terjadi
mengandung antioksidan dan penurunan berat karkas tanpa lemak
vitamin C yang tinggi padahal pada abdomen yaitu sebesar 92,32 g (P1),
fase itu ayam broiler masih dalam 92,33 g (P2) dan 92,32 g (P3).
tahap berkembang.
Menurut Didah (2006)
kandungan antioksidan pada kelopak
merah (bunga rosella), jumlahnya 1,7 Persentase Karkas
mmol/prolox lebih tinggi
dibandingkan dengan kumis kucing. Hasil analisis ragam
Kandungan vitamin C dalam tepung menunjukkan pemberian tepung
kelopak bunga rosella berperan dalam kelopak bunga rosella tidak
menurunnya berat karkas tanpa berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
lemak abdomen ayam broiler. persentase karkas ayam broiler. Hal
Kelopak bunga rosella mengandung ini berarti kandungan yang terdapat
vitamin C 3 kali lebih banyak dari dalam tepung kelopak bunga rosella
anggur hitam, 9 kali dari jeruk sitrus, dalam pakan yang diberikan belum
10 kali dari buah belimbing dan 2,5 atau tidak dapat memberikan
kali dari jambu biji (Anonimous, pengaruh yang berarti terhadap
2008). persentase karkas ayam broiler.
Rataan persentase karkas ayam
Dari gambar diatas dapat broiler selama penelitian adalah
dijelaskan bahwa penambahan

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 103


ISSN 1978 - 3000

59,38%. Dengan kisaran 58,84% kontrol (P0) yaitu 101,38 g sedangkan


sampai dengan 59,91%. pada perlakuan yang menggunakan
Meskipun tidak berbeda nyata tepung kelopak bunga rosella berkisar
secara deskriptif menunjukkan bahwa 59,50 g-82,625 g (Wandono, 2012).
semakin tinggi level tepung kelopak Persentase karkas memiliki rata-rata
bunga rosella yang diberikan maka yang dihasilkan pada setiap
Tabel 6. Rataan warna karkas broiler
Ulangan Rata-rata +
Perlakuan 1 2 3 4 Jumlah Standar Deviasi
a
P0 3,58 3,23 3,32 2,95 13,08 3,27 + 0,26
a
P1 3,27 2,90 3,05 2,89 12,10 3,03 + 0,18
a
P2 3,20 3,12 2,95 3,58 12,85 3,21 + 0,27
P3 3,03 2,98 3,32 3,17 12,50 3,13 + 0,15 a
Rerata 3,16 + 0,22 ns
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata
ns = tidak beda nyata(P>0,05).

semakin meningkat persentase perlakuan dapat terlihat pada gambar


karkas. Kisaran persentase karkas 3.
broiler yang diperoleh dalam Dari gambar diatas dapat
penelitian adalah 57,78–62,11%. dijelaskan bahwa penambahan
Menurut Ensminger (1980) faktor- tepung kelopak bunga rosella dalam
faktor yang mempengaruhi ransum meningkatkan persentase
persentase karkas antara lain berat karkas dengan semakin tingginya
penggunaan level tepung kelopak
bunga rosella pada setiap
badan akhir, kegemukan dan deposisi
daging. Bertambahnya berat hidup
ayam pedaging akan mengakibatkan
berat karkas meningkat dan
persentase karkas akan meningkat perlakuan yang diberikan
pula, tetapi hasil penelitian dalam ransum ayam broiler. Kenaikan
menunjukkan berat karkas paling yang terjadi pada tiap 0,5% pemberian
tinggi pada perlakuan P0 sedangkan tepung kelopak bunga rosella yaitu
persentase karkas paling tinggi pada 0,30 (P1), 0,31 (P2) dan 0,31 (P3).
perlakuan P3. Hal ini disebabkan
bahwa persentase non karkas yang Warna Karkas
diperoleh dalam penelitian berkisar Warna karkas broiler diperoleh
31,74%-40,37%. Sedangkan berat non dengan uji secara organoleptik
karkas lebih tinggi pada perlakuan dilakukan oleh 15 orang panelis yang

104 | Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan Tepung Kelopak Bunga
ISSN 1978 - 3000

memberi skor terhadap warna karkas. Hasil analisis ragam


Panelis menilai dengan memberikan menunjukkan pemberian tepung
skor pada masing-masing sampel kelopak bunga rosella tidak
dengan skala 1–5 terhadap warna berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
karkas mulai dari agak kuning (1) warna karkas ayam broiler. Hal ini
sampai sangat kuning (5). Dari hasil berarti kandungan pigmen yang
penelitian diperoleh rataan warna terdapat dalam tepung kelopak bunga
karkas pada tabel berikut: rosella dalam pakan yang diberikan
belum atau tidak dapat memberikan
pengaruh yang berarti terhadap
warna karkas ayam broiler.
62.50
persentase karkas (%)

61.50
60.50
y = 0.617x + 58.916
59.50 R² = 0.1001
58.50
57.50
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
Level Pemberian Tepung kelopak Bunga Rosella (%)
Gambar 3. Grafik rataan persentase karkas ayam broiler.

3.50
3.40
Warna Karkas

3.30
3.20
3.10 y = -0.1532x + 3.2689
3.00 R² = 0.9978
2.90
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
Level Pemberian Tepung Kelopak Bunga Rosella (%)

Gambar 4. Grafik rataan persentase karkas ayam broiler

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 105


ISSN 1978 - 3000

Rataan skor warna karkas alami dari tanaman yang berwarna


ayam broiler sebesar 3,16 dengan kuning.Struktur zat warna flavonoid
kisaran skor warna 3,03 sampai menyerupai struktur antosianin
dengan 3,27. Secara keseluruhan
(Tranggano et al., 1990).Pigmen
dapat dijelaskan bahwa warna karkas
antosianin dan flavonoid yang
ayam broiler selama penelitian
berwarna kuning, dapat dilihat pada terdapat dalam kelopak bunga rosella
gambar 4. dalam ransum perlakuan tidak
Pada gambar diatas dapat memberikan pengaruh terhadap
dilihat bahwa semakin besar level warna karkas ayam broiler. Hal ini
penggunaan tepung kelopak bunga dapat dilihat dengan tidak
rosella yang diberikan dalam ransum
berpengaruh nyata antara perlakuan
ayam broiler menunjukan penurunan
pada setiap perlakuan (P1, P2, P3) kontrol (P0), pemberian tepung
terhadap warna karkas. kelopak bunga rosella 0,5% (P1), 1%
(P2) dan 1,5% (P3) terhadap warna
Tabel 7. Rataan Meat bone ratio
Rata-rata + Standar Deviasi Rata-rata + Standar
Perlakuan
Paha Deviasi Dada
a a
P0 2,63 + 0,1 3,29 + 0,29
a a
P1 2,29 + 0,07 3,19 + 0,09
a a
P2 2,29 + 0,16 2,96 + 0,21
a a
P3 1,96 + 0,35 1,95 + 0,61
ns ns
Rerata 2,30 + 0,30 2,85 + 0,63
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang
sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05).

karkas.
Penurunan pada setiap 0,5%
level pemberian tepung kelopak
bunga rosella sebesar 0,03 (P1), 0,02
(P2) dan 0,03 (P3). Meat bone ratio
Rataan skor warna karkas Meat bone ratio merupakan
ayam broiler sebesar 3,16 dengan perbandingan antara jumlah daging
kisaran skor warna 3,03 sampai dan tulang dari seekor ternak. Meat
dengan 3,27. Dalam kelopak bunga bone ratio paha adalah berat daging
rosella terdapat pigmen antosianin paha tanpa tulang dibandingkan berat
yang membentuk flavonoid. tulang pada bagian paha. Rataan meat
Flavonoid adalah kelompok zat warna bone ratio paha dan dada selama

106 | Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan Tepung Kelopak Bunga
ISSN 1978 - 3000

penelitian disajikan pada tabel paha pada perlakuan P2 dan P1


berikut: memiliki rataan yang sama yaitu 2,29.
Hasil analisis ragam Tetapi lebih rendah daripada
menunjukkan pemberian tepung perlakuan P0 (2,63).
kelopak bunga rosella tidak Meat bone ratio dada adalah
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap berat daging dada tanpa tulang
meat bone ratio paha. Meat bone ratio dibandingkan berat tulang pada
ayam broiler sebesar 2,30. Dengan bagian dada. Hasil analisis ragam
kisaran meat bone ratio paha 1,96 menunjukkan pemberian tepung
sampai dengan 2,63 (Tabel 7). Meat kelopak bunga rosella tidak
bone ratio paha memiliki rata-rata yang berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
dihasilkan pada setiap perlakuan meat bone ratio dada. Hal ini berarti
dapat terlihat pada gambar 5. kandungan yang terdapat dalam
Gambar 5. Grafik rataan Meat bone tepung kelopak bunga rosella dalam
ratio paha ayam broiler pakan yang diberikan tidak dapat
memberikan pengaruh yang berarti
Hasil penelitian menunjukkan
terhadap meat bone ratio dada ayam
terjadinya penurunan pada setiap
broiler.
perlakuan dengan semakin
Dari gambar diatas dapat
banyaknya level tepung kelopak
dilihat bahwa pemberian tepung
bunga rosella yang diberikan dalam
kelopak bunga rosella pada tiap level
ransum. Dapat dilihat dari gambar
0,5% menurunkan meat bone ratio dada
grafik diatas yang menunjukkan
setiap perlakuan sebesar 0,42 (P1),
perununan yang terjadi pada tiap
0,43 (P2 dan P3). Rataan meat bone ratio
0,5% level pemberian tepung kelopak
dada ayam broiler sebesar 2,85
bunga rosella dalam ransum yaitu
dengan kisaran meat bone ratio dada
0,20 (P1), 0,21 (P2), 0,20 (P3). Namun
1,95 sampai dengan 3,30 (Tabel 9).
tidak menunjukkan nilai rerata meat
Rataan meat bone ratio dada ayam
bone ratio paha secara signifikan.
broiler sebesar 2,85 dengan kisaran
meat bone ratio dada 1,95 sampai
Secara deskriptif menunjukkan
dengan 3,30.
pemberian tepung kelopak bunga
Berdasarkan hasil penelitian
rosella pada perlakuan P3 (1,96) lebih
diperoleh hasil bahwa level tepung
rendah dari perlakuan P2 (2,29), P1
kelopak bunga rosella tidak
(2,29) dan P0 (2,63). Meat bone ratio

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 107


ISSN 1978 - 3000

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap semakin tinggi level pemberian


meat bone ratio pada paha dan dada. tepung kelopak bunga rosella dalam
Namun secara deskriptif ransum mengakibatkan menurunnya
menunjukkan ada kecenderungan berat karkas, namun tidak nyata
bahwa semakin tinggi level tepung mempengaruhi persentase karkas,
kelopak bunga rosella yang diberikan warna karkas,dan meat bone ratio (paha
dalam ransum maka semakin dan dada).
menurun nilai meat bone ratio paha dan
dada. Hal ini berarti bahwa terdapat SARAN
peningkatan berat tulang pada bagian Perlu dilakukan penelitian
dada dan paha dengan semakin lebih lanjut pemberian tepung
meningkatnya penambahan tepung kelopak bunga rosella pada fase
kelopak bunga rosella dalam ransum, finisher ayam broiler dengan level
namun peningkatan tersebut tidak yang berbeda.
signifikan. Terjadinya peningkatan
berat tulang seiring dengan
penambahan tepung kelopak bunga DAFTAR PUSTAKA
rosella disebabkan tepung kelopak
Abubakar, Triyantini dan H.
bunga rosella mengandung kalsium
Setiyanto. 1991. Kualitas fisik
dan fosfor yang tinggi yaitu 160 mg karkas broiler (Studi kasus
dan 60 mg (Maryani dan Kristiana, diempat ibu kota di P. Jawa).
2005). Menurut (Arellano et al., 2004) Prosiding Seminar
Kandungan kalsium yang tinggi Pengembangan Peternakan dalam
sangat membantu pertumbuhan serta Menunjang Pembangunan
Ekonomi Nasional. Fakultas
kekuatan tulang. Berat daging yang
Pertanian Universitas Jendral
menurun pada meat bone ratio Sudirman, Purwokerto.
disebabkan oleh kandungan nutrisi Anonimous. 2008. Rosella, bunga
yang terkandung dalam ransum wangi kaya manfaat.
belum mencukupi kebutuhan ayam Http://tehmerahrosella.wordpres
broiler. s.com/2008/08/14/rosella-bunga-
wangi-kaya-manfaat/
Amrulah, K. I. 2004. Nutrisi Ayam
KESIMPULAN
Broiler. Lembaga Satu Gunung
Berdasarkan hasil penelitian Budi, Bogor.
maka dapat disimpulkan bahwa

108 | Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan Tepung Kelopak Bunga
ISSN 1978 - 3000

Arellano, A. F., Jr., P. S. Kasibhatla, L. budidaya.blogspot.com/2007/10/b


Giglio, G. R. van der Werf, and J. udidaya-ayam-pedaging-
T. Randerson. 2004. Top-down broiler.html
estimates of global CO sources Priyatno, M. A. 2000. Mendirikan
using MOPITT measurements, Usaha Pemotongan Ayam.
Geophys. Res. Lett., 31, L01104, Penebar Swadaya, Jakarta.
doi:10.1029/2003GL018609. Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam
Didah, N. 2006. Bunga rosela, Pedaging. Cetakan 20. Penebar
penghias taman antihipertensi. Swadaya, Jakarta.
Jurusan Ilmu dan Teknologi Reindi. 2009. Rosella sebagai zat
Pangan, Fakultas Teknologi antioksidan.
Pertanian, Institut Pertanian http://www.warungedukasi.co.cc
Bogor.Http://www.kompas.com /2009/02/rosella-sebagai-zat-
Ensminger. 1980. Feed Nutrition antioksidan.html
Complete. The Ensminger Setiawan, I. 2010. Bahan baku lain
Publishing Company, Clovis, dalam ransum ayam petelur.
California. Http://centralunggas.blogspot.co
m
Hery. 2009. Pentingnya aspirin dan
vitamin C. Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi
Http://broilerkita.blogspot.com Daging. Edisi kedua Gadjah Mada
Ilyas, N. N. 1987. Vitamin C University Press, Yogyakarta.
diperlukan untuk ayam. Dalam Sudaro, Yani dan Siriwa, A. 2007.
Majalah Ayam dan Telur, No.18 Ransum Ayam dan Itik. Cetakan
Tahun XVIII, 27-28. IX. Penebar Swadaya,. Jakarta.
Mardiah, Sawarni, H., R. W. Ashadi., Tranggano, A. Haryadi dan S.
dan A. Rahayu. 2009. Budi Daya Mardiati. 1990. Bahan Tambahan
dan Pengolahan Rosella si Merah Pangan (Food Additives).
Segudang Manfaat. Cetakan 1. Universitas Gajah
Agromedia Pustaka, Jakarta. madah.Yogyakarta.
Maryani, H. dan Kristiana, L. 2005. Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas.
Khasiat dan Manfaat Rosela. Cetakan III. Gadjah Mada
Agromedia Pustaka, Jakarta. University Press.Yogyakarta.
National Reasearch Council. 1994. Wandono, Y. T. 2012. Persentase
Nutrient Requirement of Poultry. organ dalam broiler yang diberi
9th revised edition.National pakan tambahan tepung kelopak
Academy Press, Washington DC. bunga rosella (Hibiscus Sabdariffa
Prabowo. 2007. Budidaya ayam Linn). Universitas Bengkulu,
pedaging (broiler). http://teknis- Bengkulu. Belum dipublikasikan.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 109


ISSN 1978 - 3000

Wijayanti, P. 2010. Budidaya tanaman W. Piliang. 2004. Penggunaan ekstrak


obat rosella merah (Hibiscus daun katuk sebagai feed additive
sabdariffa Linn) dan pemanfaatan untuk memproduksi meat
senyawa metabolis sekundernya designer. Laporan Penelitian
di PT. Temu Kencono, Semarang. Hibah Pekerti. Universitas
Universitas Sebelas Maret Bengkulu, Bengkulu.
Surakarta, Surakarta.

110 | Kualitas Karkas Ayam Broiler yang Mengkonsumsi Ransum dengan Tepung Kelopak Bunga
ISSN 1978 - 3000

Karakteristik Morfologis Dan Reproduksi Kerbau Pampangan


Di Propinsi Sumatera Selatan

Muhakka, Riswandi dan Asep Indra M. Ali

Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya


Telp. 0711581106, HP: 08153808409, 081367755499, e-mail: muhakka@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfologis dan


reproduksi kerbau pampangan di Propinsi Sumatera Selatan. Dilaksanakan di tiga
kabupaten yaitu kabupaten OKI, Banyuasin dan Ogan Ilir selama 6 bulan. Metode
yang digunakan adalah metode survei. Penarikan contoh bersifat multistage
purposive sampling mulai dari penentuan kabupaten, kecamatan, serta peternak.
Setelah ditetapkan tiga kabupaten lokasi sampel, akan dipilih masing-masing satu
kecamatan sentra populasi yang jumlah populasinya terbanyak. Data yang
dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh diolah
secara matematis, disajikan secara tabulasi kemudian dijelaskan secara deskriptif,
yaitu melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik morfologis dan
reproduksi kerbau pampangan secara cermat dan faktual dari data yang telah
terkumpulkan. Karakteristik morfologis kerbau pampangan adalah warna bulu
hitam/hitam keabu-abuan, bentuk tubuh besar, temperamen tenang, kepala besar
dan telinga panjang, tanduk ada yang tegak panjang dan melingkar ke arah
belakang dan ada juga yang arah ke bawah. Bentuk ambing simetris dan
berkembang dengan baik. Karakteristik reproduksi kerbau Pampangan umur
pertama kawin rata-rata 2,3 tahun atau 27 bulan, umur beranak pertama 3,23 tahun,
estrus (berahi) pertama setelah beranak 88,33 hari, kawin setelah beranak 139,11
hari, jarak beranak 14 bulan dan umur lepas sapih anak 9,07 bulan.

Kata kunci: Karakteristik, morfologis, reproduksi, kerbau

PENDAHULUAN Pulau Layang Kecamatan Pampangan


Latar Belakang Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI)
Di Sumatera Selatan, banyak dan di Desa Rambutan Kecamatan
ditemukan ternak kerbau yang hidup Rambutan Kabupaten Banyuasin, Di
di daerah rawa lebak terutama di Desa Desa Talang Pangeran Ulu Kecamatan

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 111


ISSN 1978 - 3000

Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir yang genetik agar dapat dimanfaatkan


dikenal dengan Kerbau Pampangan (Handoyo, 2005).
yang merupakan salah satu kekayaan Akibat perkawinan silang
plasma nutfah di Sumatera Selatan. ternak lokal dengan ternak-ternak
Selain diambil dagingnnya, kerbau impor yang dilaksanakan tanpa
Pampangan dikenal juga sebagai rencana dan evaluasi yang mantap,
penghasil susu. akan menyebabkan keragaman gen di
Plasma nutfah merupakan dalam bangsa dan antara bangsa
bahan genetik yang memiliki nilai ternak. Ternak-ternak lokal telah
guna, baik secara nyata maupun yang mengalami seleksi alam dan buatan
masih berupa potensi. Wilayah oleh manusia setempat dan telah
Indonesia yang membentang luas beradaptasi dengan baik terhadap
dengan kondisi geografis dan ekologi lingkungannya. Sifat daya adaptasi
yang bervariasi telah menciptakan ternak lokal yang baik terhadap
keanekaragaman plasma nutfah yang lingkungan alamnya menjadi
sangat tinggi. Dengan berkurang dikarenakan persilangan
keanekaragaman plasma nutfah, dengan bangsa-bangsa ternak lain,
terbuka peluang yang besar bagi sedangkan untuk meningkatkan
upaya program pemuliaan guna mutu genetik ternak-ternak lokal
memperoleh manfaat secara optimal kurang sekali dilakukan
(Kurniawan et al., 2004). (Hardjosworo, 1985).
Untuk mengurangi atau Daya tahan umumnya sudah
bahkan mencegah terjadinya erosi dimiliki oleh ternak-ternak lokal
genetik yang makin meningkat setempat dan daya tahan ternak-
terhadap plasma nutfah, maka perlu ternak lokal ini berkurang oleh
perhatian yang besar terhadap plasma pengaruh persilangan dengan ternak-
nutfah yang ada terutama varietas- ternak impor dari daerah lain. Untuk
varietas lokal baik tanaman maupun itu diperlukan suatu upaya untuk
hewan. Perhatian diberikan dalam mempertahankan dan melestarikan
bentuk kegiatan inventarisasi ternak-ternak lokal ini secara murni
(koleksi), pendataan (dokumentasi) dan meneliti tentang gen-gen unik
dan pelestarian (konservasi). Guna yang dimiliki (Mansjoer, 1985).
meningkatkan nilai gunanya perlu Kerbau Pampangan dipelihara
diikuti dengan upaya identifikasi secara tradisional, yaitu pada malam
karakter penting melalui kegiatan hari dikandangkan secara
karakterisasi dan evaluasi secara berkelompok, sedangkan pada siang
sistematis dan berkelanjutan seperti hari dilepas-gembalakan di daerah
melalui seleksi maupun rakayasa rawa-rawa. Populasi ternak ini dari
tahun ke tahun terus mengalami

112 | Karakteristik morfologis kerbau


ISSN 1978 - 3000

penurunan. Hingga saat ini populasi (Kecamatan Pampangan) Banyuasin


ternak ini diperkirakan hanya tinggal (Kecamatan Rambutan) dan Ogan Ilir
3.623 ekor. Permasalahan lain (Kecamatan Pemulutan). Lama
minimnya tata laksana pemeliharaan penelitian selama 6 bulan, dari bulan
mengakibatkan terjadinya inbreeding, Juli-Desember 2012. Metode yang
sehingga akan mengakibatkan digunakan adalah metode survei.
penurunan potensi genetik Kerbau Penarikan contoh bersifat multistage
Pampangan. purposive sampling mulai dari
Data mengenai potensi penentuan kabupaten, kecamatan,
karakteristik morfologis dan serta peternak. Setelah ditetapkan tiga
reproduksi Kerbau Pampangan kabupaten lokasi sampel, langkah
belum pernah dilaporkan, sehingga selanjutnya akan dipilih masing-
keunggulan dan kelemahan potensi masing satu kecamatan sentra
kerbau pampangan belum diketahui. populasi yang jumlah populasinya
Hal ini disebabkan karena tidak terbanyak.
tersedianya data untuk keperluan Data yang dikumpulkan
analisis potensi karakteristik meliputi data primer dan data
morfologis dan reproduksi karena sekunder. Data yang diperoleh di
sistem identifikasi dan recording lapangan kemudian diolah secara
ternak tidak pernah dilakukan. Oleh matematis, disajikan secara tabulasi
karena itu perlu dilakukan penelitian kemudian dijelaskan secara
tentang karakteristik morfologis dan deskriptif, yaitu melukiskan secara
reproduksi kerbau pampangan di sistematis fakta atau karakteristik
Sumatera Selatan. morfologis dan reproduksi kerbau
pampangan secara cermat dan faktual
Tujuan Penelitian dari data yang telah terkumpulkan
Untuk mengetahui
karakteristik morfologis dan HASIL DAN PEMBAHASAN
reproduksi kerbau pampangan di
Propinsi Sumatera Selatan. Keadaan Umum Peternak Kerbau
Pampangan
Keadaan umum peternak
METODE PENELITIAN
ketiga desa yang dijadikan tempat
penelitian study karakteristik kerbau
Penelitian dilaksanakan di tiga
pampangan yang merupakan ketiga
kabupaten di Propinsi Sumatera
kabupaten yaitu Kabupaten OKI,
Selatan dengan penekanan pada
Banyuasin Ogan Ilir Sumatera Dari
kabupaten yang memiliki kerbau
data statistik ke tiga desa tersebut,
rawa yang cukup banyak, yakni
mata pencaharian utama
Kabupaten Ogan Komering Ilir

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 113


ISSN 1978 - 3000

masyarakatnya adalah sangat penyediaan pakan (rumput unggul),


bervariasi, namun sebagian besar pengolahan pakan, khususnya
adalah petani (70,46%), peternak pengolahan limbah
(15,91%), Pedagang (6,82%), swasta pertanian/perkebunan sebagai
(2,27%), POLRI (2,27%) dan sopir sumber pakan ternak, perkandangan
(2,27%) dan tiap-tiap kepala keluarga maupun dari segi pencegahan
memelihara ternak sebagai usaha penyakit, lemahnya permodalan dan
sampingan seperti sapi, kerbau dan kelembagaan kelompok usaha yang
kambing. ada.
Karakteristik peternak Karakteristik Morfologis Kerbau
menunjukkan bahwa usia peternak Pampangan
yang masih produksif atau usia Di Sumatera Selatan (Sumsel), banyak
mereka masih muda dengan rata-rata ditemukan ternak kerbau yang hidup
umur pternak 40,12 tahun dengan di daerah rawa lebak terutama di Kec.
usia termuda 18 tahun dan usia tertua Pampangan, Kab. Ogan Komering Ilir
62 tahun, dengan pengalaman (lama) (OKI) yang dikenal dengan Kerbau
beternak kerbau rata-rata 12,47 tahun Pampangan yang merupakan salah
dengan skala pengalaman beternak satu kekayaan plasma nutfah di
dari 2 tahun sampai dengan 40 tahun. Sumsel. Selain diambil dagingnnya,
Berdasarkan datastatistik, pada kerbau Pampangan dikenal juga
umumnya tingkat pendidikan sebagai penghasil susu. Kerbau
peternak kerbau adalah sebagai Pampangan umumnya dipelihara
berikut dimana Sekolah Dasar secara ektensif dimana pada siang
(55,56%), SMP (31,11%) dan tingkat hari dilepaskan di padang
SMA/sederajat hanya (13,33%). Hasil penggembalaan dan pada malam
diskusi dengan peternak harinya di
menunjukkan bahwa minat peternak kandangkan.Perkembangan populasi
untuk mengembangkan ternak ternak kerbau Pampangan di Sumatera
kerbau cukup besar, hal ini ditandai Selatan dari 2010 hingga 2011 terjadi
dengan aktifnya menanyakan penurunan yaitu dari 76.113 menjadi
bagaimana cara mendapatkan 29.143 ekor (- 61,7%). Penurunan
bantuan kerbau dari pemerintah, populasi kerbau Pampangan ini
bagaimana sistem beternak kerbau disebabkan beberapa faktor,
yang baik dan masalah utama yang diantaranya jumlah pemotongan yang
dihadapi oleh peternak dalam terus meningkat dan lebih tinggi
mengelola usaha ternak kerbau dibandingkan penambahan populasi,
adalah terbatasnya tingkat disamping kuranmgnya perhatian
pengetahuan beternak kerbau yang terhadap ternak kerbau, menurunnya
baik, baik ditinjau dari segi lahan untuk padang penggembalaan.

114 | Karakteristik morfologis kerbau


ISSN 1978 - 3000

Selain itu secara alamiah kerbau


memiliki tingkat reproduksi yang
rendah (Barile, 2005; De Rensis dan
Lopes-Gatius, 2007; Perera, 2011).
Populasi ternak kerbau
tersebar di Kabupaten OKI (5.286
ekor), Banyuasin (1.843 ekor) dan
Ogan Ilir (1.727 ekor). Sebagian besar
kerbau tersebut dipelihara di Desa
Pulau Layang OKI, Rambutan
Banyuasi dan Talang Pangeran Ulu Gambar 1. Karakteristik morfologis
Ogan Ilir. Dari ke-3 desa tersebut ada kerbau pampangan
44 orang peternak kerbau pampangan Adapun karakteristik
yang diwawancarai dengan jumlah morfologis kerbau pampangan di
ternak 1.060 ekor. Peternak Sumatera Selatan adalah warna bulu
memelihara kerbau dengan jumlah hitam/hitam keabu-abuan, bentuk
yang bervariasi yaitu dari 4 ekor – 100 tubuh besar, temperamen tenang,
ekor, dengan tingkat kepemilikan ada kepala besar dan telinga panjang,
yang milik sendiri dan ada yang bagi tanduk ada yang tegak panjang dan
hasil. Untuk peternak kerbau dengan melingkar ke arah belakang dan ada
tingkat kepemilikan dan bagi hasil juga yang arah ke bawah. Bentuk
yaitu ada 29 peternak (65,90%), milik ambing simetris dan berkembang
sedndiri 10 peternak (22,73%) dan dengan baik. Bobot badan rata-rata
hanya bagi hasil 5 peternak (11,37%). untuk jantan dewasa 400-450 kg dan
Dari hasil inventarisasi diperoleh betina dewasa 300-350 kg. Bentuk
karakteristik morfologis kerbau tanduk melingkar ke arah bawah atau
pampangan dengan ciri-ciri sepaerti menggantung, diduga karena telah
pada Gambar 1. Morfologis adalah terjadi inbreeding pada kerbau
tampilan eksternal tubuh makhluk Pampangan. Menurut Sianturi et al.
hidup yang merupakan ekspresi dari (2012) kerbau-kerbau di pedesaan
bentuk keseimbangan biologis, telah terjadi inbreeding, karena
sehingga dapat dipakai untuk kelangkaan pejantan unggul sehingga
menentukan asal-usul dan hubungan perkawinan kerbau di pedesaan sulit
filogenekantara spesies, bangsa dan ditata, hal ini dapat dilihat dari
tipe ternak berbeda (Warwick et al., meningkatnya populasi kerbau albino
1995; Drucker et al., 2011) dan kerbau-kerbau dengan tanduk
yang menggantung.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 115


ISSN 1978 - 3000

4.3. Karakteristik Reproduksi Pampangan di Sumatera Selatan


Kerbau Pampangan disajikan pada Tabel 3.
Rataan karakteristik
reproduksi ternak Kerbau
jika tidak disertai dengan manajemen
Berdasarkan Tabel 3 di atas pemberian pakan yang baik
menunjukkan bahwa umur pertama (Batasamma, 2004). Kondisi ini terjadi
kawin Kerbau Pampangan di pada ternak Kerbau Pampangan di
Sumatera Selatan rata-rata 2,3 tahun Sumatera Selatan dimana ternak
atau 27 bulan. Ini menunjukkan kerbau hanya dipelihara secara
bahwa kerbau pampangan sangat ekstensif tanpa manajemen
lamban pubertas bila dibandingkan pemberian pakan hijauan yang
dengan Kerbau Belang di Sulawesi berkualitas apalagi pemberian
Selatan. Batasomma (2004) konsentrat. Kerbau dara umumnya
melaporkan bahwa ternak Kerbau mengalami estrus pertama kali pada
Belang pubertas (pertama kawin) kisaran umur 2 – 2,5 tahun, siklus
pada umur kisaran 16 – 22 bulan. Hal estrusnya sama dengan sapi yaitu 21
ini di duga karena adanya perbedaan hari, dengan kisaran 18 – 24 hari.
lingkungan setempat dan manajemen Waktu birahi pada umumnya
pemberian pakan. Pada umumnya mempunyai kisaran 12 – 40 jam
kerbau di Indonesia lambat mencapai dengan rata-rata 24 jam (Mc Dowell,
dewasa kelamin dan reproduksinya 1972 dalam Murti dan Ciptadi, 1988).
serta kawin setelah beranak Umur beranak pertama Kerbau
memerlukan waktu yang lama, sifat Pampangan di Sumatera Selatan rata-
kurang baik ini akan bertambah lagi rata 3,23 tahun, angka tersebut wajar

Gambar 3. Rata-rata Karakteris Kerbau

No. Karakteristik Rataan


1 Umur pertama kawin (tahun) 2,30
2 Umur beranak pertama (tahun) 3,23
3 Estrus (berahi) pertama setelah beranak (hari) 88,33
4 Kawin setelah beranak (hari) 139,11
5 Jarak beranak (bulan) 14
6 Umur sapih anak (bulan) 9,07

116 | Karakteristik morfologis kerbau


ISSN 1978 - 3000

karena umur pertama kawin (pubertas) rata-rata 130 hari (Batasamma, 2006).
rata-rata 2,3 tahun, dalam artian Kalau dilihat dari hasil menunjukkan
ternak tersebut beranak pertama bahwa meskipun estrus lebih cepat
setelah satu tahun sejak kawin setelah beranak namun estrus tersebut
pertama. Angka ini lebih rendah bila tidak dibarengi dengan kawin,
dibandingkan hasil penelitian sehingga rata-rata kawin setelah
Chantalakhana (1981) yang beranak 139,11 hari. Hasil ini hampir
menyatakan umur beranak pertama sama dengan hasil penelitian
kerbau di Indonesia berkisar 3,5 – 4,7 Batasamma (2004), bahwa Kerbau
tahun. Belang kawin setelah beranak rata-
Estrus (berahai) pertama rata 130 hari pada saat terjadinya
setelah beranak Kerbau Pampangan gejalah berahi. Pada Tabel 4
rata-rata 88,33 hari, hasil tersebut ditampilkan beberapa data tentang
menunjukkan bahwa kerbau berahi (estrus) pertama setelah
pampangan estrus setelah beranak beranak pada beberapa jenis kerbau.
cukup cepat dibandingkan dengan
Kerbau Belang di Sulawesi Selatan.
Kerbau Belang berahi setelah beranak

Tabel 4. Data estrus pertama setelah beranak beberapa jenis kerbau


.
No. Jenis dan Bangsa Kerbau Negara dan Tempat Rata-Rata Estrus pertama setelah
Pengamatan beranak (hari)
Jenis Sungai
- Murrah India 87
1 - Murrah India Utara 115
- Murrah Philipina 49,6
- Kerbau Mesir Mesir 43
2 Jenis Lumpur Philipina 54
Keturunan kawin silang
3 lumpur dengan sungai Philipina 45,8
(Murrah Philipina)
Sumber : Fahimudin, M. (1975) dalam Murti dan Ciptadi, 1988).

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 117


ISSN 1978 - 3000

Berdasarkan Tabel 4 di atas kebutuhan induk dan bagi produksi


menunjukkan bahwa rata-rata estrus susunya (Permentan, 2006).
setelah beranak Kerbau Murrah dari Kegagalan perkawinan akan
India 87 hari, data tersebut hampir menambah panjang jarak antar satu
sama dengan hasil yang diperoleh kelahiran dengan kelahiran
bahwa estrus pertama setelah beranak berikutnya. Kerbau India – Pakistan
Kerbau Pampangan rata-rata 88,33 rata-rata mempunyai jarak kelahiran
hari. Hasil tersebut diduga bahwa satu anak dengan anak berikutnya
Kerbau Pampangan asal-usulnya sekitar 450 hari, kerbau Mesir 540 hari,
berasal dari India atau kerbau silangan kerbau rawa Philipina 535 hari, kerbau
atau keturunannya. hasil perkawinan silang Murrah
Berdasarkan Tabel 3 di atas dengan rawa Philipina 429,2 hari dan
menunjukkan bahwa jarak kerbau keturunan ke-3 dan ke-4
beranak/jarak kelahiran Kerbau perkawinan silang antara kerbau rawa
Pampangan rata-rata 14 bulan atau 420 Thailand dengan kerbau Murrah
hari, hasil tersebut sesuai dengan hasil adalah 287 – 420 hari. Secara umum
penelitian Chantalakhana (1981) yang dapat digolongkan dalam kelompok
menyatakan bahwa jarak beranak berdasarkan jenis kerbaunya bahwa
kerbau di Indonesia berkisar 370 – 670 kerbau lumpur mempunyai kisaran
hari. Kerbau Belang jarak beranak jarak satu kelahiran dengan kelahiran
(calving interval) rata-rata 400 – 600 berikutnya 480 – 912 hari, kerbau
hari (Batosamma, 2004). Kerbau betina sungai 450 – 580 hari dan persilangan
umumnya beranak pertama kali pada keduanya lebih kurang 344 hari
umur 4 tahun dengan lama (Tumwasorn, 1984 dalam Murti dan
kebuntingan 10,5 bulan. Bila pakannya Ciptadi, 1988). Adanya perbedaan
cukup memadai maka 3-4 bulan jarak beranak (calving interval) kerbau
setelah melahirkan induk kerbau tersebut diduga karena adanya
biasanya sudah dapat dikawinkan perbedaan genetik (bangsa) dan
lagi. Sebagian peternak melaporkan lingkungan. Meskipun perbedaan
jarak beranak selama 14 bulan. Namun pengharuh genetik hanya sekitar 30%
umumnya ditemui bahwa usia dan yang paling besar porsinya
kebuntingan induk sekitar dua bulan lingkungan 70%.
pada saat anak sudah berumur Umur sapih anak Kerbau
setahun. Dengan demikian jarak Pampangan di Sumatera Selatan rata-
beranak menjadi 21 bulan. Hal ini rata 9,07 bulan. Hasil tersebut tegolong
menunjukkan bahwa tingkat cukup tinggi bila dibandingkan pada
reproduksi kerbau hanya mencapai ternak sapi yang kisarannya 4,89 – 7,83
60%. Apabila dikelola dengan baik bulan (Astuti, 2004). Tingginya umur
maka jarak beranak dapat sapih karena sistem pemeliharaan
dipersingkat lagi, terutama dengan pada ternak kerbau dilakukan secara
penyediaan pakan yang memadai bagi ekstensif. Dimana ternak hanya

118 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

dibiarkan mencari pakan sendiri di


padang penggembalaan, sehingga DAFTAR PUSTAKA
anak kerbau selalu tergantung dan
mengikuti induknya di padang Astuti, M. 2004. Potensi dan
penggembalaan. keragaman sumberdaya
genetik sapi peranakan ongole
KESIMPULAN DAN SARAN (PO). Lokakarya Nasional Sapi
Kesimpulan Potong.
Karakteristik morfologis Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Kerbau Pampangan di Sumatera Sumatera Selatan, 2011. Kerbau
Selatan adalah warna bulu pampangan sebagai Plasma
hitam/hitam keabu-abuan, bentuk Nutfah Sumatera Selatan. bptp-
tubuh besar, temperamen tenang, sumsel@litbang.deptan.go.id
kepala besar dan telinga panjang, Barile, V.L. 2005. Improving
tanduk ada yang tegak panjang dan reproductive efficiency in
melingkar ke arah belakang dan ada female buffaloes. Liv. Reprod.
juga yang arah ke bawah. Bentuk Sci. 92: 183-194.
ambing simetris dan berkembang Batosamma, T. 2004. Potensi dan
dengan baik. Bobot badan rata-rata Prospek Pengembangan
untuk jantan dewasa 400-450 kg dan Kerbau Belang di Sulawesi
betina dewasa 300-350 Selatan. Makalah disampaikan
Karakteristik reproduksi pada Seminar dan Lokakarya
kerbau Pampangan di Sumatera Nasional Peningkatan Populasi
Selatan umur pertama kawin rata-rata dan Produktivitas Ternak
2,3 tahun atau 27 bulan, umur Kerbau di Indonesia.
beranak pertama 3,23 tahun, estrus Banjarmasin,7-8 Desember
(berahi) pertama setelah beranak 2004.
88,33 hari, kawin setelah beranak Batosamma, T. 2006. Potential and
139,11 hari, jarak beranak 14 bulan application of reproduction
dan umur lepas sapih anak 9,07 technologies of water buffaloes
bulan. in Indonesia. International
Saran Seminar on Artificial
Untuk meningkatkan Reproductive Biotechnologies
karakteristik reproduksi Kerbau for Buffaloes, Bogor, August 28
Pampangan, maka perlu dilakukan – September 01.
perbaikan sistem pemeliharaan De Rensis, F. and F. Lopez-Gatius.
terutama manajemen pemberian 2007. Protocolsfor
pakan pada musim kemarau. synchronizing estrus and
ovulation in buffalo (Bubalus
bubalis): A review.
Theriogenelogy 67:209-216.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 119


ISSN 1978 - 3000

Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Mansjoer, S.S. 1985. Pengkajian sifat-
Banyuasin. 2011. Populasi sifat produksi ayam kampung
ternak menurut jenis. Dinas serta persilangannya dengan
Peternakan dan Perikanan Kab. ayam Rhode Island Red.
Banyuasin. 2011. Disertasi. Fakultas Pascasarjana
Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. IPB. Bogor.
OKI. 2011. Populasi ternak Murti, T.W., G. Ciptadi. 1988. Kerbau
menurut jenis. Dinas Perah dan Kerbau Kerja.
Peternakan dan Perikanan Kab. Tatalaksana dan Pengetahuan
OKI. Dasar Pasca Panen. PT.
Drucker, A.G, V. Gomez an S. Mediyatama Sarana Perkasa,
Anderson. 2001. The economic Jakarta.
valuation of farm animal Perera, B.M.A.O. 2011.Reproductive
genetic resources: A survey of cycles of Buffallo. Anim.
available methods. Ecol. Econ. Reprod. Sci. 124:194-199.
36:1-18. Permentan.2006. Tentang Pedoman
Hardjosworo, P.S. 1985. Konservasi Pembibitan Kerbau yang Baik
Ternak Asli.Fakultas (Good Breeding Practice).
Peternakan. IPB. Bogor Sianturi, R.G., B. Purwantara, I.
Handoyo. J., Sherly Sisca dan Supriatna, Amrozi dan P.
Mastutiningsih. 2005. Sekilas Situmorang. 2012. Optimasi
Keragaman Hayati di Jawa Inseminasi Buatan pada kerbau
Tengah. Warta Plasma Nutfah lumpur (Bubalus bubalis)
Indonesia. No.17. melalui teknik sinkronisasi
estrus dan ovulasi.Jur. Ilmu
Kurniawan, Ida Haranida. S, Hadiatmi Ternak dan Veteriner. 17:92-99.
dan Asadi. 2004. KATALOG Warwck, E.J., J.M. Astuti dan W.
DATA PASPOR PLASMA Hardjosubroto. 1995.
Nutfah Tanaman Pangan. Balai Pemuliaan Ternak. Gadjah
Besar Penelitian dan Mada University. Press,
Pengembangan Bioteknologi Yogyakarta.
dan Sumberdaya Genetik
Pertanian. Bogor.

120 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah Berdasarkan


Kemampuan Produksi Dan Manajemen Pakan
(The Model of Critical Temperature of Dairy Cattle on product ability
and feed management )

D. Suherman, B.P. Purwanto, W. Manalu4, I.G. Permana


1)
Bagian Disertasi di Sekolah Pascasarjana IPB
2)
Mahasiswa Program Doktor pada Mayor ITP, SPs. IPB
3)
Dept. ITP FAPET-IPB. Ketua Komisi Pembimbing
4)
Bagian Fisiologi FKH-IPB. Anggota Komisi Pembimbing
5) Dept. Ilmu Nutrisi Ternak FAPET-IPB. Anggota Komisi Pembimbing

ABSTRACT

A research was conducted in Jakarta and Bogor and during January 2011 until
February 2011. The objective of research were to measure effects of critical
temperature (air temperature and humidity) on indicate physiological responses for
critical temperature of Fries Holland Heifer.They were fed twice daily with grass and
concentrate. Six dairy heifers were used in the research. The Indicate physiological
responses were skin temperature, rectal temperature, and body temperature for 14
days. The results show that critical temperature on physiogical responses were
significantly better on cattle for ANN which for critical temperature in Jakarta and
Bogor that with the same and significantly better too on cattle which rectal
temperature and skin temperature in Jakarta and Bogor.
Key words: critical temperature, heifer, indicate physiological responses, ANN

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di Jakarta dan Bogor dari bulan Januari hingga Pebruari
2012.Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu kritis (suhu dan kelembaban
udara) pada sapi dara peranakan Fries Holland berdasarkan indikator respon
fisiologis.Pakan diberikan dua kali setiap hari dengan rumput dan konsentrat.Enam
ekor sapi dara yang digunakan dalam penelitiannya.Parameter respon fisiologis
yang diamati meliputi suhu kulit, suhu rektal, dan suhu tubuh selama 14 hari. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan suhu kritis pada sapi dara yang
dihitung dengan program Artificial Neural Network (ANN) di dareah Jakarta dan
Bogor. Berdasarkan indikator respon fisiologis untuk menentukan suhu kritis
dengan program ANN yang paling sensitif melalui suhu rektal dan suhu kulit baik
di Jakarta maupun Bogor
Kata kunci: suhu kritis, sapi dara, indikator respon fisiologis

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 121


ISSN 1978 - 3000

PENDAHULUAN global dari 0,8 menjadi 1,70C.


Akibatnya terjadi peningkatan rataan
Lingkungan merupakan salah temperatur global selama 5 tahun
satu faktor yang mempengaruhi terakhir. Oleh karena itu, diduga
produktivitas ternak sapi perah. terjadi pergeseran kisaran suhu
Keunggulan genetik seekor ternak termonetral dan suhu kritis pada sapi
sapi perah tidak akan ditampilkan perah .
optimal apabila faktor lingkungannya Sebagian besar sapi perah yang
tidak sesuai. Salah satu faktor ada di Indonesia adalah sapi bangsa
lingkungan yang menjadi kendala Fries Holland (FH), yang didatangkan
tidak terekspresinya sifat genetik dari negara-negara Eropa dan
ternak adalah lingkungan memiliki iklim sedang (temperate)
mikro(Esmay 1978). Faktor-faktor dengan kisaran suhu termonetral
lingkungan mikro yang menjadi rendah berkisar 13-18oC (McDowell
kendala terutama adalah suhu udara, 1972), 5-25oC (McNeilly 2001). Kondisi
kelembaban udara, radiasi matahari, asal iklim tersebut, sapi perah FH
dan kecepatan angin (Gebremedhin sangat peka terhadap perubahan iklim
1985; Santosoet al. 2003), sehingga mikro terutama suhu dan kelembaban
perlu upaya pengendalian lingkungan udara tinggi menyebabkan cekaman
mikro agar produktivitas ternak sapi panas dan berakibat menurunnya
perah dapat ditingkatkan. produktivitas.Strategi mengurangi
Sapi perah dapat hidup dengan cekaman panas dapat dilakukan
nyaman dan berproduksi secara dengan perbaikan pakan, perbaikan
optimum bila faktor-faktor internal konstruksi kandang, pemberian
dan eksternal berada dalam batasan- naungan pohon dan air minum ad
batasan normal yang sesuai dengan libitum (Velasco et al. 2002).
kebutuhan hidupnya. Suhu Model penentuan suhu kritis
lingkungan merupakan salah satu berdasarkan pada respon fisiologis
factor eksternal yang dapat sapi perah cukup intensif dilakukan di
mempengaruhi kenyamanan dan daerah subtropis.Namun demikian,
produktivitas sapi perah. Lingkungan penentuan suhu kritis berdasarkan
suhu kritis dan cekaman panas pada pada respon fisiologis sapi perah yang
peternakan sapi perah menjadi salah dipelihara di dataran rendah dan
satu masalah utama karena dapat dataran sedang dari daerah tropis
menyebabkan kerugian ekonomi pada usaha peternakan rakyat,
akibat penurunan produktivitas (St- khususnya Indonesia, masihbelum
Pierre et et al. 2003). Pada saat akhir dilakukan secara menyeluruh serta
abad 19 dan abad 20 ditandai dengan berkesinambungan.Selain itu hasil
meningkatnya rataan temperatur penentuan suhu kritis dari daerah

122 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

subtropis belum tentu cocok sebaliknya kehilangan panas bila suhu


diterapkan di daerah tropis, akibat udara lebih rendah dari suhu nyaman.
lingkungan mikro berbeda sehingga Penelitian mengenai sifat daya
diduga memberikan hasil berbeda. tahan panas telah banyak dilakukan
Di daearah tropis, daya tahan pada sapi perah berdasarkan pada
ternak terhadap panas merupakan sumber panas dari luar tubuh,
salah satu faktor yang sangat penting sedangkan sumber panas dari dalam
agar ternak berproduksi optimal tubuh seperti waktu pemberian pakan
sesuai kemampuan genetis yang belum banyak dilakukan. Panas ini
dimiliki. Ternak yang tidak tahan memberikan makna esensial untuk
terhadap panas, produktivitasnya mempertahankan suhu tubuh dan laju
akan turun akibat dari menurunnya metabolisme yang tinggi pada sapi
konsumsi pakan. Sementara itu ternak perah, sehingga dapat menghasilkan
yang tahan terhadap panas dapat produktivitas yang normal. Akan
mempertahankan suhu tubuhnya tetapi sebaliknya di lingkungan
dalam kisaran yang normal tanpa dengan suhu yang tinggi, EKP
mengalami perubahan status fisiologis merupakan tambahan beban panas
dan produktivitas (Tyler dan menurunkan produksi (West
danEnseminger 2006). 2003; Pennintong dan van Devender
Proses mempertahankan suhu 2004).
tubuh tersebut dikenal dengan proses Pada tempat-tempat tertentu
termoregulasi atau pengaturan panas. bagi pengembangan sapi perah FH di
Proses ini terjadi bila sapi perah mulai daerah tropik, suhu lingkungan siang
merasa tidak nyaman. Proses hari mencapai 270C selama lebih dari 6
termoregulasi pada prinsipnya adalah jam. Hal tersebut dapat menyebabkan
keseimbangan panas antara produksi sapi mengalami suhu kritis dan
panas dan pelepasan panas (Yousef akhirnya mengalamicekaman panas
1985). Ternak akan memproduksi berkelanjutan sehingga produksi
panas dalam tubuhnya sebagai upaya maksimal tidak akan tercapai. Dalam
menghasilkan energi yang diperlukan keadaan suhu kritis dan cekaman
untuk kehidupannya (beraktifitas dan panas diperlukan energi tambahan
penyesuaian terhadap lingkungan). untuk meningkatkan pembuangan
Panas yang diproduksi tergantung panas melalui penguapan kulit dan
dari aktifitas ternak dan intake pakan, pernapasan, akibatnya produksi
feed intake dinyatakan dalam TDN menurun. Oleh karena itu, perlu
yang menunjukkan total bahan pakan adanya suatu penelitian tentang
dapat dicerna oleh ternak (Rahardja penentuan batas suhu kritis
2007). Perolehan panas dari energi berdasarkan kemampuan produksi
pakan akan menambah beban panas dan manajemen pakan di daerah
bagi ternak bila suhu udara lebih tropik pada dataran sedang dan
tinggi dari suhu nyaman dan rendah untuk meningkatkan produksi

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 123


ISSN 1978 - 3000

yang dihasilkan. Penentuan melalui hormonal, akan menurunkan


lingkungan suhu kritis berdasarkan laju produksi panas.
kemampuan produksi dan manajemen Hasil penelitian ini diharapkan
pakan pada sapi perah diharapkan dapat memberikan informasi
sebagai dasar untuk menentukan mengenai model penentuan batas
respon fisiologis dan kehilangan panas suhu kritis sapi perah dara
melalui penguapan dari permukaan berdasarkan respon fisiologis di dua
kulit, sehingga akan memperbaiki daerah dengan lingkungan yang
keseimbangan panas, selanjutnya berbeda. Informasi mengenai suhu
akan meningkatkan konsumsi pakan kritis berdasarkan respon fisiologis
dan produksi. akan digunakan sebagai dasar
Suhu dan kelembaban udara pengembangan sapi perah.
berpengaruh langsung terhadap
perubahan fisiologis sapi perah,
MATERI DAN METODE
sehingga akhirnya akan berdampak
pada produksi. Pada keadaan suhu Penelitian dilakukan di
dan kelembaban tinggi akan terjadi Laboratorium lapangan, unit produksi
penentuan antara imbangan proses ternak perah Departemen Ilmu
perolehan panas (produksi panas Produksi dan Teknologi Peternakan
metabolisme dan perolehan dari Fakultas Peternakan IPB Bogor dan
lingkungan) dengan pembuangan Kebon Pedes Bogor sebagai daerah
panas dalam rangka memelihara topografi sedang (400-600 dpl), dan
tingkat suhu tubuh normal. Semakin peternakan sapi perah rakyat di
tinggi suhu lingkungan di atas Pondok Rangon Jakarta Timur sebagai
Thermoneural zone akan menyebabkan topografi rendah (200-400 dpl). Lama
perolehan panas lebih banyak penelitian dilaksanakan masing-
daripada pembebasan panas, masing daerah selama satu bulan
akibatnya peningkatan suhu tubuh. serta dimulai dari bulan Januari 2011
Bila suhu tubuh meningkat, akan hingga Februari 2011.
terjadi usaha ternak untuk Kegiatan penelitian kajian untuk
mengeluarkan panas dengan cara
menganalisis penentuan batas suhu
radiasi, konduksi, konveksi, dan
kritis sapi perah dara dalam kandang
evaporasi, yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan konsumsi air berdasarkan respon fisiologis pada
minum dan menurunkan konsumsi masing-masing waktu dan suhu
pakan, serta energi yang digunakan lingkungan serta berbeda daerah.
untuk mengatur suhu tubuh Enam ekor sapi dara PFH menempati
meningkat. Peningkatan suhu tubuh tiap petak kandang. Sapi-sapi
tersebut akan meningkatkan laju
dipelihara selama 14 hari, dengan
metabolisme dalam sel. Namun
kurun waktu tersebut setiap hari
adanya pengaturan homeostasi
diberikan pakan pada pagi hari pukul

124 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

06.00 - 07.00 dan sore hari pukul 15.00 Metode Pengukuran Parameter
- 16.00 dengan 60% rumput dan 40% 1. Suhu dan kelembaban udara diukur
konsentrat. Selama pengamatan sapi dengan termometer bola basah dan
bola kering. Pengukuran dilakukan
tidak dimandikan.
di dalam kandang.
Rancangan penelitian secara
2. Indeks suhu kelembaban (THI)
purposive untuk menganalisis
dihitung menggunakan rumus
penentuan batas suhu kritis sapi
Hahn (1985) yaitu : THI = DBT + 0,36
perah dara dalam kandang
WBT + 41.2, DBT = suhu bola kering
berdasarkan respon fisiologis pada
(0C) dan WBT = suhu bola basah
masing-masing waktu dan suhu
(0C).
lingkungan dengan berbeda daerah.
3. Kecepatan angin diukur
Selanjutnya dilakukan pengamatan
menggunakan anemometer digital
respon fisiologis pada masing-masing
yang diletakkan di dalam kandang.
waktu dan suhu lingkungannya, dari
Anemometer di buka selama 15
pukul 5.00 hingga pukul 20.00 dengan
menit kemudian di baca kecepatan
selang waktu pengamatan satu jam.
rata-rata tiap detiknya.
Parameter yang diamati terdiri
4. Suhu permukaan kulit (Ts), diukur
atas faktor iklim dan respon fisiologis pada empat titik lokasi
sapi perah. Faktor iklim yang diukur pengukuran yaitu punggung(A),
meliputi suhu udara bola basah dan dada (B), tungkai atas (C), dan
bola kering (DBT-WBT), kelembaban tungkai bawah (D). Rataan suhu
udara (RH), kecepatan angin, dan permukaaan kulit dihitung
berdasarkan rumus McLean et al.
menghitung Temperature Humidity
(1983); Ts = 0.25 (A + B) + 0.32 C +
Indeks (THI). Pengamatan suhu udara 0.18 D.
dan kelembaban dalam kandang 5. Suhu rektal (Tr), diukur dengan
dilakukan setiap hari dari pukul 05.00 memasukkan termometer klinis ke
hingga pukul 20.00 dengan selang dalam rektal sedalam ± 10 cm
waktu satu jam selama 14 hari. Respon selama tiga menit.
6. Suhu tubuh (Tb), dihitung dari
fisiologis sapi yang diukur adalah
suhu permukaan kulit (Ts) dan
suhu permukaan kulit (Ts), suhu
menjumlahkan dengan suhu rektal
rektal (Tr), dan menghitung suhu (Tr) menurut McLean et al. (1983).
tubuh (Tb). Pencatatan suhu Suhu tubuh (Tb) dihitung dengan
permukaan kulit (Ts), suhu rektat (Tr), rumus : Tb = 0.86 Tr + 0.14 Ts
dan suhu tubuh (Tb) dilakukan selama Analisis data berupa penentuan
14 hari dari pukul 05.00 hingga pukul batas suhu kritis pada sapi dara PFH
20.00 dengan selang waktu satu jam.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 125


ISSN 1978 - 3000

HASIL DAN PEMBAHASAN serta suhu kritis sebesar 270C (Sudono


et al. 2003).
Kondisi Lingkungan Iklim Mikro Kondisi pada pagi hari (pukul
Perubahan-perubahan pada 05.00-09.00) relatif sama dengan sore
panas lingkungan sangat tergantung hari (pukul 16.00-20.00), baik di daerah
dari kondisi udara lingkungan yang Bogor maupun Jakarta. Suhu udara
meliputi suhu udara, kelembaban pagi hari relatif sesuai untuk sapi dara
udara, radiasi matahari, kecepatan FH, akan tetapi kelembaban udara
angin, kepadatan kandang, dan kurang sesuai, karena berada di atas
karakter pelepasan panas metabolis kisaran normal. Pada sore hari, terjadi
tubuh ternak (Berman 2008). Hasil cekaman udara diakibatkan
pengamatan selama penelitian yang kelembaban udara. Rataan nilai THI
berlangsung dari pukul 05.00 hinggga sore hari sebesar 75 di daerah Bogor
pukul 20.00, kondisi lingkungan iklim dan sebesar 76 di daerah Jakarta
mikro di daerah Bogor dan Jakarta, menunjukkan terjadinya cekaman
berupa kisaran suhu udara berkisar ringan. Suhu udara pada sore hari
antara 22-330C dan 23,50-33,500C, menurun, akan tetapi kelembaban
kelembaban udara antara 53-91% dan udara meningkat. Sementara itu,
56-88% , kecepatan angin antara 0-0,9 kecepatan angin pada sore hari relatif
m/s dan 0-0,6 m/s, dan nilai THI belum cukup untuk mengurangi
berkisar antara 70,94-83,92 dan 72,80- beban panas tubuh ternak.
84,42 (Gambar 1). Nilai suhu dan Kelembaban udara tersebut dapat
kelembaban udara tersebut menjadi faktor penghambat proses
menunjukkan kondisi lingkungan konveksi dan evaporasi ternak.
ternak berpotensi memberikan suhu Bohmanova (2007) menyatakan bahwa
kritis dan cekaman fisiologis pada sapi kelembaban udara merupakan faktor
dara peranakan FH. Kisaran zona penghambat proses stress panas pada
termonetral ternak berada pada suhu iklim lembab dan suhu udara kering
udara antara 13-180C (McDowell adalah faktor pembatas stress panas
1972), 5-250C (Jones dan Stallings pada iklim kering.
1999), suhu udara antara 13-250C dan Pada Gambar 1, pukul 05.00
kelembaban udara antara 50-60% hingga 09.00 kondisi suhu udara,
(McNeilly 2001). Suhu dan kelembaban udara dan THI berpotensi
kelembaban lingkungan yang ideal menyebabkan cekaman ringan.
bagi penampilan produksi sapi perah Cekaman lebih disebabkan tingginya
peranakan FH akan dicapai pada suhu kelembaban udara pada pukul
udara 18,30C dan kelembaban udara tersebut. Berdasarkan nilai suhu udara
55% (Sutardi 1981), serta penampilan dan THI tersebut, bagi sapi perah
produksi masih cukup baik bila suhu mengindikasikan mengalami suhu
lingkungan meningkat sampai 21,10C kritis. Apabila suhu udara meningkat
diatas suhu termonetral sapi akan

126 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

mulai menderita suhu kritis atau dan Jakarta (pukul 12.00), sebaliknya
dimulainya menderita cekaman, kelembaban udara menurun, akan
sehingga mekanisme termoregulasi tetapi kelembaban tersebut tetap pada
mulai bekerja terutama dengan cara nilai yang berpotensi memberikan
meningkatkan pernafasan, denyut suhu kritis ternak atau cekaman panas,
jantung dan penguapan air melalui baik di daerah Bogor maupun Jakarta.
kulit. Untuk mengetahui status suhu Nilai rataan THI pada pukul 12.00 dan
kritis pada ternak dapat dilakukan pukul 13.00 adalah yang tertinggi di
dengan mengetahui suhu tubuh yang daerah Bogor yaitu sebesar 82, tetapi
diestimasikan dari hasil pengukuran di daerah Jakarta sebesar 84. Hasil nilai
suhu rektal dan suhu kulit, sedangkan rataan THI tersebut mengindikasikan
untuk mengetahui tingkat adanya suhu kritis atau cekaman
pembuangan panas tubuh (heat loss) panas pada ternak, hal ini berdasarkan
dapat dilakukan dengan mengetahui klasifikasi Pennington dan
suhu kulit, frekuensi pernafasan dan VanDevender (2004) nilai THI tersebut
denyut jantung (Purwanto 1993). menunjukan terjadinya suhu kritis
Daerah termonetral bagi ternak atau cekaman panas sedang pada
merupakan kisaran suhu udara dan ternak. Cekaman panas sedang
THI yang paling sesuai untuk ditandai dengan terjadinya pelepasan
kehidupannya, dimana terjadi tubuh sebanyak 50% melalui proses
metabolisme basal dan hanya terjadi respirasi (Berman 2005). Pada kondisi
mekanisme pengaturan panas secara iklim mikro tersebut, harus
sensible dengan menggunakan energi diperhatikan peternak di Indonesia
yang paling sedikit. Kisaran suhu untuk mengurangi pengaruh iklim
udara tersebut tidak menyebabkan mikro dengan beberapa cara yang
peningkatan atau penurunan fungsi disarankan oleh Velasco et al. (2002)
tubuh (McDowell 1972; Yousef 1985), melalui perbaikan manajemen pakan,
terjadinya metabolisme basal pada imbangan nutrisi, pemberian air
kisaran suhu termonetral tersebut minum adlibitum, dan sirkulasi
berarti pula produksi panas tubuh kandang. Usaha lain untuk
sangat rendah. Kecepatan angin pada peningkatan pemahaman efek
pukul 05.00 hingga pukul 07.00 lingkungan iklim mikro pada siang
(Gambar 1) sangat rendah dan bernilai hari dengan ditandai terjadinya suhu
0 m/s sehingga angin belum cukup kritis ternak dan cekaman panas
berfungsi untuk membantu pelepasan menuntut peternak untuk
panas dan mereduksi beban panas memaksimalkan efek positif dan
tubuh ternak (Yani dan Purwanto negatifnya (Coller et al. 2006). Waktu
2006). pemberian pakan dan pemberian
Pada siang hari (pukul 10.00- pakan yang memiliki heat
15.00), suhu udara dan THI meningkat increamentrelatif rendah dengan
hingga pukul 13.00 di daerah Bogor berdasarkan suhu kritis ternak

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 127


ISSN 1978 - 3000

disarankan untuk dilakukan bila siang antara 38,47-39,210C dan 38,34-39,580C.


hari ada cekaman iklim panas di Kisaran suhu rektal normal untuk sapi
daerah pengembangan sapi perah. perah antara 38,2-39,10C (Schutz et al.
Kecepatan angin berfungsi 2009). Pada penelitian ini, untuk
mengalirkan udara yang bersuhu lebih daerah Bogor dan Jakarta, suhu rektal
tinggi di sekitar ternak ke tempat yang terendah terjadi pada pukul 05.00
lain. Selain itu, angin dapat membantu (pagi) dan meningkat setelah ternak
proses konveksi dan evaporasi panas mengkonsumsi pakan dan seiring
dari tubuh ternak ke lingkungan. Pada meningkatnya suhu udara (Gambar 2).
pagi menuju siang hari, kecepatan Suhu rektal meningkat selama stress
angin meningkat seiring panas (40,40C) dapat mengurangi
meningkatnya suhu udara, sehingga konsumsi bahan kering sebanyak 30%
peningkatan kecepatan angin belum (Wheelock et al. 2010).
banyak berpengaruh pada penurunan Berdasarkan grafik pada Gambar
cekaman panas tubuh ternak, 2, suhu rektal ternak mulai mengalami
sebaliknya sore hari semakin stress panas pada siang hari pukul
menurun. Rataan kecepatan angin 12.00 saat suhu udara tertinggi, suhu
pada siang dan sore hari di daerah rektal di bogor (39,040C) dan Jakarta
Bogor dan Jakarta masih relatif rendah (39,220C). Suhu rektal tertinggi di
yaitu 0,4 m/s dan 0,2 m/s serta 0,1 m/s Bogor dan Jakarta terjadi pada sore
dan 0,08 m/s. Pemberian kecepatan hari pukul 17.00 (39,050C) dan pukul
angin 1,12-1.30 m/s akan membantu 16.00 (39,130C). Peningkatan suhu
sapi FH mengatasi suhu kritis ternak rektal tersebut diakibatkan adanya
atau cekaman panas (Lee dan Keala peningkatan panas metabolisme
2005). Perpindahan panas dengan tubuh, karena ternak baru
konveksi dan evaporasi antara ternak mengkonsumsi pakan, dan juga
dengan lingkungan dipengaruhi disebabkan proses homeostasis ternak
kecepatan angin sebesar 25%. Angin setelah terjadi gangguan homeostasis
dapat digunakan untuk membantu pada siang hari. Hasil penelitian
mereduksi cekaman panas pada Purwanto et al. (1993) serta Kendal et
ternak (Beede dan Colier 1986). al. (2006) melaporkan bahwa pada
Respon Fisiologis Ternak suhu lingkungan 300C serta 32,20C,
Suhu rektal merupakan salah suhu rektal dapat mencapai lebih dari
satu parameter dari pengaturan suhu 39,80C serta 400C. Kondisi suhu rektal
tubuh yang umum digunakan, karena yang tinggi tersebut, mengindikasikan
kisaran suhunya relatif lebih konstan fungsi tubuh bekerja secara ekstra
dan lebih mudah pengukuran di
lapangan. Hasil pengukuran suhu
rektal harian ternak di daerah Bogor
dan Jakarta sebagian besar masih
dalam kisaran normal, yaitu berkisar

128 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

untuk mencapai keseimbangan panas kandang sapi perah berdasarkan suhu


yang baik dengan pelepasan panas. rektal sapi dara dapat digunakan hasil
Untuk mengetahui suhu kritis (suhu simulasi ANN.
dan kelembaban udara) di sekitar
0.6
100
(m/s)
n Udara (%)
Kelembaba

0.5
Jakarta
Kecepatan angin

0.4
0
0.3 5 6 7 8 9 10 11 12Waktu
13 (WIB
14 15
) 16 17 18 19 20
Jakarta
0.2
100
80
60 Bogor
Jakarta
Udara (0C)Indeks

Kelem
baban

0.1
Suhu

5 6 7 8 Waktu
9 10 pengamatan
11 12 13 (WIB)
14 15 16 17 18 19 20
50 Bogor
00 Waktu (WIB)
Jakarta
Suhu

5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 1010 1111 1212 1313 1414 1515 1616 1717 1818 1919 2020
Bogor
Waktu pengamatan (WIB)

Gambar 1.Rataan Fluktuasi suhu udara, kelembaban udara, indeks suhu kelembaban dan
Kecepatan angin.

Permukaan kulit hewan dapat


(34,310C) dan (33,780C) masing-masing
berfungsi untuk melepaskan atau
untuk Bogor dan Jakarta. Suhu kulit
tempat pembuangan panas yang
tertinggi di Bogor dan Jakarta terjadi
utama melalui proses radiasi,
pada sore hari pukul 17.00 (32,280C)
konveksi, konduksi, dan evaporasi
dan pukul 16.00 (33,400C) (Gambar 3).
(Berman 2003). Pada penelitian ini,
Pada saat suhu tinggi, tubuh
suhu kulit harian ternak di daerah
akan mengeluarkan keringat dalam
Bogor dan Jakarta sebagian masih
jumlah banyak serta memperlebar
dalam kisaran normal, yaitu berkisar
pembuluh darah (vasodilatasi)
antara 28,84-35,010C dan 29,38-33,910C.
sehingga panas akan terbawa keluar
Suhu kulit sapi yang dipelihara pada
dari tubuh.
lingkungan mikro yang nyaman yaitu
Sebaliknya, pada saat suhu rendah,
berkisar antara 33,5-37,10C (Tucker et
suhu tubuh akan mengeluarkan lebih
al. 2008). Suhu kulit terendah di Bogor
sedikit keringat dan mempersempit
dan Jakarta yaitu pada pukul 05.00
pembuluh darah (vasokonstriksi)
pagi (29,220C) dan (30,360C). Suhu
sehingga mengurangi pengeluaran
kulit tertinggi pada pukul 12.00 siang

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 129


ISSN 1978 - 3000

panas oleh tubuh. Kulit sangat merupakan perwujudan dari suhu


berkorelasi dengan fluktuasi unsur organ-organ di dalam tubuh serta
cuaca karena mengalami kontak organ-organ di luar tubuh. Suhu di
langsung dengan cuaca. Suhu dalam tubuh diwakili oleh suhu rektal
permukaan tubuh bervariasi dan suhu di luar tubuh diwakili oleh
berdasarkan kadar uap air suhu permukaan kulit. Peningkatan
lingkungan, lokasi kandang beban panas yang disebabkan oleh
(naungan), dan ventilasi (Marcilae kombinasi suhu udara, kelembaban
2009). udara, pergerakan udara, dan radiasi
Proses pelepasan panas melalui matahari dapat meningkatkan suhu
kulit terjadi melalui mekanisme tubuh dan frekuensi respirasi serta
vasodilatasi. Mekanisme vasodilatasi mengurangi konsumsi pakan dan
yaitu pembuluh darah mengembang produksi susu (Hahn 1999; Ominski et
untuk berdekatan dengan kulit al. 2002; West 2003). Hasil perhitungan
(lingkungan luar) yang suhu tubuh harian ternak di daerah
memungkinkan panas dibebaskan Bogor dan Jakarta sebagian masih
keluar. Bulu kulit ditegakkan untuk dalam kisaran normal, yaitu berkisar
mengurangi udara yang terperangkap antara 37,18-38,500C dan 37,24-38,770C.
pada kulit supaya panas mudah Suhu tubuh sapi yang dipelihara pada
dibebaskan karena udara adalah lingkungan mikro yang nyaman yaitu
konduktor panas yang baik. Ganong berkisar antara 38,3-38,6oC (Schutz et
(1983) mengemukakan jumlah panas al. 2008). Suhu tubuh terendah di
yang hilang dari tubuh dalam batas- Bogor dan Jakarta yaitu pada pukul
batas yang luas di atur oleh perubahan 05.00 pagi (37,290C) dan (37,650C) serta
jumlah darah yang mengalir melului meningkat seiring meningkatnya
kulit. Kulit berperan penting dalam beban panas dari lingkungan dan dari
menerima rangsangan panas atau hasil metabolisme. Respon suhu tubuh
rangsangan dingin untuk dihantarkan terhadap stress panas berbeda-beda
ke susunan syaraf pusat dan tiap individu dan respon tersebut
diteruskan ke hipotalamus bagian pre disebabkan oleh produksi dan
optic. Rangsangan suhu tersebut pelepasan panas tubuh. Suhu tubuh
diteruskan ke pusat pengatur panas tertinggi pada pukul 12.00 siang
yang juga di hipotalamus untuk (38,370C) dan (38,450C) masing-masing
melakukan usaha-usaha penurunan untuk Bogor dan Jakarta (Gambar 4).
produksi atau pengeluaran panas Sementara itu suhu tubuh tertinggi di
(Isnaeni 2006). Suhu tubuh Bogor dan Jakarta terjadi pada sore

130 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

hari pukul 17.00 (32,280C) dan pukul mempertahankan suhu tubuhnya


16.00 (33,400C). dengan menyeimbangkan
Suhu tubuh dapat dijadikan pembentukan dan pelepasan panas.
indikator dalam menentukan dimulai Suhu dan kelembaban udara dalam
cekaman panas pada ternak yang kandang yang termasuk iklim mikro
disebabkan lingkungan mikro dan merupakan dua faktor iklim yang
pakan. Pengaturan suhu tubuh mempengaruhi produksi sapi perah,
dilakukan melalui mekanisme umpan karena dapat menyebabkan
balik oleh saraf eferen, hipotalamus, perubahan keseimbangan panas
dan efektor saraf eferen. Bagian- dalam tubuh ternak, keseimbangan
bagian tersebut berfungsi sebagai air, keseimbangan energi dan
termostat dengan hipotalamus sebagai keseimbangan tingkah laku ternak
pusat kontrolnya. Tubuh akan (Hafez dan Bouissou 1975).

Gambar 2 Rataan fluktuasi suhu rektal (Tr) sapi dara PFH tiap jam dari pukul 05.00
hingga pukul 20.00 antara daerah Bogor dengan Jakarta

36
Suhu kulit ( 0C)

34
32
30 Panitan bogor
28 pondok rangon
26
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu pengamatan (WIB)

Gambar 3 Rataan fluktuasi suhu kulit sapi dara PFH tiap jam dari pukul 05.00 -pukul
20.00 antara daerah Bogor dengan Jakarta

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 131


ISSN 1978 - 3000

39
Suhu tubuh ( 0C)

38.5
38
37.5 Panitan bogor
37 pondok rangon
36.5
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu pengamatan (WIB)

Gambar 4 Rataan fluktuasi suhu tubuh (Tb) sapi dara PFH tiap jam dari pukul 05.00
hingga pukul 20.00 antara daerah Bogor dengan Jakarta

suhu rektal sebesar 0,199510 dan


ModelPendugaan Suhu Kritis 0,693969, suhu kulit sebesar 0,392903
Berdasarkan Indikator Respon dan 0,828096.
Fisiologis Melalui Simulasi ANN
Langkah validasi hasil ANN
pada suhu rektal (Tr) dan suhu kulit
Aplikasi program ANN
(Ts) rectal dan suhu kulit hasil
merupakan langkah metode pelatihan
perhitungan ANN dibandingkan
propagasi balik yang dilakukan
dengan hasil pengukuran di lapang.
terhadap data-data pelatihan dengan
Pelaksanaan validasi dilakukan pada
harapan kesalahan (error) terkecil.
kondisi suhu dan kelembaban udara
Setelah dilakukan iterasi berulang-
yang sama antara data hasil
ulang dihasilkan nilai kesalahan yang
perhitungan ANN dan hasil
fruktuasi serta nilai kesalahan yang
pengukuran di lapang. Selanjutnya
semakin menurun dari setiap iterasi.
validasi dimulai setelah didapatkan
Nilai kesalahan yang terkecil pada
nilai error terendah, kemudian
output prediksi terhadap output
dilakukan proses normalisasi kembali,
target, baik di daerah Bogor maupun
yaitu normalisasi data input (x1, x2),
Jakarta pada Yp1 (suhu rektal) dan Yp2
data target (yt1, yt2, ) dan hasil prediksi
(suhu kulit) yaitu setelah dilakukan
perhitungan ANN (yp1, yp2)
iterasi sebanyak 2.100.000/100 (21.000
Nilai validasi menunjukkan
kali). Masing-masing di daerah Bogor
kecenderungan hasil perhitungan
dan Jakarta diperoleh nilai error pada
ANN mendekati hasil pengukuran

132 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

penelitian lapang dengan rataan nilai dapat mengetahui berapa respon


persentase error yang rendah, masing- fisiologis sapi perah pada suhu rectal
masing untuk daerah Bogor dan dan suhu kulit, tanpa perlu mengukur
Jakarta yaitu yp1 = 0,65% dan 0,80%, yp2 langsung kepada ternaknya, tetapi
= 1,34% dan 1,40%. Pada beberapa titik cukup melihat suhu dan kelembaban
validasi terjadi perbedaan persentase udara yang terukur saat itu, kemudian
error yang cukup besar, tetapi masih disimulasikan dengan ANN. Hasil
relatif dalam batasan yang rendah (% simulasi dapat digunakan untuk
error <5%). Hasil nilai tersebut dapat mengetahui tingkat respon fisiologis
diartikan bahwa nilai prediksi sudah sapi perah (Tr dan Ts) terhadap
mendekati nilai aktualnya. Nilai perubahan suhu dan kelembaban
persentase error yang rendah udara yang berbeda. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa hasil menggunakan ANN tertera pada
perhitungan ANN memiliki akuarasi Tabel 3
yang tinggi sehingga dapat dijadikan Hasil prediksi dari simulasi
acuan untuk suhu dan kelembaban ANN menunjukkan bahwa semakin
udara dalam penentuan suhu kritis meningkat suhu udara, maka semakin
sapi dara di daerah Bogor dan Jakarta. meningkat pula suhu rektal dan suhu
Simulasi merupakan teknik kulit sapi perah baik daerah Bogor
penyusunan dari kondisi yang nyata maupun Jakarta (Tabel 3). Begitu juga,
dan kemudian melakukan penelitian semakin meningkat kelembaban
pada model yang dibuat dari sistem. udara baik pada suhu yang sama atau
Pada simulasi ini dilakukan dengan pada suhu udara yang meningkat
memperhatikan parameter suhu dan mengakibatkan peningkatan suhu
kelembaban udara sebagai penentu rektal dan suhu kulit. Berdasarkan
suhu kritis dengan respon fisiologis hasil simulasi ANN dapat diperoleh
ternak untuk setiap kondisi mulai dari korelasi anatara suhu dan kelembaban
nilai minimum sampai nilai udara dengan tingkat cekaman panas
maksimum yang terukur pada (suhu kritis) sapi berdasarkan suhu
penelitian. Pada simulasi dengan rektal dan suhu kulit. Kisaran suhu
mengkombinasi nilai input suhu dan rektal normal untuk sapi perah antara
kelembaban udara, maka didapatkan 38,2 - 39,10C (Schutz et al. 2009). Tucker
variasi nilai output suhu rektal dan et al. (2008) mengemukakan bahwa
suhu kulit di daerah Bogor dan suhu permukaan kulit sapi yang
Jakarta. Berdasarkan hasil simulasi dipelihara pada lingkungan mikro
suhu dan kelembaban udara, maka nyaman berkisar antara 33,5-37,1oC.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 133


ISSN 1978 - 3000

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat mempengaruhi suhu rektal dan suhu
dikatakan bahwa sapi perah kulit pada sapi perah.Tingkat suhu
mengalamami cekaman panas apabila kritis berdasarkan suhu rektal dan
suhu rektal lebih dari 39,1 C dan suhu
o
suhu kulit pada suhu dan kelembaban
kulit lebih dari 37,1oC. udara yang berbeda baik di daerah
Berdasarkan hasil prediksi hasil Bogor maupun Jakarta dapat dilihat
simulasi ANN, perubahan suhu dan pada Tabel 2.
kelembaban udara sangat sensitif
Peningkatan kelembaban udara terhadap perubahan suhu rektal
dan suhu udara yang sama dan suhu dibandingkan perubahan suhu kulit.
udara berbeda sangat mempengaruhi Suhu kritis dengan indikator suhu
terhadap suhu kritis pada sapi perah. kulit mulai terjadi apabila suhu udara
Pada saat udara 22,50-25,50 C baik di
o naik menjadi 31oC dengan kelembaban
daerah Bogor maupun Jakarta belum udara 86% (Bogor) dan suhu udara
terjadi suhu kritis(cekaman panas) naik menjadi 32,50oC dan kelembaban
meskipun terjadi perubahan udara 88% (Jakarta). Pada saat suhu
kelembaban udara. Suhu udara dan udarayang tinggi yaitu 31- 32oC dan
kelembaban udara tersebut, suhu 32,50-33,50oC masing-masing untuk
rektal dan suhu kulit masih pada daerah Bogor dan Jakarta, terjadi suhu
kisaran normal. Saat suhu udara 26- kritis (cekaman) panas dengan
32oC (Bogor) dan suhu udara 26- indikator suhu rektal dan suhu kulit,
33,50oC (Jakarta), sapi perah mulai tetapi suhu rektal lebih sensitif
terjadi suhu kritis (cekaman panas) dibandingkan suhu kulit, karena suhu
dengan indikator cekaman panas pada rektal dipengaruhi baik dari
suhu rektal. Pada saat peningkatan lingkungan eksternal berasal dari
kelembaban udara dengan suhu udara iklim mikro maupun berasal dari
yang sama dan suhu udara yang panas tubuh.
berbeda sangat mempengaruhi

134 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

Tabel 1. Hasil simulasi ANN perkiraan suhu rektal (Tr) dan suhu kulit (Ts) pada
suhu dan kelembaban udara yang berbeda di daerah Bogor dan Jakarta
Bogor Jakarta
Suhu udara Kelembaba Suhu rektal Suhu kulit Suhu udara Kelembaba Suhu rektal Suhu kulit
(oC) n udara (%) (oC) (oC) (oC) n udara (%) (oC) (oC)

24 86 38,86 31,52 24 88 38,75 30,10


24 84 38,88 31,14 24 86 38,80 30,73
24 82 38,89 30,74 24 84 38,85 30,86
26 86 39,11 32,23 26 88 39,13 31,13
26 84 38,83 32,12 26 86 38,98 31,67
26 82 38,83 31,86 26 84 38,94 31,08
28 86 39,23 35,35 27,50 88 39,11 32,00
28 84 39,15 33,71 27,50 86 38,93 31,85
28 82 39,01 32,61 27,50 84 38,84 31,81
30 86 39,14 35,15 29 88 39,11 31,88
30 84 39,11 33,02 29 86 38,96 31,80
30 82 38,87 32,89 29 84 38,93 31,76
32 86 39,26 37,26 33 66 39,13 32,32
32 84 39,17 34,76 33 64 39,20 32,32
32 82 38,89 31,76 33 62 39,27 32,33

Tabel 2 Suhu dan kelembaban udara pada saat sapi perah mulai mengalami suhu
kritis (cekaman panas) dengan indikator suhu rektal (Tr) dan suhu kulit (Ts)
di daerah Bogor dan Jakarta

Bogor Jakarta
o Kelembaban udara Indikator Suhu udara Kelembaba Indikator
Suhu udara ( C)
cekaman (oC) n udara cekaman
(%) panas (%) panas
22,50 – 25,5 60 - 23,5–25,5 58 -
26 86 Tr 26 88 Tr
27 84 Tr 27,5 88 Tr
28 84 Tr 29 88 Tr
29 84 Tr 30,5 88 Tr
30 84 Tr 31 84 Tr
31 86 Ts 32 82 Tr
31 84 Tr 32,5 88 Ts
32 84 Tr 33 66 Tr
32 86 Ts 33 78 Ts

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 135


ISSN 1978 - 3000

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

1. Model penerapan Artificial Neural Beede DK, Coolier RJ. 1986. Potential
Network (ANN) dapat nutritions for intensive
digunakan untuk menentukan managed cattle during thermal
suhu kritis berdasarkan peubah stress. J Anim Sci 62: 543.
suhu dan kelembaban udara di Berman A. 2005. Estimates of heat
dalam kandang sapi perah PFH stress relief needs for Holstein
terhadap respon fisiologisnya dairy cows. J Anim Sci 83: 1377-
dengan indikator suhu rektal dan 1384.
suhu permukaan kulit. Berman A. 2008. Increasing heat stress
2. Peningkatan kelembaban dan suhu relief produced by coupled coat
udara yang sama dan suhu udara wetting and forced ventilation.
berbeda sangat mempengaruhi J Dairy Sci 91: 4571-4578.
terhadap suhu kritis pada sapi Berman A. 2010. Forced heat loss from
perah. Suhu udara berkisar antara body surface heat flow to body
22,50-25,50oC baik di daerah Bogor surface.J Dairy Sci 93:242-248.
maupun Jakarta belum terjadi suhu Bohmanova J, Misztal I, Cole JB. 2007.
kritis meskipun terjadi perubahan Temperature-humidity indices
kelembaban udara. as indicators of milk production
3. Suhu udara 26oC dengan losses due to heat stress. J Dairy
kelembaban udara 86% di Bogor Sci 90: 1947-1956.
dan Suhu udara 26oC dengan Brosh Aet al. Effect of solar radiation,
kelembaban udara 88% di Jakarta, dietary energy, and time of
sapi perah mulai terjadi suhu kritis feeding on thermoregulatory
dengan indikator cekaman panas responses and energy balance in
pada suhu rektal. Suhu kritis cattle in a hot environment. J
dengan indikator suhu kulit mulai Anim Sci 76: 2671-2677.
terjadi pada suhu udara 31oC Collier RJ, Dahl GE, VanBaale MJ.
dengan kelembaban udara 86% 2006. Major advances associated
(Bogor) dan suhu udara naik with environmental effects on
menjadi 32,50oC dan kelembaban dairy cattle. J Dairy Sci 89: 1244-
udara 88% (Jakarta). Suhu rektal 1253.
lebih sensitif dibandingkan suhu Ganong. 1983. Review of Medical
kulit. Semakin meningkat suhu Physiology.Ed ke-11. California:
rektal sapi perah lebih sensitif Lange Medical Publication.
dipengaruhi perubahan Gebremedhin KG. 1985. Heat
kelembaban dan suhu udara Exchange Between Livestock
and Environment. Dalam:

136 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

Yousef MK, editor. Stress performance, behavior,


Physiology of Livestock.Volume physiology, and the
ke-1, Basic Principle. Florida: CRC environment of heifers.J Dairy
Press Inc. Sci 92: 506-517.
Hafez ESE, Bouissou MF. 1075. The McDowell RE. 1972. Improvement of
behaviourr of cattle. Dalam: Livestock Production in Warm
Behaviour of Domestic Animals.Ed Climate. WH Freeman and Co.
ke-3. Baltimore: Williams and San Fransisco.
Wilkims Co. McLean JA, Downie AJ, Jones CDR,
Hahn GL. 1999. Dynamic responses of Strombough DP, Glasbey CA.
cattle to thermal heat loads. J 1983.Thermal adjustments of
Anim Sci 77: 10-20 stress (Bos Taurus) to abrupt
Isnaeni W. 2006.Fisiologi Hewan. changes in environments
Penerbit Kanisius: Yogyakarta. temperature.Camb J Agric Sci
Jones GM, CC Stallings. 1999. 48:81-84.
Reducing heat stress for dairy McNeilly AS. 2001. Reproduction,
cattle. Virginia Cooperative fertility, and development.
Extension. Publication Number CSIRO Publishing 13:583-590.
404-420.
http://www.ext.edu/index.html. Ominski KH et al. 2002. Physiological
[21 Oktober 2005]. and production responses to
Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical feeding schedule in lactating
Diagnosis. London: Bailliere dairy cows exposed to short-
Tindall. term, moderate heat stress. J
Kendall PE et al. 2006. The effect of Dairy Sci 85:730-737.
providing shade to lactating Pennington JA, VanDevender K. 2004.
dairy cows in a temperate Heat Stress in Dairy
climate.Livest Sci 103: 148-157. Cattle.http://www.uaex.edu/oth
Kusumadewi S. 2003. Artificial er areas/publication/html [19
Intelligence (Teknik dan Mei 2004].
Aplikasinya). Graha Ilmu, Purwanto BP et al. 1993. Effect of
Yogyakarta. standing and lying behaviours
Lee CN, Keala N. 2005. Evalution of on heat production of dairy
cooling system to improve heifers differing in feed intake
lactating Holstein cows comfort levels.AJAS 6: 271-274.
in the sub-tropics. J Anim Sci 82: Rahardja DP. 2007. Ilmu Lingkungan
128-136. Ternak. Makassar: Citra Emulsi.
Marcilac-Emberston NM et al. 2009. Santoso AB et al. 2003. Pengaruh
Effect of shade and sprinklers on lingkungan mikro terhadap

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 137


ISSN 1978 - 3000

respons fisiologi sapi dara Intensif. Cetakan ke-2.


peranakan Fries Holland. Forum AgroMedia Pustaka, Bogor.
Pascasarjana vol 26(4): 277-288. Tucker CB, Rogers AR, Schutz KE.
Schirman K et al. 2009. Technical note: 2008. Effect of solar radiation on
Validation of a system for dairy cattle behaviuor, use of
monitoring ruminansia in dairy shade and body temperature in a
cows. J Dairy Sci 92: 6052-6055. pasture-based system.Appl Anim
Schutz KE, Cox NR, Matthews LR. Behav Sci 109:141-154.
2008. How important is shade to Tyler HD, Enseminger ME. 2006.
dairy cattle? Choice between Dairy Cattle Science. Pearson
shade or lying following edution, Inc. Upper Saddle
different levels of lying River, New Jersey.
deprivation. Appl Anim Behav Sci Velasco NB, Arguzon JA, Briones JI.
114:307-318. 2002. Reducing heat stress in
Schutz KE, Rogers AR, Cox NR, dairy cattle:
Tucker CB. 2009. Dairy cows Phlippines.International
prefer shade that offers greater Training on Strategies for
protection against solar Reducing Heat Stress in Dairy
radiation in summer: shade use, Cattle.Taiwan Livestock
behavior, and body temperature. Research Institute (TLRI-COA)
Appl Anim Behav Sci 116:28-34. August 26-31, 2002, Tainan,
Schutz KE et al. 2010. The amount of Taiwan, ROC.
shade influences the behavior West JW. 2003. Effects of heat stress
and physiology of dairy cattle. J on production in dairy cattle. J
Dairy Sci 93: 125-133. Dairy Sci 86:2131-2141
Schutz KE et al. 2011. Dairy cattle Wheelock JB et al. 2010. Effects of heat
prefer shade over sprinklers: stress on energetic metabolism
Effects on behaviuor and in lactating Holstein cows. J
physiology.J Dairy Sci 94: 273- Dairy Sci 93: 644-655.
283. Yousef MK. 1985. Thermoneutral Zone.
Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. In: Stress Physiology of Livestock.
2003. Beternak Sapi Perah Secara Volume II, Basic Principle.
Florida: CRC Press Inc.

138 | Model Penentuan Suhu Kritis Pada Sapi Perah


ISSN 1978 - 3000

Pengaruh Penambahan Tepung Ikan Sidat (Anguilla Spp) Pada


Pembuatan Tortilla Chips Terhadap Nilai Gizi, Kadar Air Dan Daya
Terima Organoleptik

The Addition OfFish MealEelOn Nutrition Content, WaterContent


AndOrganoleptic QualityTortilla Chips

Yenni Okfrianti, Kamsiah, Dirga Gusti Veli

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bengkulu


Jalan Indragiri No. 3, Padang Harapan Bengkulu, Telp (0736) 341212

ABSTRACT

Tortilla Chips is a typical Mexican food in the form of cassava chips, flat round shape,
golden brown color and crispy and savory taste. The process of making tortilla chips
that use local materials eel that is widely available in the Bengkulu area and has a
high nutritional value that is in the eel 100g contains 19 grams of protein,
unsaturated fatty acids 12 g, Vitamin A at 4700 IU, 1337 mg of DHA, and EPA 742
mg.This studyaimed todetermine the effect ofaddition offish mealeelvariationon
water contentandorganoleptic qualitytortilla chips..This study was conducted using
a completely randomized design. Organoleptic analysis of the test data were
analyzed using the Kruskal-Wallis test significant if it is followed by Mann Whitney
test, while for the water content in the data analysis by One Way Anova test and if
the test continued with significant LSD.The results of water content test showed no
effect of fish meal on the eel to the water content in the tortilla chips which show
the value of ρ = 0.000 (ρ <0,05). While the results of organoleptic tests found no effect
of adding flour to the organoleptic quality eel color, flavor, and texture of the tortilla
chips, so it is not followed by Mann Whitney test.The addition of flour tortilla chips
eel at a concentration of 10% is the addition of the most ideal and most preferred by
the panelists of the organoleptic quality of the color, flavor, and texture. This
research can be continued to test the protein in tortilla chips eel.

Keywords: Water Content, Appearance, Eelfish, TortillaChips

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 139


ISSN 1978 - 3000

ABSTRAK

Tortilla Chips adalah makanan khas Meksiko yang berupa keripik dengan bahan
baku singkong, berbentuk bundar gepeng, warna kuning kecoklatan dan rasanya
renyah serta gurih. Proses pembuatan tortilla chips memanfaatkan bahan lokal yaitu
ikan sidat yang banyak terdapat di daerah Bengkulu dan mempunyai nilai gizi
yang tinggi yaitu dalam 100gr ikan sidat mengandung protein 19 gr, asam lemak
tak jenuh 12 gr, Vitamin A sebesar 4700 IU, DHA sebesar 1337 mg, dan EPA 742
mg.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi penambahan
tepung ikan sidat terhadap kadar air dan mutu organoleptik tortilla chips. Penelitian
ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Analisis data hasil uji
organoleptik dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis apabila signifikan maka
dilanjutkan dengan uji Mann Whitney, sedangkan untuk data kadar air di analisis
dengan uji One Way Anova dan apabila signifikan dilanjutkan dengan uji LSD. Hasil
penelitian uji kadar air menunjukkan ada pengaruh penambahan tepung ikan sidat
terhadap kadar air pada tortilla chips yang di tunjukkan dengan nilai ρ=0,000
(ρ<0,05). Sedangkan dari hasil uji organoleptik didapatkan tidak ada pengaruh
penambahan tepung ikan sidat terhadap mutu organoleptik warna, rasa, dan
tekstur tortilla chips, sehingga tidak dilanjutkan dengan uji Mann
Whitney.Penambahan tepung ikan sidat pada tortilla chips dengan konsentrasi 10%
merupakan penambahan yang paling ideal serta paling disukai oleh panelis dari
mutu organoleptik warna, rasa, dan tekstur. Penelitian ini dapat dilanjutkan
dengan melakukan uji protein pada tortilla chips ikan sidat.

Kata Kunci : Kadar Air,Organoleptik, Ikan Sidat, Tortilla Chips

PENDAHULUAN perkapita per tahunnya (Dinas


Kelautan dan Perikanan (DKP), 2011).
Konsumsi ikan di Indonesia Salah satu kekayaan ikan di Indonesia
masih rendah jika di bandingkan yang terdapat di Bengkulu adalah
dengan negara tetangga yaitu ikan sidat. Ikan Sidat atau di daerah
Malaysia (Tempo, 2012). Berdasarkan Bengkulu di kenal dengan ikan Pelus
data Kementrian Kelautan dan merupakan salah satu jenis ikan yang
Perikanan pada tahun 2011 konsumsi mempunyai potensi yang cukup besar
ikan di Indonesia hanya sebesar 31,5 di Bengkulu, tetapi ikan ini belum
kg perkapita per tahunnya, banyak dimanfaatkan karena masih
sedangkan di Malaysia mencapai 55,4 kurangnya pengetahuan masyarakat
kg perkapita per tahunnya. Di tentang ikan ini. Ikan Sidat
Bengkulu sendiri konsumsi ikan juga mengandung nilai gizi yang tinggi,
masih rendah yaitu sebesar 26 kg jika dibandingkan dengan ikan

140 |Karakteristik Fisik dan Organoleptik Sosis Daging Sapi


ISSN 1978 - 3000

beledang yang memiliki protein 18 gr seringkali tidak mengandung zat – zat


(DKP, 2011). gizi yang dibutuhkan dalam
Kandungan daging ikan Sidat pertumbuhan mereka seperti
jauh lebih baik dibandingkan daging seringnya mengkonsumsi jajanan,
lain nya termasuk ikan Salmon yang sedangkantumbuh kembang anak
biasanya disebut sebagai ikan yang usia sekolah yang optimum
kandungan zat gizi nya yang paling tergantung pemberian nutrisi dengan
baik. Kandungan gizi ikan Sidat kualitas dan kuantitas yang baik serta
terdiri dari, protein sebesar 19 gr per benar(Judarwanto, 2007). Makanan
100 gr, asam lemak tak jenuh sebesar yang suka dikonsumsi anak – anak
12 gram per 100 gram, serta omega 3 adalah yang bersifat renyah, manis,
(DHA dan EPA) yang dapat gurih, serta asam misal nya permen,
menguatkan fungsi otak. Ikan Sidat chips, wafer, biskuit, olahan
juga mengandung vitamin A yang daging/ikan dan sebagainya yang
tidak dimiliki oleh ikan Salmon yaitu seringkali tidak mengandung zat gizi
sebesar 4700 IU/100 gram, serta yang dibutuhkan (Handayani, 2008).
dibandingkan ikan Salmon ikan Sidat Tortilla chipsadalah salah satu
mengandung DHA sebanyak 1.337 bentuk makanan yang renyah, gurih
mg/100 gram sementara Salmon yang bisa di konsumsi oleh anak –
hanya 748 mg/100 gram dan anak usia sekolah. Tortilla
kandungan EPA ikan sidat sebesar chipssebenarnya merupakan makanan
742 mg/100 gram sementara Salmon khas Meksiko berbentuk keripik
hanya 492 mg/100 gram (Setianto, dengan bahan baku singkong,
2011). Vitamin A berfungsi pada biasanya berbentuk bundar gepeng.
pertumbuhan tulang dan gigi serta Tortilla chips
berperan dalam proses antioksidan singkongmengandungenergi yang
dalam tubuh serta DHA dan EPA cukup tinggi tetapi protein yang
berperan penting dalam relatif rendah, maka perlu adanya
pertumbuhan dan perkembangan penambahan bahan yang
otak pada anak. mengandung protein yang tinggi baik
Perkembangan anak usia dari protein hewani ataupun nabati.
sekolah (7 – 12 tahun) adalah Peningkatan nilai gizi khususnya
kelompok usia yang mengalami protein hewani dalam pembuatan
pertumbuhan yang sangat pesat tortilla singkong dapat dilakukan
sehingga membutuhkan zat gizi dengan penambahan tepung ikan
dalam jumlah yang relatif besar yang sidat (Saldana, 2000).
di dapatkan dari makanan, vitamin Tepung ikan sidat adalah tepung
tambahan, dan susu (Sediaoetama, yang dibuat dengan bahan dasar ikan
2004). Makanan yang di konsumsi sidat yang terlebih dahulu

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 141


ISSN 1978 - 3000

dibersihkan, dikukus, dihaluskan, MATERI DAN METODE


lalu dilakukan pengeringan sebelum
pengayakan menggunakan mess 60 Bahan dan Alat
untuk mendapatkan tepung. Sehingga Bahan yang digunakan dalam
tepung ikan sidat dapat di tambahkan pembuatan Tortilla Chips ikan Sidat
sebagai bahan yang dapat adalah singkong, ikan Sidat, garam,
meningkatkan nilai gizi protein dalam bawang putih, merica, tepung terigu,
pembuatan tortilla chips yang pada tepung tapioka, dan minyak goreng.
umumnya hanya dibuat dengan Sedangkan alat yang digunakan
bahan dasar singkong atau bahan adalah pisau, timbangan, kukusan,
yang mengandung pati saja (Perana, oven, loyang oven, baskom, kompor
2003). Tortilla Chips merupakan gas, blender, ayakan mess 60, mesin
produk yang mempunyai bentuk pengiling mie, penggorengan deep
bundar gepeng, rasa renyah, bau khas, frying, saringan goreng, sendok
dan mempunyai keawetan yang penggorengan, blender.
relatif lama. Kadar air dalam bahan Pelaksanaan Penelitian
makanan mempengaruhi daya tahan
dan sangat menentukan mutu tortilla Penelitian ini meliputi beberapa
chips. Batas maksimum kadar air tahap yaitu : pembuatan tepung ikan
tortilla chips berdasarkan standarnya Sidat, pembuatan tortilla chips ikan
adalah 6%. sidat, penggorengan tortilla chips
Pengolahan yang tepat guna selanjutnya tortilla chips yang
terhadap bahan pangan dapat dihasilkan dianalisis kadar air dan
memberi nilai tambah, dan mutu organoleptiknya.
menghasilkan produk yang digemari
oleh anak – anak, remaja, dan dewasa. 1. Penelitian tahap I
Penilaian suatu produk yang
Penelitian tahap I, pelaksanaan
dihasilkan biasanya dilakukan
penelitian diawali dengan
dengan uji organoleptik. Uji
pengolahan ikan Sidat menjadi
organoleptik merupakan cara
tepung. Mula – mula pilih ikan Sidat
pengujian dengan menggunakan
yang masih segar untuk dijadikan
indera manusia untuk pengukuran
tepung. Setelah itu ikan yang sudah
terhadap makanan. Berdasarkan
dipilih dilakukan proses pengukusan
penjelasan diatas peneliti tertarik
guna untuk mengilangkan lemak –
untuk melakukan penelitian tentang
lemak selama kurang lebih 45 menit.
Penambahan Tepung Ikan Sidat
Proses selanjutnya adalah ikan yang
(Anguilla spp) Pada Pembuatan Tortilla
telah dikukus tadi dihaluskan dengan
Chips Terhadap Kadar Air dan Daya
menggunakan blender sampai
Terima Organoleptik.
menjadi seperti bubur yang kemudian

142 |Karakteristik Fisik dan Organoleptik Sosis Daging Sapi


ISSN 1978 - 3000

di keringkan dengan mengunakan 4= netral, dan 5= agak suka, 6= suka,


oven. Kemudian dilakukan 7= suka sekali.
pemblenderan lagi sebulum
pengayakan dengan menggunkan 4. Penelitian tahap IV
mess 60.
Penelitian tahap IV adalah
2. Penelitian tahap II penentuan kadar air diukur dengan
cara pengeringan menggunakan oven
Penelitian tahap II adalah
dan penimbangan berat awal dan
pembersihan singkong dari kulitnya,
akhir dengan menggunakan
yang kemudian direbus selama 30
timbangan analitik. Analisa ini
menit.Kemudian singkong yang telah
dilakukan terhadap 3 sampel yang
direbus dihaluskan dengan
berbeda dan dilakukan terhadap 3 kali
menggunakan blender. Setelah itu
ulangan
dilakukan pencampuran ke tepung
ikan Sidat, tepung terigu, tepung
tapioka, telur dan bumbu, lalu aduk
rata sehingga membentuk adonan. Metode
Pencetakan dengan menggunakan
Penelitian ini merupakan
mesin penggiling mie, setelah itu
penelitian yang bersifat eksperimen
pemotongan tortilla chips dengan
dan menggunakan Rancangan Acak
ketebalan 1 – 2 mm, lalu potongan
Lengkap (RAL)dengan menggunakan
tortilla chips dikeringkan dalam oven
tiga macam perlakuan dengan satu
dengan suhu 60º C selama 15 menit.
kali pengulangan. RAL dipilih karena
Tortilla chips yang telah dikeringkan
bahan percobaan yang akan dipakai
digoreng dengan suhu diatas 100º C
sebagai unit percobaan homogen dan
selama 10 detik.
perlakuannya terbatas. Lay out
3. Penelitian tahap III penelitian dapat di lihat pada tabel
Penelitian tahap III adalah 1.1.
penilaian organoleptik yang
dilakukan dengan menggunakan
panelis agak terlatih dalam pengujian
organoleptik sebanyak 30.Parameter
yang diamati dan diukur adalah uji
organoleptik (warna, rasa, dan
tekstur). Nilai uji organoleptik
didasarkan pada urutan peringkat
yakni 1= amat sangat tidak suka, 2=
sangat tidak suka, 3= agak tidak suka,

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 143


ISSN 1978 - 3000

Tabel 1.1 Lay Out Penelitian

Perlakuan Kosentrasi Penambahan Tepung Ikan Sidat

1 2 3
P P1 P1 P1
Keterangan :

 P1= Tortilla Chips dengan penambahan


tepung ikan sidat 10%
 P2= Tortilla Chips dengan penambahan
tepung ikan sidat 20%
 P3= Tortilla Chips dengan penambahan
tepung ikan sidat 30%

Tabel 1.2 Komposisi Zat Gizi Tortilla Chips setelah


Penambaha Tepung Ikan Sidat dalam 100 gram
Nama Zat Penambahan Tepung Ikan Sidat
Gizi
P1 P2 P3
Energi 336,91 kkal 339,81 kkal 342,71 kkal
Protein 6,04 gr 6,93 gr 7,82 gr
Lemak 2,665 gr 3,05 gr 3,635 gr
Karbohidrat 66,995 gr 65,26 gr 63,525 gr
Vitamin A 3325 IU 3560 IU 3795 IU

Analisis
kadar air dianalisa secara
statistik dengan uji One – Way Analisa
Data yang diperoleh dari uji
Of Variance (ANOVA) apabila
organoleptik dianalisis secara statistik
signifika p < 0.05 maka uji di
dengan Uji Kruskal wallis jika hasilnya
lanjutkannya yaitu uji LSD (Least
signifikan p < 0,05 maka uji
Signifikan Different)
dilanjutkan dengan Uji Mann Whitney
dan untuk data yang diperoleh dari uji

144 |Karakteristik Fisik dan Organoleptik Sosis Daging Sapi


ISSN 1978 - 3000

HASIL DAN PEMBAHASAN tertinggi, dapat dilihat pada Tabel 1.3.


Hasil Uji One Way Anova pada
1. Nilai Gizi Tortilla Chips Ikan perlakuan P1, P2, dan P3 memberi
Sidat pengaruh nyata terhadap kadar air
Berdasarkan hasil penelitian tortilla chips ikan sidat, yang
diketahui bahwa terjadi perbedaan ditunjukkan nilai ρ = 0,000 (ρ<0,05),
nilai gizi tortilla chips setelah maka dilanjutkan lagi dengan uji LSD
dilakukan penambahan tepung ikan (Least Signifikan Different). Ini
menunjukkan bahwa semakin banyak
penambahan tepung ikan sidat maka
semakin rendah kadar air.
sidat. Kandungan zat gizi tortilla chips
yang tinggi terjadi pada perlakuan P3, Penurunan kadar air pada
yang bearti semakin banyak tortilla chips sidat dipengaruhi oleh
penambahan tepung sidat maka bahan yang digunakan yaitu tepung
semakin meningkat beberapa nilai zat ikan sidat yang telah mengalami
gizinya, terutama nilai zat gizi proses pengeringan sehingga tidak
makronya. Dapat di lihat pada Tabel mengandung banyak air, ini berbeda
1.2 berikut ini

Tabel 1.3 Kadar Air Tortilla Chips dengan Penambahan Tepung


Ikan Sidat
Penambahan Skor Rata-rata
Keterangan Uji Anova
Tepung Ikan Kadar Air(%)
P1 12,5 a
P2 11,8 b 0
P3 11,2 c
Keterangan : Huruf a, b, c p ada keterangan menunjukkan ada p erbedaan ny ata p ada
taraf 5% menurut uji LSD (ρ)

2. Pengaruh Variasi Konsentrasi dengan bahan yang digunakan dalam


Tepung Ikan Sidat Terhadap pembuatan tortilla chips biasanya yang
Kadar Air Tortilla Chips dalam campuran pembuatannya tidak
menggunakan bahan yang telah
Berdasarkan hasil penelitian mengalami proses pengeringan
diketahui bahwa tortilla chips dengan (Wahyuni, 2008). Kadar air tortilla
perlakuan P1 memiliki kadar air chips ikan sidat jika dibandingkan
dengan standar SNI kadar air tortilla

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 145


ISSN 1978 - 3000

chips memiliki nilai rata- rata untuk perlakuan P1 adalah 6 (suka), dapat
ketiga perlakuan yaitu 1%, ini masih dilihat pada Tabel 1.4. Hasil Uji
dibawah standar maksimum SNI Kruskal Wallis pada perlakuan (P1, P2,
yaitu 6%, hal ini disebakan karena dan P3) tidak berpengaruh secara
dalam pembuatan tortilla chips ikan signifikan terhadap warna tortilla chips
sidat sangat tidak menggunakan air ikan sidat, yang ditunjukkan nilai ρ =
sebagai pelarut. 0,848 (ρ>0,05), sehingga tidak
dilanjutkan dengan Uji Mann Whitney.
3. Pengaruh Variasi Konsentrasi Hal ini menunjukkan bahwa panelis
Tepung Ikan Sidat Terhadap tidak dapat membedakan warna
Mutu Organoleptik (Warna) tortilla chips dengan variasi
Tortilla Chips penambahan tepung ikan sidat yang
berbeda dan dapat diartikan bahwa
Berdasarkan hasil penelitian semakin banyak penambahan tepung
diketahui bahwa tortilla chips dengan ikan sidat maka semakin rendah
perlakuan P1 memilik tingkat tingkat kesukaan panelis terhadap
kesukaan yang tertinggi ini mutu organoleptik (warna) tortilla
ditunjukkan oleh nilai modus pada chips ikan sidat.
Tabel 1.4 Nilai Mutu Organoleptik (Warna) Tortilla Chps Ikan
Sidat
Perlakuan Nilai Modus Nilai Rata - Rata Ket

P1 6 5 a
P2 5 5,2 a
P3 5 5,1 a
* Huruf y ang sama (a) p ada keterangan menunjukkan tidak ada p erbedaan ny ata p ada
taraf 5% menurut uji Kruskal Wallis (ρ).
Keterangan Nilai M odus dan nilai rata - rata :
1 : amat sangat tidak suka, 2: sangat tidak suka, 3 : agak tidak suka, 4: netral
5 : agak suka, 6: suka, 7 : suka sekali.

Tabel 1.5 Nilai Mutu Organoleptik (Rasa) Tortilla Chips Ikan Sidat

Perlakuan Nilai Modus Nilai Rata - Keterangan Uji


Rata Kruskal
Wallis (ρ)
P1 6 5,9 a
P2 5 5,47 a 0,062
P3 5 5.47 a
*Huruf yang sama (a) pada keterangan menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5% menurut uji
Kruskal Wallis (ρ).
Keterangan Nilai Modus dan nilai rata - rata :
1 : amat sangat tidak suka, 2: sangat tidak suka, 3 : agak tidak suka, 4: netral
5 : agak suka, 6: suka, 7 : suka sekali.

146 |Karakteristik Fisik dan Organoleptik Sosis Daging Sapi


ISSN 1978 - 3000

Warna yang hampir sama untuk 4. Pengaruh Variasi Konsentrasi


ketiga produk tersebut juga Tepung Ikan Sidat Terhadap
dipengaruhi oleh kandungan protein Mutu Organoleptik (Rasa)
yang tinggi dari tepung ikan sidat Tortilla Chips
berperan dalam reaksi Maillard dan Berdasarkan hasil penelitian
adanya proses pemanasan akan diketahui bahwa tortilla chips dengan
memberikan warna coklat pada saat perlakuan P1 memilik tingkat
tortilla chips digoreng. Menurut kesukaan tertinggi, ini ditunjukkan
Winarno (2008), reaksi Maillard oleh nilai modus untuk perlakuan P1
merupakan reaksi antara karbohidrat, adalah 6. Ini berarti bahwa semakin
khususnya gula preduksi dengan NH2 banyak penambahan tepung ikan
dari protein yang menghasilkan sidat, maka semakin rendah atau
senyawa hidroksimetilfurfural yang berkurangnya tingkat kesukaan
kemudian berlanjut menjadi furfural. panelis terhadap rasa tortilla chips
Furfural yang terbentuk kemudian ikan sidat, dapat dilihat pada Tabel
membentuk senyawa melanoidin yang 1.5. Hasil Uji Kruskall Wallis
berwarna coklat. Melanoidin inilah diketahui bahwa perlakuan (P1, P2,
yang memberikan warna coklat pada dan P3) tidak berpengaruh signifikan
tortilla chips. Faktor lain yang terhadap rasa tortilla chips ikan sidat,
mempengaruhi warna tortilla chips yang ditunjukkan dengan nilai ρ =
yang dihasilkan yaitu suhu 0,062 (ρ > 0,05) sehingga tidak
penggorengan, campuran bumbu dan dilanjutkan dengan Uji Mann
lama penggorengan. Whitney. Hal ini berarti panelis tidak
dapat membedakan rasa tortilla chips
dengan variasi penambahan tepung
ikan sidat yang berbeda.

Tabel 1.6 Nilai Mutu Organoleptik (Tekstur) Tortilla Chips Ikan Sidat
Perlakuan Nilai Modus Nilai Rata – Ket Uji Kruskal
Rata Wallis (ρ)
P1 6 5,23 A
P2 5 4,93 A 0,291
P3 5 5,20 A
*Huruf yang sama (a) pada keterangan menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5% menurut uji
Kruskal Wallis (ρ).
Keterangan Nilai Modus dan nilai rata - rata :
1 : amat sangat tidak suka, 2: sangat tidak suka, 3 : agak tidak suka, 4: netral
5 : agak suka, 6: suka, 7 : suka sekali.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 147


ISSN 1978 - 3000

Rasa yang hampir sama untuk tingkat kesukaan panelis terhadap


ketiga tortilla chips karena tortilla mutu organoleptik (tekstur)
chips ikan sidat mengandung banyak Tidak dipengaruhinya mutu
protein yang dapat mempengaruhi oragnoleptik (tekstur) tortilla chips
rasa dari tortilla chips. Menurut terhadap penambahan variasi
Winarno (2008), protein mengandung konsentrasi tepung ikan sidat
beberapa asam amino diantaranya dikarenakan tortilla chips ikan sidat
adalah asam glutamat. Asam tidak menggunakan santan dan hanya
glutamat sangat penting perannya sedikit telur. Menurut Winarno (2008),
dalam pengolahan makanan, karena penambahan lemak (santan dan telur)
dapat menimbulkan rasa yang lezat dimaksudkan untuk menambah
dan dapat meningkatkan cita rasa kalori serta memperbaiki tekstur dan
yang diinginkan sambil mengurangai cita rasa makanan. Air yang
rasa yang tidak diinginkan. terkandung dalam bahan makanan
dapat mempengaruhi tekstur dan cita
5. Pengaruh Variasi Konsentrasi rasa makanan. Semakin sedikit air
Tepung Ikan Sidat Terhadap dalam bahan makanan, maka tekstur
Mutu Organoleptik (Tekstur) bahan makanan semakin keras.
Tortilla Chips Didalam pembuatan tortilla chips
Berdasarkan hasil penelitian ikan sidat tidak menggunakan air
diketahui bahwa tortilla chips dengan tetapi menggunakan sedikit telur.
perlakuan P2 memilik nilai modus 5
dan nilai rata-rata terendah yaitu 4,93, KESIMPULAN dan SARAN
dapat dilihat pada Tabel 1.6. Hasil Uji
Kruskall Walls diketahui bahwa KESIMPULAN
perlakuan P1, P2, dan P3, tidak 1) Diketahui bahwa penambahan
berpengaruh secara signifikan tepung ikan sidat pada
terhadap tekstur tortilla chips ikan peralakuan P1, P2, dan P3
sidat yang ditunjukkan dengan nilai ρ berpengaruh terhadap kadar air
= 0,291 (ρ > 0,05), sehingga tidak tortills chips ikan sidat. Kadar air
dilanjutkan dengan Uji Mann tortilla chips tertinggi yaitu
Whitney. Ini menunjukan bahwa tortilla chips dengan perlakuan
semakin banyak penambahan tepung P1.
ikan sidat maka semakain rendah

148 |Karakteristik Fisik dan Organoleptik Sosis Daging Sapi


ISSN 1978 - 3000

2) Diketahui bahwa penambahan dapat mempengaruhi warna


tepung ikan sidat pada perlakuan tortilla.
P1, P2 dan P3 tidak berpengaruh 2) Penelitian ini dapat dilanjutkan
terhadap sifat organoleptik warna dengan melakukan uji protein
tortilla chips ikan sidat. Warna pada tortilla chips ikan sidat.
tortilla chips yang paling disukai
yaitu tortilla chips dengan
perlakuan P1. DAFTAR PUSTAKA
3) Diketahui bahwa penambahan
tepung ikan sidat pada perlakuan
Bahar, B. 2006. Panduan Praktis
P1, P2 dan P3 tidak berpengaruh
Memilih dan Menangani Produk
terhadap sifat organoleptik rasa Perikanan. Gramedia Pustaka
tortilla chips ikan sidat. Rasa Utama. Jakarta
tortilla chips yang paling disukai
yaitu tortilla chips dengan Borgstrom, (2000) dalam Suwandi
(2003). Sifat-sifat Organoleptik
perlakuan P1
Dalam Pengujian Terhadap Bahan
4) Diketahui bahwa penambahan
Makanan, diakses dari
tepung ikan sidat pada perlakuan http://www. Judul Sifat-sifat
P1, P2 dan P3 tidak berpengaruh Organoleptik Dalam Pengujian
terhadap sifat organoleptik Terhadap Bahan
tekstur tortilla chips ikan sidat. Makanan_artikel.com, 02
Tekstu tortilla yang paling disukai Januari 2013.
Daftar Komposisi Bahan Makanan
yaitu tortilla chips dengan
Widiya Pangan dan Gizi. 2005
perlakuan P1. Dinas Kelautan dan Perikanan, 2011.
5) Tortilla Chips dengan perlakuan Konsumsu Ikan Bengkulu Masih
P1 merupakan penambahan yang Rendah. Diaskes
paling ideal. darihttp:///E:/ikan/Konsumsi/I
kan_BengkuluMasih/Rendah_I
ndonesianSumatra.htm, 02
November 2012.
SARAN
Gasperz, V. 1995. Teknik Analisis
1) Pada penelitian lanjut, Dalam Penelitian Percobaan I.
pembuatan Tortilla Chips Ikan Bandung. Tarsito
Sidat perlu memperhatikan
suhu penggorengan yang

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 149


ISSN 1978 - 3000

Handayani, L.2008. Jurnal Manajemen Sumber Daya keluarga


Kesehatan Masyarakat. Volume Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
11. 75 hal
Hanum,Y,S. 1998. Penilaian Indrawi. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian.
Universitas Sriwijaya Jakarta. Ghali Indonesia.
Indralaya. Rukmana dan Yuniarsih. 2001. Aneka
Harris, R,S. Dan Karmas, E, 2000. Olahan Ubi Kayu. Yogyakarta :
Evaluasi Gizi Pada Bahan Kanisius.
Pengolahan Bahan Pangan. ITB. Saldana, 2000. Nutritional compotision
Bandung of corn and flour tortillas. Journal
Hillocks, R.J., J.M. Thresh, A. Belloti. of food science, 49, 1202 – 1203
2002. Cassava Biology, Production Santoso,B.,Nur,H.,dan Wahyu, A.,
and 2006. Tortilla. Surabaya. Trubus
Utilization. CABI Publishing. Agrisarana.
New York, USA. Sarwono, B. 2006. Budidaya Belut dan
Judarwanto, W. 2007. Profil Jajanan Sidat .Cet. 26. Jakarta. Penebara
Anak Sekolah. Diaskes dari Swadaya
http://www.Pustaka.jurnalUnd Sasongko, Agus., dkk. 2007. Sidat –
ip.htm.id, 19 Oktober 2012 Panduan agribisnis penangkapan,
Kataren, S., 2005. Minyak dan Lemak pendederan dan
Pangan, UI Press, Jakarta. pembesaran. Jakarta. Cet.1.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Penebar Swadaya
2011. Konsumsi Ikan Di SEAFAST CENTER IPB (2010).
Indonesia, diaskes dari Kebiasaan Jajan Siswa Sekolah
http:///E:/ikan sidat/Indeks Dasar. Diaskes dari
Konsumsi Ikan Perkapita http:///wordpress.com/2010/12/
Indonesia « Majalah Refrensi 25/seafast-center-
Anda.htm, 02 November 2012. ipb/kebiasaan-jajan-siswa-
Kusmiadi, 2007. Petunjuk Pengujian sekolah-dasar, 10 Oktober 2012.
Organoleptik. Web-site: Setianto, D., 2011. Cara Mudah dan
http://www.pustaka.smsrtsain.co Cepat Budidaya Sidat. Jakarta.
m. Diakses tanggal 20 Oktober Pustaka Baru Press.
2012 Soediaotama. 2004. Ilmu Gizi Untuk
Latifah, 2010. Variasi Es Krim Terhadap Mahasiswa dan profesi. Jakarta .
Sifat Organoleptik. Diaskes dari Dian Rakyat.
http://www.pustaka.stppbogor Soetanto, Edi. 2001. Membuat Patilo dan
.ac.id/pdf, 15 Oktober 2012 Kerupuk Ketela. Yogyakarta :
Mahani. 1999. Pembuatan Cookies yang Kanisius
diperkaya Denga Kalsium.
Jurusan Gizi Masyarakat dan

150 |Karakteristik Fisik dan Organoleptik Sosis Daging Sapi


ISSN 1978 - 3000

Soekarto, (1985) dalam Nurjanah dkk, Diakses dari http://id.pdf


(2005), Pengaruh penambahan shvoong jurnal.comTanggal4
bahan pengikat terhadap Desember 2012.
karateristik fisik otak-otak ikan Suryani. A . 2006. Bisnis Kue Kering.
sapu-sapu (Liposarcus pardalis), Jakarta. Penebar Swadaya.
diakses dari http: Tejasari, 2005. Nilai – nilai Pangan.
//pustaka.deptan.id/pdf, 15 Yogyakarta. Graha Ilmu.
Februari 2013. Tempo, 2012. Konsumsi Ikan Indonesia
Soeparno, (2005), Ilmu dan Teknologi Rendah Dibandingkan Malaysia,
Daging, yogyakarta, Gadjah diaskes dari
Mada University Press. http:///E:/ikansidat/Konsumsi-
Steenis, van. 1998. Flora. Terjemahan Ikan-RI-Lebih-Rendah-
Moesa Surjowinoto dkk. Jakarta : Ketimbang-Malaysia.htm, 31
Pradnya Paramita Oktober 2012
Suarni. 2009. Prospek Pemanfaatan Tjokroadikoesoemo, P.S. 2000. HFS dan
Tepung Jagung Untuk Kue Kering Industri Kayu Lainnya. Jakarta.
(Cookies). Diaskes dari Gramedia
http//www.pustaka.deptan.id/
publikasi/.pdf. 13 Oktober Perana, A.W., 2003, Penambahan Ikan
2012. Teri (Stolephorus sp) Sebagai
Sudarmadji et al, (1989) dalam Sumber Protein DalamPembuatan
Priwindo S, (2009), Pengaruh Tortiila Chips. Skripsi, Institut
Pemberian Tepung Susu Sebagai Pertanian Bogor.
Bahan Pengikat terhadap Kualitas
Nugget Angsa, diakses dari Pudjirahaju, A. 2001. Diklat ITP,
http://www.pustaka/usu.ac.id/ Penilaian Kualitas Makanan Secara
bitstream.pdf, 15 Februari 2013 Organoleptik. Malang
Sumardji, 1984 (dalam Indriyani, Wahyuni, 2008. Komposisi Kimia dan
2007). Cookies Tepung Garut Karakteristik Protein Tortilla Chips
(Maranta arudinaceae) Deangan dengan Penambahan Tepung Putih
Pengkayaan Serat. Diakses dari Telur sebagai Sumber Protein.
hhtp://digilib.unimus.ac.id. Diaskes dari http:// pdf. Skripsi
Institut Pertanian
tanggal 4 Desember 2012.
Bogor/Pertanian 17 Februari
Suryanagara, P. 2006. Uji Kadar Air,
2013.
Aktifitas Air, Dan Ketahanan
Wijandi, 2003. Penilaian Organoleptik,
Benturan Ransum Komplit
diakses dari
Domba Bentuk Palet
http://file.upi.edu/Direktori, 21
Menggunakan Daun Kelpa Sawit
Januari 2013.
Sebagai Substitusi Hijauan.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 8, No 2. Juli – Desember 2013 | 151


ISSN 1978 - 3000

Winarno, F.G.1993. Pangan Gizi, Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan Dan
Teknologi, dan Konsumen. Jakarta . Gizi. Bogor. MBRIO press.
PT Grahamedia Pustaka Utama.

152 |Karakteristik Fisik dan Organoleptik Sosis Daging Sapi


ISSN 1978 - 3000

Kualitas Karkas serta Uji Organoleptik Ayam Peraskok, Ayam Buras


Kampung, dan Ayam Broiler pada Umur Potong Belah Empat
Carcass quality and organoleptic of peraskok, native chickens, and broiler to
provide four-cut chicken
Kususiyah
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Jalan Raya Kandang Limun, Bengkulu. Telp.(0736) 2170 pst.219.
ABSTRACT

Peraskok is a cross between layer and Bangkok native chicken which are expected
to have high growth rate and native chicken quality. An experiment was conducted
to evaluate carcass quality and organoleptic of Peraskok (a cross between layer
chicken and Bangkok native chicken), native chickens and broiler to provide four-
cut chickens. Five chicken, each for peraskok, native chickens and broiler were
sampled for evaluation of chicken weight at four-cut age, carcass weight, carcass
percentage, shank length, drumstick length, back length, carcass appearance, and
carcass-preference tests, including taste, smell, color, and texture. Data were
tabulated and discussed descriptively. The results demonstrated that carcass
quality of peraskok was similar to those of native chicken.

Keyword: native chicken, carcass, organoleptic

ABSTRAK

Peraskok merupakan ayam F1 hasil persilangan ayam ras petelur dengan ayam
Buras Bangkok yang diharapkan memiliki pertumbuhan cepat dan kualitas daging
setara dengan ayam kampung.Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas
serta uji organoleptik Ayam Peraskok, Ayam Buras Kampung, dan Ayam Broiler
pada umur potong belah empat. Lima ekor Ayam Peraskok, lima ekor Ayam Buras
Kampung, lima ekor Ayam Broiler dipergunakan untuk pengambilan data. Peubah
yang diukur adalah berat potong belah empat, berat karkas, persentase karkas,
panjang shank, panjang drumstik, panjang punggung, tampilan karkas, dan uji
organoleptik yang meliputi : uji rasa, uji bau, uji warna, serta kekesatan karkas. Data
yang diperoleh ditabulasi dan dibahas secara deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas karkas Ayam Peraskok sama dengan kualitas karkas
Ayam Kampung.

Kata kunci: ayam kampung, karkas, organoleptik

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 153


ISSN 1978 - 3000

PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk


mengevaluasi kualitas karkas serta uji
Istilah ayam potong belah empat organoleptik Ayam Peraskok, Ayam
telah dikenal oleh masyarakat. Buras, dan Ayam Broiler pada umur
Biasanya ayam potong belah empat potong belah empat.
ini diolah sebagai ayam bakar atau
gulai ayam. Pada awalnya jenis ayam
yang digunakan sebagai ayam potong METODE PENELITIAN
belah empat ini adalah ayam buras, Penelitian ini menggunakan 15
namun saat ini ayam ras pedaging ekor ayam; yang terdiri dari 5 ekor
(broiler) juga telah diusahakan Ayam Buras, 5 ekor Ayam Peraskok,
sebagai ayam potong belah empat. dan 5 ekor Ayam Ras pedaging
Munculnya ayam potong belah empat (broiler). Ayam yang digunakan
dari broiler ini karena ketersediaan adalah ayam pada umur potong belah
bibit broiler dan cepatnya empat yaitu Ayam Peraskok berumur
pertumbuhan ayam broiler itu sendiri, 10 minggu dengan berat hidup sekitar
sementara potensi genetik ayam buras 700 g, Ayam Buras berumur 12
yg relatif rendah (Rasyaf, 1995, minggu dengan berat hidup sekitar
Kingston, 1979) menyebabkan 700 g, dan Ayam Ras pedaging
perkembangan dan pertumbuhan berumur 4 minggu dengan berat
ayam buras tergolong lambat. Untuk hidup sekitar 1000 g. Semua ayam
mengatasi lambatnya perkembangan dipotong, dibului, dipotong kaki dan
dan pertumbuhan ayam buras ini lehernya, dikeluarkan isi jeroannya,
perlu dilakukan persilangan. Melalui lalu diambil datanya. Data yang
persilangan, menurut Sheridan (1986) diperoleh ditabulasi dan dibahas
dan Warwick et al. (1990 ), efek secara deskriptif. Parameter yang
komplementer dari persilangan akan diukur meliputi :
meningkatkan produktivitas ternak. 1. Persentase karkas, diketahui
Ayam Peraskok adalah ayam hasil dengan cara membandingkan
persilangan antara ayam ras petelur berat karkas dan berat hidup dikali
betina dengan ayam buras jantan jenis 100%
bangkok (Kususiyah, 2010). Postur 2. Uji rasa, penilaian dilakukan oleh
tubuh ayam buras bangkok dengan panelis dengan memberi skor
perdagingan yang baik ini bila sebagai berikut : skor 1 sangat
disilangkan dengan ayam ras petelur tidak enak, skor 2 tidak enak, skor
disinyalir akan menghasilkan 3 kurang enak, skor 4 enak, dan
keturunan yang mirip dengan ayam skor 5 sangat enak
buras dengan pertumbuhan yang 3. Warna karkas, penilaian dilakukan
lebih baik tanpa mengurangi cita oleh panelis uji rasa dengan
rasanya sebagaimana ayam buras.

154 | Kualitas Karkas serta Uji Organoleptik Ayam Peraskok


ISSN 1978 - 3000

memberi skor sebagai berikut : pemilihan panelis dengan kriteria


skor 1sangat tidak suka, skor 2 penggemar ayam kampung ini
tidak suka, skor 3 kurang suka, diharapkan agar panelis lebih jeli
skor 4 suka, dan skor 5 sangat suka dalam menilai karkas yang disajikan.
4. Tampilan karkas, penilaian
dilakukan oleh panelis uji rasa HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan menjawab pertanyaan:
jenis ayam apa dari karkas ayam Rataan berat hidup, berat karkas
yang disajikan, skor 1 adalah ayam dan persentase karkas ayam buras,
ras pedaging, skor 2 adalah ayam ayam peraskok dan ayam broiler pada
buras atau ayam kampung umur potong belah empat disajikan
5. Panjang shank, diukur panjang pada Tabel 1. Pada umumnya ayam
bagian shanknya potong belah empat dari ayam buras
6. Panjang drumnstick, diketahui dipotong pada berat badan sekitar 700
dengan mengukur panjang gram, sedangkan ayam potong belah
drumsticknya empat dari ayam broiler dipotong saat
7. Panjang punggung, diketahui umur 4 minggu.
dengan mengukur bagian Terlihat dari Tabel 1. bahwa
punggung mulai dari pangkal untuk mencapai berat potong belah
leher sampai pangkal pigostile empat, umur yang dicapai dari
(tunggir). masing-masing jenis ayam berbeda-
8. Kekesatan karkas, diukur dengan beda. Ayam broiler yang merupakan
mengamati karkas sambil ayam pedaging, pada umur 4 minggu
menekan karkas untuk diketahui telah mencapai berat 1014 g per ekor,
kekesatannya dengan memberi Ayam Peraskok yg merupakan hasil
skor sebagai berikut : skor 1 sangat
lembek; skor 2 lembek; skor 3 agak persilangan antara ayam ras petelur
lembek; skor 4 tidak lembek; skor 5 dengan Ayam Buras Bangkok pada
Tabel 1. Rataan berat hidup, berat karkas, dan persentase berat karkas Ayam Buras, Ayam
Peraskok dan Ayam Broiler pada umur potong belah empat

Jenis ayam Berat Hidup (g) Berat Karkas (g) Persentase Karkas (%)
Ayam Peraskok Umur 10 Mingu 728 452 62,11
Ayam Buras Umur 12 Minggu 734 457 62,27
Ayam Broiler Umur 4 Minggu 1014 668 65,86

kesat umur 10 minggu mencapai 728 g per


Uji rasa, penilaian warna karkas, ekor dan Ayam Buras Kampung pada
dan tampilan karkas dilakukan oleh umur 12 minggu mencapai berat 734 g
panelis yang lebih menyukai ayam per ekor. Hal ini menunjukkan bahwa
kampung dibanding ayam broiler, untuk mencapai berat potong belah

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 155


ISSN 1978 - 3000

empat, Ayam Peraskok rendah dibanding Ayam Broiler.


membutuhkan waktu pemeliharaan Lebih rendahnya berat badan Ayam
lebih cepat 2 minggu dibanding Peraskok dan Ayam Buras pada umur
waktu yang dibutuhkan Ayam Buras, potong belah empat ini dapat
akan tetapi lebih lambat 6 minggu bila dimengerti karena Ayam Broiler
dibanding Ayam Broiler. Perbedaan merupakan ayam pedaging sejati
capaian waktu ini disebabkan oleh dengan efisiensi ransum lebih baik.
perbedaan kemampuan jenis ayam Salah satu faktor yang menentukan

Tabel 2. Rataan panjang shank, panjang drumstik, dan panjang punggung, serta tampilan
karkas pada umur potong belah empat

Panjang shank Panjang Panjang Tampilan


Jenis ayam
(cm) drumstik (cm) Punggung (cm) Karkas
Ayam Peraskok 6.88 10.88 14.48 2
Umur 10 Mingu
Ayam Buras Umur 12 7.14 11.16 14.96 2
Minggu
Ayam Broiler Umur 4 5.1 8.2 14.1 1
Minggu

dalam mengkonsumsi ransum, selain persentase karkas adalah berat badan


itu juga disebabkan oleh perbedaan ayam, dimana ayam dengan berat
efisiensi penggunaan ransum. badan yang lebih tinggi mempunyai
Kususiyah (2010) melaporkan bahwa bagian terbuang yang lebih kecil dari
konversi ransum Ayam Peraskok pada yang memiliki berat badan yang
adalah 3.95 , sedangkan konversi lebih rendah (Rozany, 1981).
ransum Ayam Buras Kampung Rataan panjang shank, panjang
sebesar 4.63. Konversi ransum pada drumstik, dan panjang punggung
broiler relatif lebih baik dibanding ditampilkan pada Tabel 2.
ayam peraskok maupun ayam buras Ciri khas karkas ayam buras
kampung, yaitu 2,52 (Suteky et al., adalah berpenampilan langsing
2006) sedangkan menurut Brata (2009) dengan pertulangan yang relatif
berkisar 2,17-2,31. panjang dibanding ayam broiler atau
ayam pedaging. Tabel 2.
Berat Karkas dan Persentase Berat
memperlihatkan bahwa panjang
Karkas
shank, panjang drumstik dan panjang
Sesuai capaian berat badan pada
punggung Ayam Peraskok sedikit
umur potong belah empat, berat
lebih pendek dibanding Ayam Buras
karkas dan persentase karkas Ayam
Kampung, tetapi lebih panjang
Peraskok dengan Ayam Buras tidak
dibanding Ayam Broiler. Perbedaan
jauh berbeda , namun jauh lebih
panjang shank, panjang drumstik, dan

156 | Kualitas Karkas serta Uji Organoleptik Ayam Peraskok


ISSN 1978 - 3000

panjang punggung antara Ayam dibandingkan dengan bau karkas


Peraskok dengan Ayam Buras Ayam Broiler.
Kampung yang hanya sedikit ini Hasil penilaian uji warna karkas
secara visual tidak nampak sehingga menunjukkan bahwa skor uji warna
telah membuat panelis tidak dapat karkas Ayam Peraskok adalah 5.0
membedakan dan menyatakan bahwa tergolong warna kuning, sedangkan
Ayam Peraskok adalah Ayam Buras Ayam Buras Kampung adalah 4.75
Kampung. Hal ini ditunjukkan oleh tergolong antara warna kurang
penilaian dari semua panelis yang kuning sampai kuning, sementara itu
menyatakan bahwa tampilan karkas skor warna karkas broiler adalah yang
ayam peraskok dinilai 2 yang berarti paling rendah yaitu 3.33 tergolong
sebagai karkas ayam kampung. warna antara warna pucat dan tidak
kuning. Hal ini menunjukkan bahwa
warna karkas Ayam Peraskok dan
Uji organoleptik
Ayam Buras Kampung lebih kuning
Hasil penilaian panelis terhadap
dibanding Ayam Broiler. Warna
uji rasa menunjukkan bahwa skor uji
karkas kuning lebih disukai oleh
rasa dari ketiga jenis ayam berada
kebanyakan konsumen sehingga
pada rasa enak dan sangat enak
ditemukan banyak pedagang Ayam
dengan skor rasa tertinggi pada Ayam
Buras Kampung khususnya yang
Peraskok (4.75) diikuti Ayam
memanipulasi warna karkas ayam
Kampung (4.55) dan paling rendah
yang dijualnya dengan memberi
skor rasa Ayam Broiler (4.45). Hal ini
pewarna kuning untuk menarik minat
menunjukkan bahwa Ayam Peraskok
bagi konsumennya.
dan Ayam Kampung lebih disukai
dibanding Ayam Broiler. Selanjutnya
Hasil uji kekesatan karkas
skor uji bau karkas menunjukkan
menunjukkan bahwa nilai kekesatan
bahwa bau karkas Ayam Peraskok
Ayam Peraskok sama dengan Ayam
dan Ayam Kampung berada pada bau
Kampung yaitu sebesar 4,7 tergolong
kurang amis dan tidak amis,
antara tidak lembek dan kesat
sedangkan Ayam Broiler masuk
Sedangkan nilai kekesatan Ayam
katagori antara kurang amis dan agak
Broiler adalah sebesar 3,5 tergolong
amis. Skor uji bau karkas Ayam
antara kurang lembek dan tidak
Peraskok adalah 4,75, skor uji bau
lembek. Lebih tingginya nilai
karkas Ayam Buras adalah 4,65
kekesatan Ayam Peraskok dan Ayam
sedangkan skor uji bau karkas Ayam
Kampung ini menunjukkan bahwa
Broiler paling rendah yaitu 3,33. Hal
Ayam Peraskok dan Ayam Kampung
ini menunjukkan bahwa bau karkas
lebih disukai dibanding karkas Ayam
Ayam Peraskok dan Ayam Kampung
Broiler.
lebih disukai karena tidak lebih amis

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 157


ISSN 1978 - 3000

Tabel 3. Rataan skor uji rasa, bau karkas, warna karkas, tampilan karkas

Uji Uji bau Uji warna Kekesatan


Jenis ayam
Rasa karkas karkas karkas
Ayam Peraskok Umur 10 4.75 4.75 5.0 4.7
Minggu
Ayam Buras Umur 12 Minggu 4.55 4.65 4.2 4.7
Ayam Broiler Umur 4 Minggu 4.45 3.33 3.3 3.5
Keterangan:
Uji rasa : skor 1sangat tidak enak; skor 2 kurang enak; skor 3 agak enak; skor 4 enak;
skor 5 sangat enak
Uji bau karkas : skor 1 sangat amis; skor 2 amis; skor 3 agak amis; skor 4 kurang amis; skor 5
tidak amis
Uji warna : skor 1 sangat pucat; skor 2 pucat; skor 3 tidak kuning; skor 4 kurang kuning;
skor 5 kuning
Kekesatan karkas : skor 1 sangat lembek; skor 2 lembek; skor 3 agak lembek; skor 4 tidak lembek;
skor 5 kesat

SIMPULAN Rasyaf, M. 1995. Beternak Ayam


Petelur. Penebar Swadaya.
Kualitas karkas Ayam Peraskok Rozany, H.R. 1981. Pengaruh minyak
sama dengan Ayam Buras Kampung. kelapa dan minyak kacang tanah
terhadap pertumbuhan ayam
pedaging.Tesis. Fakultas Pasca
DAFTAR PUSTAKA
Sarjana. IPB.
Brata, B. 2009. Pengaruh pemberian isi Sheridan, A. K. 1986. Selection for
rumen yang difermentasi heterosis from reciprocal cross
dengan kapang trichoderma population : Estimation of the F1
harzianum terhadap performans heterosis and its mode of
ayam broiler. 4(2) : 78-87 inheritance. British Poultry Sci
Kingston, D.J. 1979. Peranan ayam (27) 541-550
berkeliaran di Indonesia. Suteky, T., Y. Fenita, dan Yusnita.
Laporan Seminar Industri 2006. Suplementasi Enkapsulasi
Perunggasan II. Balai Penelitian Minyak Ikan Lemuru (Sardinella
Ternak, Ciawi-Bogor. longiceps) dalam Ransum
Kususiyah. 2010. Performans terhadap performans ayam
Pertumbuhan Ayam Peraskok broiler. JSPI 1(1) : 1-7
serta Income Over Feed and Chick Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W.
Cost. Laporan Penelitian. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan
Universitas Bengkulu. Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

158 | Kualitas Karkas serta Uji Organoleptik Ayam Peraskok


ISSN 1978 - 3000

Pengaruh Variasi Konsentrasi Tepung Kedelai sebagai Bahan


Pengikat terhadap Kadar Air dan MutuOrganoleptik Nugget Ikan
Gabus(Ophiocephalus Sriatus)

SoybeanFlouras AContributionto TheBinderWater Content


andOrganolepticQuality NuggetFishCork(Ophiocephalus sriatus)

Yenni Ofrianti, Jamila Wati

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bengkulu


Jalan Indragiri No. 3 Padang Harapan, Bengkulu, Telp (0736) 341212

ABSTRACT

This research aims tolook atinfluence of additionsoybean flourinthe manufacture


ofcorkfishnuggets(Ophiocephalus Sriatus) on water content
andorganolepticquality. This researchis anexperimental studyusing acompletely
randomized design(CRD). The results showedthatthere was noinfluence ofthe
addition ofsoy flourto thewater content ofthe fishnuggetscork. There is noeffect
ofthe addition ofsoybean flourwithorganolepticquality(color attribute) (ρ>0.05).
And there is an effect o fthe addition of soybean flour
terrhadaptheorganolepticquality(taste and textureattributes) (ρ <0.05). Research
wascan becontinued withthe addition of soybean
flourconcentrationinfluencestheshelf lifenugget.

Kaywords:soybean flour, nuggets, water content, organoleptic

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan tepung kedelai pada
pembuatan nugget ikan gabus (Ophiocephalus Sriatus) terhadap kadar air dan mutu
organoleptik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada pengaruh penambahan tepung kedelai terhadap kadar air nugget
ikan gabus. Tidak ada pengaruh penambahan tepung kedelai dengan mutu
organoleptik (atribut warna) (ρ > 0,05). Serta ada pengaruh terrhadap penambahan
tepung kedelai dengan mutu organoleptik (atribut rasa dan tekstur) (ρ < 0,05).
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan pengaruh konsentrasi penambahan tepung
kedelai terhadap daya simpan nugget.
Kata Kunci:Nugget, Bahan Pengikat, Kedelai, Ikan Gabus

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 159


ISSN 1978 - 3000

PENDAHULUAN tepung berbumbu (baterred dan


braded). Pada pembuatan nugget
Masalah gizi pada hakikatnya memerlukan beberapa proses, antara
adalah masalah kesehatan lain pengukusan dan penggorengan.
masyarakat, namun penanggu- Pengukusan akan me-nyebabkan
langannya tidak dapat dilakukan pengeluaran cairan pada daging
dengan pendekatan medis dan terutama pada daging yang memiliki
pelayanan kesehatan saja.Penyebab kandungan lemaknya sangat sedikit.
timbulnya masalah gizi adalah multi- Hal ini akan mempengaruhi kelezatan
faktor, oleh karena itu pendekatan dan nilai gizi dari nugget, sehingga
penanggulangannya harus perlu dilakukan penambahan bahan
melibatkan beberapa sektor yang pengikat.
terkait (Supariasa dkk, 2001). Salah Bahan pengikat adalah
satu masalah gizi di Indonesia adalah material bukan daging yang dapat
Kurang Energi Kronik (KEK) pada ibu mengikat daya ikat air daging dan
hamil. Kekurangan Energi Kronik emulsifikasi lemak. Bahan pengikat
(KEK) adalah keadaan dimana mengandung protein tinggi, terutama
seseorang mengalami kekura-ngan berasal dari susu kering dan produk
gizi (energi dan protein) yang kedelai, misalnya tepung kedelai
berlangsung lama atau menahun (Soeparno, 2005). Penambahan bahan
(Chinue, 2009 dalam Nur, 2010). pengikat ke dalam emulsinugget
KEK perlumengalami pena- disamping sebagai bahan pengikat
nganan yaitu dengan pemberian dan pengisi juga untuk menarik air,
maka-nan tambahan melalui memberi warna dan membentuk
penganeka-ragaman pangan. tekstur padat (Tanikawa,
Penganekaragaman pangan adalah 1963).Kegunaan penam-bahan bahan
upaya untuk menganeka-ragamkan pengikat adalah mening-katkan daya
pola konsumsi pangan masya-rakat ikat air produk daging, mengurangi
dalam rangka meningkatkan mutu pengerutan selama pemasa-kan,
gizi makanan yang di konsumsi yang meningkatkan stabilitas emulsi,
pada akhirnya akan meningkatkan meningkatkan flavour dan
status gizi (Almatsier, 2003). Salah meningkatkan karateristik irisan
satu produk pangan yang produk (Soeparno, 2005). Menurut
berkembang di masyarakat adalah Standar Nasional Indo-nesia, dalam
nugget.Nugget dapat dijadikan pembuatan nugget batas maksimum
cemilan bagi ibu hamil.Nugget adalah kadar air adalah 60%. Untuk
suatu bentuk produk olahan daging mendapatkan kadar air yang
yang tebuat dari daging giling yang mendekati Standar Nasional
dicetak dalam bentuk potongan Indonesia pada nugget, maka
persegi empat dan dilapisi dengan

160 | Pengaruh Konsentrasi Variasi Kedelai sebagai Bahan Pengikat


ISSN 1978 - 3000

dilakukan penambahan bahan pembuatan tepung kedelai, tahap


pengikat yaitu tepung kedelai dengan pembuatan nugget ikan gabus,
menggunakan variasi konsentrasi selanjut-nya nugget yang dihasilkan
10%, 15% dan 20%. Tepung kedelai dianalisa kadar air dan mutu
adalah hasil olahan dari kacang organoleptiknya.
kedelai, yang mengandung energi 347
Tahap 1
kkal, protein 35,9 gr, lemak 20,6 gr,
Pelaksanaan penelitian diawali
dan karbohidrat 29,9 gr (DKBM,
dengan pengolahan kedelai menjadi
2005).
tepung.Mula-mula kedelai disortasi
Salah satu bahan yang dapat
untuk memilih kedelai yang baik,
digunakan dalam pembuatan nugget
membuang benda asing dan kedelai
adalah ikan gabus (Ophiocephalus
yang rusak atau pecah.Kemudian
Striatus). Ikan gabus merupakan salah
kedelai direndam selama 8-16 jam,
satu ikan air tawar yang memiliki
dan direbus 30 menit.Setelah itu,
kandungan protein yang paling
kedelai ditiriskan dan dipisahkan
tinggi, yaitu sebesar 25% dan
kulitnya.Lalu dikeringkan dengan
memiliki kadar albumin sebesar 6,2%,
dijemur atau menggunakan oven
dengan kadar lemaknya yang sangat
dengan suhu 50-60 oC dan digiling
rendah (Carvallo,1998 dalam
halus sehingga diperoleh tepung
Ghufran, 2010)).Berdasarkan Daftar
kedelai.
Komposisi Bahan Makanan (DKBM,
2005) dalam 100 gr ikan gabus Tahap 2
mengandung 74 kkal energi, 25,2 gr Proses pembuatan nugget. Sortir
protein, 1,7 gr lemak dan 0 gr bahan baku, pencucian bahan dari
karbohidrat. kotoran dan penirisan, timbang
Tujuan penelitian ini adalah tepung kedelai, bumbu-bumbu
melihat pengaruh variasi konsentrasi dihaluskan, kemudian campur semua
tepung kedelai sebagai bahan bahan dan bumbu-bumbu yang sudah
pengikat terhadap kadar air dan mutu dihaluskan dan aduk rata
organo-leptik nugget ikan gabus. menggunakan food processor,
masukkan ke dalam loyang dan
MATERI DAN METODE dikukus selama 30 menit dengan suhu
60 oC, setelah matang adonan
Penelitian ini dilaksanakan di didinginkan selama 30 menit supaya
laboratorium Kimia dan Ilmu adonan tidak lengket, kemudian
Teknilogi Pangan Poltekkes adonan dipotong-potong sesuai
Kemenkes Bengkulu, pada bulan selera, setelah itu adonan dicelupkan
januari 2012. Penelitian ini meliputi ke dalam kocokan telur dan dilumuri
beberapa tahap yaitu tahap dengan tepung roti, lalu masukkan ke

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 161


ISSN 1978 - 3000

dalam freezer selama 2 jam, kemudian B : Konsentrasi penambahan


panaskan minyak dalam wajan tepung kedelai 15%
dengan suhu 150 oC, kemudian C : Konsentrasi penambahan
goreng nugget selama 1 menit hingga tepung kedelai 20%
matang berwarna kecoklatan, angkat I : Nugget dengan pengulangan
dan tiriskan. kadar air I
II : Nugget dengan pengulangan
Tahap 3
kadar air II
Penelitian tahap 3 yaitu uji kadar
A,I : Nugget dengan penambahan
air. Analisa kadar air dilakukan
tepung kedelai 10% terhadap
terhadap 3 sampel yang berbeda dan
pengulangan kadar air I
dilakukan 2 kali ulangan. Untuk
A,II : Nugget dengan penambahan
mendapatkan % kadar air
tepung kedelai 10% terhadap
menggunakan rumus. Sedang-kan uji
pengulangan kadar air II
organoleptik dilakukan untuk menilai
B,I : Nugget dengan penambahan
warna, rasa dan tekstur nugget ikan
tepung kedelai 15% terhadap
gabus dengan menggunakan panelis.
pengulangan kadar air I
Penelis yang melakukan peni-laian
B,II : Nugget dengan penambahan
adalah panelis agak terlatik, yaitu
tepung kedelai 15% terhadap
mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes
pengulangan kadar air II.
Kemenkes Bengkulu tinggkat III yang
C,I : Nugget dengan penambahan
berjumlah 25 orang. tepung kedelai 20% terhadap
Rancangan Percobaan pengulangan kadar kadar I
Penelitian ini menggunakan C,II : Nugget dengan penambahan
Ranca-ngan Acak Lengkap (RAL) tepung kedelai 20% terhadap
dengan dua kali ulangan dan 3 pengulangankadar air II.
perlakuan. Penelitian dilakukan
dengan rancangan acak lengkap HASIL DAN PEMBAHASAN
(RAL) yang dipilih karena bahan Kadar Air
percobaan yang akan dipakai sebagai Berdasarkan hasil penelitian
unit percobaan homogen dan jumlah dike-tahui bahwa nugget ikan gabus
perlakuan terbatas, yakni meliputi 3 dengan penambahan tepung kedelai
macam perlakuan yaitu penambahan 10% memi-liki kadar air tertinggi,
tepung kedelai sebanyak 10 %, 15 % dapat dilihat pada tabel 1.
dan 20 %. Layout penelitian yaitu: Berdasarkan hasil Uji One Way Anova
penambahan tepung kedelai 10%, 15%
A : Konsentrasipenambahan tepung
dan 20% tidak berpengaruh terhadap
kedelai 10%
kadar air nugget ikan gabus, yang
ditunjukkan nilai ρ = 0,216 (ρ˃0,05).

162 | Pengaruh Konsentrasi Variasi Kedelai sebagai Bahan Pengikat


ISSN 1978 - 3000

Ini berarti bahwa semakin sedikit pe- nugget ikan gabus dengan
nambahan tepung kedelai maka penambahan tepung kedelai 10% dan
semakin tinggi kadar air. 15% sebanyak 56% panelis.
Berdasarkan hasil penelitian me- 60%

Jumlah Panelis (%)


nunjukkan bahwa menurunnya 50% Sangat tidak
suka
tingkat konsentrasi tepung kedelai 40% Tidak suka
menyebab-kan meningkatnya kadar 30% Agak suka
air nugget ikan gabus. Peningkatan 20%
Suka
kadar air dapat disebabkan oleh pH 10%
Sangat suka
daging. Menurut Soeparno (2005), 0%
DIA (Daya Ikat Air) akan meningkat 10% 15% 20%
bila pH daging lebih tinggi atau lebih Penambahan Tepung Kedelai (%)
rendah dari titik isoelektik protein-
protein daging. Pada pH yang lebih Gambar 1. Hasil Uji Organoleptik Warna Nugget Ikan Gabus

Tabel 1. Kadar Air Nugget Ikan Gabus dengan Penambahan Tepung Kedelai
Penambahan Tepung Kadar Air (%) dalam Keterangan Uji Anova
kedelai 100 gr
10% 11 a
15% 10,6 a 0,216
20% 10,5 a
Keterangan : Huruf yang sama (a) pada keterangan menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5%
menurut uji LSD (ρ).

rendah terdapat akses muatan positif Berdasarkan hasil penelitian di-


yang mengakibatkan penolakan ketahui bahwa nugget ikan gabus
miofilamen dan memberi lebih banyak dengan penambahan tepung kedelai
ruang untuk molekul-molekul air. 10% memilik nilai rata-rata tertinggi
untuk mutu organoleptik (warna)
Karateristik Organoleptik
nugget, dapat dilihat pada Tabel 2.
Warna
Berdasarkan hasil Uji Kruskal Wallis
Adapun presentase penerimaan
penambahan tepung kedelai (10%,
panelis sebanyak 25 orang terhadap
15% dan 20%) tidak berpe-ngaruh
atribut warna pada nugget ikan gabus
secara signifikan terhadap warna
dengan variasi penambahan tepung
nugget ikan gabus, yang ditunjukkan
kedelai 10%, 15%, dam 20% dapat
nilai ρ = 0,510 (ρ˃0,05). Ini berarti
dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan
bahwa semakin sedikit penam-bahan
hasil penelitian diketahui bahwa
tepung kedelai maka semakin tinggi
sebagian besar panelis memberikan
tingkat kesukaan panelis terhadap
penilaian suka (skor 4) pada warna

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 163


ISSN 1978 - 3000

Tabel 2. Nilai Rata–Rata Mutu Organoleptik (Warna) Nugget Ikan Gabus


Penambahan Tepung Kedelai Nilai Rata-rata Keterangan Uji Kruskal Wallis
Warna (ρ)
10% 40,14 a
15% 39,48 a 0,510
20% 34,38 a
Keterangan : Huruf yang sama (a) pada keterangan menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5%
menurut uji Kruskal Wallis (ρ).

mutu organo-leptik (warna) nugget Sangat tidak


70%

Jumlah Panelis (%)


ikan gabus. 60% suka
tidak suka
50%
Hal ini dikarenakan kandungan 40% Agak suka
30%
protein yang berasal dari ikan gabus 20%
Suka

dan tepung kedelai berperan dalam 10% Sangat suka


0%
reaksi Maillard dan adanya proses 10% 15% 20%
Penambahan Tepung Kedelai (%)
pemanasan akan memberikan warna
coklat pada saat nugget digoreng. Gambar 2. Hasil Uji Organoleptik Rasa Nugget Ikan Gabus

Menurut Winarno (2008), reaksi


nugget ikan gabus dengan
Maillard merupakan reaksi antara
penambahan tepung kedelai 15%
karbohidrat, khususnya gula
sebanyak 64% panelis.
preduksi dengan NH2 dari protein
Berdasarkan hasil penelitian
menghasilkan senyawa
dike-tahui bahwa nugget ikan gabus
hidroksimetilfur-fural yang kemudian
dengan penambahan tepung kedelai
berlanjut menjadi furfural. Furfural
20% memilik nilai rata-rata terendah
yang terbentuk kemu-dian
untuk mutu organoleptik (rasa)
membentuk senyawa melanoidin yang
nugget, dapat dilihat pada Tabel 3.
berwarna coklat.Melanoidin inilah
Berdasarkan Uji Kruskall Walls
yang memberikan warna coklat pada
diketahui bahwa variasi penambahan
nugget.
tepung kedelai 10%, 15% dan 20%,
Rasa berpengaruh signifikan terhadap rasa
Adapun presentase penerimaan nugget ikan gabus, yang ditunjukkan
panelis sebanyak 25 orang terhadap dengan nilai ρ = 0,035 (ρ < 0,05). Ini
atribut rasa pada nugget ikan gabus berarti bahwa semakin banyak
dengan variasi penambahan tepung penambahan tepung kedelai, maka
kedelai 10%, 15%, dam 20%, dapat semakin rendah atau berkurangnya
dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap
hasil penelitian diketahui bahwa rasa nugget ikan gabus.
sebagian besar panelis memberikan Berdasarkan penelitian
penilaian suka (skor 4) pada rasa diketahui bahwa mutu oragnoleptik

164 | Pengaruh Konsentrasi Variasi Kedelai sebagai Bahan Pengikat


ISSN 1978 - 3000

(rasa) nugget ikan gabus dipengaruhi


oleh penam-bahan variasi konsentrasi Tekstur
tepung kedelai.Hal ini dikarenakan Adapun presentase penerimaan
nugget ikan gabus mengandung panelis sebanyak 25 orang terhadap
banyak protein yang dapat atribut tekstur pada nugget ikan gabus
mempengaruhi rasa dari nugget ikan dengan variasi penambahan tepung
gabus. Menurut Winarno (2008), kedelai 10%, 15%, dam 20%, dapat
protein mengandung beberapa asam dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan
amino diantaranya adalah asam hasil penelitian diketahui bahwa
glutamat. Asam glutamat sangat sebagian besar panelis memberikan
penting perannya dalam pengolahan penilaian suka (skor 4) pada rasa
makanan, karena dapat menimbulkan nugget ikan gabus dengan
rasa yang lezat.Ada bebrapa pendapat penambahan tepung kedelai 15%
mengenai mekanisme kerja asam sebanyak 60% panelis.
glutamat sehingga dapat Berdasarkan hasil penelitian
menimbulkan cita rasa.Rasa daging diketahui bahwa nugget ikan gabus
mungkin disebabkan oleh hidrolisis dengan penambahan tepung kedelai
protein dalam mulut.Asam glutamat 15% memilik nilai rata-rata tertinggi
meningkatkan cita rasa yang untuk mutu organoleptik (tekstur)
diinginkan sambil mengurangai rasa nugget, dapat dilihat pada Tabel 4.
yang tidak diinginkan. Pendapat Berdasarkan Uji Kruskall Walls
lainmengatakan bahwa asam glutamat diketahui bahwa variasi penambahan
memperbaiki keseimbangan cita rasa tepung kedelai 10%, 15% dan 20%,
makanan olahan. Diutarakan juga berpengaruh signifikan terhadap
asam glutamat menyebabkan sel tekstur nugget ikan gabus yang
reseptor rasa lebih peka sehingga ditunjukkan dengan nilai ρ=0,009
dapat meningkatkan rasa dengan (ρ<0,05).
lebih baik.

Tabel 3 Nilai Rata–Rata Mutu Organoleptik (Rasa) Nugget Ikan Gabus


Uji Kruskal
Penambahan Tepung
Nilai Rata-rata Rasa Keterangan Wallis
Kedelai
(ρ)
10% 43,54 a
15% 40,64 a 0,035
20% 29,82 b
Keterangan : Huruf yang berbeda (b) pada keterangan menunjukkan ada perbedaan nyata pada taraf 5%
menurut Uji Kruskal Wallis (ρ).

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 165


ISSN 1978 - 3000

70% Sangat tidak


SIMPULAN
Jumlah Panelis (%)

suka
60%
Tidak suka
50%
40% Agak suka
1. Penambahan tepung kedelai tidak
30%
20%
berpengaruh terhadap kadar air nugget
Suka
10% ikan gabus. Kadar air nugget tertinggi
0% Sangat suka
10% 15% 20%
yaitu nugget ikan gabus dengan
Penambahan Tepung Kedelai (%) penambahan tepung kedelai 10%.
2. Penambahan tepung kedelai tidak
Gambar 3. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Nugget Ikan Gabus
berpengaruh terhadap sifat organo-
Berdasarkanpenelitian diketahui leptik warna nugget ikan gabus.
bahwa mutu oragnoleptik (tekstur) Warnanugget yang paling disukai
nugget ikan gabus dipengaruhi oleh yaitu nugget ikan gabus dengan
penambahan variasi konsentrasi penambahan tepung kedelai 10%.
tepung kedelai.Hal ini dikarenakan 3. Penambahan tepung kedelai
nugget ikan gabus hanya berpengaruh terhadap sifat
menggunakan santan dan telur organoleptik rasa nugget ikan
(sumber lemak) sebagai cairannya. gabus. Rasa nugget yang paling
Menurut Winarno (2008), disukai yaitu nugget ikan gabus
penambahan lemak (santan dan telur) dengan penambahan tepung
dimaksudkan untuk menambah kedelai 10%.
kalori serta memperbaiki tekstur dan 4. Penambahan tepung kedelai
cita rasa makanan. Air yang berpengaruh terhadap sifat
terkandung dalam bahan makanan organoleptik tekstur nugget ikan
dapat mempengaruhi tekstur dan cita gabus. Tekstur nugget yang paling
rasa makanan.Semakin sedikit air disukai yaitu nugget ikan gabus
dalam bahan makanan, maka tekstur dengan penambahan tepung
bahan makanan semakin kedelai 15%.
keras.Didalam pembuatan nugget 5. Nugget ikan gabus dengan
ikan gabus tidak menggunakan air penambahan tepung kedelai 10%
tetapi hanya menggunakan santan merupakan penambahan yang
dan telur sebagai penggati air atau paling ideal.
cairan.

Tabel 4. Nilai Rata – Rata Mutu Organoleptik (Tekstur) Nugget Ikan Gabus
Penambahan Tepung Nilai Rata-rata Keterangan Uji Kruskal Wallis
Kedelai Tekstur (ϼ)
10% 34,04 a
15% 47,80 a 0,009
20% 32,14 b
Keterangan : Huruf yang berbeda (b) pada keterangan menunjukkan ada perbedaan nyata pada taraf 5%
menurut Uji Kruskal Wallis (ρ).

166 | Pengaruh Konsentrasi Variasi Kedelai sebagai Bahan Pengikat


ISSN 1978 - 3000

DAFTAR PUSTAKA hedonik.html, 03 November


2011.
Almatsier, S., 2001. Prisip Dasar Ilmu Ghufran, M.H., 2010. A to Z
Gizi. PT Gramedia Pustaka Budidaya Biota Akuatik
Utama, Jakarta. untuk Pangan, Kosmetik dan
Anonimous, 2005. DKBM (Daftar Obat-obatan, Penerbit
Komposisi Bahan Makanan). Andi.Diakses dari
Persatuan Ahli Gizi Indonesia file:///D:/iTp/book_ikan%20g
(PERSAGI), Jakarta. abus.htm#v=onepage&q=ikan
Anonimous, Kedelai (Glycine max L). %20gabus&f=false, 15
Diakses dari Oktober 2011.
http://migroplus.com/brosur/ Ginting, N., 2006. Penambahan Bahan
Budidaya%20kedelai.pdf, 15 Pengikat pada Nugget Itik
Oktober 2011. Serati.Diakses dari
Anonimous, Pemanfaatan Ikan http://repository.usu.ac.id/bit
Gabus/Kutuk.Diakses dari stream/123456789/15155/1/ag
http://www.facebook.com/to p-apr2006-2.pdf, 11 Oktober
pic.php?uid=11919927477889 2011.
Kristiyanasari, W., 2010. Gizi Ibu
9&topic=60, 19 Oktober 2011.
Hamil. Nuha Medika,
Anonimous, SNI (Standar Nasional Yogyakarta
Indonesia) 01-6683-2002. Latifah, 2010. Variasi Es Krim
Diaksesdari Terhadap Sifat
http://pustan.bpkimi.kemenp Organoleptiknya. Diakses
erin.go.id/files/SNI%2001- dari
6683-2002.pdf, 15 Oktober http://www.stppbogor.a.c.id,
2011. 15 Oktober 2011.
Astawan, M., 2004.Ikan yang sedap Manurung, R., 2005. Pengaruh
Penambahan Bubuk Kedelai
dan bergizi.Tiga serangkai,
dan Sodium Poliposfat
Solo. terhadap Mutu Nugget Ikan
Dena, 2011.Persiapan uji Cucut (Sphyraena
Organoleptik (1). Diakses dari Barracuda).Diakses dari
http://yakacerdas.blogspot.co http://repository.usu.ac.id/bit
m/2011/03/persiapan-uji- stream/123456789/15000/1/01
organoleptik-1.html, 03 0305002.pdf, 15 Oktober 2011.
November 2011. Nur, E., 2010. Hubungan antara
Dena, 2011. Uji Kesukaan (Uji Asupan Protein dengan
Kekurangan Energi Kronik
Hedonik). Diakses dari
pada ibu Hamil. Diakses dari
http://yakacerdas.blogspot.co
m/2011/03/uji-kesukaan-uji-

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 167


ISSN 1978 - 3000

http://eprints.uns.ac.id/130/1/ http://smartsains.blogspot.co
167080309201010381.pdf, 01 m/2008/06/petunjuk-
Desember 2011. pengujian-organoleptik.html,
Nurbahri, W., 2011.Organoleptik. 03 Novem-ber 2011.
Diakses dari Soeparno, 2005.Ilmu dan Teknologi
http://wimvynurbahri.blogsp Daging. Gadjah Mada
ot.com/2011/06/organoleptik. University Press,
html, 03 November 2011. Yogyakarta.
Nurjanah, dkk., 2005. Pengaruh Santoso, 2005. Teknologi Pengolahan
penambahan bahan pengikat Kedelai (Teori dan Praktek).
terhadap karateristik fisik Diakses dari
otak-otak ikan sapu-sapu http://labfpuwg.files.wordpre
(Liposarcus pardalis).Diakses ss.com/2010/02/teknologi-
dari pengolahan-kedelai-teori-
http://repository.usu.ac.id/bit dan-praktek.pdf, 15 Oktober
stream/123456789/15155/1/ag 2011.
p-apr2006-2.pdf, 15 Oktober Supariasa, IDN, dkk., 2001. Penilain
2011. Status Gizi. Buku Kedokteran
Oktavia, Q., 2011. Pembuatan Abon EGC, Jakarta.
Ikan Tuna dengan Tarwotjo C. S., 1998. Dasar-Dasar Gizi
Penambahan Jamur Tiram. Kuliner. Penerbit PT
Karya Tulis Ilmiah, Gramedia Widiasarana
Politeknik Kemenkes, Indonesia, Jakarta.
Bengkulu. Winarno F.G., 2008. Kimia Pangan
Priwindo, S., 2009.Pengaruh danGizi. M-Biro Press, Bogor.
Pemberian Tepung Susu
Sebagai Bahan Pengikat
terhadap Kualitas Nugget
Angsa.Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bit
stream/123456789/7604/1/09E
00567.pdf, 15 Oktober 2011.
Riwan, 2008.Sifat-sifat Organoleptik
Dalam Pengujian Terhadap
Bahan Makanan. Diakses dari
http://www.ubb.ac.id/menule
ngkap.php?judul=Sifat-
sifat%20Organoleptik%20Dal
am%20Pengujian%20Terhada
p%20Bahan%20Makanan&&
nomorurut_artikel=130, 02
November 2011.
Sakti, Arrs., 2008. Petunjuk Pengujian
Organoleptik. Diakses dari

168 | Pengaruh Konsentrasi Variasi Kedelai sebagai Bahan Pengikat


ISSN 1978 - 3000

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging dengan Sistem


Kemitraan Berbeda di Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten Bone
(Analysis of Broiler Breeders Income with Different Partnership System in
Bone Regency,District Tellusiattinge)

S. N. Sirajuddin, V. S Lestari, dan M.Nizam

Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan,Universitas Hasanuddin Mak


Makassar, 90245 Indonesia
e-mail : sitti_nurani@yahoo.co.id, veronicasrilestari@yahoo.co.id,iccanknizam@yahoo.com

Abstract
This study aimed to determine differences income of broiler breeders on different
partnership system. The research was conducted in the District Tellusiattinge March
to May 2013 with the kind of research was descriptive and analytical data used was
Revenue = Revenue-Cost. The results showed that the income of broiler farmers who
partner with companies was higher than farmers who partner with private companies
(bakul)
Key words: income,partnership,breeders,broiler,company,privat company

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pendapatan pendapatan
peternak ayam ras pedaging pada sistem kemitraan berbeda . Penelitian ini dilakukan
di Kecamatan Tellusiattinge pada bulan Maret hingga Mei 2013 dengan jenis
penelitian adalah deskriptif dan analisis data yang digunakan yaitu Pendapatan=
Penerimaan-Biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan peternak ayam
ras pedaging yang bermitra dengan perusahaan lebih tinggi dibandingkan peternak
yang bermitra dengan perusahaan perorangan(bakul)
Kata kunci: pendapatan,bermitra,peternak, ayam ras pedaging,perusahaan,bakul

Pendahuluan tingkat peternak rakyat melalui


pengembangan pola kemitraan dengan
Hasil analisis empirik agribisnis azas saling membutuhkan, saling
perunggasan peternakan broiler secara memperkuat, dan saling
parsial yang dilakukan selama ini menguntungkan Kemitraan inti-plasma
(Sumaryanto et al. 1989; Rusastra et dalam budidaya ayam pedaging
al.,1990; Agustian dan Rachman, 1994; ; merupakan suatu bentuk usaha
Saptana et al., 2002) memberikan peternakan yang dijalankan secara
beberapa informasi penting terorganisir dimana pihak perusahaan
diantaranya bahwa struktur industri sebagai inti berfungsi menyediakan
perunggasan perlu diarahkan pada bibit(DOC),pakan,obat-obatan/vaksin
penguatan konsolidasi kelembagaan di serta pengaturan dan pengawasan

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 169


ISSN 1978 - 3000

program produksi. Sedangkan peternak budidaya. Pihak peternak menyiapkan


sebagai plasma berfungsi sebagai sarana kandang, peralatan ternak serta
penyedia kandang, peralatan dan tenaga kerja (Sirajuddin
tenaga kerja dkk.,2012:Sirajuddin,dkk.,2007).
(Sirajuddin,2010;Sirajuddin et al,2005). Pada wilayah Sulawesi Selatan
Peternak plasma pada akan lebih mudah kita untuk
umumnya mempunyai ketergantungan menemukan peternakan ayam ras
yang tinggi kepada perusahaan inti pedaging yang merupakan plasma
dalam hal bibit(DOC), pakan dan input pada perusahaan inti dibandingkan
produksi lainnya. Selain itu terdapat peternak dengan usaha mandiri. Hal
beberapa kelemahan dan keterbatasan tersebut dikarenakan kemitraan di
yang melekat pada peternak plasma Sulawesi Selatan tergolong mengalami
diantaranya adalah terbatasnya modal, perkembangan yang cukup pesat dan
skill (penguasaan teknis), akses pasar menjadi sebaliknya untuk peternak
dan lemahnya kemampuan yang berusaha mandiri. Kemitraan
memprediksi pasar yang sangat usaha ayam pedaging telah
fluktuatif setiap saat. Kondisi ini berkembang pesat di Indonesia, hal ini
menyebabkan peternak plasma dalam memberikan keuntungan yang cukup
posisi yang lemah terutama dalam tinggi bagi peternak. Hal tersebut
posisi tawar terhadap harga DOC, didukung oleh kutipan pada majalah
pakan ternak dan harga ayam yang Poultry Indonesia berdasarkan
dihasilkan. Dengan posisi yang lemah informasi yang diperoleh dari Dinas
ini, daya tawar peternak plasma lebih Peternakan dan Kesehatan Hewan,
banyak ditentukan oleh perusahaan Sulawesi Selatan, bahwa hingga saat ini
inti termasuk dalam pembagian laba jumlah kelompok mitra petani ternak
dalam pola kemitraan ayam ras ada sebanyak 1.200 orang dan
pedaging sehingga terjadinya distribusi perusahaan inti industri perunggasan
laba yang kurang seimbang antara inti sebanyak 24 perusahaan (Hatta, 2012
dan plasma sangat dimungkinkan dalam Surya,2013).
(Windarsari,2007). Kemitraan Peternak yang memelihara
melibatkan antara pihak inti ayam ras pedaging di Kecamatan
(perusahaan) dan pihak plasma Tellusiattinge bekerja sama dengan
(peternak) dengan menyepakati beberapa perusahaan kemitraan,
kontrak yang ditawarkan oleh namun pada daerah tersebut juga
perusahaan. terdapat peternak yang tidak bermitra
Kontrak kemitraan ayam ras dengan perusahaan sebagaimana
pedaging dilakukan antara pihak peternak kebanyakan. Peternak yang
perusahaan sebagai inti dengan pihak dimaksud juga bukan peternak yang
peternak atau petani/peternak. Pihak mandiri melainkan peternak yang
inti adalah perusahaan terintegrasi melakukan kerjasama dengan
yang menyiapkan seluruh sarana pedagang pengumpul (bakul) atau
produksi mulai dari bibit ayam (DOC), kemitraan perseorangan.hal ini sesuai
pakan, obat-obatan serta asistensi hasil penelitian Supriyatna,dkk(2006)
ISSN 1978 - 3000

bahwa peternak pola kemitraan kemitraan perseorangan (bakul) dan


melalui inti memiliki akses langsung ke yang bekerjasama dengan perusahaan
pasar modern dan konvensional di Kecamatan Tellusiattinge, Kab. Bone.
sementara peternak mandiri umumnya Populasi merupakan peternak
melakukan penjualan melalui ayam ras pedaging yang bekerjasama
pedagang pengumpul. Keterkaitan dengan kemitraan perseorangan
fungsional yang Bentuk kerjasama (bakul) dan peternak yang bermitra
peternak dengan kemitraan dengan perusahaan sedangkan untuk
perseorangan(bakul) ini merupakan sampel yang digunakan sekaligus
pola yang telah dilakukan peternak merupakan keseluruhan dari jumlah
lokal sebelum konsep kemitraan populasi, hal tersebut dikarenakan
perusahaan diperkenalkan oleh jumlahnya yang cukup kecil. Khusus
perusahaan-perusahaan mitra kira-kira pengambilan sampel untuk peternak
dimulai tahun 1997, sedangkan yang bermitra dengan perusahaan
keberadaan perusahaan-perusahaan yaitu memiliki populasi 1500 ekor
kemitraan menurut masyarakat dimaksudkan agar meminimalisir
setempat diperkirakan pada awal pembiasan dalam melakukan
tahun 2003. Sejak masuknya kemitraan perbandingan dengan pola kerjasma
berangsur-angsur peternak beralih antara peternak dengan kemitraan
untuk bermitra dengan perusahaan- perseorangan (bakul) yang memiliki
perusahaan tersebut sehingga peternak populasi maksimal 500 ekor.
yang menggunakan kerjasama dengan Metode pengumpulan data yang
kemitraan perseorangan ini semakin dilakukan pada penelitian ini adalah
berkurang. observasi dan wawancara sedangkan
jenis data yang digunakan yaitu data
Metode Penelitian kuantitatif yaitu data yang berupa
Penelitian ini dilaksanakan angka-angka berdasarkan hasil
selama kurang lebih 2 bulan yaitu pada kuisioner dari hasil usaha ayam ras
bulan Maret sampai dengan bulan Mei pedaging meliputi jumlah penjualan
2013 di Kecamatan Tellusiattinge, ayam, feses, dan karung pakan serta
Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. biaya-biaya di Kecamatan
Penentuan lokasi tersebut diambil Tellusiattinge Kabupaten Bone.
karena adanya dua bentuk kerjasama Adapun sumber data yang
yang berbeda di kecamatan tersebut digunakan pada penelitian ini adalah
yaitu kerjasama dengan kemitraan data primer yaitu data yang bersumber
perseorangan (bakul) dan kerjasama dari hasil wawancara langsung dengan
dengan perusahaan kemitraan mitra peternak meliputi identitas responden,
jaya mandiri(MJM). hasil usaha dan biaya-biaya dan data
Jenis penelitian ini adalah sekunder yaitu data yang diperoleh
deskriptif yaitu menggambarkan atau dari instansi-instansi terkait, Kantor
menguraikan variable penelitian yaitu Kecamatan Tellusiattinge dan lain
pendapatan usaha peternakan ayam sebagainya yang telah tersedia, seperti
ras pedaging yang bekerjasama dengan gambaran umum lokasi, keadaan

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 171


ISSN 1978 - 3000

kondisi wilayah, kependudukan dan karena berkaitan dengan jumlah skala


sejarah singkat dan lain sebagainya. usaha atau jumlah ternak yang
dipelihara peternak dimana semakin
Analisa Data
tinggi jumlah ternak makin tinggi juga
Analisis data yang digunakan
biaya variabel yang dikeluarkan
pada penelitian ini yaitu analisa
statistik deskriptif yaitu dengan Penerimaan Hasil Produksi
menghitung rata – rata pendapatan,
Total penerimaan merupakan
persentase, menghitung besarnya
penjumlahan komponen penerimaan
sampel dan melakukan
hasil produksi dinyatakan dalam
penyederhanaan data serta penyajian
bentuk rupiah yaitu penjualan
data dengan menggunakan tabel.
daging/ayam, penjualan feses dan
Untuk mengetahui seberapa besar
penjualan karung pakan. Adapun total
pendapatan peternak dari usaha ayam
penerimaan yang didapatkan peternak
ras pedaging digunakan rumus
di Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten
menurut Soekartawi (2006) :Pd = TR -
Bone dapat dilihat pada Tabel 2.
TC
Tabel 2 menunjukkan bahwa
Yaitu Pd = Total Pendapatan (Rp) total penerimaan dari semua
TR = Total Penerimaan (Rp) komponen yang bermitra dengan
TC = Total Biaya (Rp) perusahaan perseorangan pada skala
usaha 500 yakni Rp.13.014.500
sedangkan pada skala usaha 1.000 total
Hasil dan Pembahasan penerimaannya adalah Rp.24.001.000
Biaya Total (TC) sedangkan yang bermitra dengan
Biaya total (TC) adalah perusahaan total penerimaannya
merupakan penjumlahan dari biaya adalah Rp. 34.257.000. Berdasarkan
variabel (bibit, pakan, vaksin/obat- tabel tersebut juga menunjukkan
obatan, air dan listrik) dengan biaya komponen penerimaan usaha
tetap (penyusutan peralatan, peternakan ayam broiler di Kecamatan
penyusutan kandang, dan pajak bumi Tellusiattinge Kabupaten Bone yaitu
bangunan (PBB). Adapun biaya total bersumber dari hasil penjualan
produksi yang dikeluarkan oleh daging/ayam, penjualan feses dan
peternak di Kecamatan Tellusiattinge, penjualan karung pakan. Dari tabel
Kabupaten Bone dapat dilihat pada tersebut juga dilihat sumber
Tabel 1. penerimaan daging/ayam yang paling
besar memperoleh penerimaan adalah
Tabel 1 menunjukkan dari total
dari penjualan daging/ayam.
biaya produksi tersebut biaya variabel
merupakan biaya yang paling besar Pendapatan Peternak
dikeluarkan oleh peternak dalam masa
Pendapatan atau keuntungan
satu periode produksi dibandingkan
merupakan tujuan setiap jenis usaha.
dengan biaya tetap. Biaya variabel
Keuntungan dapat dicapai jika jumlah
merupakan komponen biaya terbesar
penerimaan yang diperoleh dari hasil
ISSN 1978 - 3000

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 173


ISSN 1978 - 3000

usaha lebih besar daripada jumlah usaha tersebut layak dipertahankan


pengeluarannya. Semaking tinggi atau dilanjutkan. Jika situasinya
selisih tersebut, semaking meningkat terbalik, usaha tersebut mengalami
keuntungan yang dapat diperoleh. Bisa kerugian dan secara ekonomis sudah
diartikan pula bahwa secara ekonomi

tidak layak dilanjutkan. Adapun Peternak yang mengikuti


besarnya pendapatan peternak di kemitraan perseorangan (bakul) agar
Kecamatan Tellusiattinge Kabupaten dapat mempertimbangkan tawaran
Bone dapat dilihat pada Tabel 3 kemitraan oleh perusahaan yang
Berdasarkan data pada tabel 3 berdasarkan pola dan pendapatannya
bahwa pendapatan peternak yang lebih menguntungkan.
bermitra dengan perusahaan
perseorangan (bakul) pada skala usaha
500 sebesar Rp.1.089.958,33/periode Daftar Pustaka
atau Rp.2.179,91/ekor dan pada skala
1.000 sebesar Rp. 2.336.550/periode Agutian, A. dan B. Rahman. 1994.
atau pendapatan Rp.2.336,55/ekor Aspek Penyaluran Sapronak,
sedangkan pendapatan peternak yang Pemasaran Hasil dan Pola
bermitra dengan perusahaan dengan Kerjasama dalam PIR
skala usaha 1.500 sebesar Perunggasan di Jawa Barat dan
Rp.4.026.063,73/periodenya atau rata- Jawa Timur. Forum Penelitian
rata Rp.2.684,04/ekor Agro Ekonomi 12(2).
Hal ini ini sejalan dengan Puslitbang Sosek Pertanian,
pendapat Gusasi dan Saade (2006) Bogor.
bahwa perbedaan pendapatan pada
setiap tingkatan skala usaha sangat Gusasi. A dan Saade. M.A 2006.
nyata sehingga manfaat dan Analisis Pendapatan dan
keuntungan dapat diperoleh pada Efisiensi Ternak Ayam Potong
skala usaha yang lebih besar. pada Skala Usaha Kecil. Jurnal
Kesimpulan dan Saran Agri sistem. 2 (1):1-7
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang Rusastra, I.W.R., Y.Y u s d j a dan
telah dilakukan maka dapat ditarik Sumaryanto. 1990. Analisis
kesimpulan yaitu pendapatan peternak Kelembagaan Perusahaan Inti
yang bermitra dengan perusahaan Rakyat Perunggasan
cenderung lebih tinggi dibandingkan Nasional. Forum Penelitian
pendapatan peternak yang bermitra Agro Ekonomi 8(1).
dengan kemitraan perseorangan Puslitbang Sosek Pertanian,
(bakul). Bogor.
Saran
ISSN 1978 - 3000

Saptana, R. Sayuti dan K.M. dan Teknologi Peternakan


Noekman. 2002. Industri UNHAS . VI (2):151-159
Perunggasan: Memadukan
Pertumbuhan dan Sirajuddin, S.N. 2010. Sistem Bagi Hasil
Pemerataan. Forum Penelitian pada Peternak Ayam Pedaging
Agro Ekonomi 20(1). Pola Kemitraan di Kabupaten
Puslitbang Sosek Pertanian, Gowa, Provinsi Sulawesi
Selatan. Jurnal Agribisnis. VII (2)
Bogor.

Supriyatna,S.,Wahyuni,S.,Rusastra.I.W
Sirajuddin, S.N, Aminawar, M, Yunus,
.R.2006.Analisis Kelembagaan
D. 2007. Faktor-faktor yang
Kemitraan Usaha Ternak Ayam
Memotivasi Peternak dalam Ras Pedaging:Studi Kasus di
Melakukan Kemitraan di Propinsi Bali.Seminar Nasional
Kecamatan Bantimurung, Teknologi dan Peternakan.hal
Kabupaten Maros. Jurnal :830-840
Agribisnis,.VI(2) :14-27.
Surya,A. 2013. Pengambilan
Sirajuddin, S.N,.Rohani, S, Lestari, V.S,
Keputusan Peternak Ayam Ras
Aminawar, M, Siregar A.R,
Pedaging Dalam Menentukan
Aryanto. 2012. Penerapan
Perusahaan Mitra. Skripsi.
Kontrak Sistem Kemitraan Dalam
Jurusan Sosial Ekonomi
Menunjang Agribinis Ayam Ras
Fakultas Peternakan UNHAS
Pedaging di Propinsi Sulawesi
Selatan. Seminar Nasional
Windarsari. 2007. Kajian Usaha
Peternakan Berkelanjutan 4.
Peternakan Ayam Ras Pedaging
Prosiding. Hal.238-240.
di Kabupaten Karanganyar:
Sirajuddin,S.N. 2005. Analisis Membandingkan antara Pola
Produktifitas Kerja Peternak Kemitraan dan Pola Mandiri.
pada Usaha Ayam Ras Pedaging Tesis. Sekolah Pascasarjana
Pola Kemitraan dan Mandiri di Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kabupaten Maros. Jurnal Ilmu

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 175


ISSN 1978 - 3000

Kepada Yth:

Ketua Redaksi JSPI

Mencermati isi JSPI volume 6, nomor 2 edisi Juli-Desember 2011, halaman


103-114, dengan judul “Pengaruh Suplementasi Daun Katuk terhadap Ukuran
Ovarium dan Oviduk serta Tampilan Produksi Telur Ayam Burgo” saya sebagai
pembaca yang mengampu mata kuliah Produksi Ternak Unggas menemukan
beberapa data dan pernyataan yang tidak sesuai dengan hasil penelitian terdahulu
dan teori yang sudah diakui secara luas oleh para ilmuwan unggas, yaitu:

1. Data ovarium ayam Burgo yang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. halaman 109 menunjukkan bahwa jumlah ovarium ayam Burgo ada 2
buah; pada Tabel 2. tersebut ditampilkan data berat ovarium sebelah kiri dan data
berat ovarium sebelah kanan. Selanjutnya penulis menyatakan bahwa secara umum
ovarium ayam Burgo betina sebelah kanan cenderung lebih berat dibandingkan
ovarium sebelah kiri (alinea 1 halaman 109). Lebih lanjut penulis merujuk buku
Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi yang ditulis oleh Salisbury
(1985) yang dikutip sebagai berikut : ”Ovarium unggas sebelah kanan cenderung lebih
aktif dari pada ovarium sebelah kiri sehingga ovarium unggas sebelah kanan akan
lebih besar ukurannya dan lebih besar bobotnya dibanding ovarium unggas sebelah
kiri.

2. Jumlah oviduk

Alinea 2 halaman 109, penulis menyatakan bahwa terdapat sepasang oviduk


dan merupakan saluran penghubung antara ovarium dan uterus.

Dari kedua hal tersebut di atas, saya sebagai pembaca menyimpulkan bahwa
artikel tersebut menyampaikan jumlah ovarium ayam Burgo ada 2 buah, yaitu
ovarium sebelah kiri dan sebelah kanan, dimana ovarium ayam Burgo sebelah kanan
cenderung lebih berat dibandingkan ovarium sebelah kiri. Selain hal tersebut juga
disampaikan bahwa jumlah oviduknya ada sepasang. Pernyataan ini sangat berbeda
dengan teori yang selama ini telah diakui secara luas oleh ilmuwan unggas antara lain
sebagai berikut: Menurut Nickel et al. (1977), meskipun ada dua gonad selama tahap
pertumnbuhan, umumnya pada burung hanya ovarium kiri yang berkembang
penuh. Pada unggas, pertumbuhan ovarium kanan sudah kalah jauh dari bagian kiri
pada penetasan hari ke-7, dan sehari setelah menetas ovarium kanan sudah
menghilang dan hanya tertinggal sedikit. Ovarium terletak mendatar pada lobus
anterior dari ginjal kiri. Nesheim et al. (1979) menyatakan, meskipun burung memiliki
ISSN 1978 - 3000

dua ovarium dan oviduct, hanya bagian kiri yang berkembang normal dan berfungsi
pada hampir seluruh burung, termasuk ternak unggas. North (1984) juga
menyatakan, pada awal perkembangan embrio, ada dua ovarium dan dua oviduk,
tetapi bagian kanan mengecil, sehingga hanya tinggal ovarium dan oviduk kiri pada
saat menetas. Etches (2000) menyatakan, pada ayam betina dewasa, ovarium kiri
merupakan organ yang kompleks, mengandung beberapa jaringan, sementara
ovarium bagian kanan tidak berfungsi, strukturnya menjadi rudimenter.

Selanjutnya Suprijatna et al. (2008) menyatakan, pada awal perkembangan


embrio, terdapat dua ovarium dan dua oviduk, bagian sebelah kanan mengalami
atropi sehingga pada saat menetas yang tinggal hanya ovarium dan oviduk bagian
kiri.

Selanjutnya untuk membuktikan kebenaran jumlah ovarium dan oviduk ayam


Burgo ini, saya didampingi oleh pakar unggas Prof. Dr. Ir. Urip Santoso, MSc. telah
melakukan pembedahan terhadap dua ekor ayam Burgo betina yang sedang
berproduksi. Hasil pembedahan menunjukkan bahwa, jumlah ovarium ayam Burgo
betina hanya ada satu buah. Ovarium terdapat menempel di lobus anterior ginjal
kiri (bila posisi ayam ditelentangkan, ovarium terdapat di atas ginjal sebelah kiri) .
Kalau memang benar bahwa jumlah ovarium ayam Burgo ada dua buah seperti yang
disampaikan oleh penulis yang ditampilkan padaTabel 2. tersebut, yaitu sebelah kiri
dan sebelah kanan, seharusnya ovarium kanan berada di atas ginjal sebelah kanan
juga. Tetapi hasil pembedahan terhadap kedua ayam Burgo tersebut, saya dan Prof.
Dr. Ir. Urip Santoso, MSc. tidak menemukan ovarium sebelah kanannya. Selanjutnya
penulis yang merujuk Salisbury (1985) dalam membahas ovarium ayam Burgo adalah
tidak tepat. Salisbury (1985) adalah buku tentang Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan pada Sapi; buku tersebut sama sekali tidak membahas organ reproduksi pada
unggas. Saya mempertanyakan kebenaran kutipan penulis dari Salisbury (1985) yang
dituangkan pada alinea 2 halaman 109 dengan kutipan sebagai berikut: “ bahwa
ovarium unggas sebelah kanan cenderung lebih aktif dari pada ovarium unggas
sebelah kiri sehingga ovarium unggas sebelah kanan akan lebih besar ukurannya dan
lebih berat bobotnya dibanding ovarium unggas sebelah kiri”. Demikian yang bisa
saya sampaikan terhadap isi JSPI volume 6 nomor 2, edisi Juli-Desember 2011,
halaman 103-114 dengan judul “Pengaruh Suplementasi Daun Katuk terhadap
Ukuran Ovarium dan Oviduk serta Tampilan Produksi Telur Ayam Burgo “ tersebut.
Berbagai kritik dan tanggapan yang bersifat membangun sangat saya harapkan.

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 177


ISSN 1978 - 3000

Daftar Pustaka

Etches, R.J. 2000. Reproduction in Poultry. CAB INTERNATIONAL.

Neheim, M.C., R.E. Austic, and L.E.Card. 1979. Poultry Production. 12th ed. Lea&
Febiger. Philadelphia.

Nickel, R., A. Schummer., E. Seiferle., and W. G. Siller. P.A.L. Wight. 1977. Anatomy
of the Domestic Birds. Springer-Verlag. New York. Heidelberg. Berlin.

North, M.O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. Third Edition. AVI
Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Salisburi, G.W. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gajah
Mada Universiti.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak


Unggas. Penebar Swadaya.

Note

Nickel et al. (1977) : “although there are two gonads during developmental stages, in
the majority of birds only the left ovary reaches full development. In the fowl,
development of the right ovary has alreaday fallen behind the left by the 7th day of
incubation and within the first day after hatching it has all disappeared except for a
small remnant. The ovary lies flat against the anterior lobe of the left kidney.”

Nesheim et al. (1979) : ”Although bird embryos possess two ovaries and oviducts, only
the left one normally develops and becomes functional in nearly all species of birds,
including the domestic fowl”.

North (1984):”at the time of early embryonic development, two ovaries and two
oviducts exist, but the right set atrophies, leaving only the left ovary and oviduct at
hatching”.

Etches (2000) :“In the mature laying hen, the left ovary is acomplex organ containing
several different tissues where as the right ovary is a nonfunctional, rudimentary
structure”.

Suprijatna et al. (2008) :” pada awal perkembangan embrio, terdapat dua ovarium dan
dua oviduk, bagian sebelah kanan mengalami atrofi sehingga pada saat menetas yang
tinggal hanya ovarium dan oviduk bagian kiri”.
ISSN 1978 - 3000

PETUNJUK PENULISAN NASKAH/ARTIKEL


JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA
(Indonesia Animal Science Journal)

1. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, memuat tulisan/karya ilmiah dalam bidang


Ilmu Peternakan. Manuskrip dapat berupa hasil penelitian, telaah/tinjauan
pustaka, kasus lapang dan gagasan. Naskah harus asli (belum pernah
diterbitkan) menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Jurnal ini
terbit 2 kali dalam setahun yaitu Januari – Juni dan Juli – Desember.
2. Naskah atau artikel dikirim bersama soft copy dan cetakan lengkap sebanyak 3 (tiga)
eksemplar atau melalui E-mail dengan menggunakan pengolah kata Microsoft Word,
atau Open Office diketik menggunakan ukuran A4, fontasi Times New Roman
berukuran 11kecuali abstrak dan tabel dengan ukuran fontasi 9, margin kiri dan kanan 2,5
cm, margin atas dan bawah 2,5 cm. Ditulis dalam spasi 2 dan jumlah halaman
seluruhnya tidak lebih dari 15 halaman.
3. Tabel, Gambar, Grafik dan sejenisnya diletakkan di lembar terpisah (tidak
masuk di dalam teks), yaitu setelah Daftar Pustaka.
4. Jumlah halaman paling banyak 10 lembar
5. Gambar berformat JPEG dan Tabel berformat Excel masing-masing tidak
lebih dari 2.
6. Naskah Asli/Artikel asli harus diselaraskan dalam judul (dalam bahasa
Indonesia dan Inggris, pendahuluan, materi dan metode, hasil dan pembahasan,
kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka)
7. JUDUL ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (jika artikel
berbahasa Indonesia, jika naskah dalam bahasa Inggris maka tidak perlu judul
bahasa Indonesia), jumlah kata tidak melebihi dari 15 (lima belas) kata. Nama
penulis dan alamat, termasuk email penulis ditulis dibawah judul.
8. ABSTRACT, ditulis dalam bahasa Inggris, singkat dan padat serta dibawahnya
dituliskan Key words atau Kata kunci 4-6 kata. Jumlah kata dalam Abstract tidak
lebih dari 200 kata dengan 1 spasi.
9. ABSTRAK, ditulis dalam bahasa Indonesia, singkat dan padat serta di
bawahnya ditulis kata kunci. Jumlah kata dalam Abstract tidak lebih dari 200 kata
1 spasi..
10. PENDAHULUAN, memuat latar belakang penelitian berdasarkan bahan
pustaka yang relevan, tujuan dan hipotesis penelitian (hipotesis tidak diperlukan
dalam telaah/ tinjauan pustaka).
11. MATERI DAN METODE, memuat materi dan metode yang digunakan dalam
kajian secara rinci dan singkat serta analisis statistik yang digunakan.
12. HASIL DAN PEMBAHASAN, memuat hasil penelitian yang berupa ulasan,
tabel atau grafik. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian yang dirujuk
dengan bahan pustaka yang relevan dan telah termuat dalam pendahuluan.
13. KESIMPULAN, memuat kesimpulan atas hasil dan pembahasan secara singkat
dan padat dan tidak boleh lebih dari satu alenia.

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 179


ISSN 1978 - 3000

14. SARAN, memuat saran - saran atau masukan yang perlu disampaikan
berdasarkan penelitian yangtelah dilakukan.
15. DAFTAR PUSTAKA, disusun dengan memuat nama berdasarkan abjad, tahun,
judul, Penerbit, Kota, halaman tanpa nomor urut. Memuat minimal 7 (tujuh)
buah jurnal ilmiah.
Contoh penulisaan daftar pustaka:

Antalikova, J., M. Baranovska, I. Mravcova, V. Sabo dan P. Skrobanek.2001.


Different Influence of Hypodynamy on Calcium and Phosphorus Levels in
Bones of Male and Female Japanese Quails.
http://www.biomed.cas.cz/physiolres. 20 April 2001.
Fenita, Y., I. Badarina, dan E. Tamsar. 2005. Uji kerusakan lemak ransum ayam
petelur yang menggunakan minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) dengan
penambahan bawang putih sebagai antioksidan alami selama penyimpanan.
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, 8 (4) :45-48.

CATATAN:

INFORMASI TAMBAHAN:
Jurnal ini terbit dua kali dalam setahun (periode januari-Juni dan Juli – Desember).
Naskah dapat dikirim melalui email: jspiunib@yahoo.com dan jspi@unib.ac.id.
ISSN 1978 - 3000

Formulir Pemesanan
JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA
(Indonesia Animal Science Journal)
ISSN 1978 – 3000

Yang Bertanda Tangan dibawah ini:

Nama : …………………………………………………….....
Lembaga/Perguruan Tinggi: …………………………………………………….....
Alamat :……………………………………………………......
: …………………………………………………….....
Kabupaten/Kodia : …………………………………………………….....

Propinsi : …………………………………………………….....
Kode Pos : …………………………………………………….....
e- mail : …………………………………………………….....
Telepon/HP : ……………………………………………………….
Fax : ……………………………………………………….

Menyatakan untuk membeli/memesan/ berlangganan Jurnal Sain Peternakan


Indonesia:
Volume : ………………………………………………………
Nomor : ………………………………………………………
Sebanyak : ………………………………………………………

Biaya Pembelian/pemesanan (ditambah ongkos kirim) sebesar Rp. 200.000


Dibayar secara
(a) Langsung
(b) Transfer ke Bank Mandiri Bengkulu No Rek. 113-00-0970722-9 a.n. Rustama
Saepudin, Ir. MSc
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kirimkan formulir ini ke Redaksi Jurnal Sain Peternakan Indonesia, Jurusan
Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Jl. Raya Kandang Limun Bengkulu 38371 A
Telp. (0736) 21170 psw. 219.
Atau melalui Email: jspi@unib.ac.id jspiunib@yahoo.com dan rustamas@yahoo.com

Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras 181

Anda mungkin juga menyukai