Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada

Volume 17 Nomor 1 Februari 2017

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEFALOSPORIN


DI RUANG PERAWATAN BEDAH SALAH SATU RUMAH SAKIT DI
KABUPATEN TASIKMALAYA

Nur Rahayuningsih, Yuli Mulyadi


Program Studi S1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

Abstrak

Telah dilakukan evaluasi penggunaan antibiotik sefalosporin di ruang perawatan bedah Salah satu
Rumah Sakit di Kabupaten Tasikmalaya secara retrospektif dari bulan April 2013- Maret 2014.
Pengumpulan data sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkanyaitu meliputi penetapan kriteria obat,
kriteria penderita, penetapan standar penggunaan obat untuk dilakukan analisis data dan penarikan
kesimpulan. Berdasarkan hasil evaluasi jumlah sefalosforin yang paling banyak digunakan adalah
generasi III (98,84%), disusul oleh generasi I (1,16%) dari 86 total antibiotik. Tidak ditemukan adanya
ketidaktepatan indikasi, ketidaktepatan dosis antibiotik, ketidaktepatan lama tetapi antibiotik, kasus
interaksi obat sefalosforin dengan obat lain, serta kasus duplikasi penggunaan obat sefalosforin.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik sefalosforin di RSU Kabupaten
Tasikmalaya telah rasional.

Kata Kunci : Evaluasi Penggunaan Obat, Antibiotik, Sefalosforin

Abstract

The evaluation of use of cephalosporin antibiotic has been performed from April 2013 - March 2014 in
the surgical treatment room of one of the hospitals in Kabupaten Tasikmalaya. The data collection
conducted in accordance with the established criteria, includes establishment of drugs criteria, patient
criteria, the use of standard-setting drugs for the data analysis and conclusion. Based on the
evaluation result showed that the amount of Cephalosporin that most widely use are the third
generation with (98.84%) and then the first generation with 1.(16%) from 86 Cephalosporin
antibiotics. There were no improper indication, no improper antibiotics dosage and inaccuracy of
antibiotic long term therapy, no cephalosporin drug interactions with other medications cases and no
duplicated cephalosporin drugs cases. It can be conclude that the use of cephalosporin antibiotics in
RSU Kabupaten Tasikmalaya has been rational.

Keywords: Evaluation Of Drug Use, Antibiotic, Cephalosporin.

PENDAHULUAN baik secara tunggal maupun kombinasi,


Antibiotik merupakan golongan sedangkan di negara berkembang 30-80%
obat yang paling banyak digunakan penderita yang dirawat di rumah sakit
didunia terkait dengan banyaknya kejadian mendapat antibiotik (Gandhi, 2007).
infeksi bakteri. Lebih dari seperempat Penggunaan antibiotik dapat menimbulkan
anggaran rumah sakit dikeluarkan untuk masalah resistensi dan efek obat yang
biaya penggunaan antibiotik (WHO, tidak dikehendaki. Evaluasi penggunaan
2006). Di negara yang sudah maju 13- obat khususnya antibiotik merupakan
37% dari seluruh penderita yang dirawat salah satu bentuk tanggung jawab farmasis
di rumah sakit mendapatkan antibiotik dilingkungan rumah sakit dalam rangka

139
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017

mempromosikan penggunaan antibiotik penggunaan obat ini meliputi indikasi,


yang rasional (Lestari, 2011). lama terapi, kontra indikasi, dosis, efek
Sefalosporin merupakan antibiotik samping, interaksi obat.
spektrum luas yang digunakan untuk Standar penggunaan obat yang digunakan
terapi septikemia, pneumonia, meningitis, pada penelitian ini yaitu Formularium
infeksi saluran empedu, peritonitis, dan Rumah Sakit Umum Kabupaten
infeksi saluran urin. Sefalosporin Tasikmalya, Informatorium Obat Nasional
termasuk antibiotik beta-laktam yang Indonesia.
bekerja dengan cara menghambat sintesis Penetapan Desain Studi
dinding sel mikroba (IONI, 2008). Penelitian menggunakan metode
Untuk mengetahui ketepatan penggunaan retrospektif yaitu pengambilan data dari
antibiotik sefalosporin maka dilakukan rekam medis dan resep yang terapinya
evaluasi penggunaan obat sefalosporin telah selesai.
untuk menunjang terapi pengobatan yang Sumber data
optimal. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan jenis data yang dibutuhkan
METODE PENELITIAN
dari data rekam medis berupa: identitas
Penetapan Kriteria Pasien
penderita, diagnosis, hasil labolatorium,
Kriteria pasien dalam penelitian ini, yaitu
proses pengobatan, dan tindakan medis.
pasien dewasa pria dan wanita yang
Analisis data
dirawat di ruang bedah salah satu rumah
Analisis kuantitatif
sakit di kabupaten tasikmalaya yang
Analisis data untuk mengetahui pola
menggunakan antibiotik sefalosporin
penggunaan obat berdasarkan berbagai
periode April 2013 sampai Maret 2014.
kriteria yaitu berdasarkan diagnosis, status
Penetapan Kriteria Obat
pulang, jumlah obat berdasarkan golongan
Obat yang diteliti adalah antibiotik
farmakologi, rute pemberian, bentuk
sefalosporin.
sediaan, penulisan generik dan non
Standar Penggunaan Obat
generik dan dokter penulis resep.
Standar penggunaan obat adalah suatu
acuan yang digunakan untuk
Analisis kualitatif
mengevaluasi penggunaan obat.
Analisis data yang digunakan untuk
Persyaratan dari standar penggunaan obat
mengkaji secara kualitatif ketepatan
ini harus obyektif, tegas, tidak samar-
penggunaan obat berdasarkan standar
samar didasarkan pustaka yang mutakhir
penggunaan obat yang telah di tetapkan,
dan secara internasional banyak digunakan
meliputi ketepatan indikasi, dosis,
serta mereflesikan standar praktek medik
interaksi obat, duplikasi penggunaan.
dan pengalaman klinik staf medik, serta di
Pengambilan Kesimpulan
setujui oleh staf medik. Standar

140
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017

Dari hasil analisis data secara kuantitatif HASIL dan PEMBAHASAN


dan kualitatif diambil kesimpulan untuk Analisis Kuantitatif Penderita
mengetahui ketepatan dan masalah dalam Pengguna Antibiotik Sefalosporin
penggunaan obat. Berdasarkan Diagnosa Penyakit

Tabel 1 Jumlah Penderita Berdasarkan Diagnosa *)

Diagnosa Jumlah %
Neoplasma 9 12,32
Penyakit Sistem Urogenital 6 8,21
Penyakit Sistem Pencernaan 18 24,65
Keadaan Akibat Trauma 14 19,17
Penyakit Infeksi Kulit dan Jaringan Subkutis 10 13,69
Penyakit Infeksi dan Parasit 1 1,36
Endokrin, Nutrisi dan Penyakit Metabolik 9 12,32
Penyakit Musculoskeletal 2 2,73
Penyakit Sistem Pernafasan 2 2,73
Gangguan Tulang dan Sendi 1 1,36
Kelainan dan Penyakit Sistem Reproduksi Wanita 1 1,36
Total Jumlah Penderita 73 100
Keterangan :
% = Persentase jumlah penderita dihitung terhadap total jumlah penderita selama pengamatan
*) = Diagnosa berdasarkan international statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems, World Health Organization, Geneva, 2005.

Tabel 1 menunjukkan jumlah Gambar 1 menunjukkan bahwa


penderita dengan diagnosa terbesar adalah jumlah terbesar penderita pulang dalam
penyakit sistem pencernaan yaitu sebesar keadaan membaik yaitu 92%. Hal ini
24,65%. Infeksi saluran cerna adalah menunjukkan bahwa penderita telah
infeksi yang lebih umum terjadi di seluruh mendapatkan terapi yang optimal
dunia yang menyebabkan morbiditas dan mengenai penyakit yang dideritanya
mortalitas. Penyakit kedua terbanyak selama pembedahan dan perawatan di
adalah keadaan akibat trauma sebesar Rumah Sakit, namun tetap diharuskan
19,17%. Keadaan akibat trauma banyak memeriksakan keadaannya untuk
diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas melanjutkan pengobatan atau perawatan di
yang menyebabkan cidera luka robek di rumah dengan rawat jalan dengan
areal kulit. Diagnosa ketiga terbanyak pengawasan dari dokter. Penderita keluar
adalah penyakit infeksi kulit dan jaringan rumah sakit dengan pulang paksa yaitu
subkutis sebesar 13,69%. Penyebab utama 5,47% umumnya karena kekurang puasan
infeksi kulit dan jaringan subkutis penderita terhadap pelayanan rumah sakit,
disebabkan oleh bakteri gram positif dan selain karena terbentur masalah ekonomi.
hanya beberapa yang disebabkan bakteri Pada penderita dengan pindah rumah sakit
gram negatif yang ditemukan pada lain yaitu 1,36% umumnya diakibatkan
permukaan kulit. keterbatasan fasilitas dan kasus
Berdasarkan Status Pulang

141
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017

penyakitnya tidak dapat ditangani di Gambar 2. Persentase Penderita Berdasarkan


Cara Pembayaran
rumah sakit tersebut.
Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 3 menunjukan jumlah
penderita yang dirawat di ruang perawatan
bedah, laki-laki hampir setara dengan
perempuan, yaitu laki-laki sebanyak
54,79% dan perempuan sebanyak 45,20%.
Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi
dapat menyerang siapa saja, tidak
Gambar 1. Persentase Penderita Berdasarkan
Status Pulang tergantung pada jenis kelaminnya.

Berdasarkan Cara Pembayaran Kurangnya istirahat, stres atau asupan

Gambar 2 menunjukkan bahwa nutrisi yang tidak teratur, akan

sebagian besar penderita menggunakan melemahkan sistem imunitasnya, sehingga

asuransi jaminan kesehatan, dengan merusak sistem pertahanan tubuh yang

jamkesmas menempati urutan paling besar mengakibatkan seseorang akan sangat

yaitu 63,01%. Persentase terbesar kedua mudah terinfeksi.

adalah melalui BPJS (Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)
yaitu 16,43%. BPJS adalah badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan (Peraturan
Menteri Kesehatan No 71/2013 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan Nasional). Persentase terbesar
ketiga adalah umum yaitu 15,06%. Gambar 3 Persentase Penderita Berdasarkan
Jenis Kelamin

Analisis Kuantitatif Obat


Berdasarkan Golongan Farmakologi

Tabel 2. Jumlah Obat Berdasarkan Golongan Farmakologi


Golongan Obat ∑ %
Analgetik, antipiretik, antirematik, antipirai 124 26,2
Anti alergi dan obat untuk anafilaksis 2 0,42
Antiansietas dan insomnia 6 1,26

142
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017

Antibiotik 147 31,07


Hormon, endokrin lain dan kontrasepsi 4 0,84
Jantung dan pembuluh 15 3,17
Larutan elektrolit, nutrisi dan lain-lain 62 13,10
Obat saluran cerna, anti tukak 75 15,85
Obat saluran nafas 2 0,42
Obat yang mempengaruhi tulang 1 0,21
Serotonin, obat serotonergik, dan antiserotonergik 5 1,05
Vitamin 22 4,65
Kortikosteroid dan kortrikotropin 8 1,69
Total Jumlah Obat 473 100
Keterangan :
% = Persentase jumlah penderita dihitung terhadap total jumlah penderita selama pengamatan

Tabel 2. menunjukkan jumlah sebesar 61, 84%. Sediaan injeksi banyak


penggunaan golongan obat terbanyak digunakan pada pasien profilaksis infeksi
adalah antibiotik yaitu sebesar 31,07%. sedang sampai berat dan pada pasien yang
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh tidak memungkinkan menggunakan oral
mikroba, terutama fungi, yang dapat dapat digunakan antibiotik parenteral yaitu
menghambat pertumbuhan atau sediaan injeksi (Cunha, 2010).
membasmi mikroba jenis lain. Jenis Berdasarkan Rute Pemberian
antibiotik yang banyak digunakan adalah Gambar 5 menunjukkan bahwa
antibiotik sefalosporin generasi III, rute pemberian yang paling banyak adalah
Antibiotik sefalosporin generasi ke tiga melalui parenteral yaitu sebesar 68,28%.
merupakan antibiotik yang mempunyai Rute pemberian ini diberikan pada obat-
daya kerja spektrum luas yang efektif obat yang tidak dapat diberikan pada
terhadap kuman gram positif dan negatif pemberian oral, alasan lain untuk
termasuk Escheria coli, Klebsiela dan mendapatkan efek yang segera setelah
Proteus, yaitu dengan menghambat proses pembedah. Rute pemberian
sintesis dinding sel mikroba. parenteral paling banyak digunakan adalah
Berdasarkan Bentuk Sediaan antibiotik sefalosporin golongan I dan III.
Hal ini disebabkan karena hampir semua
sefalosporin diberikan melalui rute
parenteral, kecuali sefadroksil yang
diberikan secara per oral. Pada umumnya
sefalosporin generasi III banyak
digunakan karena aktivitasnya terhadap
kuman Gram-negatif lebih kuat dan lebih
luas meliputi Pseudomonas dan
Gambar 4. Persentase Obat Berdasarkan Bakteriodes. Pada pasien profilaksis
Bentuk Sediaan
infeksi sedang sampai berat dapat
Gambar 4 menunjukkan bahwa
dipertimbangkan menggunakan antibiotik
bentuk sediaan yang paling banyak
parenteral (Cunha, BA., 2010).
digunakan adalah bentuk injeksi yaitu
143
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017

Berdasarkan Spesialis Dokter Penulis


Resep
Sebagian besar resep di rumah sakit ditulis
oleh satu orang dokter spesialis.
Analisis Kualitatif Penggunaan
Antibiotik Sefalosporin
Pemilihan obat yang rasional idealnya
dilakukan melalui berbagai tahapan
Gambar 5. Persentase Obat Berdasarkan Rute pertimbangan, yaitu diagnosa yang tepat,
Pemberian patofisiologis penyakit, keterkaitan
Berdasarkan Generik dan Non Generik farmakologi obat dan patofisiologi
Gambar 6 menunjukkan bahwa persentase penyakit dan evaluasi efektivitas serta
penggunaan obat generik lebih besar dari toksisitas obat yang dipakai. Salah satu
obat non generik. Hal ini dikarenakan upaya untuk meningkatkan kerasionalan
penulis resep (dokter) harus menulis obat penggunaan obat adalah dengan
atau sediaan farmasi lainnya untuk berpegang pada buku pedoman
memenuhi permintaan dalam resep serta pengobatan yang ada, yang telah terbukti
memberikan penghematan biaya bagi secara ilmiah memberikan alternatif
pasien apabila terdapat persaingan harga. pilihan pengobatan yang baik (Herri,
Beberapa program pelayanan kesehatan 2012).
yang dibiayai oleh pemerintah dan Kasus Tidak Tepat Indikasi
berbagai penanggung asuransi pihak Data menunjukkan bahwa tidak
ketiga meminta agar ahli farmasi ditemukan kasus tidak tepat indikasi.
memberikan produk generik yang Penderita yang dirawat di ruang perawatan
sebanding dengan biaya terendah yang bedah merupakan rujukan dari puskesmas
terdapat dalam inventaris, sehingga dari berbagai daerah di kabupaten
persentase obat generik lebih besar tasikmalaya yang telah menerima terapi
dibanding obat non generik. antibiotik sebelumnya. Obat antibiotik
yang diberikan sudah sesuai dengan
informatorium obat nasional indonesia
(IONI) untuk penyakit infeksi dan tujuan
profilaksis. Penggunaan antibiotik pada
profilaksis bedah digunakan untuk
penurunan dan pencegahan kejadian
infeksi luka oprasi. Antibiotik yang paling
banyak digunakan adalah antibiotik
Gambar 6. Persentase Obat Generik dan non
Generik sefalosporin generasi III, antibiotik ini
mempunyai daya kerja spektrum luas yang

144
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017

efektif terhadap kuman gram positif dan Kasus Interaksi Sefalosporin


negatif termasuk Escheria coli, Klebsiela Pada pengamatan tidak ditemukan
dan Proteus, yaitu dengan menghambat adanya kasus interaksi antara sefalosporin
sintesis dinding sel mikroba. dengan obat lain. Pemberian antibiotik
Kasus Tidak Tepat Dosis secara bersamaan dengan antibiotik lain,
Data menunjukkan bahwa tidak obat lain atau makanan dapat
terdapat ketidak tepatan dosis pada menimbulkan efek yang tidak diharapkan.
peresepan antibiotik. Semua obat Efek dari interaksi yang dapat terjadi
diberikan dengan dosis yang tepat yaitu cukup beragam mulai dari yang ringan
sesuai kriteria yang sudah ditetapkan. seperti absorpsi obat atau penundaan
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat absorpsi hingga meningkatkan efek toksik
dapat menyebabkan kerja antibiotik tidak obat lainnya. Interaksi obat dianggap
optimal dan dapat meningkatkan resiko penting secara klinik bila berakibat
resistensi mikroba terhadap antibiotik. meningkatkan toksisitas atau mengurangi
Penggunaan antibiotik yang melebihi efektivitas obat yang berinteraksi.
dosis maksimal akan meningkatkan efek Interaksi obat dapat dibedakan atas
samping antibiotik tersebut. interaksi farmasetik, interaksi
Kasus Tidak Tepat Lama Terapi farmakokinetik dan interaksi
Pada pengamatan tidak ditemukan farmakodinamik. Interaksi farmasetik
adanya kasus tidak tepat lama terapi. terjadi diluar tubuh antara obat-obat yang
Lama terapi merupakan lamanya penderita tidak dapat dicampur. Interaksi
menjalani pengobatan. Antibiotik empiris farmakokinetik terjadi bila salah satu obat
diberikan untuk jangka waktu 48 – 72 jam. mempengaruhi absorpsi distribusi,
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi metabolisme atau ekskresi obat kedua
berdasarkan data mikribiologis dan sehingga kadar plasma obat kedua
kondisi klinis pasien serta data penunjang meningkat atau menurun, akibatnya terjadi
lainnya (IFIC., 2010; Tim PPRA peningkatan toksisitas atau penurunan
Kemenkes RI., 2010). Dan untuk efektivitas obat tersebut. Interaksi
antibiotik profilaksis bedah, pemberian farmakodinamik adalah interaksi antara
antibiotik sebelum, saat dan hingga 24 jam obat-obat yang bekerja pada sistem
pasca oprasi pada kasus yang secara klinis reseptor, tempat kerja atau sistem
tidak didapatkan tanda-tanda infeksi fisiologik yang sama sehingga terjadi efek
dengan tujuan untuk mencegah terjadi yang aditif, sinergistik atau antagonistik,
infeksi luka oprasi (PERMENKES NO tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam
2406/ MENKES/ PER/XII/2011). plasma.
Penghentian penggunaan antibiotik yang Kasus Duplikasi Penggunaan Antibiotik
tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya Sefalosporin
resistensi.
145
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017

Pada pengamatan tidak ditemukan RSU Kabupaten Tasikmalaya telah


adanya kasus duplikasi. Duplikasi obat rasional.
adalah penggunaan dua atau lebih obat Saran
dalam satu golongan atau obat golongan Dari hasil penelitian dapat
lain tetapi memiliki mekanisme kerja yang diberikan beberapa saran yang dapat
sama dan digunakan dalam waktu yang dilakukan antara lain:
sama.Kasus duplikasi ini biasanya 1. Perlu adanya pengawasan yang
diberikan dengan maksud untuk berkelanjutan dengan melakukan
meningkatkan efek terapi obat yang evaluasi penggunaan obat untuk
diberikan pada penderita, padahal meningkatkan penggunaan obat yang
sebenarnya duplikasi obat antibiotik rasional.
seharusnya dihindari karena selain 2. Meningkatkan kerjasama tim
penggunaan antibiotik tidak efisien, profesional kesehatan dalam upaya
kemungkinan meningkatnya efek samping peningkatan kualitas penggunaan
dan timbulnya reaksi toksisitas obat dapat antibiotik dan pencegahan resistensi.
terjadi serta meningkatkan biaya 3. Panitia farmasi dan terapi harus
perawatan, sehingga akan merugikan membuat dan melaksanakan sistem
penderita. formularium.

KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA


Kesimpulan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Berdasarkan hasil evaluasi Republik Indonesia. 2008.
penggunaan antibiotk sefalosporin di Informatorium Obat Nasional
ruang perawatan bedah periode April 2013 Indonesia. Jakarta: BPOM RI.
sampai Maret 2014, jumlah sefalosporin Bertram Katzung,G. 2004. Farmakologi
yang paling banyak digunakan adalah Dasar dan Klinik. Penerjemah dan
generasi III (98,84%) disusul oleh Editor: Bagian Farmakologi
generasi I (1,16%) dari 86 total antibiotik Fakultas Kedokteran Universitas
sefalosporin. Tidak ditemukan adanya Airlangga Stated: The McGraw-
ketidak-tepatan indikasi, ketidaktepatan Hill Companies.
dosis antibiotik dan ketidaktepatan lama Harkness Richard. 1989. Interaksi Obat.
terapi antibiotik, tidak ditemukan kasus Penerjemah: Goeswin Agoes dan
interaksi obat sefalosporin dengan obat Mathilda B. Widianto. Bandung:
lain, serta kasus duplikasi penggunaan ITB
obat antibiotik sefalosporin. Dengan Ikatan Apoteker Indonesia. 2010.
demikian dapat disimpulkan bahwa Informasi Spesialite Obat
penggunaan antibiotik sefalosporin di Indonesia volume 45. Jakarta: PT.
ISFI Penerbitan

146
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017

Keputusan Menteri Kesehatan No. 125 Sastramihardja, Herri S. 2012.


/Menkes/SK/II/2008 tentang Farmakologi Klinik.Bandung: PT
Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kiblat Buku Utama.
Kesehatan Masyarakat. Setiabudy R., 2001. Infeksi dan Antibiotik.
Lestari, W, dkk. 2011. Studi Penggunaan Dexa Media, No 1, volume 14.
Antibiotik Berdasarkan Sistem Jakarta.
ATC/DDD dan Kriteria Gyysens Siregar C.J.P., dan Amalia,L. 2004.
di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Farmasi Rumah Sakit, Teori dan
DR.M. Djamil Padang. Fakultas Penerapan. Jakarta: EGC.
Farmasi Pascasarjana Universitas Syamsudin, 2011. Buku Ajar Farmakologi
Andalas. Padang. Efek Samping Obat. Jakarta:
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Salemba Medika.
Indonesia Nomor WHO, 2014. International Statistical
269/Menkes/PER/III/2008 tanggal Classification of Diseases and
12 Maret 2008 tentang Rekam Related Health Problems. World
Medis. Health Organization. Geneva.

147

Anda mungkin juga menyukai