PROPOSAL
Untuk Memenuhi Persyaratan
Tugas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Oleh :
Hans Jaladara (15710001)
Nanik Fattqurotul Aini (15710027)
Premi Resti Yulianti (15710035)
Abdul Aziz (15710074)
BAB I
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
manusia sehat, dengan cara memperhatikan manusia sejak dini yaitu sejak masa balita
karena anak merupakan sumber potensi dan penerus bangsa. Masa balita adalah masa
perkembangan tercepat dalam kehidupan anak, sekaligus paling rentan terhadap serangan
penyakit salah satunya adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (Depkes RI, 2007).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab
kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan
empat dari 15 juta kematian pada anak berusia di bawah lima tahun pada setiap tahunnya,
sebanyak dua per tiga kematian tersebut adalah bayi (WHO, 2003).
menyebabkan kematian pada kelompok bayi dan balita. Survey mortalitas yang dilakukan
oleh subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA / pneumonia sebagai penyebab kematian
Menurut SKDI 2007, anak balita yang mengalami gejala ISPA adalah 11%, hal ini
meningkat 3% dibandingkan dengan temuan SKDI 2002-2003 yang hanya sebesar 8%.
Prevalensi ISPA pada bayi kurang dari 6 bulan yaitu sebesar 6% dan tertinggi pada anak
umur 24-35 bulan yaitu 14%. Balita yang tinggal bersama ibu perokok cenderung
menderita ISPA lebih tinggi yakni 16% daripada yang tinggal bersama ibu bukan perokok
yaitu 11%. Makin rendah pendidikan ibu, makin tinggi prevalensi ISPA. (DepKes RI
2008)
Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor
pendorong terjadinya ISPA. Suatu kejadian penyakit yang muncul dapat disebabkan oleh
beberapa factor. H.L. Blum mengelompokkan faktor tersebut ke dalam faktor lingkungan,
2
perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Faktor perilaku dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan dan sikap seseorang. Sesuai dengan pendapat tersebut pengetahuan
ibu dapat memengaruhi kejadian ISPA. Pengetahuan yang rendah tentang diare
memperbesar kemungkinan kejadian ISPA, karena seseorang yang kurang atau tidak
memahami atau mengetahui proses kejadian ISPA yang sedang terjadi tidak mengetahui
Tingginya angka kejadian ISPA pada anak, tidak terlepas dari peran orang tua
salah satunya adalah peran ibu. Peran ibu adalah sebagai pengurus rumah tangga,
pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota
masyarakat kelompok sosial. Peran ibu dalam masalah kesehatan adalah penting, karena
di dalam merawat anaknya ibu sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam
pengasuhan anak yaitu dalam memberi makanan, memberi perawatan kesehatan dan
Menurut data dari Puskesmas Gedangan Kabupaten Sidoarjo ISPA berada pada
urutan pertama dengan jumlah temuan 142 kasus pada seluruh pasien yang datang ke
puskesmas Gedangan pada bulan April 2017. Dimana didapatkan data balita yang terkena
ISPA 115 balita (80%). Dengan tingginya kejadian penyakit ini maka penulis mengadakan
penelitian mengenai “Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA Pada Pasien Balita Di
B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA terhadap kejadian ISPA
3
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu balita dengan ISPA
Sidoarjo
2. Tujuan khusus
kabupaten sidoarjo
dengan ISPA.
4
3. Manfaat bagi instansi terkait
tersebut.
Dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya, terutama yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ISPA
1. Definisi
Istilah ISPA yang merupakan singkatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut. ISPA
adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
5
pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti
menyerang saluran pernapasan. Secara otomatis, ISPA dapat dibagi dalam dua bagian
yaitu infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi saluran pernapasan bawah. Jadi
disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang
terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan
(Suhandayani, 2007)..
Penyebab dari ISPA sebagaian besar adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih
dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya
lebih kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis
sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan ISPA bagian
bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri. Saat ini telah diketahui bahwa penyakit
ISPA melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut
(WHO, 2008).
3. Klasifikasi
a. Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan
breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau
adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (Severe chest
6
indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (Muttaqin, 2008).
c. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas : pnemonia berat,
pnemonia dan bukan pnemonia. Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu
adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik
napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas
disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan
pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
dan sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C
menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau
stres. Secara umum yang sering di dapat adalah rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk-
batuk dengan dahak kuning/putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu
badan meningkat antara 4-7 hari, disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia,
mual, muntah-muntah dan insomnia. Kadang-kadang dapat juga terjadi diare. Bila
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah,
infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru) (Hood
Alsagaff, 2009).
7
Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise
cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan
bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan
dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan
matang. Zat kekebalan pada ASI dapat melindungi bayi dari penyakit mencret atau
diare, ASI juga menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi, telinga,
batuk, pilek, dan penyakit alergi. Dan pada kenyataannya bayi yang diberi ASI
eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak
seorang ibu kepada anak yang baru dilahirkannya, selain komposisinya sesuai
kebutuhan bayi pada setiap saat. ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat
pengaruh emosional yang luar biasa yang mempengaruhi hubungan batin ibu dan
anak serta perkembangan jiwa anak. ASI mengandung mineral zinc yang terbukti
efektif untuk menurunkan penyakit pneumonia (radang paru), diare dan penyakit
infeksi lainnya. Zink juga dapat menurunkan lama dan derajat keparahan ISPA
(Azwar, 2001).
b. Status gizi dan daya tahan tubuh
Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari
berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh
8
memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh
serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal (Sjahmien Moehji, 2000).
Malnutrisi dianggap bertanggungjawab terhadap ISPA pada balita terutama
pada negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini mudah dipahami karena
keadaan malnutrisi menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh anak. Hal tersebut
resistensi terhadap infeksi menurun oleh efek nutrisi yang buruk. Menurut WHO
(2008), telah dibuktikan bahwa ada hubungan antara malnutrisi dengan episode
ISPA.
c. Faktor usia
Usia diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita
umur. Adanya hubungan antara umur anak dengan ISPA mudah dipahami, karena
semakin muda umur balita, semakin rendah daya tahan tubuhnya. Anak berumur
kurang dari dua tahun memiliki resiko lebih tinggi untuk terserang ISPA. Depkes
(2000), menyebutkan resiko terjadinya ISPA yaitu pneumonia terjadi pada umur
lebih muda lagi yaitu kurang dari dua bulan. Anak dengan umur kurang dari 2
tahun merupakan anak yang sangat beresiko terkena penyakit pneumonia. Hal ini
disebabkan karena anak di bawah umur 2 tahun imunisasai belum sempurna dan
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan
ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar
9
tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan
karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-
6. Penularan ISPA
Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain melalui udara
pernapasan atau percikan ludah penderita. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada di
udara terhisap oleh pejamu baru dan masuk ke seluruh saluran pernafasan. Dari
saluran pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi
sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Dari beberapa penelitian klinik,
kontak hand to hand merupakan modus yang terbesar bila di bandingkan dengan cara
penularan aerogen (yang semula banyak di duga sebagai penyebab utama) (Hood
Alsagaff, 2009).
10
Organisme yang menyebabkan ISPA biasanya ditularkan melalui droplet. Saat
seorang pasien ISPA batuk atau bersin, droplet sekresi kecil dan besar tersembur ke
sekitar pasien (biasanya dalam jarak 1 meter dari pasien). Permukaan tersebut bisa
juga terkontaminasi melalui kontak dengan tangan, sapu tangan/tisu yang sudah
dipakai, atau benda lain yang sudah bersentuhan dengan sekret tersebut. Cairan tubuh
lain dan feses bisa juga mengandung bahan infeksius. Karena itu, ISPA dapat
ditularkan oleh aerosol dari saluran pernapasan atau melalui kontak dengan
7. Pencegahan
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita
atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya
dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air
putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan
menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan
tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri
orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya
tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus /
bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga
11
terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi
yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara
yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa
virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang
melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari
sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan
melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit) (Depkes
RI, 2002).
B. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
pendidikan, di mana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi, maka orang
tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan
Hal ini mengingat bahwa, peningkatan pengetahuan tidak mutlak di peroleh dari
12
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007:140), pengetahuan yang mencakup domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
2. Kategori Pengetahuan
13
Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
a) Baik: bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh
pertanyaan
b) Cukup: bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari
seluruhpertanyaan
c) Kurang: bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari seluruh
pertanyaan
lingkungan terdekat khususnya para ibu balita yang sangat memperhatikan kesehatan
anaknya dan untuk melakukan upaya-upaya pencegahan ISPA pada balita diperlukan
dapat meningkatkan upaya ibu dalam mencegah ISPA pada balita. (WHO, 2008).
tindakan seseorang demikian pula dengan pengetahuan ibu tentang ISPA. Dimana
majalah, leaflet dll. Sehingga ibu-ibu balita memiliki pengetahuan yang kuat akan
mereka. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh ibu balita tentang ISPA meliputi
pengertian, penyebab, tanda dan gejala, cara cara yang dapat dilakukan untuk
14
mencegah ISPA di rumah (pemenuhan gizi balita, vitamin A, pemberian ASI,
pencegahan polusi udara, status imunisasi serta kepadatan tempat tinggal). (Depkes
RI, 2006).
melakukan upaya pencegahan ISPA pada balita sehingga akan menurunkan angka
kejadian ISPA. Aspek pengetahuan ibu tentang ISPA berdasarkan studi pendahuluan
masih merupakan masalah yang menurut penulis perlu mendapat prioritas utama
pencegahan yang baik pula sehingga pada akhirnya membantu menurunkan angka
kejadian ISPA.
BAB III
A. Kerangka Konsep
Lingkungan:
-Merokok
o Sumber infeksi
15
o Cara penularan
o Cara pencegahan
Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian tentang tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA pada
Kejadian suatu penyakit (ISPA) menurut H.L Blum dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Faktor perilaku ibu
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu. Tingkat pengetahuan yang terkait dengan
sumber infeksi, serta cara pencegahannya. Sesuai dengan tujuan penelitian yang
B. Hipotesis Penelitian
Ada Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang ISPA dengan Kejadian ISPA
16
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan sekali pengamatan
pada suatu saat tertentu terhadap objek sebagai objek penelitian adalah pasien yang
memeriksakan diri di Puskesmas Gedangan selama bulan April sampai Mei tahun 2017
Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo pada bulan April sampai Mei tahun 2017.
karakteristik tertentu (Sastroasmoro, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
balita yang berobat di Puskesmas Gedangan bulan April sampai Mei tahun 2017 dan di
n = Z21-α/2.P(1-P)
d2
Keterangan:
n = Sampel
N = Jumlah Populasi
P = Proporsi menderita ISPA (0,80)
Z21-α/2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α/2, yaitu 1,96
17
d = Presisi 0.1
sehingga
n= (1,96)2 x 0,8 x 0,2
(0,1)2
n= 61,46
n digenapkan menjadi 62 sampel
pasien balita yang hadir secara berurutan sampai berjumlah 62 anak balita yang
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam
sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo, 2007) yaitu:
a. Balita yang datang untuk periksa dengan gejala infeksi saluran nafas akut ke
2. Kriteria eksklusi
(Notoatmodjo, 2007)
E. Variabel Penelitian
1. Variabel independen
18
Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi variabel
terikat (dependen) (Hidayat,2007). Dalam penelitian ini, variabel bebas adalah tingkat
akut.
2. Variabel dependen
Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang akan dipengaruhi oleh variabel
bebas (Hidayat,2007). Dalam penelitian ini, variabel terikat adalah infeksi saluran
nafas akut pada balita (di Puskesmas Gedangan, Desa Gedangan , Kecamatan
F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variable secara opersional berdasarkan
1. Data primer:
kepada ibu balita yang datang berobat ke Puskesmas Gedangan bulan April samapai
2. Data sekunder:
Data sekunder diperoleh dari data catatan rekam medis Kecamatan Gedangan,
Kabupaten Sidoarjo.
a. Editing
20
Editing adalah pengecekan kembali apakah isian pada lembar kuesioner
sudah sesuai dan lengkap dengan absen jawaban yang telah disediakan.
b. Coding
Setiap lembar kuesioner yang telah diisi oleh responden diberi kode yang
c. Processing
d. Cleaning
Mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak
ada masing-masing variabel yang sudah di proses sehingga dapat di perbaiki dan
di nilai.
2. Analisis data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan uji chi square
variable terikat yaitu kejadian diare pada balita di puskesmas Gedangan pada bulan
Maret tahun 2016. Adapun syarat uji chi-square harus memenuhi syarat yaitu : nilai
frekuensi harapan kurang dari lima (EF < 5) dan tidak boleh lebih dari atau sama
dengan 20 persen dari semua sel yang ada. Apabila tidak memenuhi syarat maka
Nilai P alpha yang diambil pada penelitian ini adalah 0,05 dengan demikian
bila hasil penelitian menunjukkan P value ≤ P alpha maka dikatakan bahwa kedua
21
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta.
Departemen Kesehatan RI,, ( 2008)., Pedoman Promosi Penanggulangan Pneumonia Balita., Jakarta :
Dirjen P2M & PLP., DepKes RI.
Hidayat, A. 2007. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba medika
Maryunani anik,dkk. 2011. Asuhan Kegawatan Dan Penyulit Pada Neonatus. Jakarta: Trans Info
Medika.
Naria, Evi dkk.2008.hubungan kondisi rumah dengan keluhan ISPA pada balita.diperoleh
dari: http//Usu.press.usu.ac.id
Notoatmojo, Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
22
Notoatmodjo,s. 2007. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Sastroasmoro, Sudigdo. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitisn Klinis Edisi ke-4. Jakarta:
Sagung Seto
23