Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Inflammatory bowel diseasssssse (IBD) adalah kondisi intestinal kronik


yang dimediasi oleh sistem imun. Tipe utama dari IBD adalah penyakit crohn
(crohn disease) dan kolitis ulseratif (ulcerative colitis).
Penyakit Crohn adalah gangguan peradangan yang terus menerus dan
melibatkan semua lokasi pada traktus gastrointestinal. Penyakit ini dapat
didefinisikan berdasarkan lokasi seperti ileum terminal, kolonik, ileokolik, dan
gastrointestinal atas. Selain berdasarkan lokasi, penyakit ini juga dapat
didefinisikan berdasarkan bentuk penyakit seperti inflamasi, fistula, atau
striktura). Penyakit crohn ini umumnya mengenai bagian akhir usus halus yaitu
ileum sehingga sering disebut ileitis atau enteritis.
Penyakit kolitis ulseratif merupakan penyakit inflamasi kronik pada
kolon (usus besar) terutama mengenai bagian mukosa kolon. Penyakit ini
termasuk salah satu inflammatory bowel diseases (IBD) yang hingga saat ini
belum diketahui penyebabnya secara jelas.
Penyebab IBD memang masih belum jelas, namun berhubungan
dengan faktor genetik dan faktor lingkungan sebagai pemicunya hal ini terbukti
dari 10-20% penderita pasti memiliki anggota keluarga yang terkena penyakit
yang sama. Insiden IBD beragam dan bergantung area geografiknya. Penyakit
crohn dan kolitis ulseratif memiliki insiden tertinggi di Eropa, USA, dan
Amerika Utara. Puncak usia untuk penyakit crohn dan kolitis ulseratif adalah
antara 15 dan 30 tahun. Puncak kedua muncul diantara usia 60 dan 80 tahun.
Rasio pria dan wanita untuk penyakit crohn 1,1-1,8 : 1 dan untuk kolitis
ulseratif 1 : 1.
Angka penderita IBD khususnya diusia produktif sangat merugikan.
Oleh karena itu penting bagi kita sebagai perawat untuk meminimalisir angka
kejadian tersebut khususnya pada usia produktif. Angka kejadian di usia lanjut
juga tidak kalah penting untuk diminimalisir sehingga mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di usia lanjut.
1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


• Nama :Tn. K
• No Medrek :783492
• Usia :61 tahun
• Alamat :Kamp. Cikoneng, Bojongsoang
• Status :Menikah
• Pekerjaan :PNS
• Agama :Islam
• Tanggal Masuk :22 Februari 2019

2.2 ANAMNESIS
2.2.1 Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
2.2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang dengan keadaan tidak sadar sejak 14 jam yang lalu. Sebelum
penurunan kesadaran, pasien mengeluhkan nyeri dada dan pasien sempat muntah
satu kali.
Pasien mempunyai riwayat DM sejak 3 tahun yang lalu. Minum obat DM
tidak teratur. Pasien sudah tidak pernah minum obat DM lagi sejak 3 bulan yang
lalu.
Pasien menyangkal keluhan BAB mencret disertai dengan bau busuk yang
menyengat, mencret berwarna kehitaman disangkal. Mual yang dirasakan pasien
tidak disertai dengan muntah. Keluhan tidak disertai demam maupun riwayat batuk
lama.Pasien menyangkal pernah mengkonsumsi obat –obatan anti nyeri atau
konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka waktu yang lama, menyangkal pernah
melakukan operasi di bagian perut, menyangkal memiliki anggota keluarga dengan
riwayat keganasan, atau yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
2
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit GEA sejak 1 bulan SMRS. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien tidak rutin mengkonsumsi obat setelah pulang post
rawat GEA.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Menurut keluarga pasien, di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan
serupa seperti pasien.

2.2.5 Riwayat Alergi : Alergi obat dan makanan disangkal.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum
 Kesan sakit : Sakit Sedang
 Kesadaran : E4M6V5

B. Tanda Vital
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 104x/mnt, regular, lemah

 Respirasi : 24x/mnt
 Suhu : 36,0 0C

KEPALA :
1. Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
2. Kulit wajah : Edema (-), slight ikterik (-)
3. Mata
 Tampak cekung : +/+
 Letak : simetris
 Palpebrae : edema (-)
3
 Pupil : bulat, isokor
 Sklera : ikterik -/-
 Konjungtiva : anemis +/+
 Reaksi cahaya : +/+
4. Hidung
 Simetris
 Deviasi septum (-)
 Sekret (-)
 Massa (-)
5. Telinga
 Deformitas (-)
 Luka (-)
6. Rongga Mulut
 Bibir : Kering, Sianosis(-)
 Lidah : lidah kering, tremor (-)
 Frenulum linguae : kering
 Faring hiperemis : (-)
 Tonsil : T1-T1

7. Gigi dan gusi


Tidak ada kelainan

LEHER
 Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
 JVP : 5+2 cmH2O
 Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
 Trakea : tidak ada deviasi

THORAX DEPAN
4
 Inspeksi
o Bentuk umum : simetris
o Pergerakan : simetris
o Skeletal : dbn
o Iktus cordis :-
 Palpasi
o Kulit : hangat
o Sela iga : tidak melebar
o Vocal fremitus : kanan=kiri
o Iktus cordis :-
 Perkusi
o Paru-paru : +/+
o Batas paru hepar : ICS V
o Peranjakan : 1 ICS
o Batas kanan jantung : ICS V linea parasternal dextra
o Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicula sinistra
o Batas atas jantung : ICS III linea parasternal dextra
 Auskultasi
o Suara pernafasan : VBS, +/+
o Suara tambahan : ronchi -/-, wheezing -/-
o Bunyi jantung : S1, S2 normal
o Murmur :-

THORAX BELAKANG
 Inspeksi
o Bentuk : tidak dapat dinilai
o Pergerakan : tidak dapat dinilai
o Skelet : tidak dapat dinilai
 Palpasi
o Vokal premitus : tidak dapat dinilai
5
 Perkusi : tidak dapat dinilai
 Auskultasi
o Suara pernafasan : tidak dapat dinilai
o Suara tambahan : tidak dapat dinilai

ABDOMEN
 Inspeksi
o Bentuk : cekung, lembut
o Kulit : jaringan parut/jejas/luka (-)
 Auskultasi : BU (+) meningkat
 Palpasi
o Dinding perut : tidak ada massa
o Nyeri tekan : (+) pada daerah epigastrik
o Hepar : Tidak teraba pembesaran
o Lien : tidak ada pembesaran
 Perkusi:
o Tympani
o Pekak samping (-), pekak pindah (-)
o Ruang traube (-)

EKSTREMITAS
Atas Bawah
Dingin Dingin
Edema -/- Edema -/-
Sianosis (-) Sianosis (-)
Palmar eritem (-) Palmar eritem (-)

6
Capillary refill > 2 detik Capillary refill > 2 detik
Terdapat area kebiruan yang luas
dibagian kulit paha kanan

2.4 DIAGNOSA BANDING


1. Kolitis Ulseratif
2. chrohn disease
3. Carsinoma Kolon
4. HIV Aids

2.5 USULAN PEMERIKSAAN


Hematologi :
 Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, Diff Count, LED, Kimia Darah
 Ureum
 Kreatinin
 Glukosa sewaktu
 Elisa tes
Feses rutin
Kadar elektrolit
 Natrium
 Kalium
 Chlorida

Pemeriksaan Laboratorium dari tanggal 21/09/2018


Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi lengkap

7
Jumlah Leukosit 8.600 Sel/mm3 4000-10.000
Hemoglobin 7,8 gr/dl 12-16
Hematokrit 25 Sel/mm3 36-48
Jumlah Trombosit 560.000 Sel/mm3 150.000-400.000

Gula darah sewaktu 110 Mg/dl Sampai 160

Fungsi ginjal
Ureum 44,7 Mg/dl 15,0-43,2
kreatinin 1,20 Mg/dl 0,57-1,13

Elektrolit
Natrium 133,8 Mmol/l 135-148
Kalium 1,45 Mmol/l 3,5-5,3
Chlorida 87,7 Mmol/l 98-107

Pemeriksaan feses rutin tanggal 10/08/2018


Hasil
Warna Kuning kecoklatan
Konsistensi Seperti ingus
Lendir (++) positif 2
Leukosit Banyak/lbp
Eritrosit Banyak/lbp
Amoeba -
Cysta -
Amylum -
Lemak +
Telur cacing -

8
Elektrokardiogram
Hasil pemeriksaan EKG tidak tampak
adanya kelainan jantung yang tampak.
Irama sinus dengan heart rate 95 kali
permenit.

Kesan : Normal

Kolonoskopi
Hasil Pemeriksaan kolonoskopi :
• Report :
colonoscopy dilakukan sampai
dengan colon descendens (40 cm dari
anus), karena risiko perdarahan dan
perforasi.
• Anus : mukosa normal
• Rectosigmoid dna colon descendens :
seluruh mukosa edema hiperemis rapuh
dan mudah berdarah, pada bagian rectum
tampak beberapa ulcus dd/ fistel,
dilakukan biopsi untuk pemeriksaan PA.

Kesan: Colitis infeksi dd/ IBD

9
Biopsi
Hasil Pemeriksaan
Makroskopik
Lima keeping jaringan diameter 0,2 cm, warna
putih kecoklatan.
Mikroskopik
Sediaan biopsy colon descenden, rectum dan
sigmoid dilapisi epitel torak bergoblet inti
dalam batas normal. Subepithelial tampak kripta bentuk tubuler dilapisi epitel torak
bergoblet, inti dalam batas normal. Tampak abses kripta. Lamina propia bersebukan
massif sel radang limfosit dan sel plasma pada seluruh ketebalan lamina propia.
Tidak tampak fisura ataupun pembentukan granulosum. Tidak tampak proses
spesifik maupun sel tumor ganas.
Kesimpulan : Ulcerative colitis

2.6 Diagnosis Kerja


Colitis ulcerative infeksi

2.7 Penatalaksanaan
• Tatalaksana Awal: Pemberian cairan 2 L RL (Pemberian cairan selanjutnya
tergantung dari status hidrasi, pemeriksaan elektrolit, dan urine output.)
• Infus RL 2000 ML/24 jam
• Budenafalk 3x1 oral
• Salofalk 3x1 oral
• New diatab 3x2 oral
• Rillus 1x1 oral
• Probiostin 1x1 oral
• Pantoprazole 1x40 mg inj
• Omeprazole 1x40 mg inj
• Centabio zalp
Lembar monitoring di ruangan Dewi Sartika Tanggal 20 september 2018
10
Jam Pemeriksaan Terapi
21.00 S/ Mencret bercampur darah dan lendir 10x/hari, p/ -IVFD Infus RL 2000
Badan lemas kesulitan untuk duduk dan berdiri, selera ML/24 jam
makan hilang, mulut terasa pahit, mual dan nyeri Budenafalk 3x1 oral
perut, ada lecet di bagian bokong/ ruam popok Salofalk 3x1 oral
O/KU: lemah, Sakit sedang New diatab 3x2 oral
Kesadaran:E4M6V5 Probiostin 1x1 oral
TD:120/70mmHg Pantoprazole 1x40 mg inj
RR:22x/m N:95x/m T:36,0 C Omeprazole 1x40 mg inj
PF: conjungtiva anemis +/+ Centabio zalp
Mukosa mulut kering, KSR 1X 600 mg oral
Turgor kulit melambat, crt > 2 detik,
Terdapat area kebiruan di kulit paha kanan
A/colitis ulcerative dengan dehidrasi
Ringan sedang

Lembar Monitoring di ruangan Dewi Sartika Tanggal 21 september 2018


Jam Pemeriksaan Terapi
13.00 S/ Mencret bercampur darah dan lendir 5x/hari, p/ -IVFD Infus RL 2000
Badan lemas kesulitan untuk duduk dan berdiri, selera ML/24 jam
makan hilang, mulut terasa pahit, mual dan nyeri Budenafalk 3x1 oral
perut berkurang, ada lecet di bagian bokong/ ruam Salofalk 3x1 oral
popok New diatab 3x2 oral
O/KU: lemah, Sakit sedang Rillus 1x1 oral
Kesadaran:E4M6V5 Probiostin 1x1 oral
TD:110/70mmHg Pantoprazole 1x40 mg inj
RR:22x/m N:88x/m T:36,2 C Omeprazole 1x40 mg inj
PF: conjungtiva anemis +/+ Centabio zalp
Mukosa mulut kering, KSR 1X 600 mg oral
Turgor kulit melambat, crt > 2 detik,
Terdapat area kebiruan di kulit paha kanan
A/colitis ulcerative dengan dehidrasi
Ringan sedang

Lembar Monitoring di ruangan Dewi Sartika Tanggal 22 september 2018

11
Jam Pemeriksaan Terapi
16.00 S/ Mencret bercampur darah dan lendir 4x/hari, p/ -IVFD Infus RL 2000
Badan lemas kesulitan untuk duduk dan berdiri, selera ML/24 jam
makan hilang, mulut terasa pahit, mual dan nyeri Budenafalk 3x1 oral
perut berkurang, ada lecet di bagian bokong/ ruam Salofalk 3x1 oral
popok New diatab 3x2 oral
O/KU: lemah, Sakit sedang Rillus 1x1 oral
Kesadaran:E4M6V5 Probiostin 1x1 oral
TD:140/90mmHg Pantoprazole 1x40 mg inj
RR:22x/m N:80x/m T:37,2 C Omeprazole 1x40 mg inj
PF: conjungtiva anemis +/+ Centabio zalp
Mukosa mulut kering, KSR 1X 600 mg oral
Turgor kulit melambat, crt > 2 detik,
Terdapat area kebiruan di kulit paha kanan
A/colitis ulcerative dengan dehidrasi
Ringan sedang

Lembar Monitoring di ruangan Dewi Sartika Tanggal 23 september 2018


Jam Pemeriksaan Terapi
07.00 S/ Mencret bercampur darah dan lendir 2x/hari, p/ -IVFD Infus RL 2000
Badan lemas kesulitan untuk duduk dan berdiri, selera ML/24 jam
makan hilang, mulut terasa pahit, mual dan nyeri Budenafalk 3x1 oral
perut berkurang, ada lecet di bagian bokong/ ruam Salofalk 3x1 oral
popok New diatab 3x2 oral
O/KU: lemah, Sakit sedang Rillus 1x1 oral
Kesadaran:E4M6V5 Probiostin 1x1 oral
TD:140/90mmHg Pantoprazole 1x40 mg inj
RR:22x/m N:80x/m T:37,0 C Omeprazole 1x40 mg inj
PF: conjungtiva anemis +/+ Centabio zalp
Mukosa mulut kering, KSR 1X 2 oral
Turgor kulit melambat, crt > 2 detik,
Terdapat area kebiruan di kulit paha kanan melebar
A/colitis ulcerative dengan dehidrasi
Ringan sedang

Lembar Monitoring di ruangan Dewi Sartika Tanggal 24 september 2018

12
Jam Pemeriksaan Terapi
13.00 S/ Mencret bercampur darah dan lendir 2x/hari, p/ -IVFD Infus RL 2000
Badan lemas kesulitan untuk duduk dan berdiri, selera ML/24 jam
makan hilang, mulut terasa pahit, mual dan nyeri Budenafalk 3x1 oral
perut berkurang, ada lecet di bagian bokong/ ruam Salofalk 3x1 oral
popok New diatab 3x2 oral
O/KU: lemah, Sakit sedang Rillus 1x1 oral
Kesadaran:E4M6V5 Probiostin 1x1 oral
TD:110/70mmHg Pantoprazole 1x40 mg inj
RR:22x/m N:83x/m T:37,0 C Omeprazole 1x40 mg inj
PF: conjungtiva anemis +/+ Centabio zalp
Mukosa mulut kering, KSR 1X 2 tab
Turgor kulit melambat, crt > 2 detik,
Terdapat area kebiruan di kulit paha kanan melebar
A/colitis ulcerative dengan dehidrasi
Ringan sedang

Lembar Monitoring di ruangan Dewi Sartika Tanggal 25 september 2018


Jam Pemeriksaan Terapi
09.00 S/ Mencret bercampur darah dan lendir 2x/hari, p/ -IVFD Infus RL 2000
Badan lemas kesulitan untuk duduk dan berdiri, selera ML/24 jam
makan hilang, mulut terasa pahit, mual dan nyeri Budenafalk 3x1 oral
perut minimal, ada lecet di bagian bokong/ ruam Salofalk 3x1 oral
popok New diatab 3x2 oral
O/KU: lemah, Sakit sedang Probiostin 1x1 oral
Kesadaran:E4M6V5 Pantoprazole 1x40 mg inj
TD:100/70mmHg Omeprazole 1x40 mg inj
RR:23x/m N:80x/m T:36,5 C Centabio zalp
PF: conjungtiva anemis +/+ KSR 1X 2 tab
Mukosa mulut kering,
Turgor kulit melambat, crt > 2 detik,
Terdapat area kebiruan di kulit paha kanan semakin
melebar
A/colitis ulcerative dengan dehidrasi
Ringan sedang
2.8 PROGNOSIS

13
 Quo ad vitam : dubia
 Quo ad functionam : dubia
 Quo ad sanationam : dubia ad malam

BAB III
14
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
3.1.1 Anatomi sistem pencernaan

3.1.2 Anatomi usus besar

Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum
membentuk kantung buntu di bawah taut antara usus halus dan usus besar di katup
ileosekum. Tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum adalah apendiks, jaringan
limfoid yang mengandung limfosit. Kolon, yang membentuk sebagian besar usus
besar, tidak bergelung-gelung seperti usus halus, tetapi terdiri dari tiga bagian yang
relatif lurus – kolon asendens, kolon transversus, dan kolon desendens. Bagian
akhir kolon desendens berbentuk huruf S, yaitu kolon sigmoid (sigmoid berarti
‘berbentuk S’), dan kemudian berbentuk lurus yang disebut rektum (rectum berarti
‘lurus’).

15
Gambar 1. Anatomi usus besar
(Netter FH. Atlas of human anatomy 3rd ed. Philadelphia: Elsevier-Saunders;2006.p. 267)

Lapisan otot polos longitudinal di sebelah luar tidak menutupi usus


besar secara penuh. Lapisan ini hanya terdiri dari tiga pita otot yang
longitudinal, jelas, dan terpisah, yaitu taenia koli, yang berjalan di sepanjang
usus besar. Taenia koli ini lebih pendek daripada otot polos sirkuler dan lapisan
mukosa di bawahnya apabila yang terakhir ini dijadikan mendatar. Oleh karena
itu, lapisan-lapisan di bawahnya berkumpul di dalam kantung atau sakus yang
disebut dengan haustra, mirip seperti bahan rok yang berkumpul di pinggang
yang lebih sempit. Namun, haustra bukan hanya sebagai tempat berkumpul
permanen yang pasif, lokasi haustra secara aktif berubah-ubah akibat kontraksi
lapisan otot polos sirkuler.
Mukosa usus besar, seperti pada usus halus, mempunyai banyak kripta
Lieberkuhn; tetapi, berbeda dengan usus halus, mukosa usus besar tidak
memiliki vili. Sel-sel epitelnya hampir tidak mengandung enzim. Sebaliknya,
sel ini terutama mengandung sel-sel mukus yang hanya menyekresi mukus.
Sekresi yang dominan pada usus besar adalah mukus. Mukus ini mengandung
ion bikarbonat dalam jumlah sedang yang disekresi oleh beberapa sel epitel
yang tidak menyekresi mukus. Kecepatan sekresi mukus terutama diatur oleh
rangsangan taktil, langsung dari sel-sel epitel yang melapisi usus besar dan oleh
refleks saraf setempat terhadap sel-sel mukus pada kripta Lieberkuhn.

16
Gambar 2. Histologi usus besar

Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus
untuk membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat
dikeluarkan. Sebagian besar absorbsi dalam usus besar terjadi pada
pertengahan proksimal kolon,sehingga bagian ini dinamakan kolon
pengabsorbsi, sedangkan kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai
tempat penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk ekskresi feses dan
oleh karena itu disebut kolon penyimpanan.
Mukosa usus besar seperti juga mukosa usus halus, mempunyai
kemampuan absorpsi aktif natrium yang tinggi, dan gradient potensial listrik
yang diciptakan oleh absorpsi natrium juga menyebabkan absorpsi klorida.
Taut erat diantara sel-sel epitel dari epitel usus besar jauh lebih erat daripada
taut erat di usus halus. Absorbsi ion natrium dan klorida menciptakan gradien
osmotik di sepanjang mukosa usus besar, yang kemudian akan menyebabkan
absorpsi air. Usus besar dapat mengabsorpsi maksimal 5 sampai 8 liter cairan
dan elektrolit setiap hari. Bila jumlah total cairan yang masuk usus besar
melalui katup ileosekal atau melalui sekresi usus besar melebihi jumlah ini,
kelebihan cairan akan muncul dalam feses sebagai diare.

3.2. Definisi
17
Inflammatory bowel disease (IBD) adalah kondisi intestinal kronik
yang dimediasi oleh sistem imun. Tipe utama dari IBD adalah penyakit crohn
(crohn disease) dan kolitis ulseratif (ulcerative colitis).
Penyakit Crohn adalah gangguan peradangan yang terus menerus dan
melibatkan semua lokasi pada traktus gastrointestinal. Penyakit ini dapat
didefinisikan berdasarkan lokasi seperti ileum terminal, kolonik, ileokolik, dan
gastrointestinal atas. Selain berdasarkan lokasi, penyakit ini juga dapat
didefinisikan berdasarkan bentuk penyakit seperti inflamasi, fistula, atau
striktura). Penyakit crohn ini umumnya mengenai bagian akhir usus halus yaitu
ileum sehingga sering disebut ileitis atau enteritis.
Penyakit kolitis ulseratif merupakan penyakit inflamasi kronik pada
kolon (usus besar) terutama mengenai bagian mukosa kolon. Penyakit ini
termasuk salah satu inflammatory bowel diseases (IBD) yang hingga saat ini
belum diketahui penyebabnya secara jelas.

. Klasifikasi Kolitis Ulseratif


Kolitis ulseratif diklasifikasikan berdasarkan pada keterlibatan
bagian kolon dan beratnya peradangan. Jenis yang paling terbatas
melibatkan hanya rektum yaitu proctitis, untuk yang paling luas
melibatkan seluruh usus besar yaitu pancolitis. Sekitar dua orang dari
sepuluh penderita kolitis ulseratif mengalami perluasan sampai usus
besar setelah 10 tahun.
1. Proctitis
Merupakan inflamasi yang terbatas pada rektum. Pada penderita
proctitis cenderung ditemukan gejala utama lebih ringan yaitu
perdarahan merah terang yang bisa bercampur dengan lendir.
Penderita mungkin mengalami diare, atau memiliki tinja yang normal
dan bahkan mungkin mendapatkan sembelit. Jika pada peradangan
parah, akan terasa nyeri rektum dan perasaan mendesak untuk buru-
buru ke toilet, tetapi yang keluar hanya angin. Selain itu, kulit di
sekitar anus juga bisa mengalami iritasi.
18
2. Proctosigmoiditis
Jenis kolitis ulseratif yang mempengaruhi rektum dan kolon sigmoid.
Seperti proctitis, gejala yang ditemukan yaitu perdarahan dan rasa
urgensi.
3. Kolitis Distal (Left-side Colitis)
Pada kolitis distal terjadi peradangan dimulai di rektum dan
terus ke sisi kiri usus besar, kolon sigmoid, kolon desendens sampai
dengan lentur lienalis. Gejala termasuk diare dengan darah dan lendir,
kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan dan sakit parah di sisi
kiri perut. Frekuensi diare cenderung lebih sedikit yaitu kurang dari 6
kali sehari.
4. Extensive dan Pancolitis (Total Colitis)
Pankolitis merupakan inflamasi dari proksimal ke lentur
lienalis, biasanya sampai dengan usus buntu. Ketika kolitis ulseratif
mempengaruhi sebagian besar kolon, akan menyebabkan frekuensi
diare yang sangat sering dengan darah dan lendir. Jika peradangan
parah penderita bisa mengalami diare 20 kali sehari, dan bisa
mengarah pada dehidrasi. Gejala lain yang dijumpai seperti sakit perut
(parah), kram, demam, dan penurunan berat badan. Sangat jarang
ketika peradangan parah, gas dapat terjebak dalam usus besar
menyebabkan bengkak, dikenal sebagai megakolon toksik.
Megakolon toksik menyebabkan demam tinggi, rasa sakit dan nyeri di
perut.

19
Tabel perbedaan antara colitis ulcerative dengan crohn disease

3.3 Epidemiologi
Penyebab IBD memang masih belum jelas, namun berhubungan
dengan faktor genetik dan faktor lingkungan sebagai pemicunya hal ini terbukti
dari 10-20% penderita pasti memiliki anggota keluarga yang terkena penyakit
yang sama. Insiden IBD beragam dan bergantung area geografiknya. Penyakit
crohn dan kolitis ulseratif memiliki insiden tertinggi di Eropa, USA, dan
Amerika Utara. Puncak usia untuk penyakit crohn dan kolitis ulseratif adalah
antara 15 dan 30 tahun. Puncak kedua muncul diantara usia 60 dan 80 tahun.
Rasio pria dan wanita untuk penyakit crohn 1,1-1,8 : 1 dan untuk kolitis
ulseratif 1 : 1.

3.2 Etiologi

20
Penyebab kolitis ulseratif tidak diketahui. Teori yang paling umum
bahwa kolitis ulseratif disebabkan oleh beberapa faktor genetik, reaksi sistem
imun yang salah, pengaruh dari lingkungan, penggunaan obat-obatan anti
inflamasi non-steroid, kurangnya kadar anti oksidan di dalam tubuh, faktor
stress, ada atau tidaknya riwayat merokok, dan riwayat mengonsumsi produk
susu. Sebagai contoh, beberapa orang memiliki risiko secara genetik untuk
terkena penyakit ini. Bakteri dan virus dapat memicu sistem imun mereka,
sehingga mengakibatkan suatu inflamasi. Karena kolitis ulseratif lebih sering
muncul di negara-negara berkembang, sangat memungkinkan diet tinggi lemak
jenuh dan makanan yang diawetkan memiliki kontribusi pada penyakit ini.
a. Penyebab genetik
Hipotesis terkini mengatakan bahwa genetik dapat menyebabkan
seseorang memperoleh kelainan pada respon imun humoral dan respon
imun yang dimediasi sel dan/atau respon imun secara umum yang
direaktivasi oleh bakteri komensal dan menyebabkan disregulasi respon
imun pada mukosa sehingga mengakibatkan inflamasi pada kolon.
Riwayat adanya kolitis ulseratif pada keluarga diasosiasikan dengan
seseorang yang memiliki risiko tinggi terkena penyakit ini. Kesesuaian
penyakit ini ditemukan pada anak kembar monozigot. Penelitian genetik
telah mengidentifikasi beberapa lokus, beberapa di antaranya terkait
dengan kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Baru-baru ini, salah satu lokus
yang diidentifikasi juga dikaitkan dengan kerentanan terhadap karsinoma
kolorektal. Kromosom pada pasien dengan kolitis ulseratif dianggap
kurang stabil. Fenomena ini juga dapat berkontribusi pada risiko
karsinoma yang meningkat. Apakah abnormalitas ini merupakan penyebab
atau akibat dari respon inflamasi sistemik yang terus-menerus pada kolitis
ulseratif, hal ini juga belum diketahui.

b. Reaksi imun
21
Reaksi imun yang membahayakan integritas barier epitel usus dapat
menyebabkan kolitis ulseratif. Autoantibodi serum dan mukosa yang
sifatnya melawan sel epitel usus mungkin terlibat. Adanya antibodi
antineutrofil sitoplasma/antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)
dan anti-Saccharomyces cerevisiae antibodi (ASCA) adalah ciri-ciri utama
dari penyakit inflamasi usus. Selain itu, abnormalitas yang terjadi pada
sistem imun dianggap sedikit berperan pada rendahnya insiden kolitis
ulseratif pada pasien yang telah menjalani operasi usus buntu sebelumnya.
Pasien-pasien yang telah menjalani appendektomi memiliki insidens yang
rendah untuk terkena kolitis ulseratif.
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga berperan. Sebagai contoh, bakteri yang mereduksi
sulfat, memproduksi sulfat, ditemukan pada sejumlah besar pasien dengan
kolitis ulseratif, dan produksi sulfat pada lebih tinggi pada pasien kolitis
ulseratif dibandingkan pasien-pasien lainnya.
d. Penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid
Penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid lebih tinggi pada
pasien dengan kolitis ulseratif dibandingkan dengan kontrol, dan sepertiga
pasien dengan kolitis ulseratif eksaserbasi yang dilaporkan baru saja
menggunakan obat-obatan anti inflamasi non-steroid. Penemuan ini dapat
menjadi bukti bahwa penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid
harus dihindari pada pasien dengan kolitis ulseratif.

3.3 Patogenesis
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kolitis ulseratif merupakan
salah satu bentuk dari penyakit inflamasi pada usus. Dalam penyakit inflamasi
usus atau inflammatory bowel disease, lamina propria diinfiltrasi oleh limfosit,
makrofag, dan sel-sel lain dari sistem imunitas. Penelitian yang intensif pada
antigen yang memicu respon imun belum menemukan suatu mikroba patogen
tertentu. Antibodi anti-kolon telah jelas teridentifikasi dalam serum pasien
kolitis ulseratif. Penyakit inflamasi usus mungkin juga berkaitan dengan
22
kegagalan supresi (atau "downregulasi") dari peradangan kronis level rendah
pada lamina propria sebagai respon paparan kronis terhadap antigen luminal,
khususnya bakteri komensal.
Apapun pemicu antigeniknya, sel T lamina propria yang teraktivasi
terlibat dalam patogenesis penyakit inflamasi usus. Pada penyakit inflamasi
usus, yaitu penyakit Crohn, limfosit yang teraktivasi menjadi limfosit TH1
yang menghasilkan interferon-γ (IFN-γ). Sitokin pro-inflamasi, termasuk
interleukin-1 (IL-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α), dapat memperkuat
respon imun. Cedera epitel pada penyakit inflamasi usus tampaknya
disebabkan jenis oksigen reaktif dari neutrofil dan makrofag, serta sitokin
seperti TNF-α dan IFN-γ.
Pada tikus, kolitis terjadi ketika gen IL-2, IL-10, atau transforming
growth factor-β1 terkalahkan atau ketika ada beberapa sel T pada reseptor
mutan, dan kolitis berkembang pada tikus transgenik jika gen manusia HLA-
B27 telah lebih dulu diperkenalkan. Jika hewan yang sama dibesarkan dalam
lingkungan yang bebas dari kuman, kolitis tidak berkembang, sehingga
menunjukkan bahwa kolitis bisa menjadi satu-satunya manifestasi dari
berbagai abnormalitas dalam imunitas sistemik dan kolitis adalah hasil dari
respon imun abnormal terhadap bakteri komensal.

Gambar 3. Patogenesis kolitis ulseratif


3.4 Diagnosis
23
3.4.1 Gejala Klinis
Gejala utama dari kolitis ulseratif adalah diare, perdarahan pada
rektum, tenesmus, adanya mukus, dan nyeri (kram) abdomen. Berat atau
tidaknya gejala penyakit berjalan seiring dengan luasnya proses penyakit.
Meskipun kolitis ulseratif dapat bersifat akut, rata-rata gejala klinis
bermanifestasi dalam jangka waktu berminggu-minggu sampai berbulan-
bulan. Seringkali diare dan perdarahan saluran cerna bersifat sangat ringan
jadi pasien tidak memeriksakan dirinya ke dokter.
Diare menandakan terjadinya gangguan yang meluas pada kolon.
Pada pasien dengan kolitis ulseratif yang berat atau fulminan, gejala
sistemik berupa keringat malam, demam, mual dan muntah, serta
penurunan berat badan dapat menyertai diare. Kolitis ulseratif dapat
bermanifesasi pada ekstrakolon, antara lain: uveitis, gangrenosum
pioderma, pleuritis, eritema nodosum, spondilitis ankilosing, dan
spondiloarthropati.

3.4.2 Aspek Fisik dan Laboratorium


a. Aspek Fisik
Pada pemeriksaan fisik, khususnya pemeriksaan fisik pada region
abdomen, tidak khas. Pemeriksaan fisik seringkali normal pada pasien
dengan gejala klinis yang ringan, kecuali terdapat nyeri perut pada
kuadran kiri bawah. Pasien dengan kolitis ulseratif yang berat dapat
memiliki gejala defisit cairan dan gejala-gejala toksisitas, antara lain:
demam, takikardia, nyeri perut yang signifikan, dan penurunan berat
badan.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan anemia dan
trombositosis, Dapat ditemukan leukositosis, namun bukan
merupakan indikator yang spesifik pada penyakit ini. Pada

24
pemeriksaan kimia darah dapat ditemukan hipoalbuminemia,
hipokalemia, hipomagnesemia, dan alkali fosfatase yang meningkat.
Peningkatan sedimentasi eritrosit dan C-reaktif protein berhubungan
dengan fase akut dari penyakit ini. Sedangkan, pemeriksaan feses
dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari gejala yang
ditimbulkan.

3.4.3 Pemeriksaan Radiologi


a. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen seringkali dapat membantu dalam penegakan
diagnosis kolitis ulseratif. Foto polos abdomen dapat menunjukkan
dilatasi kolon yang masif yang disertai dengan kontur mukosa yang
abnormal. Dilatasi yang terjadi seringkali terdapat pada kolon
transversal. Perforasi kolon merupakan salah satu komplikasi dari
kolitis ulseratif. Perforasi dapat terjadi dengan atau tanpa megakolon
toksik. Pneumoperitoneum masif biasanya menyertai perforasi kolon.
Residu feses biasanya tidak terlihat pada usus yang mengalami
inflamasi. Gambaran edema pada dinding usus biasa tampak pada fase
akut dari kolitis ulseratif, yang disebut juga gambaran thumbprinting.
Terdapat juga gambaran pseudopolip yang menunjukkan mukosa
yang udem diantara mukosa yang mengalami ulserasi. Pada fase
kronik, terjadi pemendekan usus akibat spasme muskulus longitudinal
atau fibrosis yang ireversibel. Selain itu, haustra pada kolon desendens
menghilang.

25
Gambar 3. Foto polos abdomen pada pasien dengan kolitis ulseratif eksaserbasi
akut menunjukkan gambaran thumbprinting pada fleksura splenika dari kolon
b. Barium enema
Gambaran radiologi kolitis ulseratif pada pemeriksaan barium enema
sangat bervariasi tergantung dari stadiumnya. Kolon bisa saja terlihat
lebih sempit, dan hal ini bisa saja berhubungan dengan pengisian usus
yang tidak sempurna akibat spasme dan iritabilitas pada kolon.
Pemeriksaan barium enema dapat menunjukkan hilangnya haustra
pada lumen kolon. Adanya granula dapat disebabkan oleh hiperemia
dan udem pada mukosa yang dapat menyebabkan ulserasi. Ulser
superfisial dapat menyebar dan menutupi semua lapisan mukosa.
Terdapat gambaran bintik-bintik pada mukosa akibat perlengketan
barium pada ulser superfisial. Collar button ulcers merupakan ulserasi
yang lebih dalam pada mukosa yang udem dengan kripte abses pada
submukosa.
Striktur dapat terjadi pada 1-11% pasien yang menderita kolitis
ulseratif dalam jangka waktu yang lama. Striktur terutama ditemukan
pada kolon asendens.

26
pseudopolip

Gambar 4. Pemeriksaan barium enema dengan kontras dobel menunjukkan kolitis


ulseratif pada stadium awal, di mana mukosa masih normal dan tampak
pseudopolip

Gambar 5. Pemeriksaan barium enema menunjukkan hilangnya haustra pada


seluruh kolon desendens disertai dengan ulserasi, sehingga memberikan gambaran
“lead-pipe”
(dikutip dari kepustakaan 11)

27
c. Computed tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat membantu ahli radiologi dalam
membedakan kolitis ulseratif dan penyakit Crohn, jika pemeriksaan
barium enema menunjukkan kemiripan di antara keduanya. CT dapat
mendeteksi bagaimana karakteristik dari kolitis ulseratif. CT-Scan
abdomen dan pelvis menunjukkan dilatasi, penebalan pada bagian
mural, dan permukaan mukosa yang ireguler, serta terdapat target
sign. Dapat juga terlihat pseudopolip pada dinding kolon, dan
pembuluh darah yang berdilatasi akibat adanya inflamasi dan
hiperemia.

Gambar 6. CT-Scan abdomen dan pelvis potongan coronal menunjukkan


penebalan dinding mukosa dan iregularitas yang terjadi pada kolon asendens dan
desendens, seperti yang diperlihatkan pada tanda panah

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI dapat menjadi modalitas pencitraan yang baru untuk mendeteksi
perubahan dinding kolon pada kolitis ulseratif. Hasil in vitro
menunjukkan bahwa MRI dapat melihat lapisan dinding kolon secara
keseluruhan. Secara khusus pada kolitis ulseratif, T1-weighted spin-
echo MRI menunjukkan penebalan dan hiperintensitas dari lapisan
mukosa dan submukosa.

28
3.4.4 Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a. Pemeriksaan endoskopi dan biopsi
Sekali kita mencurigai kolitis ulseratif, pemeriksaan endoskopi berupa
kolonoskopi, harus dilakukan. Selain itu, harus dilakukan biopsi pada
mukosa yang meradang dan pada mukosa yang normal. Hasil yang
didapatkan pada pemeriksaan kolonoskopi dan biopsi dapat
mengonfirmasi diagnosis kolitis ulseratif, dan juga berguna untuk
melihat atau memantau sejauh mana perjalanan penyakit tersebut.
Namun, tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena
kemungkinan dapat mengakibatkan perforasi atau komplikasi lainnya.
Kasus kolitis ulseratif yang berat ditandai dengan adanya ulser dan
perdarahan spontan.

Gambar 7. Gambaran kolitis ulseratif pada kolonoskopi


b. Pemeriksaan histopatologi
Hasil pemeriksaan histopatologi sesuai dengan perjalanan klinis dan
hasil pemeriksaan endoskopi dari kolitis ulseratif. Kolitis ulseratif
terbatas pada mukosa dan submukosa yang superfisial, lapisan bagian
dalam tidak terlibat kecuali pada kolitis ulseratif fulminan. Pada
kolitis ulseratif, terdapat dua tanda histologis yang menunjukkan
kronisitas dan membantu membedakannya dari kolitis ulseratif akut
dan kolitis ulseratif yang self-limiting. Pertama, terdapat kripte yang
terdistorsi pada kolon; kripte bisa saja berbentuk bifida dan sedikit
jumlahnya, dan seringkali terdapat celah di antara dasar kripte dan
29
muskularis mukosa. Kedua, beberapa pasien memiliki sel basal
plasma dan agregasi limfoid basal multipel. Dapat juga ditemukan
kongesti vaskuler pada mukosa, dengan edema dan perdarahan fokal,
dan infiltrat sel-sel inflamasi, seperti neutrofil, limfosit, sel plasma,
dan makrofag. Neutrofil menginvasi epithelium, biasanya ke dalam
kripte, dan dapat menimbulkan kriptitis dan abses kripte.

Gambar 8. Hasil pemeriksaan histopatologis pada kolitis ulseratif kronik


eksaserbasi akut menunjukkan inflamasi difus, limfoplasmasitosis basal, atrofi dan
iregularitas pada kripte, dan erosi superfisial

3.5 Penatalaksanaan
Farmakologis
 Sulfasalazine
Mengandung antibiotik (sulfapyridine) dan anti inflamasi (5 ASA) untuk
mengobati ulcerative colitis sedang sampai berat dan berfungsi mengobati
inflamasi di bagian jaringan ikat dan mukosa kolon.
 Glukokortikoid
Baik secara oral maupun parenteral secara efektif menghambat proses
inflamasi pada system pencernaan, efektif pada pemberian dosis prednisone
40-60 mg/hari jika dengan 5 ASA tidak ada respon yang signifikan, dapat
juga diberikan hirokortison intravena dengan dosis 300 mg/hari atau metal
prednisolone 50-60 mg/hari.

30
 Antibiotik
Dapat digunakan metronidazole untuk inflamasi aktif di fistula kolon
dengan dosis 15-20 mg/kg/hari, atau ciprofloxacin dengan dosis 500 mg,
atau rifaximin yang efektif untuk bakteri usus.
 Methotrexate (MTX)
Berfungsi sebagai anti inflamasi dengan menurunkan produksi IL-1, dapat
diberikan secara intravena maupun subkutan dengan dosis 25 mg/minggu.
 Cyclosporine (CSA)
Berfungsi dalam memblok produksi IL-2 dari T-helper limfosit dan
berfungsi dalam aktivasi T cell. Dosis diberikan 2-4 mg/kg/hari.

Pembedahan
Pembedahan, berupa panproktokolektomi (memotong kolon dan rektum),
merupakan terapi definitif pada kolitis ulseratif. Indikasi operasi pada kolitis
ulseratif bervariasi. Terapi medikamentosa yang gagal merupakan indikasi yang
paling sering untuk dilakukan pembedahan. Indikasi tindakan pembedahan segera
pada pasien kolitis ulseratif adalah adanya toksik megakolon yang refrakter dengan
terapi medikamentosa, adanya serangan fulminan yang refrakter dengan terapi
medikamentosa, dan perdarahan pada kolon yang tidak terkontrol. Sedangkan,
indikasi elektif adalah ketergantungan jangka panjang pada steroid, ditemukannya
displasia dan adenokarsinoma pada biopsi skrining, dan durasi penyakit yang sudah
mencapai 7-10 tahun.

31
Tabel indikasi dalam terapi bedah Inflamatory bowel disease

3.6 Komplikasi
Komplikasi intestinal :
• Perdarahan
• Toxic megacolon

Komplikasi extra interstinal :


• Hiperkoagubilitas
• Anemia, hipoalbuminemia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan alkali
fosfatase yang meningkat
• Kolelithiasis
• Nefrolitiasis
• Osteoporosis
• Eritema nodusum
• Pioderma gangrenosum
• uveitis, episkleritis, sklera konjungtivitis

32
3.7 Prognosis
Prognosis yang buruk ditandai dengan takikardia, demam tinggi, dan penurunan
peristaltik usus, serta adanya hipoalbuminemia. Kolitis ulseratif merupakan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Risiko kematian meningkat pada
pasien-pasien usia tua, dan pada pasien yang disertai komplikasi (misalnya: syok,
malnutrisi, anemia). Kasus-kasus yang berat dan kronik dapat menjadi lesi
prakanker. Penyebab kematian yang tersering pada kolitis ulseratif adalah
megakolon toksik. Untuk kekambuhan pada pasien colitis ulcerative juga dapat
terjadi.

33
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Seorang perempuan berinisial Ny. IW, berumur 58 tahun, Masuk rumah


sakit tanggal 20 september 2018 dengan keluhan utama BAB mencret sejak 1 bulan
SMRS.
Dari keluhan tersebut, yang dapat kita pikirkan adalah gangguan di sistem
pencernaan, psikis, dan infeksi.
Keluhan pasien juga diserta dengan munculnya darah dan lendir yang
tercampur dengan feses, dari keluhan tersebut dapat disimpulkan terdapat infeksi
yang terdapat di saluran pencernaan pasien.
keluhan pasien juga disertai dengan badan yang semakin mengecil, tampak
pucat, lesu dan lemas, bahkan untuk duduk atau pun berdiri pasien merasa tidak
sanggup, keluhan disertai hilangnya nafsu makan, disertai dengan mual ketika
makanan atau minuman masuk, buang air kecil juga menjadi jarang. Pasien sering
merasa pusing dan pandangan mata terasa seperti kunang-kunang dari keluhan
tersebut terdapat malabsorbsi makanan akibat luka yang terdapat di saluran
pencernaan pasien sehingga tidak memungkinkan nutrisi masuk dengan maksimal
ke dalam sel.

Pasien mengaku terdapat perubahan warna menjadi kebiruan yang muncul


di bagian paha kanan yang semakin meluas dari keluhan tersebut pasien menderita
gangguan di bagian lambung, akibat berkurangnya asupan makanan dan minuman
pasien menderita dehidrasi ringan sedang dengan kandungan elektrolit menjadi
tidak seimbang.

Pasien menyangkal keluhan BAB mencret disertai dengan bau


busuk yang menyengat, mencret berwarna kehitaman disangkal menandakan
infeksi atau peradangan berasal dari saluran cerna bagian bawah. Keluhan tidak
disertai demam maupun riwayat batuk lama, untuk kearah infeksi sistemik dan TBC
tidak mendukung pada anamnesis.

34
Pasien menyangkal pernah mengkonsumsi obat –obatan anti nyeri atau
konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka waktu yang lama, menyangkal pernah
melakukan operasi di bagian perut, menyangkal memiliki anggota keluarga dengan
riwayat keganasan, atau yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien dari
jawaban pasien faktor risiko genetik dan obat-obatan NSAID disangkal,
kemungkinan pasien bias terserang akibat pertahanan mukosa usus yang buruk, dan
respon system imun pada pasien.

Pada pemeriksaan kepala dan leher terdapat konjungtival anemis


menunjukan hemoglobin yang rendah atau anemia, dan mukosa mulut yang kering
menandakan dehidrasi ringan sedang. Pada pemeriksaan paru dalam batas normal.
Pada pemeriksaan Jantung tidak ditemukan kelainan.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis berupa colitis


ulcerative adanya pergerakan usus yang terdengar meningkat, dengan adanya nyeri
tekan di beberapa bagian perut terutama di bagian ulu hati dan perut bagian bawah
menandakan adanya peradangan saluran cerna.
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan hemoglobin di angka 7,8 gr/dl
dan penurunan hematokrit di angka 25 gr/dl menunjukan anemia, namun untuk
menentukan anemia karena apa disarankan untuk pemeriksaan MCH, MCV dan
MCHC. Ditemukan hasil trombosit yang meningkat di angka 560.000 gl/dl
menunjukan adanya tanda-tanda peradangan atau munculnya sel kanker. Terdapat
peningkatan dari kadar ureum diangka 44,7 mg/dl dan kreatinin diangka 1,20 mg/dl
menunjukan adanya penurunan fungsi ginjal akibat komplikasi dari colitis
ulcerative. Terdapat pula penurunan kadar natirum diangka 133,8 Mmol/l kalium
diangka 1,45 Mmol/l klorida diangka 87,7 Mmol/l menunjukan ketidakseimbangan
elektrolit yang menjadi etiolgi munculnya ruam kebiruan di kulit paha kanan
pasien.

Pada pemeriksaan feses didapatkan konsistensi yang seperti ingus, lendir


positif 2 dan kandungan leukosit serta eritrosit yang banyak perlapang pandang
menunjukan jelas adanya infeksi dan peradangan di usus pasien. Pada pemeriksaan
kolonoskopi didapatkan gambaran pada rectosigmoid dan colon descendens di
seluruh mukosa edema hiperemis rapuh dan mudah berdarah, pada bagian rectum
tampak beberapa ulcus dengan fistel. Pada pemeriksaan biopsi Tampak abses
kripta. Lamina propia bersebukan massif sel radang limfosit dan sel plasma pada

35
seluruh ketebalan lamina propia menunjukan diagnosis yang tepat menuju colitis
ulcerative.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah rehidrasi dengan pemberian cairan


Ringer laktat 2000 ml/24 jam, pemberian kotrikosteroid, antapulgit, probiotik untuk
memperbaiki masalah pencernaan pada pasien. Potassium chloride untuk
menangani hypokalemia, dan zalp yang mengandung antibiotic dan placenta untuk
mengurangi ruam popok pasien. Prognosis dari kasus ini tergantung pada
tatalaksan dan diet yang dilakukan oleh pasien. Namun untuk kekambuhan dan
kemungkinan untuk menjadi keganasan masih bisa terjadi.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et

al, editors. Harrison’s principles of internal medicine 17thed. New York:

McGraw Hill, Health Professions Division; 2008.

2. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi gastrointestinal.Buku Ajar Fisiologi Kedokterran

Edisi 11. Jakarta:EGC;2007.hal 829, 48, 58.

3. Hanauer SB. Inflammatory bowel diseases. In: Dale DC, Federman DD,

editors. ACP medicine 3rd edition. USA: WebMD Inc.; 2007.

4. Khan AN, Lin EC. Ulcerative colitis imaging . Available in Medscape

Reference, Drug,Disease and Procedures (www.emedicine.medscape.com).

5. Brant WE. Pediatric chest. In: Brant WE, Helms CA, editors. Fundamentals of

diagnostic radiology 2nd ed. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 2007.

6. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Getiing started in clinical radiology from

image to diagnosis. Germany: Thieme; 2006. p. 197-8.

37

Anda mungkin juga menyukai