Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan
pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total.
Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari
ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor
ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab
serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh
penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih
lama, sering menjadi problem tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu
pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu
meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi
atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan
sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan
pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan
asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit)
asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura,
Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara
dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara
maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi
penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah,
peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid
dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal
ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma
menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan
bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema
sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi
asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan
obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan
kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan
prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya
mempunyai gejala klasik. Dari uraian diatas menarik penulis untuk membahas tentang
“Pengaruh Cuaca Terhadap Penderita Asma”.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian penyakit asma ?


2. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi penyakit asma ?
3. Bagaimana gambaran makroskopis dan mikroskopis penyakit asma ?
4. Bagaimana cara pencegahan penyakit asma ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian penyakit asma.


2. Untuk mengetaui patogenesis dan patofisiologi penyakit asma.
3. Untuk mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis penyakit asma.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit asma

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian penyakit asma

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan


peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan. Seperti
diketahui, saluran napas manusia bermula dari mulut dan hidung, lalu bersatu di daerah leher
menjadi trakea (tenggorok) yang akan masuk ke paru. Di dalam paru, satu saluran napas
trakea itu akan bercabang dua, satu ke paru kiri dan satu lagi ke paru kanan. Setelah itu,
masing-masing akan bercabang-cabang lagi, makin lama tentu makin kecil sampai 23 kali
dan berujung di alveoli, tempat terjadi pertukaran gas, oksigen (O 2 ) masuk ke pembuluh
darah, dan karbon dioksida (CO 2 ) dikeluarkan.

Gambar 2.1 Saluran Pernafasan


Sumber : http://www.asma.web.id/

Seperti diketahui, saluran napas manusia bermula dari mulut dan hidung, lalu bersatu
di daerah leher menjadi trakea (tenggorok) yang akan masuk ke paru. Di dalam paru, satu
saluran napas trakea itu akan bercabang dua, satu ke paru kiri dan satu lagi ke paru kanan.
Setelah itu, masing-masing akan bercabang-cabang lagi, makin lama tentu makin kecil
sampai 23 kali dan berujung di alveoli, tempat terjadi pertukaran gas, oksigen (O2 ) masuk ke
pembuluh darah, dan karbon dioksida (CO2 ) dikeluarkan.

3
2.2 Patogenesis dan patofisiologi penyakit asma

Penyakit asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas yang melibatkan
dinding saluran pernafasan, inflamasi ini menyebabkan terbatasnya aliran udara dan
peningkatan reaktivitas saluran nafas. Hiperreaktivitas ini merupakan predisposisi terjadinya
penyempitan saluran nafas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran nafas adalah aktivasi
eosinofil, sel mast, makrofag dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran nafas.
Perubahan ini dapat terjadi meskipun secara klinis asmanya tidak menunjukkan gejalanya.
Sejalan dengan proses inflamasi kronik, inflamasi epitel bronkus merangsang proses
reparasi saluran nafas yang menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang
menyimpang pada saluran nafas yang di kenal dengan istilah remodeling (Sidhartani, 2007).
Dua hal yang berperan pada patofisiologi asma adalah obstruksi dan hiperreaktivitas saluran
nafas. Inflamasi saluran nafas yang ditemukan pada pasien asma merupakan hal yang
mendasari terjadinya gangguan fungsi. Obstruksi saluran nafas menyebabkan keterbatasan
aliran udara saat melakukan pernafasan, walau pada akhirnya akan kembali secara spontan.
Penyempitan saluran nafas pada asma di pengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab utama
penyempitan saluran nafas adalah konstraksi otot polos bronkus yang di provokasi oleh
pelepasan agonis dari sel sel inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamin, triptase,
prostaglandin D2, dan leukotrien C4 dari sel mast; neuropeptida dari saraf aferen setempat,
dan asetilkolin dari saraf aferen postganglionik, konstraksi otot polos saluran nafas diperkuat
oleh penebalan dinding saluran nafas akibat edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan
remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronik otot polos, vaskuler, dan sel-sel sekretori serta
deposisi matriks pada dinding saluran nafas.
Hambatan saluran nafas juga bertambah akibat produksi sekret yang banyak, kental,
dan lengket oleh sel globet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui
mikrovaskular bronkus dan debris selular. Mekanisme reaktivitas yang berlebihan atau
hiperreaktivitas ini di hubungkan dengan perubahan otot polos saluran nafas (hiperplasi dan
hipertrofi ) yang terjadi secara sekunder dan menyebabkan perubahan konstraktilitas. Selain
itu, inflamasi dinding saluran nafas, terutama daerah peribronkial, dapat memperberat
penyempitan saluran nafas selama kontraksi otot polos. Hiperreaktivitas bronkus sering
diperiksa dengan memberikan stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisinya
dinaikkan secara progresif kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru ( VEP
atau FEV1 ). Provokasi/ stimulus lain seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering, dan
aerosol garam hipertonik, adenosin, tidak mempunyai efek langsung terhadap otot polos (
tidak seperti histamin dan metakolin ), akan dapat merangsang pelepasan mediator dari sel
mast, ujung serabut saraf atau sel-sel lain pada saluran nafas. Dikatakan hiperreaktif bila
dengan histamin penurunan FEV1 20% pada konsentrasi histamin kurang dari 8 mg% (
Sidhartani,2007 ).
Berdasarkan proses dan gejala yang dihasilkan penderita asma juga dapat mengalami
Penurunan kualitas hidup, dari hasil penelitian penderita asma mengalami hambatan kualitas
hidup karena adanya tingkat kejadian serangan asma sebesar 30%, sedangkan orang normal
yang mengalami hambatan kualitas hidup sekitar 5% (Radiansyah, 2007). Resiko gangguan
pertumbuhan tinggi badan, Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu faktor lokal yang
berperan penting untuk pertumbuhan tulang, pada penderita asma sering terjadi peningkatan
platelet-activating factor (PAF) yang dapat menghambat produksi PGE2 dalam osteoblast.
Gangguan gizi, sebagian jenis makanan yang mengandung asupan gizi tinggi, jika menjadi
alergen pada penderita asma menyebabkan tidak tercukupinya sejumlah gizi yang dibutuhkan
oleh tubuh, sehingga malnutrisi terjadi pada sebagian penderita asma (Radiansyah, 2007).

4
Gangguan emosional, sebagian besar penderita asma lebih sulit menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial, dan mempunyai mekanisme defensif yang berlebihan, peningkatan
jumlah serangan asma ternyata berhubungan dengan meningkatnya kecemasan, depresi,
kesulitan berkonsentrasi, penurunan kepercayaan diri dan kesulitan menyesuaikan diri
(Reichenberg, 2004). Biaya, berganti-ganti dokter karena keluhan asma tidak mengalami
penurunan meskipun diberikan pengobatan yang mahal, bila penatalaksanaan tidak dilakukan
secara benar keluhan alergi asma akan cenderung meningkat. Bertambahnya intensitas
kekambuhan tersebut akan menyebabkan meningkatnya pengeluaran biaya kesehatan
(Radiansyah, 2007). Penderia asma perlu memperhatikan klasifikasi asma yang mereka
derita, karena dapat membantu dalam menentukan program kedepan, adapun klasifikasi asma
di tentukan oleh
1) frekuensi serangan,
2) serangan asma malam,
3) gangguan aktifitas,
4) nilai APE,
5) kunjungan ke Unit Gawat Darurat.

2.3 Gambaran makroskopis dan mikroskopis penyakit asma

5
2.4 Cara pencegahan pennyakit asma

Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma dapat dicegah jika faktor
pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan
meminum obat sebelum melakukan olah raga. Beberapa cara berikut dapat mencegah terjadinya
penyakit asma

a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi


b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan


peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan.

Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan :


a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma

DAFTAR PUSTAKA

Medicafarma. (2008, Mei). Asma Bronkiale. Diakses 22 Juni 2012 dari

Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma.

Anda mungkin juga menyukai