Anda di halaman 1dari 14

Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No.

2 Februari (2018) 191-204

JMP Online
Vol 2, No. 2, 191-204.
Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) © 2018 Kresna BIP.
e-ISSN 2550-0481
URL : http://e-jurnalmit rapendidikan.co m
p-ISSN 2614-7254

PENGARUH LAMA PEREBUSAN TERHADAP KANDUNGAN ZAT BESI


DAUN SINGKONG VARIETAS MANGI (Manihot esculenta Crantz)

Willgraf Tuhenay
Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Pattimura, Ambon

INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

Dikirim : 25 Februari 2018 Masalah-masalah mengenai gizi sering dijumpai di


Revisi pertama : 26 Februari 2018 Indonesia, namun masalah gizi yang paling umum dan sering
Diterima : 28 Februari 2018 dijumpai adalah masalah anemia gizi. Anemia gizi terjadi
Tersedia online : 06 Maret 2018 akibat kurangnya kandungan zat besi dalam tubuh. Zat besi
memiliki peran penting dalam sintesis dan metabolisme sel
Kata Kunci : Lama Perebusan, darah merah, pembentukan hemoglobin juga mempunyai
Spektofotometer, Zat Besi, Daun fungsi yang berhubungan pengangkutan, penyimpanan dan
singkong pemanfaatan oksigen. Masalah anemia gizi dapat diatasi
dengan cara mengkonsumsi makanan yang mengandung zat
besi seperti sayuran-sayuran hijau. Salah satu sayuran hijau
Email : willgraftuhenay@yahoo.co.id yang mengandung zat besi adalah daun singkong. Kebiasaan
masyarakat dalam mengelola daun singkong adalah dengan
melakukan perebusan terlebih dahulu. Cara ini dilakukan agar
daun singkong menjadi lunak sehingga mudah dimakan dan
dicerna oleh tubuh. Namun, proses perebusan akan
memberikan perubahan terhadap ketersediaan zat besi yang
terkandung di dalam daun singkong tersebut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah lama perebusan
bepengaruh terhadap kandungan zat besi pada daun singkong.
Metode yang digunakan adalah metode spektrofotometer,
dengan lama waktu perebusan yang dilakukan adalah 5 menit,
10 menit, dan 15 menit. Berdasarkan hasil uji hipotesis dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh lama perebusan
terhadap kandungan zat besi pada daun singkong yakni 4,9%
pada waktu perebusan 5 menit, 3,5% dan 2,9% pada waktu
perebusan 10 menit dan 15 menit.

Willgraf Tuhenay 191


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah- masalah mengenai gizi sering dijumpai di Indonesia, namun masalah
yang paling umum dijumpai adalah anemia akibat kurangnya zat besi. Tubuh kita tidak
hanya membutuhkan vitamin, protein, lemak, karbohidrat, gula dan zat gizi lainnya
tapi juga membutuhkan zat besi dalam proses pembentukan sel darah merah. Ole h
karena itu masalah kekurangan zat besi perlu mendapatkan perhatian yang besar.
Masalah anemia gizi ini dapat diatasi dengan cara mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung zat besi, seperti sayur-sayuran hijau. Daun singkong merupakan sayuran
yang memiliki banyak kandungan gizi salah satunya adalah zat besi (Agoes, 2010).
Singkong (Manihot esculenta Crantz) sudah lama dikenal dan ditanam oleh
penduduk di dunia. Di Indonesia, singkong merupakan bahan pangan yang masih
menjadi alternatif dibandingkan bahan pangan yang lain (Bargumono, 2013). Bagian
singkong yang dapat dimanfaatkan adalah umbi dan daunnya. Umbinya dikenal luas
sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat. Daging umbinya berwarna putih dan
kuning. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin.
Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya
asam sianida yang bersifat racun bagi manusia (Anonim, 2008).
Selain umbi yang dapat digunakan, bagian daun-daun muda (pucuk) juga sering
dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam membuat berbagai sayuran. Pemanfaatan
daun singkong sebagai sayuran, disebabkan karena rasanya yang gurih juga
mengandung zat besi. Daun singkong masih banyak ditemukan dan mudah dijangkau
oleh masyarakat Maluku, hal ini dikarenakan luasnya lahan yang mampu digunakan
sebagai areal perkebunan. Jenis singkong yang umumnya dikonsumsi masyarakat
Maluku adalah singkong putih (varietas Mangi) dan singkong kuning (varietas Adira
1). Daun singkong yang sering dipakai sebagai sayuran adalah varietas Mangi karena
lebih banyak ditemukan serta struktur daunnya tidak berbulu dan tidak kasar
dibandingkan dengan Adira 1. Kebiasaan masyarakat dalam mengolah daun singkong
sebagai sayuran adalah dengan melakukan perebusan selama 10- 15 menit terlebih
dahulu. Tujuan perebusan adalah agar daun singkong menjadi empuk dan lunak
sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Namun demikian, proses perebusan atau
pemasakan dengan waktu yang tidak sesuai dapat memberikan perubahan terhadap
ketersediaan zat gizi yang terkandung didalamnya termasuk zat besi selama proses
pengelolahan (Winarno, 2008). Berdasarkan lama waktu perebusan yang dilakukan
oleh masyarakat maka saya menggunakan waktu 5 menit, 10 menit dan 15 menit
sebagai waktu perlakuan.
Pada penelitian Hetaria, (2012) sebelumnya telah menggunakan pengaruh lama
perebusan terhadap kandungan vitamin C dan vitamin B1 pada daun singkong varietas
Mangi (Manihot esculenta Crantz). Hasil yang diperoleh dari peneliti adalah semakin
lama waktu perebusannya, semakin banyak pula kandungan vitamin yang hilang.
Sehingga dari hasil penelitian tersebut disarankan kepada masyarakat untuk memasak
atau melakukan perebusan daun singkong sebaiknya menggunakan lama waktu
perebusan 5 menit. Merujuk pada hasil penelitian sebelumnya, maka saya tertarik
untuk meneliti tentang pengaruh lama perebusan terhadap kandungan zat besi.

Willgraf Tuhenay 192


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian


tentang Pengaruh Lama Perebusan Terhadap Kandungan Zat Besi Daun Singkong
Varietas Mangi (Manihot esculenta Crantz).

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi
permasalahan di dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh lama perebusan
terhadap kandungan zat besi daun singkong varietas Mangi ?.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perebusan terhadap
kandungan zat besi daun singkong varietas Mangi.

KAJIAN PUSTAKA
Daun Singkong
Daun singkong adalah salah satu bagian tanaman singkong yang umumnya
digunakan sebagai bahan makanan manusia. Daun singkong dikenal banyak
mengandung kalori, protein, fosfor, hidrat arang dan zat besi. Kandungan vitamin
dalam daun singkong terdiri dari vitamin A, B1, dan vitamin C. Selain itu daun
singkong mengandung tannin dan sejumlah fitofarmaka yang sangat baik untuk
menjaga daya tahan tubuh maupun mengatasi sejumlah penyakit (Anonim, 2011).
Melihat begitu banyak manfaat dari daun singkong, apalagi daun ini harganya
cukup ekonomis. Manfaat daun singkong sebagai obat antara lain a nti kanker,
mencegah konstifasi dan anemia, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Kandungan
vitamin A dan C pada daun singkong berperan sebagai antioksidan yang mencegah
proses penuaan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.
Kandungan kalsium yang tinggi sangat baik untuk mencegah penyakit tulang seperti
rematik dan asam urat. Selain itu kandungan zat besi pada daun singkong juga sangat
membantu dalam pembentukan sel-sel darah merah sehingga mengurangi penyakit
Anemia. Pada penelitian daun singkong mengandung cuprofilin yang mampu
menurunkan kolesterol, trigliserida, lipida serum darah secara nyata. Cuprofilin pada
daun singkong terdapat pada klorofilnya. Klorofil dan beberapa turunannya memiliki
daya antioksidan dan anti kanker (Anonim, 2011).
Dari berbagai analisis disebutkan, daun singkong dapat membantu mengubah
karbohidrat menjadi energi, membantu pemulihan kulit dan tulang, meningkatkan daya
ingat, kinerja otak, dan metabolisme asam amino lain. Daun singkong juga memiliki
serat yang cukup tinggi sehingga dapat membantu melancarkan buang air besar, untuk
meredakan demam, sakit kepala, diare, mata sering kabur dan juga dapat menambah
nafsu makan. Daun singkong yang dikonsumsi secara rutin juga dapat mencegah
aterosklerosis (penimbunan lemak di dinding pembuluh darah) yang bisa berdampak
pada serangan jantung (Anonim, 2011).

Taksonomi Singkong
Dalam sistematika tumbuhan, singkong termasuk ke dalam kelas
Dicotyledonae, singkong berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai nilai

Willgraf Tuhenay 193


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

komersial, seperti karet (Hevea brasilisiensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha
curcas), umbi- umbian (Manihot spp), dan tanaman hias (Euphorbia spp). Klasifikasi
tanaman singkong adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Class : Dycotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiacae
Genus : Manihot
Species : Manihot esculenta Crantz (Bargumono, 2013).

Daerah Asal dan Penyebaran Singkong


Tanaman singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil.
Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar, India,
Tiongkok (Bargumono, 2013).
Beberapa ahli botani menyatakan bahwa tanaman singkong berasal dari
Amerika yang beriklim tropis dan seorang ahli botani Rusia, Nikolai Ivanovick
Vavilov, memastikan bahwa tanaman singkong berasal dari Brasil (Benua Amerika
bagian selatan) (Gardjito dkk, 2013). Asal tanaman singkong ini menyangkut tiga hal,
yaitu asal botani (botanical origin), asal geografis (geographical origin) dan asal
budidaya (agricultural origin). Asal botani misalnya jenis liar tumbuhan singkong
yang menurunkan tanaman singkong yang sekarang dikenal. Asal geografis
menyangkut tempat dimana nenek moyang singkong berkembang di masa lalu,
sedangkan asal budidaya berhubungan dengan tempat dimana budidaya awal tanaman
ini dilakukan oleh orang-orang Indian Amerika (Amerindian). Nenek moyang
singkong ini selanjutnya diduga berkembang di daerah padang rumput (sabana)
Cerrado.
Di Indonesia, singkong dari Brasil diperk enalkan oleh orang Portugis pada
abad ke-16. Selanjutnya singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia
sekitar tahun 1810. Kini, saat sejarah tersebut terabaikan, singkong menjadi bahan
makanan yang merakyat dan tersebar di seluruh pelosok Indones ia.
Bargumono (2013) mengatakan bahwa tanaman singkong dapat beradaptasi
luas di daerah panas (tropis). Daerah penyebaran tanaman singkong di dunia berada
pada kisaran 30°LU dan 30°LS. Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman
singkong sekitar 10 jam/hari, terutama untuk kesuburan dan perkembangan umbinya.
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman singkong adalah antara 60-65%, dengan suhu
minimal bagi tumbuhnya sekitar 10°C.
Varietas- varietas dari jenis singkong antara lain gading, adira1, Mangi, betawi,
mentega, randu, lanting, kaliki, bogor, SPP (Sao Pedro Petro) dan adira 2 (Bargumono,
2013).

Willgraf Tuhenay 194


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

Definisi dan Fungsi Zat Besi


Zat besi merupakan unsur yang sangat penting untuk membentuk hemoglobin.
Dalam tubuh zat besi mempunyai fungsi yang berhubungan dengan pengangkutan,
penyimpanan dan pemanfaatan oksigen dan berada dalam bentuk hemoglobin,
myoglobin atau sitokrom. Untuk memenuhi kebutuhan guna pembentukan
hemoglobin, sebagian zat besi yang bersal dari pemecahan sel darah merah akan
dimanfaatkan kembali baru kekurangannya harus dipenuhi dan diperoleh melalui
makanan. Taraf gizi zat bezi bagi seseorang sangat dipengaruhi oleh jumlah
konsumsinya melalui makanan, bagian yang diserap melalui saluran pencernaan,
cadangan zat besi dalam jaringan, ekskresi dan kebutuhan tubuh. (Adriani, dan
Wirjatmadi, 2012).
Zat besi dalam tubuh berfungsi dalam sintesis dan metabolisme sel darah
merah sebagai pembawa oksigen yang diperlukan tubuh dan karbon dioksida yang
berasal dari paru-paru. Kekurangan zat besi mengakibatkan anemia gizi, yaitu kadar
hemoglobin dalam darah lebih rendah dari nilai normalnya. Keadaan ini lebih sering
dijumpai pada anak-anak yang mengalami tahap pertumbuhan dan akan bepengaruh
pada perkembangan fisik maupun mentalnya. Gejala kekurangan zat besi antara lain
cepat lelah, lemas, kurang nafsu makan, kurang bertenaga, tidak mampu
berkonsentrasi dan pusing.
Untuk menjaga tubuh supaya tidak terserang anemia, maka keseimbangan zat
besi di dalam tubuh perlu diperhatikan. Keseimbangan disini diartikan bahwa j umlah
zat besi yang dikeluarkan dari tubuh sama dengan jumlah zat besi yang diperoleh
tubuh dari makanan yang dikonsumsi. Menurut Widya (1993) dalam Adriani, dan
Wirjatmadi, (2012) zat besi yang dianjurkan untuk anak-anak adalah 8-10mg dan
46mg untuk wanita hamil.
Kandungan zat besi di dalam tubuh wanita sekitar 35 mg/kg BB dan pada laki-
laki 50 mg/kg BB, dimana 70% terdapat di dalam hemoglobin dan 25% merupakan
besi cadangan yang terdiri dari feritin dan hemosiderin yang terdapat dalam hati, limpa
dan sumsum tulang. Jumlah zat besi yang dapat disimpan dalam tubuh 0,5-1,5 g pada
pria dewasa dan 0,3-1,0 g pada wanita dewasa, selain itu feritin juga berfungsi sebagai
tempat penyimpanan besi. Bila semua feritin sudah ditempati, maka besi berkumpul
dalam hati sebagai hemosiderin. Hemosiderin merupakan kumpulan molekul feritin.
Pembuangan besi ke luar tubuh terjadi melalui beberapa jalan diantaranya melalui
keringat 0,2-1,2 mg/hari, air seni 0,1 mg/hari, feses dan menstruasi 0,5-1,4 mg/hari
(Adriani, dan Wirjatmadi, 2012).

Zat Besi Dalam Bahan Pangan


Zat besi terkandung dalam berbagai macam bahan pangan, baik bahan pangan
nabati maupun bahan pangan hewani. Kandungan zat besi dalam bahan pangan sangat
bervariasi tergantung dari jenis makanan tersebut. Selain dari jumlah zat besi yang
terkandung di dalam bahan pangan, untuk memperkirakan seberapa banyak zat besi
yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh perlu diperhatikan pula adanya faktor- faktor lain
yang mempengaruhi absorbsi zat besi, yaitu antara lain ada lah macam bahan pangan
yang dikonsumsi (Husaini dan Karyadi, 1989).

Willgraf Tuhenay 195


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

Sayuran hijau juga merupakan sumber zat besi yang baik, meskipun tidak
sebaik sumber zat besi yang berasal dari hewan, karena sayuran hijau yang diabsorbsi
dari tubuh lebih rendah dibandingkan sumber zat besi yang berasal dari hewan
(Husaini dan Karyadi, 1989). Menurut Miller (1958) bahwa dalam sel tanaman, zat
besi terdapat dalam kloroplas, nukleus, mitokondria dan menyebar di sitoplasma. Zat
besi yang terdapat pada daun berasosiasi dengan kloroplas. Oleh karena itu, warna
hijau merupakan indikator adanya zat besi pada sayuran.

Metabolis me Zat Besi


Besi merupakan unsur terpenting bagi manusia. Besi dengan konsentrasi tinggi
terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang
mengangkut paru-paru. Hemoglobin akan mengakut oksigen ke sel-sel yang
membutuhkannya untuk metabolisme glukosa, lemak, dan protein menjadi energi
(ATP).
Besi yang ada dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu besi yang diperoleh
dari perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan
dalam tubuh, dan besi yang terserap dari saluran pencernaan. Dari ketiga sumber
tersebut pada manusia yang normal kira-kira 20-25 mg besi per hari berasal dari
hemolisis dan sekitar 1 mg berasal dari makanan dalam jumlah terbatas. Dalam
keadaan normal seorang dewasa diperkirakan dapat menyerap dan mengeluarkan besi
dalam jumlah terbatas, sekitar 0,5-2,2 mg/hari. Sebagian besar penyerapan zat besi
terjadi di dalam duodenum, tetapi dalam jumlah terbatas juga terjadi pada jejunum dan
ileum. Zat besi yang diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas, akan
mengalami proses yang kompleks.
Proses penyerapan zat besi yang terjadi dalam tubuh meliputi tahap-tahap
utama sebagai berikut:
a. Besi yang tedapat dalam bahan pangan, baik dalam bentuk ferri (Fe 3+) atau
ferro (Fe 2+) mula- mula mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam usus, ferri larut dalam asam lambung kemudian diikat oleh
gastroferin dan direduksi menjadi ferro.
c. Di dalam usus, ferro dioksidasi menjadi ferri. Ferro selanjutnya berikatan
dengan apoferitin yang kemudian ditransformasikan menjadi ferritin,
membebaskan ferro ke dalam plasma darah.
d. Di dalam plasma darah, ferro dioksidasi menjadi ferri dan berikatan dengan
transferrin.
e. Transferrin mengangkut ferro ke dalam sumsum tulang untuk bergabung
membentuk hemoglobin.
f. Transferin mengangkut ferro ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam
tubuh (hati, tulang, limpa, sistem retikulaendotelial), kemudian dioksidasi
menjadi ferri. Ferri ini bergabung dengan apoferitin membentuk ferritin yang
kemudian disimpan. Besi yang terdapat dalam plasma seimbang dengan yang
disimpan.

Willgraf Tuhenay 196


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

Ketersediaan Zat Besi


Ketersediaan zat besi secara biologis diartikan sebagai jumlah zat besi dari
bahan pangan yang ditransfer dari lumen usus ke dalam darah untuk digunakan dalam
proses metabolisme. Ketersediaan zat besi dipengaruhi oleh kebutuhan gizi seseorang,
kecukupan sekresi enzim-enzim pencernaan dan berbagai macam komponen dalam
bahan pangan.
Kebutuhan zat besi seseorang beerbeda-beda. Selain ditentukan oleh umur dan
jenis kelamin, dipengaruhi pula oleh jumlah zat besi simpanan (cadangan) dari orang
yang mengkonsumsi bahan makanan. Seseorang dalam keadaan defisiensi zat besi,
akan menyerap zat besi dari makanan lebih banyak dibandingkan dengan orang yang
status zat besi normal. Kebutuhan fisiologis untuk pertumbuhan dan kehamilan juga
akan meningkatkan penyerapan zat besi. Beberapa macam penyakit ada yang dapat
meningkatkan atau menurunkan sekresi enzim-enzim pencernaan dalam lambung dan
usus, meningkatkan pergerakan dalam sel pencernaan, pendarahan kronis dan
malabsorpsi juga akan mempengaruhi penyerapan zat besi.
Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang
melalui tinja, air seni dan keringat. Kehilangan basal ini kira-kira 0,9 mg/hari pada
laki- laki dewasa dan 0,8 mg/hari pada wanita dewasa.
Zat besi dalam makanan dapat berbentuk heme dan nonheme. Zat besi heme
adalah zat besi yang berikatan dengan protein, banyak terdapat dalam bahan pangan
hewani misalnya daging, unggas, dan ikan. Zat besi nonheme adalah senyawa besi
anorganik yang kompleks, zat besi nonheme ini biasanya terdapat dala m tumbuh-
tumbuhan, seperti kacang, serelia, sayur-sayuran dan buah-buahan. Zat besi heme
dapat diabsorpsi sebanyak 20-30%, sebaliknya zat besi nonheme hanya diabsorbsi
sebanyak 1-6%.
Menurut FAO/WHO, jumlah zat besi yang dikonsumsi sebaiknya berdasarkan
jumlah kehilangan zat besi dari dalam tubuh kita serta bahan makanan hewani yang
terdapat dalam menu sehat (Adriani. M, dan Wirjatmadi. B, 2012).

METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe eksperimen laboratorik, dengan menggunakan
Rancangan Penelitian Acak Lengkap (Hanafiah, 2011) yaitu lama perebusan yang
terdiri dari 4 taraf yaitu :
1. A0 = kontrol (tidak direbus).
2. A1 = perebusan 5 menit.
3. A2 = perebusan 10 menit.
4. A3 = perebusan 15 menit.
Dengan setiap perlakuan diulang 3 kali.
Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi pada penelitian ini terbagi 3 yaitu pengambilan sampel daun singkong
pada kompleks SPMA Passo, Ambon, persiapan sampel (larutan) pada laboratorium
FKIP Kimia, Universitas Pattimura, Ambon dan analisis kandungan zat besi dilakukan
di Laboratorium BPTP Makasar, Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada

Willgraf Tuhenay 197


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

tanggal 23 September 2013 – 02 Oktober 2013 (persiapan sampel hingga analisis kadar
Fe).

Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah daun singkong varietas Mangi sebanyak 4-5
helaian daun bagian pucuk dimana sampel yang akan dianalis is sebanyak 1 gram dari
masing- masing perlakuan perebusan. Sehingga total sampel yang akan dianalisis
adalah 12 gram.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data primer : yaitu dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil
penelitian di laboratorium.
2. Data sekunder : yaitu data yang diperoleh dari berbagai kajian literatur yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian ini.

Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh dari penelitian atau eksperimen laboratorik dianalisis
menggunakan uji f pada rancangan acak lengkap (RAL), apabila f hitung lebih besar
dari f tabel pada tingkat kepercayaan 5% dan 1% akan dilanjutkan dengan uji lanjut
yaitu uji Duncan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Hasil pengukuran kurva standar Fe dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Kurva Standart Fe
No Konsentarsi (X) Absorbansi (Y)
1 0 0,000
2 0,25 0,018
3 0,5 0,035
4 1 0,069
5 2 0,154
6 4 0,342
Sumber : Data Primer, Diolah (2013)

Gambar 1. Kurba Standart Fe


y = 0,0857x – 0,0077
R2 = 0,9964

Willgraf Tuhenay 198


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

Dari hasil pengukuran Kurva standar Fe, dapat disimpulkan bahwa semakin
besar konsentrasi semakin besar nilai absorbansinya. Hasil pengukuran absorbansi
pada daun singkong varietas Mangi untuk setiap pengulangan dapat dilihat pada Tabel
2 dan rumus yang digunakan adalah:
Rumus : y = bx – a
y = 0,0857x – 0,0077
Tabel 2. Absorbansi Cuplikan pada Daun Singkong untuk Setiap Ulangan
Rata-Rata
Waktu Konsentrasi Rata-rata
Ulangan Konsentrasi Absorbansi
Perebusan (ppm) Absorbansi
(ppm)
U1 8,950 0,069
0
U2 9,650 9,3 0,075 0,072
(Kontrol)
U3 9,300 0,072
U1 4,982 0,035
5 Menit U2 4,516 4,999 0,031 0,035
U3 5,449 0,039
U1 3,582 0,023
10 Menit U2 3,232 3,543 0,020 0,023
U3 3,816 0,025
U1 3,349 0,021
15 Menit U2 2,765 3,038 0,016 0,019
U3 2.999 0,018
Sumber: Data Primer, Diolah (2014)

Penentuan Kadar Zat Besi pada Daun Singkong Mangi (Manihot esculenta
Crantz)
Dari hasil analisis zat besi pada daun Singkong Mangi (Manihot esculenta
Crantz), terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan pada setiap perlakuan mulai
dari Kontrol, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Nilai atau jumlah kandungan zat besi
pada masing- masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 3 dan rumus yang digunakan
adalah:
Rumus: Kadar besi =

Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Zat Besi pada Perlakuan Kontrol,


5 Menit, 10 Menit dan 15 Menit
Berat
Waktu Berat Zat Kadar Zat Rata-rata kadar
Ulangan Sampel
Perebusan Besi (%) Besi (%) Zat Besi (%)
(gr)
U1 1,0015 89,5 8,9
A0 U2 1,0028 96,5 9,6 9,2
U3 1,0044 93,0 9,2
U1 1,0073 49,82 4,9
A1 U2 1,0074 45,16 4,4 4,9
U3 1,0042 54,49 5,4

Willgraf Tuhenay 199


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

Lanjutan Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Zat Besi pada Perlakuan Kontrol,
5 Menit, 10 Menit dan 15 Menit
U1 1,0008 35,82 3,5
A2 U2 1,0016 32,32 3,2 3,5
U3 1,0016 38,16 3,8
U1 1,0040 33,49 3,3
A3 U2 1,0034 27,65 2,7 2.9
U3 1,0035 29,99 2,9
Sumber : Data Primer, Diolah (2014)
Perbedaan kadar zat besi untuk setiap perlakuan dapat dilihat perbedaanya pada
Gambar 2 dibawah ini.
10 9.2
Kadar zat besi (%)

A0
4.9
5 3.5 2.9 A1
A2

0 A3
A0 A1 A2 A3
Gambar 2. Hasil Analisis Kadar Zat Besi pada Perlakuan Kontrol,
5 Menit, 10 Menit dan 15 Menit

Tabel 4. Analisis Varians Kandungan Zat Besi pada Daun Singkong

Derajat Jumlah Kuadrat F tabel


Sumber
Bebas Kuadrat Tengah F hitung
Keragaman 0,05 0,01
(DB) (JK) (KT)
(SK)
172,8** 4,07 7,59
3 72,6 24,2
Perlakuan
8 1,1 0,14
Galat
11 73,7
Total
Sumber : Data Primer, Diolah (2014)
Keterangan
** = sangat nyata

Analisis Varians Kandungan Vitamin B1 Pada Daun Singkong (M. esculenta. Crantz)
Setelah Perebusan.
DB Total = Perlakuan (t) x ulangan (r) – 1
=4x3–1
= 12 – 1
= 11

Willgraf Tuhenay 200


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

DB Perlakuan = Perlakuan (t) – 1


=4–1
=3
DB Galat = DB Total – DB Perlakuan
= 11 – 3
=8
FK =
=
=
= 318,27
JK Total = - FK
= (79,2)² + (92,2)² + (84,6)² + (24,01)² + (19,4)² + (29,2)² + (12,2)² + (10,2)² +
(14,4)² + (10,9)² + (7,3)² + (8,4)² - FK
= 392,01 – 318,27
= 73,7
JK Perlakuan = - FK
= - FK
= - 318,27
= 390,9 – 318,27
= 72,6
JK Galat = JK Total – JK Perlakuan
= 73,7 – 72,6
= 1,1
KT Perlakuan =
=
= 24,2
KT Galat =
=
= 0,14
F Hitung =
=
= 172,8
KK = x 100%

= x 100 %

= x 100 %
= 0,22 x 100 %
= 22%
Berdasarkan hasil analisis varians (Tabel 3) terlihat bahwa nilai F hitung > F
tabel pada taraf 0,05 dan 0,01. Dengan demikian, hipotesis penelitian untuk zat besi
diterima karena perlakuan perebusan daun singkong berpengaruh sangat nyata

Willgraf Tuhenay 201


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

terhadap kandungan zat besi. Hasil Uji Duncan untuk mengetahui perlakuan
perebusan terhadap kadar zat besi dengan nilai beda terhadap kontrol ditunjukkan pada
Tabel 5.
Uji Duncan Kandungan zat besi Pada Daun Singkong (M. esculenta.Crantz)
Setelah Perebusan.
= = = = 0,68

Tabel 5. Uji Duncan Kandungan Zat Besi Pada Daun Singkong


dengan Taraf Kritis 5%
Taraf P 2 3 4
Kritis Range 3,26 3,39 3,47
0,05 Least Significant Ranges (LSR) 2,22 2,30 2,36
LSR = Range x S y

Perlakuan P0 P1 P2 P3
Rata-rata 9,2 4,9 3,5 2,9
P0 – P1 = 9,2 – 4,9 = 4,3 > 2,22 Jadi P0 ≠ P1
P1 – P2 = 4,9 – 3,5 = 1,4 < 2,22 Jadi P1 = P2
P2 – P3 = 3,5 – 2,9 = 0,6 < 2,22 Jadi P2 = P3
P0 – P2 = 9,2 – 3,5 = 5,7 > 2,30 Jadi P0 ≠ P2
P1 – P3 = 4,9 – 2,9 = 2,0 < 2,30 Jadi P1 = P3
P0 – P3 = 9,2 – 2,9 = 6,3 > 2,36 Jadi P0 ≠ P3
Sumber: Data Primer, Diolah (2014)
Keterangan :
= = tida berbeda nyata
≠ = berbeda nyata

Tabel 6. Uji Duncan Kandungan Zat Besi Pada Daun Singkong


dengan Taraf Kritis 1%
Taraf P 2 3 4
Kritis Range 4,24 5,00 5,14
0,01 Least Significant Ranges (LSR) 2,88 3,4 3,49
LSR = Range x S y

Perlakuan P0 P1 P2 P3
Rata-rata 9,2 4,9 3,5 2,9
P0 – P1 = 9,2 – 4,9 = 4,3 > 2,88 Jadi P0 ≠ P1
P1 – P2 = 4,9 – 3,5 = 1,4 < 2,88 Jadi P1 = P2
P2 – P3 = 3,5 – 2,9 = 0,6 < 2,88 Jadi P2 = P3
P0 – P2 = 9,2 – 3,5 = 5,7 > 3,4 Jadi P0 ≠ P2
P1 – P3 = 4,9 – 2,9 = 2,0 < 3,4 Jadi P1 = P3
P0 – P3 = 9,2 – 2,9 = 6,3 > 3,49 Jadi P0 ≠ P3
Sumber: Data Primer, Diolah (2014)

Willgraf Tuhenay 202


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

Keterangan :
= = tidak berbeda nyata
≠ = berbeda sangat nyata

Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 5) menggunakan taraf kritis 0,05 terlihat
bahwa, kontrol P0 tidak sama dengan atau berbeda nyata pada setiap perlakuan
perebusan daun singkong (M. esculenta Crantz) terhadap kandungan zat besi pada
perlakuan P1, P2 dan P3. Perbedaanya dapat dilihat pada Tabel 5. yakni P0 ≠ P1, P1 =
P2, dan P2 = P3, pada LSR (2,22). Pada LSR (2,30), P0 ≠ P2 dan P1 = P3 dan pada
LSR (2,36), P0 ≠ P4.
Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 6) menggunakan taraf Kritis 0,01 terlihat
bahwa, control P0 tidak sama dengan atau berbeda sangat nyata pada setiap perlakuan
perebusan daun singkong (M. esculenta Crantz) terhadap kandungan zat besi pada
perlakuan P1, P2 dan P3. Perbedaanya dapat dilihat pada tabel 6. yakni P0 ≠ P1, P1 =
P2 dan P2 = P3, pada LSR (2,22). Pada LSR (2,30), P0 ≠ P2 dan P1 = P3 dan pada
LSR (2,36), P0 ≠ P4.

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan hasil analisis data,
menunjukkan bahwa kandungan zat besi pada daun singkong (M. esculenta Crantz)
semakin menurun sejalan dengan penambahan lama waktu perebusan (pada Grafik
4.1). Zat besi mempunyai kadar tertingggi 9,2 % pada A0 (tanpa perebusan),
dilanjutkan dengan perlakuan berupa perebusan selama 5 menit kadar za t besi turun
menjadi 4,9 % kemudian 3,5 % pada waktu perebusan 10 menit dan menjadi 2,9 %
pada waktu perebusan 15 menit. Dengan demikian, berdasarkan kebiasaan masyarakat
yang mengkonsumsi daun singkong, maka waktu yang tepat untuk merebus daun
singkong (M. esculenta Crantz) adalah selama 5 menit pada suhu 100°C.
Winarno (2008) menyatakan bahwa pemasakan tidak akan mengubah kandungan
zat besi sayuran, sehingga kehilangan zat besi selama pemasakan adalah melalui cara
terlarut dalam cairan pemasak. Zat besi yang terlarut dalam cairan pemasak disebabkan
oleh proses leaching zat besi dari sel tanaman. Pemasakan akan menyebabkan tekstur
sayuran menjadi lunak dan membran sel terdenaturas i sehingga permiabilitas
selektifnya hilang.
Pendapat lain disampaikan oleh Sediaoetama (2004) yang mengatakan bahwa
kehilangan zat gizi juga dapat terjadi karena perebusan dan pemotongan sayur menjadi
bagian-bagian kecil.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
lama perebusan berpengaruh terhadap kandungan zat besi pada daun singkong ( M.
esculenta Crantz), dengan kadar zat besi pada setiap perlakuan adalah 4,9 % pada
waktu perebusan 5 menit, 3,5 % pada waktu perebusan 10 menit dan 2,9 % pada
waktu perebusan 15 menit. Dengan demikian kandungan zat besi terbaik pada daun
singkong (M. esculenta Crantz) adalah dengan waktu perebusan 5 menit.

Willgraf Tuhenay 203


Willgraf Tuhenay / JMP Online Vol. 2 No. 2 Februari (2018) 191-204

Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian ini maka disarankan kepada masyarakat, untuk
merebus daun singkong (M. esculenta Crantz) harus pada waktu yang tepat yakni
selama 5 menit pada suhu 100°C. Sedangkan saran kepada mahasiswa, adalah untuk
melakukan penelitian lanjutan terhadap kandungan mineral- mineral lain selain zat besi
pada daun singkong (M. esculenta Crantz).

DAFTAR PUSTAKA
Adriani. M., Wirjatmadi. B. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Penerbit
Kencana Prenada Media Group.
Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Salemba Medica. Palembang
Almatsier. S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama..
Anonim. 2008. Manfaat Singkong. (http://masenchpz.com). Diakses 2012-10-25.
Anonim. 2011. Singkong. (http://id.wikipedia.org). Diakases 2012-10-25.
Arisman. 2008. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi Ed.2. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bargumono, H. M. dan Wongsowijaya, Suyadi. 2013. 9 Umbi Utama Sebagai Pangan
Alternatif Nasional. Yogyakarta : Leutika prio
Gardjito, dkk. 2013. Pangan Nusantara: Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan
Diversifikasi Pangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hanafiah. K. A. 2011. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada.
Hetaria, M. 2012. Pengaruh Lama Perebusan Terhadap Kandungan Vitamin B1 dan C
Daun Singkong Varietas Mangi (Manihot esculenta C). Jurusan MIPA.
FKIP. Unpatti : Ambon.
Husaini. M. A., Karyadi. D. 1989. Pedoman Anemia. Jakarta. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan.
Miller. E. 1958. Plant Physiology. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Sediaoetama. A. D. 2004. Ilmu Gizi Jilid I. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Siti. F. 2009. Studi Kadar Klorofil dan Zat Besi (Fe) pada Beberapa Jenis Bayam
Terhadap Jumlah Eritrosit Tikus Putih (Rattus norvegicus) Anemia.
(http://www.scribd.com). Diakses 2012-09-29.
Widya. 2004. Karya Pangan dan Gizi. Jakarta. PT. Gramedia.
Winarno. F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Mbrio Pres.
Wulan. L. N. 1995. Studi Retensi Zat Gizi Sayuran Kangkung (Ipomea reptans) dan
Petsai (Brassica pekinensis) Akibat Pemasakan Alat masak Konvensional
dan Oven Microwave. Skripsi Sarjana Tidak Dipublikasikan. Jurusan
GMSK. Faperta_Bogor : IPB.

Willgraf Tuhenay 204

Anda mungkin juga menyukai