LP TBI Fix
LP TBI Fix
CI LAHAN CI INSTITUSI
[ ] [ ]
Konsep Medis
A. Definisi
Kranium adalah bagian tulang yang keras pada tulang tengkorak yang membungkus
dan melindungi otak. Otak memiliki empat lobus (Frontal, parietal, temporal dan
oksipital) dan lima bagian (serebrum, serebelum, pons, medulla oblongata, dan medulla
spinalis). Membrane (yang disebut meninges) membungkus otak dan tulang belakang,
dan diantara setiap membrane terdapat ruang potensial. Meninges terdiri atas tiga lapisan
yaitu:
Cedera otak traumatic (Traumatic Brain Injury, TBI) terdiri atas kerusakan primer
dan sekunder. Kerusakan primer terjadi akibat benturan, menyebabkan laserasi
permukaan dan kontusio pada jaringan dan pembuluh darah otak. Kerusakan sekunder
terlihat setelah enema muncul, yang meningkatkan tekanan intracranial dan menyebabkan
hipoksia. Infeksi terjadi sebagai akibat dari kontaminasi organisme yang masuk dari
cedera tembus atau cedera intracranial akibat naiknya organisme dari rongga hidung atau
mulut (Hurst, 2016).
Menurut (Hurst, 2016) TBI di klasifikasikan sebagai TBI terbuka dan tertutup.
Luka terbuka benar-benar menembus tengkorak, tetapi tengkorak utuh pada cedera
kepala tertutup. Jenis cedera spesifik yang terjadi pada TBI terdiri atas:
B. Etiologi
Tentu saja trauma menyebabkan cedera otak traumatic. Penyebab umum cedera
otak traumatic adalah (Hurst, 2016) :
1. Kecelakaan kendaraan bermotor (termasuk mobil, sepeda motor, dan kendaraan off-
road)
2. Gaya akselerasi/deselerasi pada kepala, seperti cedera olahraga (sepak bola) atau
sindrom bayi terguncang (shaken baby syndrome).
3. Setiap benturan langsung ke kepala, yang dapat berupa cedera tak sengaja dalam
olahraga atau akibat tindakan kekerasan.
4. Cedera akibat ledakan atau luka tembak, seperti yang dialami oleh tentara selama
perang.
C. Manifestasi Klinik
Menurut (Hurst, 2016) tanda dan gejala traumatic brain injuri bergantung pada
jenis derajat kerusakan di dalam otak setelah cedera traumatis, nilai GCS (Glasgow come
scale) pasien beragam sesuai dengan kemampuannya untuk tergaja, memproses
informasi, dan mengikuti perintah. GCS adalah alat yang telah distrandardisasi untuk
mengukur, merekam, dan menyampaikan tingkat keparahan trauma otak dengan cepat
kepada anggota tim tenaga kesehatan lain. GCS menetapkan angka ketiga hingga 15
berdasarkan tiga kategori perilaku pasien yang diobservasi:
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien TBI yaitu (Hurst, 2016) :
No Pemeriksaan Signifikasi klinis
1 CT (dapat dilakukan dengan Pemindaian CT atau CTA adalah teknik pencitraan
atau tanpa menggunakan saraf primer pada evaluasi awal pasien terutama
kontras) kepala akut. Pencitraan CT menggunakan
computer untuk membentuk suatu citra (gambaran)
secara digital berdasarkan pengukuran absorbs
sinar-X pada otak
2 MRI (Magnetic Resonance MRI merupakan pemeriksaan structural yang
Imaging) paling sensitiv. MRI, sesuai yang diindikasikan
oleh namanya, penggunaan bidang magnet untuk
menggambarkan jaringan otak, yang bertentangan
dengan radiasi sinar-X dari pemindaian CT.
3 EEG (elektroensafa-logram) Memantau gelombang otak yang dihasilkan oleh
Area kerusakan diotak akan aktivitas listrik
menghasilkan penurunan
aktivitas listrik
4 Angiografi serebral Sinar X pada sirkulasi serebral
a. Sebuah kateter dimasukkan melalui arteri
femoralis dan naik ke arteri di leher
b. Pewarna (berbahan iodin) diinjeksikan
kedalam arteri untuk menggambarkan
pembuluh darah serebral
c. Memberikan gambaran yang lebih
mendetail dibandingkan MRA (Magnetic
Resonance Angiography). MRA tidak
bersifat invasive dan digunakan dengan
MRI
5 Pemindaian PET (Positron Menunjukkan area pada otak (berwarna) yang
Emission Tomography) menyerap oksigen dan gula yang aktif secara
metabolic dan diberi label dengan sebuah pelacak
a. Area yang kurang aktif secara metabolic
jelas menyerap lebih sedikit pelacak
radionuklida
b. Tingkat aktivitas yang berbeda ditunjukkan
dengan warna berbeda.
F. Penatalaksanaan
Prioritas untuk pasien dengan TBI berat adalah dengan menggunakan pendekatan
perlangkah dan mencakup langkah-langkah berikut ini (Hurst, 2016):
1. Amankan jalan napas dengan intubasi dan ventilasi dengan cepat dan berurutan,
terutama jika terdapat agitasi dan perilaku melawan
2. Pertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg dengan memberikan cairan dan produk
darah karena pasien trauma cenderung akan mengalami cedera lain.
3. Bagian agens yang telah direspkan (misalnya, monitol atau salin hipertonik) untuk
mengurangi pembengkakan otak dan TIK
4. Berikan profilaksis kejang (benzodiazepine aksi cepat seperti lorazepam atau
diazepam) sesuai yang diresepkan.
Cedera otak traumatic ringan hingga sedang memerlukan pemantauan ketat untuk
mendeteksi perburukan yang dapat terjadi pada cedera sekunder.
1. Pengkajian selalu menjadi fase yang utama dalam pengkajian keperawatan, dan
pengkajian “saraf” yang menjadi prioritas adalah tingkat kesadaran.
2. Lakukan pemeriksaan neurologi secara berkala (biasanya tiap dua jam): pupil, refleks,
tanda-tanda vital, dan tingkat kesadaran.
3. Hitung dan catat nilai GCS pada setiap pemeriksaan neurologi.
4. Selain observasi nilai GCS, harus juga memperhatikan adanya perubahan perilaku atau
perubahan kognisi.
5. Rentang perhatian, kosentrasi dan memori dapat dipantau dengan percakapan selama
lima menit saat memeriksa tanda-tanda vital.
6. Ajukan pertanyaan yang dapat mengevaluasi adanya perubahan gaya bicara dan
bahasa pasien.
7. Efek, suasana hati dan perilaku harus diperhatikan pada setiap pemeriksaan saraf yang
telah dijadwalkan.
8. TBI berat akan memerlukan pemantauan tekanan intracranial dalam tatanan perawatan
intensif.
9. Risiko infeksi akibat pemantauan TIK (kateter ventrikel atau skrup subrakhnoid)
memerlukan balutan kering dan sambungan yang ketat setiap waktu.
10. Tekananan perfusi serebral (Cerebral Perfusion Pressure, CPP) dihitung dengan
mengurangi TIK dari tekanan arteri rata-rata (Mean Arterial Pressure, MAP).
11. Setiap drainase dari telinga, hidung atau balutan disekitar kepala diperiksa untuk
melihat adanya glukosa guna mengidentifikasi adanya cairan cerebrospinal.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan disfungsi neuromuskular
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
5. Risiko infeksi
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular
7. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
C. Rencana Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
Risiko ketidakefektifan Rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat
perfusi jaringan otak mengganggu kesehatan
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Ketidakefektifan Ketidakmampuan membersihkan sekrsi atau obstruksi dari saluran napas
bersihan jalan napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1. Batuk yang tidak Kapatenan jalan napas Manajemen jalan nafas
efektif 1. Frekuensi pernapasan 1. Buka jalan nafas dengan tehnik
2. Dispnea 2. Irama pernapasan chin lift atau jaw thrust,
3. Gelisah 3. Kedalaman inspirasi sebagaimana mestinya
4. Kesulitan verbalisasi 4. Suara auskultasi napas 2. Posisikan pasien untuk
5. Mata terbuka lebar 5. Volume tidal memaksimalkan ventilasi
6. Ortopnea 6. Pencapaian tingkat intensif 3. Identifikasi kebutuhan
7. Penurunan bunyi spirometri actual/potensial pasien untuk
napas 7. Kapasitas vital memasukan alat membuka jalan
8. Perubahan frekuensi 8. Saturasi oksigen nafas
napas 9. Tes faal paru 4. Memasukan alat nasopharyngeal
9. Perubahan pola napas 10. Penggunaan otot bantu nafas aieway (NPA) atau
10. Sianosis 11. Pernafasan bibi dengan mulut oropharyngeal airway (OPA)
11. Sputum dalam mengerucut sebagaimana mestinya
jumlah yang berlebih 12. Sianosis 5. Lakukan fisioterapi dada,
12. Suara napas 13. Dispnue saat istirahat sebagaimana mestinya
tambahan 14. Perasaan kurang istirahat 6. Buang sekret dengan memotivasi
13. Tidak ada batuk 15. Mengantuk pasien untuk bernafas pelan,
16. Gangguan kesadaran dalam, berpuat dan batuk
Faktor yang 17. Akumulasi sputum 7. Gunakan tehnik yang
berhubungan 18. Suara nafas tambahan Instruksikan bagaimna agar bisa
19. Gangguan ekspirasi melakukan batuk efektif
Lingkungan 20. Mendesah 8. Aukultasu suata nafas, catat area
1. Perokok 21. Demam yang ventilasinya menurun atau
2. Perokok pasif Tingkat kecemasan tidak ada dan adanya suara
3. Terpajan asap 1. Menghindari situsi sosial tambahan
2. Menghindari orang yang tidak 9. Posisikan untuk meringankan
Obstruksi jalan napas dikenal sesak nafas
1. Adanya jalan napas 3. Respon aktivasi sistem saraf 10. Monitor status pernafasan dan
buatan simpatis oksigenasi, sebagaimana
2. Benda asing dalam mestinya
jalan napas Pencegahan aspirasi
3. Eksudat dalam 1. Mngidentifikasi faktor-faktor Monitor penafasan:
alveoli resiko 1. Monitor kecepatan, irama,
4. Hyperplasia dalam 2. Menghindari faktor-faktor kedalaman dan kesulitan bernafas
dinding bronkus resiko 2. Cata pergerakan dada, catat
5. Mukus berlebihan 3. Mempertahankan kebersihan ketidaksemetrisan, penggunaan
6. Penyakit paru mulut otot-otot bantu nafas, dan retraksi
obstruksi kronis 4. Memposisikan tubuh agar pada otot supraclaviculas dan
7. Sekresi yang tetap tegak ketika makan dan interkosta
tertahan minum 3. Monitor suara nafas tambahan
8. Spasme jalan napas 5. Memposisikan tubuh untuk seperti ngorok atau mengi
miring ketika makan dan 4. Monitor pola nafas misalnya
Fisiologis minum jika dibutuhkan bradipneu, takipneu,
1. Asma 6. Memilih makanan sesuai hiperventilasi, pernafasan
2. Disfungsi emampuan menelan kusmaul, pernafasan 1:1,
neuromuscular 7. Memilih makanan dan cairan apneustik dan pola ataxic)
3. Infeksi dengan konsistensi yang tepat 5. Monitor saturasi oksiegen pada
4. Jalan napas alergik 8. Menggnakan cairan yang pasien yang tersedasi (seperti,
dipadatkan jika dibutuhkan SaO2, SvO2, SpO2 ) Sesuai
9. Mempertahankan tubuh dalam dengan protokol yang ada
posisi tegak selama 30 menit 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
setelah makan paru
7. Auskultasi suara nafas, catat area
dimana terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas tambahan
8. Kaji perlunya penyedotan pada
jalan nafas dengan auskultasi
suara nafas ronki di paru
9. Auskultasi suara nafas setelah
tindakan lalu catat
10. Monitor nilai fungsi paru
terutama kapasitas vital paru,
volume inspirasi maksimal,
volume ekspirasi maksimal
selama 1 detik (FEV1) dan
FEV1/FVC sesuai dengan data
yang tersedia
11. Monitor hasil pemeriksan
ventilasi mekanik, catat
peningkatan tekanan inspirasi dn
penurunan volume tidal
12. Monitor peningkatan kelelahan,
kecemasan dan pengurangan
udara pada pasien
13. Catat perubahan pada saturasi O2,
volume tidal akhir CO2, dan
perubahan nilai analisa gas darah
akhir
14. Monitor kemampuan batuk
efektif pasien
15. Monitor keluhan sesak nafas
pasien, termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk
sesak nafas tersebut
16. Monitor suara serak dan
perubahan suara tersebut tiap jam
pada pasien luka bakar
17. Monitor suara krepitasi pada
pasien
18. Monitor hasil foto toraks
19. Buka jalan nafas dengan
menggunakan maneuver chin lift
atau jaw thrust dengan tepat
20. Posisikan pasien miring
kesamping, sesuai indikasi untuk
mencegah aspirasi, lakukan
tehnik log roll, jika diduga pasien
mebgalami cedera leher.
21. Berikan bantuan resusitasi jika
diperlukan
22. Berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan (misalnya nebulizer)
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Nyeri akut Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai kerusakan (international Association for the Study of Pain);
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1. Bukti nyeri dengan 1. Kontrol nyeri Manjemen
menggunakan standar 2. Tingkat nyeri lingkungan:kenyamanan
daftar periksa nyeri 3. Kepuasan klien: manajemen 1. Ciptakan lingkungan yang
untuk pasien yang nyeri tenang dan mendukung
tidak dapat 4. Nyeri:respon psikologis 2. Sesuaikan suhu lingkungan
mengungkapkannya tambahan yang nyaman untuk pasien
(mis., Neonatal Infant 5. Nyeri: efek yang 3. Sesuaikan pencahaan ruangan
Pain Assessment menggangggu untuk membantu klien dalam
Checklist for Senior 6. Integritas kulit dan membran beraktivitas
with Limited abiity tu mukosa 4. Fasilitasi tindakan kebersihan
Communicate) 7. Perfusi jaringan untuk kenyamanan individu.
2. Diaforesis 8. Penyembuhan luka:primer 5. berikan edukasi kepada
3. Dilatasi pupil 9. Penyembuhan luka : keluarga terkait manajemen
4. Ekspresi wajah nyeri sekunder penyakit
(misalkan wajah
kurang bercahaya, Setelah dilakukan intervensi selama Pengaturan posisi
tampak kacau, 1x24 jam nyeri berkurang atau 1. Berikan posisi yang tidak
gerakan mata teratasi dengan kriteria hasil: menyebabkan nyeri bertambah
berpencar atau tetap klien dapat 2. Tinggikan kepala tempat tidur
pada satu fokus, 1. mengenali kapan terjadi nyeri 3. Posisikan pasien ntuk
meringis) 2. mengenali faktor penyebab nyeri meningkatkan drainase urin
5. Megekspresikan 3. melaporkan nyeri terkontrol 4. Meminimalisir gesekan dan
perilaku (mis., 4. melaporkan jika mengalami cedera ketikan memposisikan
gelisah, merengek, nyeri atau membalikkan tubuh pasien
menangis, waspada) 5. mengambil tindakan untuk 5. Jangan berikan posisi yang
6. Perilaku distraksi mengurangi nyeri dapat menyebabkan penekanan
7. Perubahan posisi 6. melakukan manajemen nyeri pada luka.
untuk menghindari sesuai dengan keyakinan budaya
nyeri 7. mengatasi rasa marah terhdapat Terapi relaksasi
8. Perubahan selera dampak nyeri yang 1. minta klien untuk rileks
makan menyebabkan ketidakmampuan 2. ajarkan teknik relaksasi napas
9. Putus asa 8. lesi pada kulit dan membran dalam
10. Sikap melindungi area mukosa berkurang 3. Ciptakan lingkungan yang
nyeri tenang
11. Sikap tubuh 9. suhu dalam batas normal (36- 4. Berikan waktu yang tidak
melindungi 37,5 C) terganggu
10. kulit wajah tidak pucat
Faktor yang 11. peradangan pada luka berkurang Pemijatan
berhubungan 12. menunjukkan terjadi 1. Cuci tangan dengan air hangat
1. Agen cedera biologis pembentukan bekas luka 2. Gunakan lotion, minyak hangat,
(mis., infeksi, 13. terdapat jaringan granulasi bedak kering
iskemia, neoplasma) 14. eritema disekitar luka 3. Pijat secara terus-menerus,
2. Agen cedera fisik ( halus, usapan yang panjang,
mis., abses, amputasi, meremas, atau getakan di
luka bakar, terpotong, telapak kaki
mengangkat berat, 4. Sesuaikan area pemijatan,
prosedur bedah, teknik dan tekanan sesuai
trauma, olah raga persepsi kenyamanan pasien.
belebihan) 5. Dorong klien melakukan nafas
3. Agen cedera kimiawi dalam dan rileks selama
(mis., luka bakar, pemijatan.
kapsaisin, metilen
klorida, agen
mustard) Tindakan kolaborasi:
Terapi oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung dan
sekresi
2. Pertahankan kepatenan jalan
napas
3. Siapkan peralatan oksigen dan
berikan melalui sitem
humidifier
4. Berikan oksigen tambahan
sesuai instruksi
5. Monitoring aliran oksigen
6. Pantau adanya tanda-tanda
keracunan oksigen
7. Monitor kerusakan kulit
terhadap gesekan perangkat
oksigen.
Pemberian obat
1. Kaji adanya riwayat alergi
terhadap obat tertentu
2. Pastikan mengikuti prinsip 6
benar pemberian obat
3. Cek tanggal kadaluarsa obat
4. Monitor respon klien
RENCANA KEPERAWATAN
Perlindungan infeksi
1. Monitor adanya tanda dan gejala
infeksi sistematik dan lokal.
2. Monitor kerentanan terhadap
energi..
3. Batasi jumlah pengunjung, yang
sesuai.
4. Berikan perawatan kulit yang tepat
untuk area yang mengalami edema.
5. Periksa kulit dan selaput lendir
untuk adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, atau drainase.
6. Periksa kondisi setiap sayatan
bedah atau luka.
7. Anjurkan asupan cairan, dengan
tepat.
8. Anjurkan istrahat.
9. Pantau adanya perubahan tingkat
energi atau malaise.
10. Anjurkan peningkatan mobilitas
dan latihan, dengan tepat.
11. Anjurkan pernapasan dalam dan
batuk, dengan tepat..
12. Ajarkan pasien dan anggota
keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi.
13. Kurangi buah-buahan segar, sayur-
sayuran, dan merica dalam diet
pasien dengan neutropenia.
14. Singkirkan bunga-bunga segar dan
tanaman-tanaman di area pasien,
dengan tepat.
15. Berikan ruang pribadi, yang
diperlukan.
16. Pastikan keamanan air dengan
mengajukan hiperklorinasi dan
pemanasan lebih, dengan tepat.
17. Lapor dugaan ineksi pada personil
pengendali infeksi.
18. Lapor kultur positif pada personil
pengendali infeksi.
Pengurangan Perdarahan: Luka
1. Gunakan tekanan manual pada area
perdarahan atau area yang
berpotensi perdarahan..
2. Ganti atau tambahkan balutan
tekan, jika diperlukan.
3. Monitor tanda-tanda vital, jika
diperlukan.
4. Monitor intake dan output secara
akurat.
5. Tempatkan area yang mengalami
perdarahan pada posisi yang lebih
tinggi.
6. Lakukan irigasi kandung kemih
berkala jika diperlukan.
Perawatan Luka: Tidak Sembuh
1. Berikan control nyeri yang
memadai (misalnya, relaksasi,
distraksi, terapi analgesik harus
diberikan sebelum dan sesudah
membalut luka)
2. setuju untuk mengambil waktu
istirahat saat melakukan prosedur
pada ulkus.
3. Rendam bantalan balutan dalam
larutan saline sebelum mengangkat
balutan, pada saat yang tepat.
4. Gambarkan karakteristik ulkus,
catar ukuran, lokasi, cairan yang
keluar, warna, perdarahan, nyeri,
bau, dan edema.
5. Catat tanda dan gejala infeksi luka.
6. Catat tanda-tanda dermatitis pada
kulit pada tepian ulkus, gunakan
krim pembatas, dengan tepat.
7. Irigasi ulkus dengan air atau larutan
saline, hindari tekanan yang
berlebihan..
8. Bersihkan ulkus, dimulai dengan
area terbersih bergerak menuju area
yang kotor.
9. Tempatkan perangkat drainase, jika
diperlukan.
10. Lakukan tekanan manual pada
tempat perdarahan atau area yang
potensial untuk terjadinya
perdarahan.
11. Instruksikan pasien dan keluarga
mengenai tanda-tanda infeksi.
12. Bantu pasien dan keluarga untuk
mendapatkan bahan balutan yang
diperlukan.
13. Dorong pasien dan keluarga untuk
berperan aktif dalam perawatan dan
rehabilitasi, yang sesuai.
RENCANA KEPERAWATAN
perlindungan infeksi:
1. monitor adanya tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. monitor tehadap kerentanan
infeksi
3. batasi julah pengunjung
4. pertahankan asepsi untuk pasien
berisiko
5. kulit yang tepat untuk area yang
mengalami edema
6. periksa kondisi setiap sayatan
bedah atau luka
7. tingkatkan asupan nutrisi yang
cukup
8. anjurkan asupan cairan yang
tepat
9. anjurkan istrahat
10. pantau adanya perubahan tingkat
energi
11. anjurkan untuk meningkatkan
mobilitas dan latihan dengan
tepat
12. anjurkan pernapasan dalam dan
batuk efektif
13. instruksikan pasien untuk
minum antibiotic yang telah
diresepkan
14. ajarkan pasien dan anggota
keluarga mengenai cara
menghindari infeksi
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Definisi Nanda International :
Defisit Perawatan Diri: Hambatan kemampuan untuk melakukan atau memenuhi aktivitas
Mandi/Hygiene mandi/higiene
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan: Definisi :
Kekurangan volume Penurunan cairan intravaskular, interstisial dan atau intraselular. Ini
cairan mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar
natrium.
Batasan karakteristik Tujuan dan Kriteri Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Haus. Tujuan : Manajemen perdarahan
2. Kelemahan. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor dan catat nilai
3. Kulit kering. keperawatan ...x24 jam, hemoglobin dan hematokrit
4. Membran mukosa kebutuhan cairan pasien pasien.
kering. menjadi adekuat dengan kriteri 2. Berikan produk penggantian
5. Peningkatan hasil : darah.
frekuensi nadi. NOC : 3. Lindungi pasien dari trauma
6. Peningkatan Keseimbangan cairan yang dapat menyebabkan
hematokrit. 1. TTV dalam batas normal. perdarahan.
7. Peningkatan 2. Turgor kulit normal. 4. Instruksikan pasien untuk
konsentrasi urin. 3. Keseimbangan intake dan meningkatkan makanan yang
8. Peningkatan suhu output dalam 24 jam. kaya akan vitamin K.
tubuh. 4. Membran mukosa lembab.
9. Penurunan berat Manajemen hipovolemi
badan tiba – tiba. Eliminasi urin 1. Monitor adanya tanda – tanda
10. Penurunan 1. Pola eliminasi tidak dehidrasi.
haluaran urin. terganggu. 2. Monitor adanya sumber –
11. Penurunan 2. Karakteristik urin normal sumber kehilangan cairan.
pengisian vena. (jumlah, warna, kejernihan). 3. Jaga kepatenan IV.
12. Penurunan tekanan
darah. Manajemen cairan/elektrolit
13. Penurunan tekanan 1. Monitor TTV.
nadi. Keparahan kehilangan darah 2. Berikan serat yang diresepkan
14. Penurunan turgor 1. Tidak terdapat hematuria. untuk pasien dengan selang
kulit. 2. Kulit dan membran mukosa makan untuk mengurangi
15. Perubahan status pucat. kehilangan cairan dan elektrolit
mental. 3. Hb dan Hematokrit dalam melalui diare,
16. Penurunan volume batas normal. 3. Pastikan bahwa larutan IV yang
nadi. mengandung elektrolit diberikan
17. Penurunan turgor Eliminasi usus dengan aliran yang konstan.
lidah. 1. Pola eliminasi tidak 4. Monitor hasil laboratorium yang
terganggu. relevan dengan keseimbangan
Faktor yang 2. Kontrol gerakan usus cairan (hematokrit, BUN,
berhubungan : normal. albumin, dll).
a. Kegagalan 3. Suara bising usus normal.
mekanisme Manajemen elektrolit :
regulasi. Keparahan hiponatremia hiponatremia
b. Kehilangan cairan 1. Tidak ada penurunan berat 1. Monitor nilai natrium pasien.
aktif. jenis urin. 2. Monitor manifestasi
2. Tidak ada anoreksia, mual gastrointestinal akibat
dan muntah. hiponatremia (mukosa kering,
3. Tidak terdapat kram otot, hiposalivasi, anoreksia, mual dan
pusing, kejang dan edema. muntah, kram abdomen dan
diare).
Status nutrisi : asupan 3. Monitor fungsi ginjal.
makanan & cairan 4. Batasi asupan cairan sebagai
1. Intake makanan dan cairan penanganan pertama paling aman
melalui oral maupun pada hiponatremia.
parenteral tetap adekuat. 5. Monitor cairan parenteral untuk
mengetahui apakah berisi
kandungan natrium.
Perawatan selang :
gastrointestinal
1. Monitor adanya sensasi kenyang,
mual dan muntah.
2. Monitor bising usus.
3. Monitor status cairan dan
elektrolit.
BAB III
WEB OF CAUTION (WOC)
Kecelakaan, jatuh
CEDERA KEPALA
Terputusnya
Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak,
kontinitas jaringan
jaringan kulit, otot dan kontusio dan laserasi
tulang
vaskuler
Perubahan autoregulasi,
edema serebral
Muntah Perdarahan & Nyeri akut
hematoma
kejang
Pandangan Risiko infeksi
kabur
Peningkatan TIK - Bersihan jalan nafas
Penurunan
fungsi - Obstruksi jalan nafas
pendengaran Gangguan - Dispnea
Girus medialis lobus suplai darah - Henti nafas
Nyeri kepala temporalis tergeser
- Perubahan pola nafas
iskemia Risiko
Kekurangan Mesenfalon tertekan Ketidakefektifan
ketidakefektif bersihan jalan
volume cairan
an perfusi napas
Hipoksia jaringan otak
Gangguan kesadaran
kerusakan
integritas kulit
immobilitas
Defisit
perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses: Defenitions
and Classification 2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). United States of America: Elsevier.