Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beban Kerja


2.1.1 Definisi Beban Kerja
Beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada
volume kerja atau tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu.
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban
tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut
beban kerja1.
Beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif dan
kualitatif. Beban kerja kuantitatif adalah yaitu timbul karena tugas-
tugas terlalu banyak atau sedikit. Beban kerja kualitatif adalah jika
pekerja merasa mampu atau tidak mampu melakukan tugas secara
terampil sesuai potensi dari pekerja16.
Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima
pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang
diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan
fisik maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut.
Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis.
Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat,
merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa
sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu
dengan individu lainnya17.
Menurut Hart dan Staveland bahwa beban kerja merupakan
sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas,
lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,
keterampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban kerja kadang-
kadang juga dapat didefinisikan secara operasional pada berbagai
faktor seperti tuntutan tugas atau upaya-upaya yang dilakukan untuk
melakukan pekerjaan sehingga tidak hanya mempertimbangkan beban

8
9

kerja dari satu aspek saja, selama faktor-faktor yang lain mempunyai
interelasi pada cara-cara yang kompleks18.
Gopher dan Doncin mengartikan beban kerja sebagai suatu konsep
yang timbul akibat adanya keterbatasan kapasitas dalam memroses
informasi. Saat menghadapi suatu tugas, individu diharapkan dapat
menyelesaikan tugas tersebut pada suatu tingkat tertentu. Apabila
keterbatasan yang dimiliki individu tersebut menghambat atau
menghalangi tercapainya hasil kerja pada tingkat yang diharapkan,
berarti telah terjadi kesenjangan antara tingkat kemampuan yang
diharapkan dan tingkat kapasitas yang dimiliki. Kesenjangan ini
menyebabkan timbulnya kegagalan dalam kinerja (performance
failures). Hal inilah yang mendasari pentingnya pemahaman dan
pengukuran yang lebih dalam mengenai beban kerja19.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja


Hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang komplek, baik faktor internal maupun faktor
eksternal. Faktor eksternal beban kerja adalah beban yang berasal dari
luar tubuh pekerja. Beban kerja eksternal adalah tugas (task) yang
dilakukan bersifat fisik seperti beban kerja, stasiun kerja, alat dan
sarana kerja, kondisi atau medan kerja, cara angkat-angkut, alat bantu
kerja, dan lain-lain. Organisasi kerja terdiri dari lamanya waktu kerja,
waktu istirahat, kerja bergilir, dan lain-lain. Lingkungan kerja meliputi
suhu, intensitas penerangan, debu, hubungan pekerja dengan pekerja,
dan sebagainya. Ketiga aspek ini sering disebut stressor. Faktor
internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh
sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi
tubuh tersebut dikenal sebagai strain. Berat ringannya strain dapat
dinilai secara objektif maupun subjektif. Penilaian secara subjektif
dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan perubahan
perilaku. Strain secara subjektif berkait erat dengan harapan,
10

keinginan, kepuasan dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih


ringkas faktor internal meliputi faktor somatis, jenis kelamin, umur,
ukuran tubuh, kondisi kesehatan, dan status gizi. Faktor psikis meliputi
motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, dan kepuasan20.
Menurut Hart dan Staveland juga menjelaskan bahwa tiga faktor
utama yang menentukan beban kerja adalah tuntutan tugas, usaha, dan
performansi18.
a. Faktor tuntutan tugas (task demands)
Argumentasi berkaitan dengan faktor ini adalah bahwa beban
kerja dapat ditentukan dari analisis tugas-tugas yang dilakukan oleh
pekerja. Bagaimanapun perbedaan-perbedaan secara individu harus
selalu diperhitungkan18.
b. Usaha atau tenaga (effort)
Jumlah usaha yang dikeluarkan pada suatu pekerjaan mungkin
merupakan suatu bentuk intuitif secara alamiah terhadap beban
kerja. Bagaimanapun juga, sejak terjadinya peningkatan tuntutan
tugas, secara individu mungkin tidak dapat meningkatkan tingkat
effort18.
c. Performansi
Sebagian besar studi tentang beban kerja mempunyai perhatian
dengan tingkat performansi yang akan dicapai. Bagaimanapun
juga, pengukuran performansi sendirian tidaklah akan dapat
menyajikan suatu matrik beban kerja yang lengkap18.
Manuaba juga menyebutkan beban kerja dipengaruhi oleh 2
faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor-faktor yang
mempengaruhi beban kerja antara lain20:
1) Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh
pekerja, seperti:
a) Tugas-tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata
ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, dan
tugas-tugas yang bersifat psikologis, seperti kompleksitas
11

pekerjaan/penyakit pasien, tingkat kesulitan, tanggung


jawab pekerjaan berdasarkan kompetensi atau pendidikan20.
b) Organisasi kerja, seperti lamanya waktu kerja, waktu
istirahat, jumlah perawat dan pasien, shift kerja, kerja
malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi,
pelimpahan tugas dan wewenang20.
c) Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan
kimiawi, lingkungan kerja biologis, dan lingkungan kerja
psikologis20.
2) Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu
sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal
meliputi somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status
gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi,
persepsi, kepercayaan, keinginan, dan kepuasan)20.
Beban kerja juga dapat dipengaruhi oleh umur, kompetensi atau
pendidikan, dan masa kerja. Beban kerja seorang karyawan akan
meningkat oleh karena produktivitas seseorang akan menurun
disebabkan dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan karena
keterampilan fisik seperti kecepatan, kelenturan, kekuatan, dan
koordinasi akan menurun akibat bertambahnya umur. Pendidikan
memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan
pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri
serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitar kita
untuk kelancaran tugas. Semakin lama masa kerja, maka kecakapan
akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.
Seseorang akan lebih mudah untuk bekerja ketika telah dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja. Sehingga beban kerja
yang dirasakan adalah ringan21.
12

2.1.3 Dampak Beban Kerja


Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres
kerja baik fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti
sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Pada beban
kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena
pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam
kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit
mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan. Sehingga secara
potensial membahayakan pekerja17.
Beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan tenaga kerja
dapat menimbulkan dampak negatif bagi pegawai. Dampak negatif
tersebut adalah22:
a. Kualitas kerja menurun
Beban kerja yang terlalu berat tidak diimbangi dengan
kemampuan tenaga kerja, kelebihan beban kerja akan
mengakibatkan menurunnya kualitas kerja karena akibat dari
kelelahan fisik dan turunnya konsentrasi, pengawasan diri, akurasi
kerja sehingga hasil kerja tidak sesuai dengan standar dan
memengaruhi pelayanan22.
b. Keluhan pelanggan
Keluhan pelanggan timbul karena hasil kerja yaitu karena
pelayanan yang diterima tidak sesuai dengan harapan, seperti harus
menunggu lama, hasil layanan yang tidak memuaskan22.
c. Kenaikan tingkat absensi
Beban kerja yang terlalu banyak bisa juga mengakibatkan
pegawai terlalu lelah atau sakit. Pegawai yang terlalu lelah atau
sakit akan mengakibatkan buruknya kelancaran kerja organisasi
karena tingkat absensi terlalu tinggi, sehingga dapat mempengaruhi
terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan dan menghasilkan
layanan yang juga tidak memuaskan22.
13

2.2. Mutu Pelayanan Keperawatan


2.2.1 Pengertian Mutu
Mutu dalam pelayanan kesehatan sebenarnya bukan hal baru. Hal
ini sudah dimulai dari masa Florence Nightingale pada 1820-1910.
Beliau berupaya meningkatkan citra keperawatan terkait dengan mutu
pelayanan, dengan anjurannya yang terkenal yakni “The hospital
should do not harm” yang berarti rumah sakit jangan sampai
mencelakakan pasien23.
Mutu dapat berarti suatu cara sederhana untuk meraih tujuan yang
diinginkan, dengan cara yang paling efisien dan efektif, dengan
penekanan untuk memuaskan pembeli atau konsumen. Mutu tidak
selalu berarti cara yang paling mahal untuk melaksanakan segala
sesuatu. Sebaliknya, mutu merupakan sebuah kebutuhan untuk
melakukan efisiensi dan penghematan biaya. Mutu tidak harus berupa
langganan atau barang-barang yang mahal. Mutu dapat berupa produk
atau layanan yang memadai, mudah dijangkau, efisien, efektif, dan
aman sehingga harus terus menerus dievaluasi dan ditingkatkan. Selain
itu, terdapat banyak pengertian tentang mutu, antara lain24:
a. Menurut Winston Dictionary, mutu adalah tingkat kesempurnaan
dari penampilan sesuatu yang sedang diamati24.
b. Menurut Donabedian, mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu
program. Selanjutnya menurut Donabedian menyebutkan bahwa
kualitas pelayanan adalah suatu pelayanan yang diharapkan untuk
memaksimalkan suatu ukuran yang inklusi dari kesejahteraan klien
sesudah itu dihitung keseimbangan antara keuntungan yang diraih
dan kerugian yang semua itu merupakan penyelesaian proses atau
hasil dari pelayanan di seluruh bagian24.
c. Menurut ISO 8402, mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu
barang atau pemenuhan kebutuhan para pengguna24.
Pengertian mutu lainnya menyatakan bahwa mutu adalah faktor
keputusan dari pelanggan. Mutu ditentukan oleh pelanggan bukan
14

ketetapan insinyur, pasar, atau ketetapan manajemen, mutu merupakan


pengalaman nyata pelanggan terhadap produk maupun jasa pelayanan,
mengukurnya atau mengharapkannya, diijanjikan atau tidak sama
sekali, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif
dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang
kompetitif23.
Mutu dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan
penilaian baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud, serta ciri-
ciri pelayanan kesehatan, dan ataupun terhadap kepatuhan terhadap
standar pelayanan. Dalam praktek sehari-hari melakukan penilaian
mutu tidaklah mudah karena tiap orang mempunyai latar belakang
yang berbeda, serta mempunyai kepentingan masing-masing24.

2.2.2 Pengertian Pelayanan


Menurut Kotler definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain,
yang pada dasarnya tidak nyata dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu
produk fisik. Kotler juga mengatakan bahwa pelayanan merupakan
perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri,
perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum dan sesudah
terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi
akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang
lebih sering25.
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi
dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau
mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan pelayanan sebagai
usaha melayani kebutuhan orang lain. “Melayani” memiliki arti
membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang26.
15

2.2.3 Pengertian Pelayanan Keperawatan


Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang integral dari
sistem pelayanan kesehatan sehingga pelayanan keperawatan
mempunyai arti penting bagi pasien khususnya untuk penyembuhan
maupun rehabilitasi di rumah sakit yang bersifat profesional dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi bio-psiko-sosio-kultural
dan spiritual yang dapat ditujukan pada individu dan masyarakat dalam
rentang sehat-sakit. Dengan berkembangnya permintaan masyarakat
terhadap pelayanan keperawatan yang berkualitas maka pelayanan
keperawatan menjadi pertimbangan penting dalam pengembangan
rumah sakit6.
Mutu pelayanan keperawatan sebagai indikator kualitas pelayanan
kesehatan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan
kesehatan di mata masyarakat. Keperawatan merupakan kelompok
profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan
penderitaan, kesakitan, serta kesengsaraan yang dialami pasien dan
keluarganya. Pasien sebagai pengguna jasa pelayanan keperawatan
menuntut pelayanan keperawatan yang sesuai dengan haknya, yakni
pelayanan keperawatan yang bermutu dan paripurna27.
Pelayanan keperawatan (nursing service) adalah upaya untuk
membantu individu baik sakit maupun sehat, dari lahir sampai
meninggal dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki (pasien) sehingga individu tersebut secara optimal
melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri23.
Pelayanan keperawatan adalah pelayanan keperawatan yang
dilakukan perawat sesuai dengan standar profesi yang ditetapkan
berdasarkan indikator pelayanan keperawatan yang menunjukkan
tingkat kemampuan pelayanan keperawatan dalam menimbulkan rasa
puas pada diri setiap pasien23.
Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik
dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertian
16

pasien akan kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri.


Kegiatan itu dilaksanakan dalam usaha mencapai peningkatan
kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang
memungkinkan setiap individu mencapai kemampuan hidup sehat dan
produktif23.
Kualitas pelayanan keperawatan yang baik berarti pasien
mendapat layanan yang cepat, diagnosis dan terapi yang tepat,
keramahtamahan yang cukup, pelayanan administrasi yang cepat dan
biaya yang terjangkau sehingga pelayanan yang diberikan khusus
untuk memenuhi keinginan pelanggan23.

2.2.4 Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan


Layanan keperawatan dapat diamati dari praktik keperawatan yang
dilakukan oleh perawat saat memberikan asuhan keperawatan pada
pasien. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien harus
memenuhi standar dan kriteria profesi keperawatan, serta mampu
memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu28. Mutu merupakan
fenomena yang komprehensif sehingga perlu dibahas mengenai
dimensi mutu sebagai karakteristik yang patut diperhitungkan, untuk
membantu pola pikir dalam menetapkan masalah dan menganalisa
masalah apakah mutu pelayanan keperawatan telah sesuai standar atau
belum. Untuk memahami konsep mutu pelayanan keperawatan dengan
baik maka perlu dipahami mengenai dimensi-dimensi mutu
pelayanan29.
Beberapa aspek dimensi mutu yang dapat menjadi indikator
penerapan sebuah layanan keperawatan oleh Marini dalam Desimawati
diantaranya adalah30:
a. Perhatian, merupakan sikap seorang perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan harus sabar, bersedia memberikan
pertolongan kepada pasien, perawat harus peka terhadap setiap
17

perubahan pasien dan keluhan pasien, memahami dan mengerti


terhadap kecemasan dan ketakutan pasien30.
b. Penerimaan, merupakan sikap perawat yang selalu ramah dan ceria
saat bersama pasien, selalu tersenyum dan menyapa semua pasien.
Perawat harus menunjukkan rasa penerimaan yang baik terhadap
pasien dan keluarga pasien, menerima pasien tanpa membedakan
agama, status sosial ekonomi dan budaya, golongan dan pangkat,
serta suku sehingga perawat menerima pasien sebagai pribadi yang
utuh30.
c. Komunikasi, merupakan sikap perawat yang harus mampu
melakukan komunikasi sebaik mungkin dengan pasien, dan
keluarga pasien30.
d. Kerja sama, meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan
kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. Perawat
harus mampu mengupayakan agar pasien mampu bersikap
kooperatif30.
e. Tanggung jawab, meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam
tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam
tugas, konsisten serta tepat dalam memberikan pelayanan
keperawatan30.
Parasuraman dalam Rakhmawati juga merumuskan lima dimensi
mutu yang menjadi dasar untuk mengukur pelayanan, yaitu29:
a. Daya tanggap (responsiveness), yaitu kesediaan/kemauan untuk
membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat.
Dengan kata lain bahwa pemberi pelayanan harus responsif
terhadap kebutuhan pelanggan. Responsiveness juga didasarkan
pada persepsi pelanggan sehingga faktor komunikasi dan situasi
fisik disekitar pelanggan merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan29.
b. Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan
dan kemampuannya untuk memberikan rasa percaya dan keyakinan
18

atas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Dan komponen


dari dimensi ini yaitu keramahan, kompetensi, dan keamanan29.
c. Bukti langsung (tangible), yang meliputi fasilitas fisik, peralatan,
personil, dan media komunikasi yang dapat dirasakan langsung
oleh pelanggan. Dan untuk mengukur dimensi mutu ini perlu
menggunakan indera penglihatan29.
d. Empati (empathy), yaitu membina hubungan dan memberikan
pelayanan serta perhatian secara individual pada pelanggannya29.
e. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan terpercaya. Pelayanan yang terpercaya
artinya adalah konsisten. Sehingga reliability mempunyai dua
aspek penting yaitu kemampuan memberikan pelayanan seperti
yang dijanjikan dan seberapa jauh mampu memberikan pelayanan
yang tepat atau akurat29.
Pendapat lain mengenai dimensi mutu juga dijelaskan oleh Oki
dalam Rakhmawati dalam tujuh dimensi diantaranya yaitu sebagai
berikut: 1) Time, yaitu seberapa lama customer anda harus menunggu
layanan pelayanan; 2) Timeliness, yaitu apakah layanan pelayanan
anda dapat diberikan sesuai janji; 3) Completeness, yaitu apakah
semua bagian atau item dari pelayanan anda dapat diberikan pada
customer anda; 4) Courtesy, yaitu apakah karyawan yang berada di
"garis depan" menyapa dan melayani customer anda dengan ramah dan
menyenangkan; 5) Consistency, yaitu apakah layanan pelayanan anda
selalu dilakukan dengan cara yang sama untuk semua customer; 6)
Accessibility dan convenience, yaitu apakah layanan pelayanan anda
mudah dijangkau dan dinikmati; dan 7) Responsiveness,: yaitu apakah
karyawan anda selalu tanggap dan dapat memecahkan masalah yang
tidak terduga29.
Tjong dalam Rakhmawati juga menjelaskan dimensi dari mutu
pelayanan dalam lima dimensi sebagai berikut29.
19

a. Dapat dipercaya (reliability)


Dapat dipercaya artinya konsisten, dan pelayanan akan dapat
diberikan jika dapat dipercaya oleh pelanggan29.
b. Responsif (responsiveness)
Responsif secara sederhana dapat didefinisikan sebagai
kecepatan dan ketanggapan29.
c. Buat pelanggan merasa dihargai (makes costumer feel valued)
Pelanggan mempunyai pikiran bahwa merekalah yang orang
yang sangat penting saat itu, sehingga perlu diperhatikan
bagaimana menghargai pelanggan29.
d. Empati (empathy)
Empati merupakan keahlian yang sangat bermanfaat, karena
melalui empati dapat menjembatani pembicaraan kepada solusi.
Dan melalui empati, pemberi pelayanan akan berada di sisi yang
sama dengan pelanggan sehingga dapat lebih memahami
kebutuhan pelanggan29.
e. Kompetensi (compentency)
Kompetensi dalam hal ini lebih difokuskan pada staf yang
langsung berhubungan dengan pelanggan. Pelanggan cenderung
tidak mau berhubungan dengan manajer, tetapi mereka lebih
menginginkan orang pertama yang bertemu merekalah yang harus
dapat menyelesaikan masalah mereka29.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas mengenai dimensi-dimensi
mutu dalam pelayanan, pada dasarnya semuanya hampir memiliki
kesamaan makna. Oleh karena itu Rakhmawati merumuskan secara
sederhana dimensi mutu tersebut yang dapat mencakup keseluruhan
arti dari dimensi mutu yang dikemukakan oleh para ahli di atas dan
dapat diaplikasikan dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
Dimensi mutu dalam pelayanan keperawatan tersebut diantaranya
yaitu29:
20

a. Tangible (bukti langsung)


Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung
oleh pasien yang meliputi ‘fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan
staf keperawatan’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, bukti
langsung dapat dijabarkan melalui: kebersihan, kerapian, dan
kenyamanan ruang perawatan; penataaan ruang perawatan;
kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan perawatan yang
digunakan; dan kerapian serta kebersihan penampilan perawat29.
b. Reliability (keandalan)
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan
kemampuan untuk memberikan ‘pelayanan keperawatan yang tepat
dan dapat dipercaya’, dimana ‘dapat dipercaya’ dalam hal ini
didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang ‘konsisten’.
Oleh karena itu, penjabaran keandalan dalam pelayanan
keperawatan adalah: prosedur penerimaan pasien yang cepat dan
tepat; pemberian perawatan yang cepat dan tepat; jadwal pelayanan
perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten (pemberian
makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur perawatan tidak
berbelit-belit29.
c. Responsiveness (ketanggapan)
Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau
membantu pelanggan’ dan memberikan’ pelayanan yang
cepat/tanggap’. Ketanggapan juga didasarkan pada persepsi pasien
sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu
ketanggapan dalam pelayanan keperawatan dapat dijabarkan
sebagai berikut: perawat memberikan informasi yang jelas dan
mudah dimengerti oleh pasien; kesediaan perawat membantu
pasien dalam hal beribadah; kemampuan perawat untuk cepat
tanggap menyelesaikan keluhan pasien; dan tindakan perawat cepat
pada saat pasien membutuhkan29.
21

d. Assurance (jaminan kepastian)


Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat
menjamin pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien
berkualitas sehingga pasien menjadi yakin akan pelayanan
keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai jaminan kepastian
dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen:
‘kompetensi’, yang berkaitan dengan pengetahuan dan
keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan;
‘keramahan’, yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai aspek
dari sikap perawat; dan ‘keamanan’, yaitu jaminan pelayanan yang
menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak
yang negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan
kepada pasien aman29.
e. Empathy (empati)
Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang
diberikan kepada pasien secara individual’. Sehingga dalam
pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat diaplikasikan
melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus kepada
setiap pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya;
perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang status
sosial dan lain-lain29.

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Keperawatan


Keberhasilan pelaksanaan kegiatan menjamin kualitas pelayanan
keperawatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni31:
a. Faktor pengetahuan
Pengetahuan perawat tentang penilaian mutu pelayanan
keperawatan tidak terlepas dari standar praktik keperawatan yang
telah ditetapkan oleh PPNI yang mengacu dalam tahapan proses
keperawatan yakni: pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi31.
22

b. Faktor beban kerja


Beban kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Beban kerja perawat yang tinggi berdampak terhadap penurunan
kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Penurunan kemampuan perawat berdampak langsung terhadap
mutu pelayanan keperawatan31.
Beban kerja merupakan suatu kondisi atau keadaan yang
memberatkan pada pencapaian aktifitas untuk melakukan suatu
aktifitas. Beban kerja perawat yang tinggi serta beragam dengan
tuntutan institusi kerja dalam pencapaian kualitas bermutu, jumlah
tenaga yang tidak memadai, berpengaruh besar pada pencapaian
mutu pelayanan yang diharapkan29.
c. Faktor komunikasi
Komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan
menghantarkan suatu pesan dengan cara yang gampang sehingga
orang lain dapat mengerti dan menerima. Komunikasi dalam
praktik keperawatan professional merupakan unsure utama bagi
perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan untuk
mencapai hasil yang optimal31.
23

2.3. Kerangka Teori

External Factors
SERVQUAL Dimensions
influencing expectation

Tangibles
Expectation
(Expected
Reliability Services)
Perceived
Gap 5
Responsiveness Service
Quality
Perception
Assurance (Perceived
Services)

Empathy

Skema 2.1 Kerangka Teori


Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988)

2.4. Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara
variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti32.
Kerangka konsep yang digunakan adalah sebagai berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

Mutu Pelayanan
Beban Kerja
Keperawatan

Skema 2.2 Kerangka Konsep


24

2.5. Hipotesis
Ha: Ada hubungan beban kerja perawat dengan mutu pelayanan
keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak.
H0: Tidak ada hubungan beban kerja perawat dengan mutu pelayanan
keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak.

Anda mungkin juga menyukai