Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat


defisiensi salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan
darah. Protein ini disebut faktor pembekuan darah. Bila terjadi pendarahan pada
seseorang yang normal dan sehat, misalnya terluka, maka dalam waktu yang tidak
terlalu lama perdarahan tersebut akan berhenti sendiri, apakah itu dengan bantuan
penekanan pada tempat luka ataupun tidak. Mekanisme tubuh untuk
menghentikan perdarahan itu dinamakan mekanisme pembekuan darah. Dalam
mekanisme itu terlibat sebagai faktor yang berinteraksi satu sama lain membentuk
sumbat pembekuan. Faktor-faktor yang terlibat terutama pembuluh darah, keping
darah atau trombosit, dan faktor pembekuan. Bila salah satu faktor ini fungsinya
kurang baik atau jumlah dan kadarnya kurang, akan mengakibatkan perdarahan
yang berlangsung lama atau bahkan dapat terjadi perdarahan spontan (Gatot,
2009).
Hemofilia seringkali disebut dengan "The Royal Diseases" atau penyakit
kerajaan. Ini di sebabkan Ratu Inggris, Ratu Victoria (1837 - 1901) adalah
seorang pembawa sifat/carrier hemofilia. Anaknya yang ke delapan, Leopold
adalah seorang hemofilia dan sering mengalami perdarahan. Keadaan ini di
beritakan pada British Medical Journal pada tahun 1868. Leopold meninggal
dunia akibat perdarahan otak pada saat ia berumur 31 tahun. Salah seorang anak
perempuannya, Alice, ternyata adalah carrier hemofilia dan anak laki-laki dari
Alice, Viscount Trematon, juga meninggal akibat perdarahan otak pada tahun
1928 (Aman, 2006).
Dikenal tiga macam hemofilia. Hemofilia A karena kekurangan faktor
VIII dan hemofilia B akibat kekurangan faktor IX dan hemofilia C. Faktor-faktor
pembekuan berjumlah 13 dan diberi nomor dengan angka Romawi (I-XIII).
Hemofilia, terutama A, tersebar di seluruh dunia dan umumnya tidak mengenai
ras tertentu. Angka kejadiannya diperkirakan 1 di antara 5000 - 10.000 kelahiran
bayi laki-laki. Sedangkan hemofilia B, sekitar 1 diantara 25.000-30.000 kelahiran
bayi laki-laki. Sebagian besar (sekitar 80%) hemofilia A. Apabila penyakit ini
tidak ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan, kerusakan
pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat perdarahan yang
berlebihan (Gatot, 2009).
Dari data World Federation Of Hemophilia 2015 pada 21 negara di dunia
jumlah kasus hemophilia A berjumlah 151.159 kasus dan jumlah kasus
hemophilia B berjumlah 30.310 kasus. Sedangkan untuk di Indonesia terdapat
849 kasus hemophilia A dan 99 kasus hemophilia B (World Federation Of
Hemophilia, 2016).

2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. DEFINISI
Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah bawaan yang
pertama dikenal dan sudah banyak diketahui sejak tahun 1911. Pada waktu itu
penyakit hemofilia sudah diketahui sebagai akibat gangguan pembekuan darah
bawaan laki-laki yang diturunkan seorang wanita sehat (Tambunan, 2010).

II.2. EPIDEMIOLOGI
Laporan dari badan dunia menyebutkan insidensi hemofilia A berkisar
antara 1 kasus/5000 laki-laki, dan diperkirakan 1/3 diantaranya tidak didapatkan
riwayat keluarga dengan hemofilia. Hemofilia B berkisar antara 1 kasus/25.000
laki-laki, merupakan ¼ dari seluruh kasus hemofilia.
Insidensi hemofilia A di Eropa dan Amerika Utara berkisar antara 1 kasus
diantara 5000 bayi laki-laki yang lahir hidup. Insidensi hemofilia B berkisar
antara 1 kasus diantara 30.000 bayi laki-laki yang lahir hidup. Di Amerika Serikat
prevalensi hemofilia A berkisar antara 20,6 kasus diantara 100.000 laki-laki dan
60% diantaranya berat. Sedangkan untuk hemofilia B berkisar antara 5,3
kasus/100.000 laki-laki, 44% diantaranya berat.
Sementara itu menurut Rebecca Elstrom dari University of Pennsylvania
Medical Center Philadelphia, insidensi hemofilia A pada pria adalah 1 : 5.000, dan
insidensi hemofilia B berkisar 1 : 32.000 pria. Sedangkan untuk hemofilia C
prevalensi tertinggi diderita orang-orang Ashkenazi Jews (di Israel, diperkirakan
sekitar 8%). Di Inggris, 383 pasien menderita hemofilia C dari sekitar 59 orang
penduduk. Di Perancis terdapat 39 penderita diantara 290.000 penduduk.
Prevalensi hemofilia terendah pada orang Cina. Sedangkan jika ditinjau
dari jenis kelamin, karena hemofilia dikaitkan dengan sex-linked koagulopati
yang berkaitan dengan X-linked; maka prialah yang terkena, wanita hanya

3
menjadi karier yang berkaitan dengan gennya dan biasanya tidak didapatkan
adanya manifestasi gangguan perdarahan (Agaliotis, 2012).
.
II.3. ETIOLOGI
Hemofilia A dan hemofilia B disebabkan oleh kerusakan pada pasangan
kromosom. Defek genetik ini berpengaruh pada produksi dan fungsi dari faktor
pembekuan. Semakin sedikit faktor pembekuan tersebut maka semakin berat
derajat hemofili yang diderita. Hemofilia A disebabkan oleh kelainan produksi
dari faktor VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan oleh kelainan produksi dari
faktor IX.
Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia dapat timbul
secara spontan ketika kromosom yang normal mengalami abnormalitas (mutasi)
yang berpengaruh pada gen untuk faktor pembekuan VIII atau IX. Anak yang
mewarisi mutasi tersebut dapat lahir dengan hemofilia atau dapat juga hanya
sebagai carrier.
Hemofilia diturunkan oleh ibu sebagai pembawa sifat yang mempunyai 1
kromosom X normal dan 1 kromosom X hemofilia. Penderita hemofilia,
mempunyai kromosom Y dan 1 kromosom X hemofilia. Seorang wanita diduga
membawa sifat jika:
1. ayahnya pengidap hemofilia
2. mempunyai saudara laki-laki dan 1 anak laki-laki hemofilia, dan
3. mempunyai lebih dari 1 anak laki-laki hemofilia
Saat wanita membawa gen hemofilia, mereka tidak terkena penyakit itu. Jika ayah
menderita hemofilia tetapi sang ibu tidak punya gen itu, maka anak laki-laki
mereka tidak akan menderita hemofilia, tetapi anak perempuan akan memiliki gen
itu. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang
hemofilia dan ibunya adalah pembawa sifat (carrier) hal ini sangat jarang terjadi.
(Djajadiman, 2009).

4
Gambar 1. Susunan genetik wanita carrier hemofilia dengan suami normal

Gambar 2. Susunan genetik wanita normal dengan suami penderita hemofilia

Sementara itu untuk hemofilia C disebabkan defisiensi kongenital faktor


XI yang disebabkan mutasi gen faktor XI. Hal ini dapat terlihat dari 6 orang
Ashkenazi Jewish, dimana pada pasien hemofilia C tersebut terlihat adanya
mutasi gen faktor XI. Akibat dari mutasi ini terjadi kegagalan produksi protein
aktif yang berkaitan dengan disfungsi molekul faktor pembekuan.

5
II.4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme pembekuan normal pada dasarnya dibagi 3 jalur yaitu :
1. Jalur intrinsik, jalur ini dimulai aktivasi F XII sampai terbentuk F
X aktif.
2. Jalur ekstrinsik, jalur ini mulai aktivasi F VII sampai terbentuk F X
aktif.
3. Jalur bersama (common pathway), jalur ini dimulai dari aktivasi F
X sampai terbentuknya fibrin yang stabil.

Gambar 3. Sistem pembekuan intrinsik dan ekstrinsik.

6
Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku
dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang
penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan
lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya. Gangguan
itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah
normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang
terjadi antara orang normal dengan penderita hemofilia digambarkan dibawah ini.
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka
pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat
darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah
keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka
pada pembuluh.
d. Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat
anyaman (benang-benang fibrin) yang akan
menutup luka sehingga darah berhenti mengalir
keluar pembuluh.

Gambar 4. Gambaran proses pembekuan darah pada orang normal

Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk
proses pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler, faktor koagulasi dan trombosit
(platelet). Defisiensi faktor VIII dan IX dapat
menyebabkan perdarahan yang lama karena stabilisasi
fibrin yang tidak memadai.
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada
pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir
keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.

7
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman
penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti
mengalir keluar pembuluh.
Gambar 5. Gambaran proses pembekuan darah pada orang hemofilia

Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan


komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut
diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera.
Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi faktor
VIII dan IX. Hemofilia A atau B dibagi tiga kelompok:
1. Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)
2. Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) dan
3. Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).

Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi faktor VIII, antihemophlic


factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan faktor utama dalam
pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan
dalam darah jumlah sedikit dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat
pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan
melepaskan ADP serta faktor trombosit yang sangat penting untuk mengawali
sistem pembekuan, sehingga untaian fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-
pinggir pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah tersebut. Setelah
pembekuan terjadi diikuti dengan sistem fibrinolitik yang mengandung
antitrombin yang merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan memantau
mempertahankan darah dalam keadaan cair (Agaliotis, 2012).

8
II.5. MANIFESTASI KLINIS
Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia ditentukan oleh
kadar F VIII C di dalam plasma. Berdasarkan kadar FVIII C dan klinik, hemofilia
dibagi 4 golongan :
a. Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma 0-2%
Perdarahan spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis)
sering terjadi. Perdarahan karena luka atau trauma dapat mengancam jiwa.
b. Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 3-5%
Perdarahan serius biasanya terjadi bila ada trauma. Hemarthrosis dapat terjadi
walaupun jarang dan akalu ada biasanya tanpa cacat.
c. Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara 6-25%
Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak ditemukan.
Perdarahan biasanya ditemukan sewaktu operasi berat, atau trauma.
d. Sub hemofilia
Beberapa penulis menyamakannya dengan karier hemofilia. Kadar F VIII
C 26-50%. Biasanya tidak disertai gejala perdarahan. Gejala mungkin terjadi
sesudah suatu operasi besar dan lama.
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan
ke dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut. Persendian besar lainnya
seperti lengan dan bahu juga dapat terkena. Perdarahan ini bisa dimulai dengan
luka kecil atau spontan dalam sendi. Darah berasal dari pembuluh darah sinovia,
mengalir dengan cepat mengisi ruangan sendi. Penderita dapat merasakan
permulaan timbulnya perdarahan pada sendi ini karena ada rasa panas. Akibat
perdarahan, timbul rasa sakit yang hebat, menetap disertai engan spasme otot, dan
gerakan sendi yang terbatas. Karena perdarahan berlanjut, tekanan di dalam
ruangan sendi terus meningkat dan menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-
pembuluh darah kondral. Keadaan ini merupakan permulaan kerusakan sendi
yang permanen.

9
Akibat perdarahan yang berulang pada sendi yang sama, sering terjadi
peradangan dan penebalan jaringan sinovia, kemudian terjadi atropi otot. Keadaan
kontraksi sendi yang stabil ini merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya.
Akhirnya kartilago dan substansi tulang hilang. Kista tulang dan kontraktus yang
permanen menyebabkan hilangnya gerakan sendi. Bisa juga terjadi hipertrofi
karena radang sinovia kronik dan menghasilkan pembengkakan sendi yang
persisten tanpa disertai nyeri yang nyata.
Selain hemarthrosis, ada sebuah fenomena perdarahan yang terlambat
(delayed bleeding) yang juga merupakan gejala khas dari hemofilia A. Peristiwa
ini biasanya ditemukan sesudah tindakan ekstraksi gigi. Pada permulaan
perdarahan berhenti dan sesudah beberapa jam sampai beberapa hari kemudian,
perdarahan timbul kembali. Hal ini dapat diterangkan, pada permulaan trombosit
dan pembuluh darah dapat menghentikan perdarahan untuk sementara, tetapi
karena jaringan fibrin tidak ada atau kurang terbentuk untuk menutup luka maka
timbul perdarahan kembali.
Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot juga merupakan manifestasi
hemofilia yang paling umum. Lesi ini biasanya dimulai sebagai akibat trauma dan
menyebar mengenai satu daerah yang luas dan sering tanpa ada perbedaan warna
kulit diatasnya. Perdarahan jaringan lunak di daerah leher karena trauma kecil
bisa menyebabkan komplikasi yang serius karena jalan napas bisa tertekan; dan
bahkan menyebabkan kematian. Perdarahan di bawah leher ini dapat terjadi
sesudah anestesi mandibular, punksi vena jugular (Gerardo, 2004)
Pada penderita hemofili C, pada pemeriksaan fisik biasanya normal
kecuali jika terjadi manifestasi perdarahan. Pada beberapa tempat dapat terjadi
memar-memar. Pasien juga kadang mengeluhkan demam, kelemahan, dan
takikardia jika terjadi perdarahan yang masif (Mathew, 2002)
II.6. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran
klinik dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan

10
atau riwayat perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah
pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung trombosit, uji
pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time - masa protrombin
plasma), APTT (activated partial thromboplastin time – masa tromboplastin
parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time – masa trombin).
1. Anamnesis
Keluhan penyakit ini dapat timbul saat :
- Lahir : perdarahan lewat tali pusat.
- Anak yang lebih besar : perdarahan sendi sebagai akibat jatuh pada saat
belajar berjalan.
- Ada riwayat timbulnya ”biru-biru” bila terbentur (perdarahan abnormal).
2. Pemeriksaan Fisik
Adanya perdarahan yang dapat berupa :
- hematom di kepala atau tungkai atas/bawah
- hemarthrosis
- sering dijumpai perdarahan interstitial yang akan menyebabkan atrofi dari
otot, pergerakan terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi yang sering
terkena adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha dan sendi bahu.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan aktivitas dan jenis factor
koagulasi merupakan hal yang sangat penting dalam menegakkan diagnostik
dan menentukan jenis hemofilianya. Sebelum dilakukan pemeriksaan faktor
koagulasi sebaiknya perlu dilakukan pemeriksaan penyaring fungsi
hemostasis karena hal ini merupakan langkah pertama kita menduga dan
memprediksi kemungkinan adanya defisiensi dari faktor koagulasi.
Pemeriksaan penyaring untuk menilai adanya kelainan fungsi pembekuan
darah di antaranya yaitu: pemeriksaan massa prothrombin (PT), massa
activated parsiel tromboplastin (aPT) dan massa thrombin (TT). Dugaan
kemungkinan seseorang menderita hemofilia bila hasil pemeriksaan aPTT

11
memanjang dari kontrol normal, hal ini merupakan indikasi bagi kita untuk
melakukan pemeriksaan lanjutan F VIII dan F IX, bila pemeriksaan F VIII
atau F IX hasilnya menunjukkan aktivitas yang menurun, maka ini merupakan
petunjuk bahwa pasien menderita hemofilia A atau hemofilia B.
- APTT/masa pembekuan memanjang
- PPT (Plasma Prothrombin Time) normal
- SPT (Serum Prothrombin Time) pendek
- Kadar fibrinogen normal
- Retraksi bekuan baik
- Assays fungsional untuk memeriksa faktor VIII dan IX (memastikan
diagnosis) (Bambang, 2006).

II.7. DIAGNOSA BANDING


 Penyakit Von Willebrand
Hemofilia A perlu dibedakan dari penyakit von Willebrand,karena
pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktivitas F VIII yang rendah.
Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi
faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F VIII
juga akan berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi
proteolitik. Faktor Von Willebrand adalah suatu protein yang memiliki dua
peranan yaitu menunjang adesi trombosit pada endotel yang rusak dan
merupakan molekul pembawa faktor VIII. Defisiensi faktor von
Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan memanjang karena
proses adesi trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan pemanjangan masa perdarahan,
APTT bisa normal atau memanjang dan aktivitas F VIII bisa normal atau
rendah. Di samping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von
Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa

12
perdarahan normal, kadar dan fungsi faktor von Willebrand juga normal
(Gerardo dkk, 2004).

II.8. KOMPLIKASI
Sebelum penggunaan terapi pengganti diketahui, pasien dengan
hemofilia berat A dan B, memiliki kesempatan hidup yang pendek dan
kualitas hidup yang rendah berkaitan dengan terjadinya artropati hemofilia.
Beberapa komplikasi yang sering terjadi antara lain :
 Komplikasi virus yang timbul antara lain infeksi HIV. Kematian
pertama kali dilaporkan tahun 1980 yang berkaitan dengan hemofilia
dan HIV. Rata-rata serokonversi lebih dari 75% untuk penyakit yang
berat, 46% untuk yang moderat, dan 25% untuk penyakit yang ringan.
Pada kasus hemofilia berat, serkonversi yang diobservasi rata-rata
46%. Di Amerika Serikat kematian akibat hemofilia meningkat dari
0,4 kematian per 1 juta penduduk dari tahun 1979-1981 menjadi 1,2
kematian per 1 juta penduduk pada tahun 1987-1989. penyebab
kematian terutama disebabkan perdarahan intrakranial dan perdarahan
lainnya dari AIDS serta serosis hepatis.
 Komplikasi lainnya adalah penyakit hepatitis dan sirosis hepatis. Jika
ini terjadi maka angka kematian akan meningkat menjadi 1,2 kali lebih
banyak dibandingkan kematian hemofilia murni.
 Perdarahan intrakranial terjadi pada 2-8% penderita dan hal ini
menyebabkan kematian. Perdarahan lainnya yang dapat timbul
terutama pada jaringan lunak akibat obstruksi saluran napas atau
kerusakan organ dalam.
 Diperkirakan 25% anak-anak dengan hemofilia pada usia 6-18 tahun
akan terhambat pertumbuhan skil dan kemampuan kognitifnya
demikian pula halnya dalam emosi dan masalah perilaku.

13
Kadar faktor XI tidak berkaitan dengan tendensi perdarahan pada
hemofilia C, khususnya pada orang-orang dengan defisiensi parsial.
Manifestasi perdarahan baru muncul kalau terdapat defisiensi aktifitas
faktor XIC kurang dari 20 U/dL. Sebagian besar penderita mengalami
perdarahan spontan setelah tindakan pembedahan. Demikian juga dengan
bertambahnya fibrinolisis setelah aktifitas pencabutan gigi atau
tonsilektomi atau operasi traktus genitalis. Komplikasi lain yang sering
timbul adalah perdarahan yang berat dalam bentuk menoragia (Agaliotis,
2012).

II.9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan kriopresipitat pada penderita hemofilia disesuaikan
dengan berat ringannya perdarahan. Pada perdarahan ringan bila kadar F
VIII mencapai 30% sudah cukup untuk menghentikan perdarahan.
Perdarahan sedang memerlukan kadar F VIII 50% dan pada perdarahan
berat memerlukan F VIII 100%. Jumlah kriopresipitat yang dibutuhkan
dapat dihitung dengan ketentuan bahwa 1 u F VIII/kgBB akan menaikkan
kadar F VIII 2%. Sedangkan untuk F IX, 1 u/kgBB akan menaikkan kadar
F IX 1%. Rata-rata standard orang normal ialah 1 u/ml adalah sama dengan
100%. Tabel berikut akan menjelaskan pengobatan hemofilia dengan
kriopresipitat.
Komponen utama krioprisipitat adalah faktor VIII atau anti
hemophylic globulin. Penggunaannya ialah untuk menghentikan
perdarahan karena berkurangnya AHG di dalam darah penderita hemofili
A. Faktor VIII atau AHG ini tidak bersifat “genetic marker antigen” seperti
granulosit, trombosit atau eritrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang
dapat menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat “inhibitor”
terhadap faktor VIII karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis

14
maksimal, tetapi diberikan sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis.
Untuk jelasnya terlihat dalam tabel kutipan ini (Srivastava A, 2005).

Tabel 1. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada hemofili

Kadar faktor VIII (%) Simptom

<1 Perdarahan spontan sendi dan otot

1-5 Perdarahan hebat setelah luka kecil

5-25 Perdarahan hebat setelah operasi

25-30 Cenderung perdarahan setelah luka atau operasi

Tabel 2. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada hemofili

Lesi Kadar faktor VIII (% Dosis faktor VIII (unit/kg


normal) BB)
Hemarthrosis ringan,
hematoma 15 – 20% 10-15

Hemarthrosis berat dan


hematoma otot di
daerah-daerah penting
20-40% 15-20
Operasi besar
80-100% 40-50

Setiap kantong krioprisipitat mengandung 150 U faktor VIII, sedangkan


krioprisipitat produksi LPTD-PMI ditaksir hanya mengandung 100 U faktor
VIII/kantong. Hal ini disebabkan karena darah yang diambil dari donor lebih sedikit.
Cara pemberian krioprisipitat aialah dengan menyuntikkan intravena langsung tidak

15
melalui tetesan infus. Komponen tidak tahan pada suhu kamar, jadi pemberiannya
sesegera mungkin setelah komponen mencair.

Tabel 3. Pengobatan hemofilia dengan kriopresipitat.

Jenis perdarahan Kadar faktor yang Dosis F VIII Dosis F IX


diinginkan (%) (u/kg/bb) (u/kg/bb)

Ringan 30% Dosis mula tidak Dosis mula 30


diperlukan u/kgBB seterusnya
diberikan 15 10 u/kgBB tiap 12
u/kgBB tiap 12 jam –24 jam selama 2-4
selama 2-4 hari hari

Sedang 50% Dosis mula 30 Dosis mula 60


u/kgBB dilanjutkan u/kgBB seterusnya
10-15 u/kgBB tiap 10 u/kgBB tiap 12
8 jam selama 1-2, jam
hari, seterusnya
dosis yang sama
tiap 12 jam

Berat 100% Dosis mula 40-50 Dosis mula 60


u/kgBB diteruskan u/kgBB diteruskan
sesuai dosis sedang sesuai dosis sedang

Obat-obat yang diperlukan pada penderita hemofilia :


1. DDAVP
Suatu hormon sintesis anti diuretik yaitu 1-deamino-8-D-
arginine vasopressine (DDAVP) dapat menaikkan kadar F VIII C. Pada
hemofilia ringan sampai sedang obat ini menaikkan kadar F VIII C 3-6

16
kali lipat. Diberikan pada hemofilia dan penyakit vol Willebrand dengan
dosis 0,2-0,5 ug/kgBB. Obat ini dilarutkan dalam 30 cc garam fisiologis
dan diinfus selama 15-20 menit. Dapat diulang dalam beberapa jam. Infus
yang diberikan dengan cepat dapat menimbulkan takikardia dan muka
menjadi merah. Hasil pengobatan sangat bervariasi.
2. EACA dan Tranexamic Acid
Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asam traneksamik
(Tranexamic Acid), dapat mengurangi perdarahan pada hemofilia. Hal ini
dapat diterangkan karena sifat anti fibrinolisis EACA dan asam
traneksamik menyebabkan fibrin yang sudah terbentuk tidak segera
dilisiskan, oleh plasmin. Dengan dosis 50-100 mg/kgBB intravena atau
peroral, segerak sebelum tindakan dimulai, kemudian diulang 3 jam
berikutnya, dan seterusnya setiap 6 jam selama 1 minggu berikutnya
memberikan hasil yang baik. Juga dapat diberikan dosis 4-5 g tiap 4 jam
pada orang dewasa dengan hasil yang baik.
3. Kortikosteroid
Pada sinovitis akut yang terjadi sesudah serangan akut
hemarthrosis pemberian kortikosteroid sangat berguna. Kortikosteroid
juga diberikan bila timbul anti koagulan atau reaksi anafilaksis sesudah
pemberian kriopresipitat.
4. Analgetik
Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa
sakit sebab lainnya, obt analgetik dapat diberikan. Sebaiknya aspirin harus
dihindarkan, begitu pula obat analgetik lainnya yang mengganggu
agregasi trombosit.
Pengobatan utama pada penderita hemofilia C terutama dengan
pemberian produk plasma (FFP). Keuntungan pemberian FFP ini adalah
mudah dilakukan, sedangkan kerugiannya dalam bentuk dapat terjadi over
volume darah, potensial untuk transmisi agen infektif, dan kemungkinan

17
terjadi reaksi alergi. Fresh frozen plasma ini juga dapat digunakan jika
tidak didapatkan konsentrat faktor XI. Dosis pemberian untuk loading
dose adalah 15-20 mL/kg IV, yang selanjutnya diberikan 3-6 mL/kg 4 kali
12 jam setelah hemostasis terjadi. Selama pemberian harus selalu
dimonitor overload cairan terutama pada anak-anak kecil; adanya reaksi
alergi; premedikasi yang diberikan adalah acetaminophen dan anti
histamin (seperti diphenhydramine) untuk mengurangi reaksi alergi.
Penatalaksanaan tambahan
Strategi-strategi terapi berikut penting, terutama jika konsentrat faktor
pembekuan terbatas atau tidak tersedia, dan dapat mengurangi jumlah produk
terapi yang diperlukan.
 RICE (rest, ice, compression, dan elevation) adalah penatalaksanaan
tambahan yang penting untuk perdarahan pada otot dan sendi selain
meningkatkan kadar faktor pembekuan dengan konsentrat faktor
pembekuan atau desmopresin pada hemofilia A ringan. Otot dan sendi
yang berdarah dapat diistirahatkan dengan pembebatan, pemasangan gips
atau menggunakan kruk (crutch) atau kursi roda. Pemakaian kantong es
atau dingin berguna untuk mengurangi inflamasi, namun es harus
dibungkus handuk dan tidak digunakan secara langsung pada kulit.
Direkomendasikan agar es digunakan selama 20 menit, setiap empat
sampai enam jam, sampai bengkak dan nyeri berkurang.
 Obat-obat antifibrinolitik (misalnya asam traneksamat, asam amino
kaproat epsilon) selama 5-10 hari efektif sebagai terapi tambahan untuk
perdarahan mukosa (misalnya epistaksis, perdarahan mulut) dan
digunakan untuk mengurangi penggunaan produk-produk koagulasi pada
tindakan ekstraksi gigi. Obat-obat ini harus dihindari pada perdarahan
ginjal karena jendalan yang tidak lisis di dalam pelvis renal dan ureter
dapat berakibat seperti batu, menyebabkan kolik ureter dan

18
nefropatiobstruktif. Obat-obat antifibrinolitik sebaiknya tidak digunakan
secara bersamaan dengan konsentrat kompleks protrombin baik yang
teraktivasi maupun tidak karena potensi komplikasi trombotik.
 Beberapa inhibitor COX-2 dapat digunakan untuk inflamasi sendi setelah
perdarahan akut dan pada artritis kronik.
Terapi di rumah
Terapi di rumah memungkinkan pasien memperoleh terapi awal yang
optimal. Strategi ini idealnya dapat dicapai dengan penyediaan konsentrat
faktor pembekuan atau produk liofilik lain yang aman dan dapat disimpan di
dalam kulkas serta mudah disiapkan. Namun, terapi di rumah dimungkinkan
pemberian kriopresipitat, dengan syarat pasien memiliki lemari pembeku yang
sederhana namun dapat diandalkan dirumah (ini sulit dilakukan). Tetapi
konsentrat faktor pembekuan tidak boleh beku.
 Terapi di rumah harus diawasi secara ketat oleh pusat perawatan
komprehensif dan dimulai setelah diberikan pendidikan dan cara
penyediaan obat yang adekuat. Sebuah program sertifikasi dapat
dikerjakan dan teknik dimonitor pada kunjungan secara komprehensif.
 Pengajaran harus meliputi pengenalan perdarahan dan komplikasi pada
umumnya, perhitungan dosis, penyediaan obat, penyimpanan serta
pemberian faktor pembekuan, teknik aseptik, cara melakukan pungsi vena
(atau akses kateter vena sentral), pencatatan, dan juga penyimpanan yang
sesuai, pembuangan jarum serta penanganan terhadap tumpahan darah.
 Dorongan, dukungan, dan supervisi merupakan kunci untuk keberhasilan
terapi rumah dan pengkajian kembali secara periodik terhadap kebutuhan
edukasional, teknik, serta kepatuhan harus dilakukan. Program
resertifikasi periodik dapat dilakukan.

19
 Pasien atau orang tua harus mencatat kejadian perdarahan yang meliputi
tanggal dan lokasi perdarahan, dosis dan jumlah produk yang dipakai, juga
tiap efek samping.
 Perawatan rumah dapat dimulai pada anak-anak muda dengan akses vena
adekuat dan anggota keluarga yang sudah dimotivasi serta menjalani
pelatihan adekuat. Anak-anak yang lebih tua dan remaja dapat belajar
menginfus sendiri dengan bantuan keluarga.
 Alat akses vena yang diimplantasi (Port-A-Cath) dapat membuat terapi
injeksi jauh lebih mudah, namun, berkaitan dengan infeksi lokal dan
trombosis. Sehingga, risiko dan keuntungan harus dipertimbangkan dan
didiskusikan dengan pasien dan/atau orang tuanya (Srivastava, 2005).

II.10. PROGNOSIS
Pemberian profilaktik anti hemofili faktor lebih awal secara dramatis
dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita hemofilia A dan B.
Angka bertahan hidup penderita dapat mencapai 11 tahun atau kurang
tergantung dari beratnya penyakit dan pengobatan yang diberikan. Prognosis
ini akan diperburuk oleh komplikasi virus yang terjadi selama pemberian
terapi pengganti. Demikian juga halnya jika terjadi perdarahan intrakranial
maupun organ vital lainnya.
Prognosis penderita hemofilia C dengan defisiensi parsial cukup baik
apalagi jika tidak didapatkan manifestasi perdarahan. Sedangkan pada pasien
dengan tendensi perdarahan, perdarahan organ harus diobati dengan optimal
untuk mencegah terjadinya pemburukan diagnosis. Jika terjadi perdarahan
masif maka diagnosisnya menjadi jelek (Tambunan, 2010)

20
II.11. PENCEGAHAN
Hemofilia tidak dapat dicegah. Namun ada beberapa hal sebagai
tindakan preventif yaitu pencegahan terjadinya perdarahan akibat trauma
disamping pencegahan terhadap terjadinya trauma sendiri.
Kalau seseorang mengidap hemofilia maka beberapa hal yang harus
diperhatikan :
i. Pencegahan terhadap penggunakan aspirin dan nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDs).
ii. Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada bayi,
terutama untuk vaksin hepatitis B.
iii. Tindakan sirkumsisi tidak boleh dilakukan terhadap anak laki-laki.
Disamping itu jika diketahui adanya riwayat hemofili dalam keluarga
maka selama masa kehamilan harus diperiksa kemungkinan adanya defek
genetik pada ibu hamil untuk mengetahui adanya carrier pada ibu. Beberapa
tindakan yang dapat dilakukan antara lain amniocentesis dan chorionic villus
sampling (CVS), dengan pemeriksaan ini dapat diketahui adanya defek
genetik pada fetus yang menyebabkan terjadinya hemofilia. Jika diketahui
fetus memiliki hemofilia, maka tindakan terpilih yang dapat dilakukan adalah
melakukan terminasi kehamilan, walau ini masih kontroversial pada beberapa
negara terutama untuk kehamilan trimester II dan III. Jika ibu tetap
menginginkan untuk melanjutkan kehamilannya maka harus diberikan
penjelasan mengenai keadaan bayinya nanti dan tindakan persalinan yang
akan dilakukan (World Federation of Hemophilia, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

21
Agaliotis DP, 2012. Hemophilia, overview. Department of Medicine, Division of
Hematology/Medical Oncology. University of Florida Health Science Center
at Jacksonville. Dikutip dari eMedicine.com, Inc. Http://www.
eMedicine.com.html

Aman AK. 2006. Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik dan


Pemberian Komponen Darah. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Universitas
Sumatera Utara.
Bambang P, IDG Ugrasena, Mia R. A. 2006. Hemofilia. Dikutip dari URL: http://
http://www.pediatrik.com/. Published
Gatot D.2009. Hemophilia dikutip dari URL: http:// http://www.idai.or.id/. Published
17 May
Gerardo J, dkk. 2004. Molecular Diagnosis of Hemophilia A and B: Report of Five
Families from Costa Rica. Rev. Biol. Trop

Mathew P, 2002. Hemophilia C. Montoya Hemophilia Center. Department of


Pediatrics, University of New Mexico. Dikutip dari Http://www.
eMedicine.com.html

Srivastava A, dkk. 2005. Guidelines for the management of hemophilia. Terjemahan


oleh Santosa. Pt Dipa Pharmalab Intersains. Semarang

Tambunan KL, Widjanarko A. 2010. Kelainan hemostasis bawaan. Dalam :


Ssoeparman. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

World Federation of Hemophilia. 2007. On the Safety and Supply of Treatments for
Bleeding Disorders. Montreal. Canada

22

Anda mungkin juga menyukai